Anda di halaman 1dari 39

Kode : DAR2/Profesional/207/6/2022

Pendalaman Materi : Geografi

Modul 6 :

SUMBER DAYA ALAM

DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Kegiatan Belajar 2 :

Ketahanan Pangan

Penulis : Dra. Ita Mardiani Zain, M.Kes

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi


Republik Indonesia
DAFTAR ISI
2022

i
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
PETUNJUK BELAJAR ................................................................................. 1
CAPAIAN PEMBELAJARAN ....................................................................... 2
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN .............................................................. 2
URAIAN MATERI......................................................................................... 2
A. Pengertian Ketahanan Pangan ......................................................................2
B. Faktor Ketahanan Pangan Nasional ..............................................................8
C. Ketahanan Pangan Di Indonesia.................................................................. 13
D. Indikator Ketahanan Pangan Rumah Tangga ............................................. 21
E. Tantangan Dan Hambatan Serta Solusi Dalam Memenuhi Ketahanan
Pangan Di Indonesia ........................................................................................... 24

RANGKUMAN ............................................................................................ 31
TES FORMATIF ......................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 35
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF......................................................... 37

ii
MODUL 6.
SUMBER DAYA ALAM DAN SUMBER DAYA MANUSIA
KEGIATAN BELAJAR 2 : KETAHANAN PANGAN

PENDAHULUAN
Banyak aspek yang berhubungan dengan konsep ketahanan pangan. Salah satu
prinsip yang perlu dipahami dalam terwujudnya ketahanan pangan adalah kebijakan
pemerintah secara nasional. Kebijakan pemerintah dalam ketahanan pangan
menjadi landasan bagi ketahanan pangan pada level regional, lokal, komunitas,
keluarga, dan individu. Topik yang dibahas dalam kegiatan belajar meliputi
pengertian ketahanan pangan, faktor ketahanan pangan nasional, ketahanan pangan
di Indonesia, indikator ketahanan pangan rumah tangga, dan tantangan dan
hambatan serta solusi memenuhi ketahanan pangan. Bagian akhir terdapat tes
formatif yang harus dikerjakan. Skor yang diperoleh dalam mengerjakan soal
formatif menggambarkan penguasaan materi pada Kegiatan Belajar 2. Katahanan
Pangan.

PETUNJUK BELAJAR
1. Bacalah materi dalam kegiatan belajar (KB-2) ini sebaik-baiknya dengan cermat
2. Jika diperlukan saudara boleh mencari informasi tambahan sesuai dengan materi
dalam KB-2 ini
3. Setelah membaca kerjakan latihan soal pada bagian akhir KB-2 ini. Saudara
harus mendapatkan skor minimal 70. (minimal 7 soal harus dijawab dengan
benar)
4. Jika Saudara mendapatkan skor kurang dari 70 maka saudara dinyatakan belum
tuntas.
5. Jika belum tuntas dalam belajar modul ini, jangan beralih ke KB berikutny

1
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu menerapkan teori dan aplikasi materi bidang studi geografi mencakup: (1)
Hakekat dan literasi informasi geografi; (2) Dinamika planet bumi sebagai ruang
kehidupan; (3) Indonesia: Sumberdaya dan kebencanaan (4) Karakteristik wilayah
dan pewilayahan (regionalisasi) berdasarkan prinsip dan pendekatan geografi; (5)
Pengelolaan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan serta mencari solusi masalah lingkungan dan kebencanaan; (6)
Pemanfaatan Teknologi Informasi Geospasial (Pemetaan, Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografi) untuk pembangunan; dan (7) termasuk advance
materials yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan
“bagaimana” proses serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN


3.3 Mampu menganalisis Indonesia : Sumber daya dan kebencanaan

URAIAN MATERI
A. Pengertian Ketahanan Pangan
Menurut Undang-Undang RI no 18 tahun 2012, pangan adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Kondisi suatu wilayah atau Negara dikatakan sebagai wilayah atau Negara makmur
dan maju apabila ketahanan pangannya MANTAP, Negara yang pangannya
terpenuhi. Pangan adalah salah satu dari 3 kebutuhan primer manusia. Pangan
dibutuhkan oleh manusia untuk menunjang kehidupannya, karena di dalam bahan
pangan tersebut terdapat gizi dan mineral yang dibutuhkan oleh manusia untuk
beraktivitas.
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang
untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan

2
jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman
kelaparan. Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan
pada masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor
seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan
ekonomi, peperangan, dan sebagainya.
Berdasarkan UU RI no 18 tahun 2012 Ketahanan Pangan didefinisikan sebagai
kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Ketahanan pangan (food security) mencakup banyak aspek sehingga dapat
diinterpretasikan dengan banyak cara (Rachman dan Ariani, 2002). Ketahanan
pangan diawali dari pertanyaan "dapatkah dunia memproduksikan pangan yang
cukup pada tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh kelompok miskin serta
tidak merusak lingkungan hidup". Secara luas pengertian ketahanan pangan adalah
terjaminnya akses pangan buat segenap rumah tangga serta individu setiap waktu
sehingga mereka dapat bekerja dan hidup sehat (Suhardjo, 1996; Soetrisno, 1997).
Simatupang (1999) dalam Rachman dan Ariani, (2002), menyatakan bahwa
ketahanan pangan dapat ditinjau dari level tingkat (1) global, (2) nasional, (3)
regional, (4) komunitas lokal, (5) rumah tangga dan (6) individu, yang merupakan
suatu rangkaian sistem hierarkis. Dalam perumusan kebijakan maupun kajian
empiris ketahanan pangan, penerapan konsep ketahanan pangan tersebut perlu
dikaitkan dengan rangkaian sistem hirarki sesuai dimensi sasaran mulai dari tingkat
individu, rumah tangga, masyarakat/komunitas, regional, nasional maupun global.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi terdiri atas
berbagai subsistem (Maleha dan Adi Sutanto, 2006). Subsistem utamanya atau
komponen utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan / akses pangan,
dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari
interaksi ketiga subsistem/ komponen utama tersebut. Ketiga subsistem/ komponen
utama tersebut adalah sebagai berikut.

3
(1) Ketersediaan pangan yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang
cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal
dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.
Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan
sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Jadi
ketersediaan pangan dengan kata lain adalah kemampuan memiliki sejumlah
pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar.
Pangan yang tersedia di suatu wilayah berasal dari produksi lokal sehingga mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :
a. Kebijakan Pemerintah
b. Mutu dan luas lahan
c. Cara/praktek pertanian
d. Sarana Produksi
e. Faktor lingkungan ( cuaca/iklim )
f. Peranan Sosial dan
g. Transportasi
Ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi,
distribusi, dan pertukaran. Produksi pangan ditentukan oleh berbagai jenis faktor,
termasuk kepemilikan lahan dan penggunaannya; jenis dan manajemen tanah;
pemilihan, pemuliaan, dan manajemen tanaman pertanian; pemuliaan dan
manajemen hewan ternak; dan pemanenan.
Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi
pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan
yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil
penyediaannya dari waktu ke waktu. Ketersediaan pangan dapat dilihat dari jumlah
stok pangan yang dapat disimpan setiap tahun, dalam hal ini pangan bisa lebih
dispesifikan sebagai beras. Selain itu bisa juga dilihat dari jumlah produksi pangan
misalnya beras, serta hal lain yang dapat mempengaruhi produksi pangan, seperti
luas lahan serta produktivitas lahan. Pembangunan subsistem ketersediaan pangan

4
diarahkan untuk mengatur kestabilan dan kesinambungan ketersediaan pangan,
yang berasal dari produksi, cadangan dan impor.
(2) Distribusi pangan atau akses pangan yaitu kemampuan semua rumah
tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh
pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi
pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah
tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi
(daya beli masyarakat) tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga.
Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi
pangan), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan. Jadi
akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun
fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi.
Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan
tersedia di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga masyarakat. Surplus
pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu
masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak
bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses
pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk. Pembangunan sub-sistem
distribusi pangan bertujuan menjamin aksesibilitas pangan dan stabilitas harga
pangan.
Jadi pasokan pangan merata keseluruh wilayah, harga stabil dan terjangkau secara
bekelanjutan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Jumlah dan mutu pangan
b. Sarana dan Prasarana Transportasi
c. Jarak antar wilayah, dan
d. Rantai distribusi
(3) Penyerapan /pemanfaatan pangan yaitu penggunaan pangan untuk
kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan
lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan
rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan
kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita.

5
Jadi subsistem ini menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang
baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal, dengan kata lain
pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan
dengan benar dan tepat secara proporsional. Konsumsi pangan hendaknya
memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan
kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif.
Pemerintah harus bisa mengontrol agar harga pangan masih terjangkau untuk setiap
individu dalam mengaksesnya, karena kecukupan ketersediaan pangan akan dirasa
percuma jika masyarakat tidak punya daya beli yang cukup untuk mengakses
pangan. Oleh karena itu faktor harga pangan menjadi sangat vital perannya dalam
upaya mencukupi kebutuhan konsumsi pangan. Pembangunan ketahanan pangan
memerlukan keharmonisan dari ketiga subsistem tersebut. Pembangunan sub-
sistem konsumsi bertujuan menjamin akses setiap rumah tangga mengkonsumsi
pangan dalam jumlah yang cukup, bergizi dan aman. Keberhasilan pembangunan
masing-masing sub-sistem tersebut perlu didukung oleh faktor ekonomi, teknologi
dan sosial budaya.yang pada akhirnya akan berdampak pada status gizi.
Penggunaan / konsumsi yaitu : rumah tangga mampu mengakses cukup pangan dan
mengelola konsumsi sesuai kaedah gizi dan kesehatan yang dipengaruhi oleh:
a. Pola makanan
b. Distribusi dalam keluarga
c. Jumlah keluarga
d. Pangan yang tercecer/pangan hilang
e. Keadaan kesehatan
f. Sosial budaya
g. Iklim/cuaca
h. Akseptabilitas pangan
i. Penampilan (warna, bau, rasa , bentuk)
j. Pengaruh mass media
k. Status sosial
l. Pengolahan pangan

6
Konsep ketahanan pangan lainnya yang mengkaitkan beberapa level dan
melihat dari sisi keterkaitan dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar tesebut
menjelaskan bahwa faktor ketahanan pangan meliputi aspek (1) produksi, (2)
kesehatan, (3) penyimpanan, (4) pengangkutan, dan (5) kredit. Hubungan
keterkaitan tersebut menjadi penentu.
Menurut Yustika (2008), dalam kaitan dengan ketahanan pangan,
pembicaraan harus dikaitkan dengan masalah pembangunan pedesaan dan sektor
pertanian. Pada titik inilah dijumpai realitas bahwa kelembagaan di pedesaan
setidaknya dipangku oleh tiga pilar, yaitu (1) kelembagaan penguasaan tanah, (2)
kelembagaan hubungan kerja, dan (3) kelembagaan perkreditan.

Gambar 1. Faktor yang menentukan ketahanan pangan


(sumber : http://hesperian.org/wp-content/uploads/pdf/id_cgeh_2010/id_cgeh_2010_12.pdf)
Tanah/lahan masih merupakan aset terpenting bagi penduduk pedesaan untuk
menggerakkan kegiatan produksi. Sedangkan relasi kerja akan menentukan
proporsi nisbah ekonomi yang akan dibagi kepada para pelaku ekonomi di
pedesaan. Terakhir, aspek perkreditan/pembiayaan berperan amat penting sebagai
pemicu kegiatan ekonomi di pedesaan. Ketiga pilar / kelembagaan tersebut (atau

7
perubahannya) akan amat menentukan keputusan petani sehingga turut
mempengaruhi derajat ketahanan pangan.
Beberapa konsep ketahanan pangan di atas menunjukkan bahwa modal
produksi dasar ketahanan pangan adalah lahan, terlebih bila dikaitkan dengan
kedaulatan pangan. Bagi Indonesia yang merupakan negara agraris tropis,
keberadaan lahan masih menjadi faktor sangat penting sebagai media produksi
pangan. Lahan juga menjadi aset bagi modal tenaga kerja di sektor pertanian secara
turun menurun dari masa ke masa membentuk suatu kebudayaan agraris.

B. Faktor Ketahanan Pangan Nasional


Sejumlah faktor dianggap berperan penting sebagai faktor penentu ketahanan
pangan nasional. Faktor-faktor tersebut meliputi (1) lahan, (2) infrastruktur, (3)
teknologi dan sumberdaya manusia, (4) energi, (5) dana, (6) lingkungan fisik, (7)
relasi kerja, dan (8) ketersediaan input lainnya. Berikut penjelasan masing-masing
faktor (Tambunan, 2008).
(1). Lahan
Menurutnya Badan Pertanahan Nasional (BPN), Rata-rata tahunan konversi
lahan sawah secara nasional sebesar 100.000 ha. Seluas 35.000 ha diantaranya
adalah lahan sawah beririgasi. Dengan asumsi konversi yang sama, diperkirakan
pada tahun 2030 Indonesia akan kehilangan 2,42 juta ha lahan sawah (Prabowo,
2007).
Keadaan tersebut diperparah dengan lemahnya pemerintah dalam melindungi
lahan milik petani miskin yang dijual kepada orang kaya atau pengusaha besar.
Petani yang sudah kehilangan tanahnya menjadi buruh-buruh tani bagi pemilik-
pemilik baru tersebut jika lahan tersebut tetap untuk pertanian. Bila lahan tersebut
tidak lagi untuk pertanian, petani miskin cenderung akan berpindah ke usaha lain
non pertanian.
Selain konversi lahan dan penguasaan lahan oleh orang yang tidak
berkecimpung di bidang pertanian, laju degradasi lahan juga merupakan masalah
serius. Hal ini disebabkan karena menurunnya tindakan konservasi lahan sebagai

8
akibat dari menurunnya orientasi ke lahan pertanian. Keadaan ini akan mendorong
penurunan kesuburan lahan. Prabowo (2007) melihat bahwa masalah kesuburan
atau kejenuhan tingkat produktivitas lahan (levelling off) pertanian di Indonesia
semakin serius. Ada suatu korelasi positif antara tingkat kesuburan lahan dan
tingkat produktivitas pertanian. Perlu adanya solusi penerapan secara tegas
Undang-Undang Pokok Agraria, proses sertifikasi lahan pertanian harus dipercepat
atau dipermudah, rencana tata ruang harus melindungi lahan pertanian yang
produktif dan subur, dan pembelian lahan petani secara ”paksa” atau untuk tujuan-
tujuan yang sebenarnya tidak terlalu perlu (seperti lapangan golf, apartemen mahal,
pertokoan mewah) harus dihentikan.
(2). Infrastruktur
Irigasi dan waduk merupakan bagian terpenting dari infrastruktur pertanian.
Ketersediaan jaringan irigasi yang baik secara kuantitas tetapi juga kualitas, dapat
meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian tanaman pangan.
Perlu adanya solusi pembangunan infrastruktur perdesaan diseluruh pelosok tanah
air, terutama di daerah-daerah sentra pertanian. Termasuk menambah irigasi dan
waduk serta yang rusak segera diperbaiki.
(3). Teknologi dan Sumber Daya Manusia
Teknologi dan SDM merupakan faktor produksi yang saling melengkapi.
Dapat dipastikan bahwa pemakaian teknologi dan input modern tidak akan
menghasilkan produk yang optimal apabila kualitas pengetahuan atau wawasan
petani rendah. Pada umumnya masyarakat petani di Indonesia memiliki pendidikan
formal yang rendah. Pendidikan formal yang rendah berakibat kurang terbukanya
wawasan dan lambannya penerapan inovasi baru.
Beberapa persoalan terkait dengan kualitas SDM yang berpengaruh pada
produksi pertanian adalah rendahnya pengetahuan petani terhadap perubahan iklim
atau terbatasnya akses informasi perkiraan iklim. Di masa lampau sebenarnya
petani Jawa punya kemampuan dalam prediksi iklim yang dikenal sebagai pranoto
mongso. Namun dengan adanya revolusi hijau dengan benih yang relatif adaptif
dalam berbagai iklim, pengetahuan pranoto mongso sudah memudar. Demikian

9
juga dengan keahlian menyiapkan benih sendiri dengan bibit yang menyesuaikan
kondisi iklim, juga sudah hilang.
Memudarnya pengetahuan lokal yang dimiliki petani tidak selalu diikuti oleh
kemampuan memahami pengetahuan modern bidang pertanian. Misalnya saja
relatif rendahnya jumlah traktor per ha di Indonesia memunculkan pertanyaan
disebabkan karena rendahnya petani dalam beradaptasi dengan teknologi. Hal ini
terjadi karena rendahnya pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga sulit
untuk segera menerima inovasi baru. Namun demikian ada kemungkinan
disebabkan faktor lain seperti biaya pemakaian dan pemeliharaannya yang mahal
lahan yang dikerjakan kecil sehingga traktor menjadi tidak efisien, serta hambatan
budaya. Perlu adanya solusi berupa pemberdayaan petani lewat pelatihan,
penyuluhan, dan bantuan teknis secara intensif. Peran perguruan tinggi dan lembaga
litbang setempat sangat penting.
(4). Energi
Arti penting energi bagi kegiatan pertanian melalui dua peran. Peran pertama
adalah secara langsung dan yang kedua secara tidak langsung. Secara langsung
energi berupa listrik atau BBM yang digunakan oleh petani dalam kegiatan
bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Untuk peran teknologi yang
tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik sarana produksi pertanian
seperti pabrik pupuk maupun pabrik yang membuat input pertanian lainnya. Perlu
adanya solusi dalam melaksanakan kebijakan kenaikan harga energi / pemotongan
subsidi energi akibat harga BBM yang terus naik. Subsidi energi terhadap petani
dan sektor-sektor yang mendukung pertanian seperti pabrik pupuk dan transportasi
harus dipertahankan atau diadakan. Hal ini bisa dalam bentuk antara lain harga
energi yang murah bagi petani atau dana khusus yang diberikan langsung ke petani.
(5). Dana
Di Indonesia investasi sektor pertanian selalu paling sedikit dalam
memperoleh kredit perbankan. Data sensus penduduk tahun 2003 menunjukkan
bahwa 85,43% petani membiayai kegiatan bertani dengan menggunakan uang
sendiri. Ada dua alasan perbankan enggan memberikan kredit kepada petani
terutama petani-petani makanan pokok seperti padi/beras. Alasan pertama adalah

10
karena pertanian padi bukan merupakan suatu bisnis yang menghasilkan
keuntungan besar. Panen yang menghasilkan keuntungan besar sangat jarang
karena harga beras tidak bisa naik terlalu tinggi. Alasan kedua adalah tidak adanya
aset yang bisa digunakan sebagai jaminan kredit. Perlu adanya solusi di perbankan
yang diberi semacam insentif untuk memperluas akses petani ke kredit perbankan, atau
dengan cara pengadaan dana khusus.
(6). Keadaan lingkungan fisik
Pemanasan global sebagai salah satu pemicu perubahan iklim berperan dalam
menyebabkan krisis pangan mengingat pertanian pangan di Indonesia masih sangat
mengandalkan pada pertanian sawah yang berarti sangat memerlukan air yang tidak
sedikit (Samhadi, 2007). Sebagai negara kepulauan tropis, Indonesia sangat
dirugikan dengan pemanasan global. Diantara kerugian tersebut adalah adanya
kejadian kemarau berkepanjangan, meningkatnya frekuensi cuaca ekstrim, naiknya
risiko banjir akibat curah hujan yang tinggi, dan hancurnya keanekaragaman hayati.
Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah
penurunan produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus
air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim
yang mengakibatkan pergeseran waktu, musim, dan pola tanam (Samhadi, 2007).
Perlu adanya solusi berupa usaha-usaha mengurangi pemanasan global harus sudah
merupakan salah satu prioritas pembangunan jangka panjang ekonomi pada
umumnya dan sektor pertanian pada khususnya. Disini termasuk penggundulan
hutan, pencemaran air sungai dan laut, pembangunan perumahan di tanah-tanah
resapan air harus dihentikan.
(7). Relasi Kerja
Relasi kerja akan menentukan proporsi nisbah ekonomi yang akan dibagi
kepada para pelaku ekonomi di pedesaan. Dalam kata lain, pola relasi kerja yang
ada di sektor pertanian akan sangat menentukan apakah petani akan menikmati hasil
pertaniannya atau tidak. Untuk mengidentifikasi bagaimana pola relasi kerja yang
berlaku selama ini di Indonesia bisa dilakukan dengan memakai beberapa indikator,
diantaranya nilai tukar petani (NTP).

11
NTP adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani, yakni indeks
harga jual outputnya, terhadap indeks harga yang dibayar petani, yakni indeks harga
input-input yang digunakan untuk bertani, misalnya pupuk, pestisida, tenaga kerja,
irigasi, bibit, sewa traktor, dan lainnya. Berdasarkan rasio ini, maka dapat dikatakan
semakin tinggi NTP semakin baik profit yang diterima petani, atau semakin baik
posisi pendapatan petani. Kesejahteraan petani akan meningkat apabila selisih
antara hasil penjualannya dan biaya produksinya bertambah besar, atau nilai
tambahnya meningkat. Jadi besar kecilnya nilai tambah petani ditentukan oleh besar
kecilnya NTP.
Sistem agrobisnis di Indonesia menjadikan nilai NTP petani cenderung
rendah. Hal ini terjadi karena pada sisi suplai yang berhubungan dengan pasar input
pertanian seperti seperti pupuk dan pestisida, petani menghadapi kekuatan
monopolistik. Sementara pada sisi penawaran yang berhubungan dengan pasar
output yaitu penjualan hasil pertanian, petani menghadapi kekuatan monopsonistis.
Perlu adanya solusi kebijakan penetapan harga pertanian, sistem perpajakan, dan
lainnya harus menciptakan fair market yang juga menguntungkan petani.
(8). Ketersedian Input Lainnya
Tanpa ketersediaan sarana produksi pertanian dalam jumlah memadai dengan
kualitas baik dan relatif murah, sulit diharapkan petani, yang pada umumnya
miskin, akan mampu meningkatkan produksi komoditas pertanian. Salah satu input
pertanian yang cukup penting adalah pupuk. Namun harga pupuk yang meningkat
terus merupakan hambatan serius bagi pertumbuhan pertanian di Indonesia.
Pemerintah selama ini kelihatan kurang konsisten dalam usahanya memenuhi
pupuk bersubsidi untuk petani. Dikurangi atau dihapuskannya subsidi pupuk tentu
berdampak langsung pada kenaikan biaya produksi padi, karena pupuk termasuk
salah satu komponen utamanya. Banyak pengamat menyimpulkan bahwa salah satu
penyebab sulitnya petani mendapatkan pupuk karena masalah distribusi. Selain itu
masalah birokrasi sering sebagai penyebab kelangkahan pupuk di pasar eceran pada
saat petani sangat membutuhkan. Perlu adanya solusi untuk menghindari
kelangkaan pupuk yang disebabkan oleh praktek-praktek penimbunan atau
kemacetan produksi.

12
C. Ketahanan Pangan Di Indonesia
Eksistensi suatu bangsa akan rapuh bila pemerintah tidak mampu menangani
dan menggerakkan rakyatnya untuk mengadakan pangan (Wahono, 2008). pangan
merupakan kebutuhan utama bagi manusia. di antara kebutuhan yang lainnya,
pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup
seseorang dapat terjamin. indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
dulu hingga sekarang masih terkenal dengan mata pencaharian penduduknya
sebagian petani atau bercocok tanam.
Penyediaan pangan dengan membeli ke negara lain, sangat tergantung dari
fluktuasi ketersediaan serta harga di tingkat internasional, dan tentunya
ketersediaan dana untuk membeli. Ketergantungan penyediaan pangan dengan cara
import akan sangat melemahkan secara politik, ekonomi, maupun sosial budaya.
Impor pangan menjadi ancaman bagi ketahanan bangsa sekaligus memundurkan
rakyat lokal yang bekerja sebagai produsen, pengolah, pengangkut, dan pedagang
pangan. Belum lagi terkait dengan keamanan atau kesehatan pangan.
Data Agustus 2020 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS),
menyatakan bahwa penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian
sebanyak 38,23 juta orang atau 29,76 % dari jumlah penduduk bekerja yang
jumlahnya 128,45 juta orang (BPS). Sementara kontribusi sektor pertanian dalam
arti luas memberikan kontribusi sekitar 13,28% sepanjang tahun 2021 terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) nasional (BPS). Selain itu kontribusi sektor
pertanian terhadap PDB juga mengalami penurunan, karena tahun 1991 yang masih
sebesar 22% (Bisnis.tempo.co, 2017(1)). Dari data tersebut menunjukkan bahwa
tenaga kerja yang bergantung pada sektor pertanian masih cukup banyak, sementara
kontribusi sektor pertanian relatif kecil. Disisi lain, jumlah penduduk Indonesia
hasil sensus tahun 2020 sebesar 270.203.917 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-
rata nasional sebesar 1,25% antara 2010 – 2020 (Nugraha, 2014).
Uraian di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia cukup besar dan
terus meningkat, dan sebaliknya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian

13
relatif rendah dan cenderung menurun. Hal ini menjadikan persoalan penyediaan
pangan perlu ditangani secara serius oleh Indonesia, mengingat pangan merupakan
kebutuhan pokok untuk kehidupan sehari-harinya penduduknya. Ketersediaan
kebutuhan pangan bagi negara sampai perorangan dikenal sebagai ketahanan
pangan. Akan tetapi untuk menjaga ketahanan pangan, sejak tahun 1990-an
Pemerintah Indonesia melakukan impor pangan dengan alasan lebih hemat dan
efisien dari pada produksi sendiri (Wahono, 2008). Lebih lanjut disebutkan bahwa
kebijakan tersebut bersumber dari International Monetary Fund (IMF) pasca krisis
moneter. Memenuhi ketahanan pangan dengan mengandalkan impor akan menjadi
ancaman bagi kesejahteraan kehidupan petani lokal. Penurunan kontribusi
pertanian dalam perekonomian bisa jadi imbas dari kebijakan impor komoditas
pertanian. Keadaan tersebut akan menjadi ancaman bagi kedaulatan pangan di
Indonesia. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri
menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan
yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang
sesuai dengan potensi sumber daya lokal (UURI no. 18 tahun 2012).

Ketahanan pangan menjamin keterpenuhan setiap individu penduduk


Indonesia mendapatkan akses pangan yang berkecukupan. Kedaulatan pangan
menjamin petani Indonesia mampu berproduksi untuk memenuhi kesejahteraannya.
Keduanya harus dilaksanakan secara selaras, karena Ketahanan pangan yang
dibangun berlandaskan kedaulatan pangan adalah penopang ketahanan bangsa.
Santosa (2008) menegaskan bahwa krisis pangan suatu bangsa ternyata bermuara
pada situasi tidak berdaulat atas pangan. Tabel 1 Berikut menyajikan karakteristik
kedaulatan dan ketahanan pangan.

Tabel 1. Karakteristik Kedaulatan Dan Ketahanan Pangan


Indikator Kedaulatan Pangan Ketahanan Pangan
Lingkup Nasional Rumah tangga dan Individu
Sasaran Petani Manusia
Strategi Pelarangan Impor Peningkatan ketersediaan pangan, akses
pangan, dan penyerapan pangan

14
Output Peningkatan produksi pangan Status gizi (penurunan kelaparan, gizi
(dengan perlindungan pada petani) kurang, dan gizi buruk)
Outcame Kesejahteraan petani Manusia sehat dan produktif (angka
harapan hidup tinggi)

Berdasarkan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian


mendeskripsikan kondisi ketahanan pangan Indonesia yang ditunjukkan pada
gambar 2, dimana Kabupaten/kota diklasifikasikan dalam 6 kelompok ketahanan
pangan dan gizi berdasarkan pada tingkat keparahan dan penyebab dari situasi
ketahanan pangan dan gizi. Kabupaten/kota di Prioritas 1, 2 dan 3 merupakan
wilayah rentan pangan dengan klasifikasi Prioritas 1 tingkat rentan pangan tinggi,
Prioritas 2 rentan pangan sedang, dan priroritas 3 rentan pangan rendah.
Kabupaten/kota di Prioritas 4, 5, dan 6 merupakan wilayah tahan pangan dengan
klasifikasi prioritas 4 tahan pangan rendah, prioritas 5 tahan pangan sedang,
sedangkan prioritas 6 yaitu tahan pangan tinggi.

15
Gambar 2. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Tahun 2018
(Sumber : bkp.pertanian.go.id)

Hasil analisis FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) dengan indikator yang
digunakan dalam penyusunan FSVA merupakan turunan dari tiga aspek ketahanan
pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Pemilihan
indikator didasarkan pada: (i) keterwakilan 3 pilar ketahanan pangan (ii) tingkat
sensitifitas dalam mengukur situasi ketahanan pangan dan gizi; dan (iii)
ketersediaan data tersedia secara rutin untuk periode tertentu yang mencakup
seluruh wilayah kabupaten/kota. Pada tahun 2018 menunjukkan bahwa kabupaten
rentan pangan Prioritas1-3 sebanyak 81 kabupaten dari 416 kabupaten (19%) yang
terdiri dari 26 kabupaten (6%) Prioritas 1; 21 kabupaten (5%) Prioritas 2; dan 34
kabupaten (8%) Prioritas 3. Kabupaten prioritas 1 tersebar di 17 kabupaten di
Provinsi Papua, 6 Kabupaten di Provinsi Papua Barat, 2 kabupaten di Provinsi
Maluku, dan 1 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Karakteristik
kabupaten rentan pangan ditandai dengan rasio konsumsi terhadap ketersediaan
pangan tinggi, persentase balita stunting tinggi, serta angka kemiskinan yang
tinggi. Sementara itu, Kota Rentan Pangan Prioritas 1-3 sebanyak 7 Kota dari 98
kota di Indonesia (7,14%). Pada wilayah perkotaan, terdapat 2 kota (2%) Prioritas
1, yaitu Kota Subulussalam di Aceh dan Kota Tual di Maluku; 2 kota (2%) Prioritas
2, yaitu Kota Gunung Sitoli di Sumatera Utara dan Kota Pagar Alam di Sumatera
Selatan; serta 3 kota (3%) Prioritas 3, yaitu Kota Tanjung Balai di Sumatera Utara,
Lubuk Linggau di Sumatera Selatan, dan Tidore Kepuluan (Maluku Utara).
Karakteristik kota rentan pangan ditandai dengan rumah tangga dengan pangsa
pengeluaran pangan yang tinggi, akses air bersih yang rendah, dan balita
stunting yang tinggi.

Fokus lokasi penanganan kerentanan pangan di wilayah kabupaten diprioritaskan


pada:

1. Kabupaten-kabupaten yang terletak di Kawasan Indonesia Timur yang


memiliki daerah Prioritas 1-3 terbesar

16
2. Kabupaten-kabupaten yang lokasinya jauh dari ibu kota provinsi/daerah
perbatasan yang rata-rata memiliki tingkat ketahanan pangan lebih rendah
dibandingkan kabupaten lain.
3. Kabupaten-kabupaten di Kepulauan dengan tingkat kerentanan pangan
tinggi
4. Kabupaten pemekaran dengan tingkat kerentanan pangan tinggi

Penanganan kerentanan pangan di wilayah perkotaan diprioritaskan pada:

1. Kota-kota yang memiliki keterbatasan akses terhadap pangan (infrastruktur,


stabilisasi pasokan, dan daya beli).
2. Kota-kota yang memiliki keterbatasan pemanfaatan pangan (kualitas
sumberdaya manusia dan sanitasi).

Program-program peningkatan ketahanan pangan dan menangani kerentanan


pangan wilayah kabupaten diarahkan pada kegiatan:

1. Peningkatan penyediaan pangan di daerah non sentra produksi dengan


mengoptimalkan sumberdaya pangan lokal
2. Penanganan stunting diantaranya melalui sosialisasi dan penyuluhan
tentang gizi dan pola asuh anak; penyediaan fasilitas dan layanan air bersih
3. Penanganan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja, padat karya,
redistribusi lahan; pembangunan infrastruktur dasar (jalan, listrik, rumah
sakit), dan pemberian bantuan sosial; serta pembangunan usaha
produktif/UMKM/padat karya untuk menggerakan ekonomi wilayah
4. Peningkatan akses air bersih melalui penyediaan fasilitas dan layanan air
bersih; sosialisasi dan penyuluhan
5. Penurunan pangsa pengeluaran pangan melalui sosialisasi pola konsumsi
pangan (B2SA) serta peningkatan kesempatan kerja
6. Peningkatan pendapatan peningkatan pendidikan perempuan
7. Penyediaan tenaga kesehatan

17
Program-program penanganan kerentanan pangan di daerah perkotaan diarahkan
pada kegiatan:

1. Peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat sehingga


meningkatkan daya beli masyarakat
2. Sosialisasi pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman
3. Peningkatan akses rumah tangga terhadap air bersih melalui penyediaan
fasilitas dan layanan air bersih
4. Peningkatan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat
melalui sosialisasi dan penyuluhan
5. Penanganan balita stunting melalui intervensi program gizi baik spesifik
maupun sensitif.

Perhatikan tabel dan Geo Info di bawah ini, saudara akan dapat menyimpulkan
tentang ketahanan pangan masing-masing provinsi

18
GEO INFO

Berapa konsumsi beras kita setahun? Muhammad Nur Rochmi 18:30 WIB - Jumat,
16 Oktober 2015

Beritagar.id

Menurut Menteri Pertanian, Amran Sulaiman konsumsi beras turun. Sebabnya ada
pergeseran konsumsi, seperti mi instan. "Sekarang konsumsinya bukan cuma beras saja.
tetapi, ada indomie. Penurunan dari tahun lalu 124 kg sekarang jadi 114 kg per tahun
dan itu hasil BPS," ujar Amran seperti dikutip dari Beritasatu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, akhir Maret lalu, mengkaji berapa sebenarnya konsumsi
beras rata-rata orang Indonesia. "Ini kami lakukan untuk mengukur tingkat konsumsi
beras harian rata-rata Indonesia," katanya seperti dikutip Republika.
Dalam pengukuran itu dipakai empat takaran berbeda, dari Susenas 87,63 kg per tahun
atau 240 gr per hari. Kedua berdasar data BPS/Kemendag 114 kg per tahun atau 312 gr
per hari.
Lalu yang ketiga dari Kementerian Pertanian 124 kg per tahun atau 340 gr per hari dan
yang keempat dari BPS 139 kg per hari atau 380 gr per hari. "Setelah kami diskusikan
kami lihat sendiri ternyata yang mendekati itu memang hanya data BPS," ujar Kalla.
Kami mencoba menghitung sendiri berapa sebenarnya konsumsi beras rata-rata dalam
setahun. Berdasar resep Fatmah Bahalwan dari Natural Cooking Club di Kompas.com,
untuk makan 10 orang, digunakan beras satu kilogram.
Maka, untuk satu kali makan, tiap orang butuh 100 gram beras. Jika dalam satu hari ia
makan tiga kali, maka dalam sehari orang butuh 300 gram beras. Dalam setahun, ini
sama dengan 109,5 kilogram

19
Tabel 2. Provinsi, Produksi Padi (Ton) dan Produksi Padi (KG) per Jumlah
Penduduk

Produksi padi
Produksi Jumlah
dibagi jumlah
Provinsi padi (ton) Penduduk
penduduk
2010 2010 2010
ACEH 1582393 4494410 352.0802508
SUMATERA UTARA 3582302 12982204 275.9394322
SUMATERA BARAT 2211248 4846909 456.2181795
RIAU 574864 5538367 103.7966606
JAMBI 628828 3092265 203.3551458
SUMATERA SELATAN 3272451 7450394 439.2319386
BENGKULU 516869 1715518 301.2903391
LAMPUNG 2807676 7608405 369.0229424
KEP. BANGKA BELITUNG 22259 1223296 18.19592315
KEP. RIAU 1246 1679163 0.74203636
DKI JAKARTA 11164 9607787 1.161974136
JAWA BARAT 11737070 43053732 272.6144623
JAWA TENGAH 10110830 32382657 312.229784
DI YOGYAKARTA 823887 3457491 238.2904251
JAWA TIMUR 11643773 37476757 310.6931851
BANTEN 2048047 10632166 192.6274477
BALI 869161 3890757 223.3912321
NUSA TENGGARA BARAT 1774499 4500212 394.3145345
NUSA TENGGARA TIMUR 555493 4683827 118.5981036
KALIMANTAN BARAT 1343888 4395983 305.7081886
KALIMANTAN TENGAH 650416 2212089 294.0279528
KALIMANTAN SELATAN 1842089 3626616 507.9360484
KALIMANTAN TIMUR 588879 3553143 165.7346749
SULAWESI UTARA 584030 2270596 257.2144054
SULAWESI TENGAH 957108 2635009 363.2276019
SULAWESI SELATAN 4382443 8034776 545.4343718
SULAWESI TENGGARA 454644 2232586 203.6400837
GORONTALO 253563 1040164 243.7721359
SULAWESI BARAT 362900 1158651 313.2090681

20
Produksi padi
Produksi Jumlah
dibagi jumlah
Provinsi padi (ton) Penduduk
penduduk
2010 2010 2010
MALUKU 83109 1533506 54.19541886
MALUKU UTARA 55401 1038087 53.3683593
PAPUA BARAT 34254 760422 45.04604023
PAPUA 102610 2833381 36.21468486
INDONESIA 66469394 237641326 279.7046924

Sumber : BPS.org.id yang diolah

D. Indikator Ketahanan Pangan Rumah Tangga


Umumnya pengukuran pada level rumah tangga lebih banyak dimanfaatkan
untuk pengambilan kebijakan. Hal ini karena level rumah tangga sebagai unit
terendah yang menjadi penaung level individu. Ketahanan pangan rumah tangga
adalah kemampuan untuk memenuhi pangan anggota keluarga dari waktu ke waktu
dan berkelanjutan baik dari produksi sendiri maupun membeli dalam jumlah, mutu
dan ragamnya sesuai dengan lingkungan setempat serta sosial budaya rumah tangga
agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara produktif
(Suhardjo, 1996; Committe on Work Food Security 1995 dalam Soetrisno, 1997).
Definisi tersebut sejalan dengan definisi ketahanan pangan dan gizi, yaitu kondisi
terpenuhinya kebutuhan Pangan dan Gizi bagi negara sampai dengan perseorangan,
yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, memenuhi kecukupan Gizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
mewujudkan Status Gizi yang baik agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan (PPRI No17 Tahun 2015 Tentang Ketahanan Pangan Dan
Gizi).
Sumarwan dan Sukandar (1998) menyatakan bahwa hal-hal yang
menyebabkan suatu rumah tangga memiliki ketahanan pangan, artinya dapat
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya adalah (1)
tersedianya pangan, (2) lapangan kerja dan (3) pendapatan. Sementara berdasarkan

21
definisi Ketahanan Pangan Dan Gizi PPRI No17 Tahun 2015, faktor tersedianya
pangan dapat dijabarkan dalam beberapa aspek yaitu (1) cukup, baik jumlah
maupun mutunya memenuhi kecukupan Gizi, (2) aman, (3) beragam, (4) merata,
(5) terjangkau, (6) sesuai agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, (7)sehat, aktif,
dan produktif, dan (8) berkelanjutan.
(1) Cukup dalam jumlah, mutu, maupun gizi. Kecukupan dalam jumlah,
mutu, maupun gizi dapat mengikuti peraturan menteri kesehatan Republik
Indonesia nomor 75 tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi
bangsa indonesia. Dalam peraturan tersebut disebutkan angka kecukupan energi,
protein, lemak, karbohidrat, serat, dan air yang dianjurkan untuk orang Indonesia
untuk perorang perhari.
(2) Aman. Pangan yang aman meliputi bahan bakunya dan penyajiannya.
Bahan baku baik dalam artian tidak rusak, bersih, tidak busuk, atau kedaluwarsa.
Demikian juga dengan makanan yang sudah dimasak harus baik dalam artian tidak
rusak, bersih, tidak busuk, bakteri ecoli tidak ada, dan bebas dari logam berat atau
bahan pengawet yang berlebih.
(3) Beragam. Keragaman pangan secara nasional dimaksudkan untuk
mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber pangan. Keragaman sumber
pangan ini dapat memberikan peluang bagi berbagai sumber pangan termanfaatkan.
Semntara keberagaman pangan bagi rumah tangga akan menyediakan sumber gizi
yang bervariasi serta mengurangi kebosanan pada pangan tertentu.
(4) Merata. Ketersedian pangan secara merata dapat ditinjau secara distribusi
kewilayahan dan waktu. Pangan harus tersedia di seluruh wilayah Indonesia dalam
setiap waktu. Pemerintah melalui bulog bertanggung jawab dalam penyediaan
secara merata bahan pangan secara wilayah dan waktu. Dalam rumah tangga,
kemerataan dapat dilihat dari asupan pangan yang terpenuhi bagi setiap anggota
rumah tangga sesuai dengan porsinya masing-masing.
(5) Terjangkau. Keterjangkauan pangan merupakan kondisi wilayah
maupun rumah tangga yang mampu mengakses pangan. Keterjangkauan secara
kewilayahan pada umumnya terkait dengan akses transportasi untuk pengiriman
bahan pangan. Keterjangkauan secara rumah tangga menyangkut aspek daya beli

22
terhadap bahan pangan. Kemampuan daya beli memiliki keterkaitan dengan tingkat
kemiskinan. Masyarakat sangat miskin akan kesulitan untuk mendapatkan pangan
apabila harga pangan terlalu tinggi dan mereka tidak mampu membelinya.
(6) Sesuai agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Pada masyarakat yang
masih kuat memegang nilai agama, keyakinan, dan budaya khususnya yang terkait
pangan, mereka akan sangat mempehatikan konsumsi pangan untuk setiap harinya.
Bagi muslim, pangan halal merupakan suatu keharusan yang harus terpenuhi.
(7) Sehat, aktif, dan produktif. Muara dari pangan adalah terwujudnya
tubuh yang sehat. Dengan tubuh yang sehat, setiap individu dalam rumah tangga
maupun dalam negara dapat melakukan berbagai aktivitas. Dengan lancarnya
aktivitas akan menjadikan kehidupan yang lebih produktif.
(8) Berkelanjutan. Keseluruhan aspek di atas harus dapat tersedia setiap saat.
Oleh karena itu diperlukan adanya sistem dalam rumah tangga yang mampu
berjalan secara terus menerus guna memenuhi semua aspek. Diperlukan adanya
lapangan kerja yang mampu menghasilkan pendapatan yang mencukupi ketahanan
pangan rumah tangga.

Cukup
Terjangkau

Aman
Ketersediaan
pangan Sesuai keyakinan
Ketahanan Beragam
pangan Sehat
rumah Merata
tangga Lapangan kerja
Berkelanjutan

Pendapatan

Gambar 3. Ketahanan Pangan Rumah Tangga

23
E. Tantangan Dan Hambatan Serta Solusi Dalam Memenuhi
Ketahanan Pangan Di Indonesia
Dalam menghadapi berbagai tantangan untuk mewujudkan ketahanan
pangan yang mantap, secara umum masih cukup tersedia berbagai potensi
sumberdaya (alam, SDM, budaya, teknologi, dan finansial) yang belum
dimanfaatkan secara optimal untuk: meningkatkan ketersediaan pangan,
penanganan kerawanan pangan dan aksesibilitas pangan; mengembangkan sistem
distribusi pangan, stabilisasi harga pangan dan peningkatan cadangan pangan; serta
mengembangkan penganekaragaman konsumsi pangan yang beragam, bergizi
seimbang, dan aman. Di sisi lain, penguatan kelembagaan ketahanan pangan
pemerintah dan masyarakat berpeluang semakin besar untuk mendorong
pencapaian sasaran program ketahanan pangan.
Adapun tantangan dan hambatan ketahanan pangan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
1. Ketersediaan Pangan.
a) Dalam upaya peningkatan produksi dan ketersedian pangan, belum seluruh
potensi sumber daya alam yang terdapat di wilayah Indonesia dikelola secara
optimal.
b) Terkait dengan penyediaan pangan dan perwujudan ketahanan pangan. maka
pengelolaan lahan dan air merupakan sumberdaya alam utama yang perlu
dioptimalkan untuk menghasilkan pangan.
c) Dukungan infrastruktur sumber daya air dalam penguatan strategi ketahanan
pangan nasional. dapat ditempuh dengan langkah-langkah: pengembangan
jaringan irigasi, pengelolaan jaringan irigasi, optimasi potensi lahan rawa dan
air tanah.
d) Potensi sumber daya alam yang beragam dan didukung ketersediaan
teknologi di bidang hulu sampai hilir, memberikan peluang untuk
meningkatkan kapasitas produksi pangan, meningkatkan produktivitas dan
efisiensi usaha, serta meningkatkan usaha agribisnis pangan.

24
e) Sumber karbohidrat lain seperti: jagung, ubi jalar, singkong, talas, dan sagu
yang dahulu menjadi makanan pokok di beberapa daerah, juga tidak lebih
rendah kandungan gizinya dari beras dan terigu.
f) Potensi sumber daya alam yang mengandung berbagai jenis sumbedaya
hayati dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan untuk menjamin
ketersediaan pangan masyarakat secara merata dan sepanjang waktu di semua
wilayah.
g) Peran pengembangan ilmu dan teknologi inovatif dalam pertanian sangat
penting artinya sebagai sarana untuk mempermudah proses transformasi
biomassa menjadi bahan pangan dan energi terbarukan.
h) Perkembangan teknologi industri, pengolahan, penyimpanan dan pasca panen
pangan serta transportasi dan komunikasi yang sangat pesat hingga ke
pelosok daerah menjadi penunjang penting untuk pemantapan ketersediaan
pangan, cadangan pangan dan penanganan rawan pangan

2. Distribusi Pangan.
a) Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai tantangan untuk dapat
mendistribusikan bahan pangan secara tepat waktu sehingga tersedia dalam
jumlah yang cukup dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat dan
tersedia setiap saat.
b) Khusus untuk wilayah Indonesia bagian timur, kepulauan terpencil dan
daerah perbatasan tantangan yang dihadapi adalah iklim yang kurang
mendukung, terbatas sarana/prasarana yang memadai untuk transportasi,
pasar dan sarana penyimpanan. dan informasi pasar.
c) Mengingat fungsi distribusi pangan dilaksanakan oleh pelaku distribusi
dalam melakukan perdagangan dan jasa pemasaran maka peran pemerintah
adalah memberikan fasilitasi dalam kebijakan yang mendukung ketersediaan
sarana/prasarana distribusi yang mudah dan murah, serta pengaturan pola
produksi di masing-masing daerah.
d) Potensi masyarakat dan swasta dalam penyediaan sarana/ prasarana distribusi
antara lain jasa, pemasaran, pengangkutan, pengolahan, dan penyimpanan

25
cukup besar dan sangat bervariasi dari yang bersifat individu berskala kecil,
usaha bersama berbentuk koperasi, hingga perusahaan besar, dan
multinasional.
e) Tantangan di dalam perdagangan pangan internasional yang lebih adil
khususnya dalam penerapan proteksi dan promosi perdagangan pangan yang
semakin meningkat akan memberikan dampak yang baik dalam
pendistribusian bahan pangan dalam negeri. Dukungan masyarakat
internasional dalam rangka menurunkan kemiskinan dan kerawanan pangan
secara bersama-sama yang diwujudkan dalam bentuk aliansi antar negara
pada kawasan regional dan internasional dapat memberikan kontribusi
terhadap upaya peningkatan distribusi pangan masyarakat.
f) Tantangan yang dihadapi dalam penyempurnaan sistem standarisasi dan mutu
komoditas pangan serta pelaksanaan perangkat kebijakan yang memberikan
insentif dan lingkungan yang kondusif bagi pelaku pasar akan meningkatkan
potensi dan peluang pengembangan usaha distribusi pangan yang menjamin
stabilitas pasokan pangan di seluruh wilayah dari waktu ke waktu.
3. Konsumsi dan Keamanan Pangan.
a) Indonesia menempati rangking ke 4 dunia dalam jumlah penduduk, untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk yang sangat besar tersebut
memerlukan upaya-upaya yang tidak ringan. Namun demikian Indonesia
dengan kekayaaan sumber daya alam serta mega bio diversivity mempunyai
potensi dan peluang sangat besar untuk mengembangkan diversifikasi
pangan.
b) Semakin meningkatnya pengetahuan yang didukung adanya perkembangan
teknologi informatika serta strategi komunikasi public, memberikan peluang
bagi percepatan proses peningkatan kesadaran terhadap pangan yang
beragam, bergizi seimbang dan aman yang diharapkan dapat mengubah pola
pikir dan perilaku konsumsi masyarakat, sehingga mencapai status gizi yang
baik. Meningkatnya pembinaan, penanganan dan pengawasan pada pelaku
usaha di bidang pangan terutama UKM pangan dalam penanganan keamanan

26
pangan, diharapkan dapat meningkatkan penyediaan pangan yang beragam,
bergizi seimbang dan aman.
c) Berbagai kelembagaan di tingkat lokal di kecamatan dan desa dapat menjadi
mitra kerja pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dalam rangka
gerakan penganekaragaman konsumsi pangan, seperti Posyandu, Balai
Penyuluhan Pertanian, para penyuluh dari berbagai instansi terkait. dan
kelembagaan masyarakat (Tim Penggerak PKK, majelis taklim, dan
sebagainya).

4. Manajemen Ketahanan Pangan


Kemampuan manajemen ketahanan pangan nasional dan daerah, merupakan
pendorong dan penggerak dalam pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan
tingkat nasional hingga rumah tangga dan individu. Yang mencakup pada
berbagai hal strategis, antara lain:
1. Jaringan kerjasama dengan instansi terkait pusat dan daerah.
2. Kerjasama dengan swasta dan masyarakat.
3. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan.
4. Penanganan ketahanan pangan kedepan semakin kompleks.

Adapun solusi dalam memenuhi ketahanan pangan antara lain setiap pemerintah
selayaknya berusaha agar tidak ada yang kelaparan. Pemerintah pusat dapat
membuat kebijakan yang menganjurkan pemanfaatan lahan untuk usahatani
keluarga, perlindungan terhadap polusi lahan pertanian, membuat kredit ringan bagi
petani, dan membantu petani mengatasi masalahnya.
Sebagian pemerintah pusat menawarkan subsidi (dana untuk mendukung
petani, konsumen makanan, atau keduanya) sebagai suatu cara untuk memperbaiki
ketahanan pangan.Jenis-jenis subsidi antara lain dukungan harga untuk membantu
petani dengan cara menetapkan harga pasar yang lebih tinggi untuk bahan pangan
yang mereka hasilkan, dan pengendalian harga bagi pembeli makanan (konsumen)
agar harga-harga makanan pokok terjangkau.

27
Tetapi dengan atau tanpa bantuan pemerintah, ada banyak cara yang dapat
dilakukan orang untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Dari
menanami sebuah kebun kecil sampai mengelola sebuah pasar bagi para petani,
perubahan yang mengarah pada peningkatan ketahanan pangan sering dapat
memberi hasil yang cepat dan memotivasi orang untuk berbuat lebih banyak.
Ketahanan pangan masyarakat harus diprogram dalam proyek pangan masyarakat.
Ketahanan pangan lebih kuat bila makanan dihasilkan dan didistribusi secara
lokal. Makanan yang ditanam dilokasi juga akan lebih segar dan karenanya lebih
bergizi. Dengan demikian akan membangun ekonomi setempat karena uang
berputar ke petani dan pengusaha di daerah tersebut. Hal ini membantu membangun
hubungan baik antarwarga, membuat kekerabatan lebih kuat dan menjadikan
tempat yang lebih sehat untuk didiami. Mengingat warga miskin sering hanya
mempunyai sedikit tanah dan beberapa pasar bahan pangan, maka memegang
kendali atas produksi dan khususnya distribusi pangan merupakan hal penting bagi
mereka.
Solusi yang lain yaitu ada beberapa proyek meningkatkan produksi pangan
masyarakat antara lain :
(1). Cara-cara meningkatkan produksi pangan masyarakat
Kebanyakan proyek masyarakat dapat dimulai dengan sedikit tanah dan uang,
dan membantu warga mendapatkan lebih banyak makanan segar.
(1) Kebun keluarga. Dapat menambah buah dan sayuran sehat dalam menu
makan keluarga.
(2) Kebun sekolah. Dapat memberikan makanan segar untuk anak-anak dan
mengusahakan agar anak-anak tetap bersekolah dengan cara memberikan
makanan.Dan mereka mengajarkan anak-anak cara bertani agar pengetahuan
penting ini tetap dipertahankan!
(3) Kebun warga. Dapat memberikan makanan dan tempat bagi orang untuk
berkumpul, meski jika mereka tidak mempunyai lahan.Kebun warga dapat
pula membantu orang untuk belajar tentang produksi bahan pangan,
mengembangkan ketrampilan, dan memulai usaha baru seperti rumah makan

28
dan pasar.Bahkan kebun yang kecil pun dapat membuat perbedaan besar
pada ketahanan pangan.
(4) Warga pendukung pertanian. Ketika para petani menjual bahan pangan
mereka langsung ke konsumen.Warga membayar kepada petani sebelum
tanaman ditanam, dan kemudian menerima buah-buah segar, sayuran dan
makanan lain setiap minggu sepanjang musim panen.Dengan membuat
investasi ini, konsumen sudah membantu para petani tetap bertahan di
lahannya dan tetap dalam usahanya sambil mendapatkan pasokan makanan
bergizi yang dapat diandalkan.
(5) Program penyimpanan benih. Kegiatan ini membantu memastikan bahwa
pasokan benih tradisional tersedia.Benih yang bervariasi adalah dasar dari
usahatani yang berkelanjutan dan warga masyarakat yang mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri.
(2).Menyediakan makanan sehat dengan harga yang wajar
Saat ini produksi makanan dunia menghasilkan jumlah makanan lebih dari
cukup untuk semua orang, namun tetap saja ada orang yang kelaparan. Hal ini
terjadi antara lain karena harga-harga bahan makanan seringkali lebih tinggi
daripada kemampuan orang untuk membayarnya, dan makanan sehat sering tidak
tersedia bagi masyarakat yang paling miskin. Di sini bantuan pemerintah diperlukan
untuk memastikan harga-harga yang wajar bagi pembeli dan penjual bahan pangan.
Beberapa cara yang dilakukan masyarakat lokal agar makanan sehat tersedia
dengan harga yang wajar antara lain sebagai berikut.
(1) Pasar tani. Petani langsung menjual pada konsumen akan mengurangi biaya
transportasi dan tidak memerlukan pedagang perantara sehingga petani
mendapat penghasilan lebih dan konsumen membayar lebih murah.Pasar
tani juga memungkinkan konsumen bertemu langsung dan berbicara dengan
mereka yang menanam makanan mereka.Hal ini membantu petani
menjajaki apa yang dibutuhkan konsumen dan juga membantu konsumen
mengetahui apa yang dilakukan petani untuk menghasilkan makanan
mereka.

29
(2) Koperasi bahan pangan. Ini adalah pasar yang sebagian atau seluruhnya
dimiliki oleh para pekerja dan mereka yang membeli bahan makanan di
sana. Anggota koperasi membayar sebagian dari belanjaannya dengan
bekerja di koperasi.Kebanyakan koperasi bahan pangan berusaha membeli
dan menjual bahan pangan yang ditanam di daerah tersebut.
(3).Penyimpanan bahan pangan yang aman
Penyimpanan bahan pangan yang aman sama pentingnya dengan kemampuan
bertani tanaman pangan atau mempunyai akses pada makanan. Kekeringan, badai,
banjir, hama, atau penyakit semuanya dapat membuat sebuah keluarga atau
komunitas tidak punya cukup makanan dan tidak ada bahan pangan yang bisa
dijual. Program penyimpanan bahan pangan warga dapat membantu mengatasi
masalah ini.
Bank pangan adalah tempat di mana makanan dikumpulkan dan diberikan
kepada mereka yang membutuhkan. Bank pangan biasa membantu pada saat krisis
kelaparan.Tetapi karena orang akan tergantung pada mereka, maka bank semacam
ini bukan jalan keluar yang baik untuk ketahanan pangan jangka panjang. Pada saat
suatu wilayah menderita kelaparan, bantuan pangan dari badan-badan internasional
dapat membantu mereka melewati masa krisis.Bantuan pangan adalah jalan keluar
jangka pendek bagi ketahanan pangan, dan tidak menyelesaikan kebutuhan jangka
panjang bagi kedaulatan pangan (food sovereignty).

30
Geo Info

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan


mengajak Pemerintah Singapura untuk bekerja sama mengembangkan
perkebunan pangan atau food estate di Indonesia.
Dalam keterangan resminya, Selasa (22/3), Luhut menyatakan bahwa kerja
sama food estate ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian
sekaligus menjaga keamanan pangan.

Menurut data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia
pada 2021 memang melemah dibanding tahun sebelumnya.
GFSI mencatat skor indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2020 mencapai
level 61,4. Namun, pada 2021 indeksnya turun menjadi 59,2.
Indeks tersebut menjadikan ketahanan pangan Indonesia tahun 2021 berada di
peringkat ke-69 dari 113 negara.
GFSI mengukur ketahanan pangan negara-negara dari empat indikator besar,
yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan
(availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), serta
ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience).

Menurut penilaian GFSI, harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan


ketersediaan pasokannya cukup memadai jika dibandingkan dengan negara-
negara lain.
Namun, infrastruktur pertanian pangan Indonesia masih di bawah rata-rata
global. Standar nutrisi dan keragaman makanan pokok juga masih dinilai
rendah.
Sumber daya alam Indonesia juga dinilai memiliki ketahanan yang buruk
karena belum dilindungi kebijakan politik yang kuat, serta rentan terpapar
bencana terkait perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan pencemaran lingkungan.

Penulis: Adi Ahdiat


Editor: Adi Ahdiat
22/3/2022, 10.30 WIB
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/22/ketahanan-pangan-
indonesia-melemah-pada

31
RANGKUMAN
Ketahanan pangan menjamin keterpenuhan setiap individu penduduk
Indonesia mendapatkan akses pangan yang berkecukupan. Kedaulatan pangan
menjamin petani Indonesia mampu berproduksi untuk memenuhi kesejahteraannya.
Keduanya harus dilaksanakan secara selaras, karena Ketahanan pangan yang
dibangun berlandaskan kedaulatan pangan adalah penopang ketahanan bangsa.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi dengan subsistem
utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan.
Dalam ketahanan pangan yang dikaitkan dengan kedaulatan pangan di negara
agraris tropis, modal produksi utama adalah lahan. Lahan juga menjadi aset bagi
modal tenaga kerja di sektor pertanian secara turun menurun dari masa ke masa
membentuk suatu kebudayaan agraris.
Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, sejumlah faktor yang dianggap
berperan penting meliputi (1) lahan, (2) infrastruktur, (3) teknologi dan
sumberdaya manusia, (4) energi, (5) dana, (6) lingkungan fisik, (7) relasi kerja, dan
(8) ketersediaan input lainnya. Untuk indikator ketahanan pangan rumah tangga
yang kadang dijadikan sebagai unit terendah penaung level individu, dapat
menggunakan informasi (1) cukup, baik jumlah maupun mutunya memenuhi
kecukupan Gizi, (2) aman, (3) beragam, (4) merata, (5) terjangkau, (6) sesuai
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, (7) sehat, aktif, dan produktif, dan (8)
berkelanjutan. Untuk ketahanan pangan masyarakat, perlu dikembangkan proyek
peningkatan produksi pangan masyarakat, menyediakan makanan sehat dengan
harga yang wajar, dan penyimpanan bahan pangan yang aman.

TES FORMATIF

1. Kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang


tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,

32
aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pernyataan tersebut adalah definisi
dari :
a. Keamanan pangan
b. Kedaulatan pangan
c. Kemandirian pangan
d. Ketahanan pangan
2. Keterkaitan antar beberapa faktor ketahanan pangan meliputi aspek berikut,
kecuali :
a. produksi dan kesehatan
b. konsumsi dan gizi
c. penyimpanan dan pengangkutan
d. kredit dan produksi
3. Lahan wajib ditanami dengan komoditas tertentu yang telah ditentukan oleh
pemerintah, hal ini terjadi pada penguasaan tanah di masa :
a. masa feodal
b. masa kolonial
c. masa liberal
d. masa pasca kemerdekaan
4. Di masa pasca kemerdekaan disahkan undang-undang pokok agraria yang
berisi prinsip berikut, kecuali :
a. Masyarakat berkewajiban melepas hak milik tanah dengan ganti rugi yang
sesuai apabila negara memerlukan
b. Hukum utama hak milik tanah pribadi adalah khusus untuk warga negara
Indonesia
c. Tanah pertanian adalah untuk petani penggarap.
d. Petani-petani yang ekonominya lemah harus dilindungi terhadap mereka
yang kedudukannya lebih kuat.
5. Pertanian tradisional yang dianut masyarakat petani di masa lampau memiliki
ciri-ciri berikut ini, kecuali :
a.sekedar pemenuhan kebutuhan subsisten
b.bermotif mendapatkan status sosial

33
c.terjadi involusi pertanian
d.jalinan sosial yang kuat
6. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas bagi pemerintah. Oleh
karena itu sektor pangan sangat berkontribusi besar terhadap sektor pertanian.
Penyelesaian masalah dalam pembangunan pertanian pada masa sekarang,
adalah
a. meningkatkan kemandirian petani, dengan cara mendistribusikan hasil
pertanianmelaluitengkulak
b. memberikan kesempatan bekerja di kota bagi anggota keluarga petani.
c. alih fungsi lahan pertanian untuk permukiman dan industri
d. intensifikasi pertanian pada lahan yang sempit
7. Negara subtropis ini terdiri dari dua pulau, terletak di selatan khatulistiwa dan
memiliki kesan segar dan indah. Merupakan contoh nyata salah satu negara
yang berhasil memajukan kehidupan petani dan peternak, serta sukses
mengolah berbagai industri yang berkaitan dengan pertanian, peternakan,
perkebunan dan perikanan. Kesuksesan sebagai Negara Pertanian dan
Peternakan semata-mata karena kesadaran masyarakat untuk mencintai potensi
yang dimilikinya, serta didukung oleh kemudahan perizinan usaha. Hampir
50% komoditas ekspor negara penghasil wool ini berasal dari industri pertanian
yang diekspor ke negara-negara tetangga.
a. Australia
b. Argentina
c. Jepang
d. Selandia Baru
8. Investasi sektor pertanian pangan selalu paling sedikit dalam memperoleh
kredit perbankan karena :
a. fluktuasi harga pangan tinggi
b. pangan merupakan kebutuhan esensial bagi masyarakat
c. proses produksi pertanian relatif lama
d. aset untuk jaminan kredit umumnya bernilai kecil

34
9. Hal yang menyebabkan suatu rumah tangga memiliki ketahanan pangan
dengan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi bagi setiap anggota
keluarganya adalah :
a. tersedianya pangan dan lahan
b. tersedianya pangan dan lapangan kerja
c. tersedianya lapangan kerja dan aset perekonomian
d. tersedianya pendapatan dan status sosial
10. Ada beberapa proyek meningkatkan produksi pangan masyarakat yang dapat
dilakukan, kecuali :
a.proyek kebun keluarga dan program penyimpanan benih
b.proyek kebun sekolah dan proyek kebun warga
c.proyek kebun warga dan proyek tanaman obat
d.proyek warga pendukung pertanian dan proyek kebun keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan Indonesia, 2018. Indeks Ketahanan Pangan Indonesia
2018
Fakih, Mansour; 2002. Revolusi Hijau : Revolusi yang Tidak Memihak Rakyat.
Dalam Jalan Lain, Manifesto Intelektual Organik. Insist Press, Yogyakarta
FAO dan FMFH, 2001. Mencesdaskan Pikiran, Mengatiasi Kelaparan. Dunia yang
Bebas dari Kelaparan. Publishing and Multimedia Service, Information
Division, FAO, Viale delle Terme di Caracalla, 00100 Rome, Italy
Https://bisnis.tempo.co/read/872715/februari-2017-sektor-pertanian-serap-
banyak-tenaga-kerja; Jumat, 5 Mei 2017 22:39 WIB (2)
Https://bisnis.tempo.co/read/861152/bi-kontribusi-sektor-pertanian-ke-pdb-hanya-
13-persen; Jumat, 31 Maret 2017 00:13 WIB (1)
Https://biz.kompas.com/read/2017/08/24/182441728/sektor-pertanian-beri-
kontribusi-positif-untuk-pertumbuhan-ekonomi-ri; Kamis, 24 Agustus 2017
Jamal, Erizal; Syahyuti, Hurun, Aten M.; 2002. Reforma Agraria dan Masa Depan
Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian no. 21(4)
Kano, Hiroyoshi. 1984. “Sistem Pemilikan Tanah dan Masyarakat Desa Di Jawa
Pada Abad XIX”. Dalam Sediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi
(Peny.). 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah
Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Jakata: Yayasan Obor Indonesia dan
Penerbit PT Gramedia. Hlm 28-85.
Maleha dan Sutanto, Adi; 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan. Jurnal Protein
Volume 13 nomor 2 Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Palangkaraya Kalimantan Tengah dan Universitas Muhammadiyah Malang

35
Nugraha, Dimas Aditya; Anggraeni, Septa Dewi; Riskinandini, Riana ; Wibowo,
Nuniek Aprianti; Ismayanti, Agus Herta; 2014. Siapa Mau Bonus? Peluang
Demografi Indonesia.Kementerian Komunikasi Dan Informatika Republik
Indonesia, Direktur Jenderal Informasi Dan Komunikasi Publik, Direktorat
Pengolahan Dan Penyediaan Informasi; Jakarta
Nurdin, Iwan. 2007. Pola Penguasaan Tanah Era Tanam Paksa.
Dalam http://ppijkt.wordpress.com/ (diunduh 2 April 2009)
Ong Hok Ham. 1984. “Perubahan Sosial di Madiun Selama Abad XIX: Pajak dan
Pengaruhnya terhadap Penguasaan Tanah”. Dalam Sediono M.P.
Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (Peny.). 1984. Dua Abad Penguasaan
Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa.
Jakata: Yayasan Obor Indonesia dan Penerbit PT Gramedia. Hlm. 3-27.
Padmo, Soegijanto. 2000. Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten 1959-
1965. Yogyakarta: Media Pressindo dan Konsorsium Pembaruan Agraria.
Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notsusanto (et.al). 1984. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid IV. Jakara: Balai Pustaka.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tentang
Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 Tentang
Ketahanan Pangan Dan Gizi
Prabowo, Hermas E.; 2007. Ketahanan Pangan. Pertarungan Energi dengan Pangan,
Kompas, Teropong, Kamis, 8 November, halaman 33.
Rachman; Handewi P.S.Dan Ariani, Mewa; 2002. Ketahanan Pangan: Konsep,
Pengukuran dan Strategi. Jurnal Fae. Volume 20 No. 1, Juli 2002: 12 – 24
Rahardjo; 2008. Masyarakat Perdesaan di Indonesia. Dalam Geografi Perdesaan
Sebuah Antologi. Ideas dan Preogram Studi Pembangunan Wilayah Fakultas
Geografi UGM, Yogyakarta
Samhadi, Sri Hartati; 2007. Perubahan Iklim. Ketahanan Pangan Terancam,
Kompas, Fokus Pemanasan Global, Sabtu, 1 Desember, halaman 37.
Santosa, Dwi Andreas; 2008, Krisis Pangan 2008, Kompas, Opini, 15 Maret,
halaman 6.
Soemardjan, Selo. 1984. Land Reform di Indonesia. Dalam Dalam Sediono M.P.
Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (Peny.). 1984. Dua Abad Penguasaan
Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa.
Jakata: Yayasan Obor Indonesia dan Penerbit PT Gramedia.Hlm. 103-111
Soetrisno; 1997. Konsep dan Kebijaksanaan Ketahanan Pangan dalam Repelita
VII.Makalah disampaikan pada Seminar Pra- WKNPG VI. Jakarta, 26-27
Juni.
Suhardjo; 1996.. Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumah
Tangga. Makalah disampaikan pada Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah
tangga. Yogyakarta, 26-30 Mei.
Suhartono, 1991. Apanage dan Bekel. Perubahan Sosial di Pedesan Surakarta
1830-1820. Tiara Wacana, Yogyakarta
Sumarwan, U. dan D. Sukandar; 1998. Identifikasi Indikator dan Variabel serta
Kelompok Sasaran dan Wilayah Rawan Pangan Nasional. Jurusan GMSK-

36
Faperta IPB, UNICEF dan Biro Perencanaan, Departemen Pertanian R.I
Widuri Press, Bogor.
Tambunan, Tulus; 2008. Ketahanan Pangan di Indonesia Inti Permasalahan dan
Alternatif Solusinya. Makalah dipersiapkan untuk Kongres ISEI, Mataram
Tjondronegoro, Sediono; 1990. Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial di Pedesaan
Jawa (pp 3-14). Majalah Prisma No. 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Wahono, F. 2003. Revolusi Hijau : Dari Perangkap Involusi ke Perangkap
Globalisasi. Dalam Neoliberalisme; Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas;
Yogyakarta
Wahono, F.2008. Runtuhnya Kedaulatan Pangan Rapuhnya Ketahanan Bangsa.
Basis no 5-6 ahun ke 57; Yogyakarta
Wasino. 2005. Tanah, Desa, dan Penguasa: Sejarah Pemilikan dan Penguasaan
Tanah di Pedesaan Jawa. Semarang: Unnes Press
Yustika, Ahmad Erani, 2008. Masalah Ketahanan Pangan, Kompas, Opini, Rabu,
16 Januari, halaman 6.
Yuswadi, Hary; 2008. Tekanan Struktural, Resistensi, dan Pola Perjuangan Petani.
Dalam Geografi Perdesaan Sebuah Antologi. Ideas dan Preogram Studi
Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1.d
2.b
3.b
4.a
5.d
6.a
7.d
8.d
9.b
10.c

37

Anda mungkin juga menyukai