Anda di halaman 1dari 22

Resilient Infrastructure: “Konsep dan Strategi

Perencanaan Pembangunan Transportasi Berkelanjutan”;


Studi Kasus Kota Curitiba, Brazil.

Oleh: Zeji Mandala_Master in Urban and Regional Planning_Universitas


Gadjah Mada_2013

ABSTRAKSI
Akhir-akhir ini, permasalahan yang terjadi di kota-kota besar baik di negara
berkembang maupun di negara maju adalah sektor transportasi. Adapun permasalahan yang
terjadi diantaranya:

1. Kemacetan lalu lintas yang menghambat aktivitas kegiatan produktif,


2. Tingginya konsumsi energi padahal sumber daya terbatas,
3. Polusi udara yang menimbulkan pencemaran lingkungan,
4. Meningkatnya pemakaian kendaraan pribadi dari pada kendaraan publik karena kualitas
transportasi yang kurang nyaman, kurang aman dan kurang terjangkau dan sebagainya.
Permasalahan di atas tentu saja sebagai indikator resiko kota dalam menghadapi
kerentanannya (vulnerability). Hal ini, dikarenakan oleh adanya pergerakan manusia, barang
dan jasa yang semakin hari semakin meningkat dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar
manusia (sebagai kapasitas suatu kota dalam menampung kegiatan masyarakat).
Permasalahan transportasi memiliki hubungan dengan permasalahan pembangunan kota
disuatu negara khususnya di negara berkembang. Keberhasilan pembangunan kota sangat
dipengaruhi oleh keberadaan sistem transportasi yang memiliki wujud transportasi yang
nyaman, aman dan terjangkau. Oleh karena itu, untuk mempertahankan ketangguhan kotanya
(Resilient City) perlu adanya konsep dan strategi perencanaan pembangunan
transportasi sebagai inovasi dalam menunjang pergerakan pembangunan kota karena
transportasi berperan sebagai pendorong dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan kota.
Konsep dan Strategi ini belum sepenuhnya dapat terimplementasikan khususnya di
negara berkembang dalam mewujudkan transpotasi yang nyaman, aman dan terjangkau. Hal
ini dikarenakan kesadaran masyarakat di negara berkembang masih rendah akan peduli
pembangunan lingkungan berkelanjutan (Sustainable Development).
Kota Curritiba merupakan salah satu kota di negara Brazil yang mampu
menciptakan konsep penghematan energi melalui sistem trannsportasi publik dan manajemen
lalu lintas serta adanya strategi perencanaan transportasi yang memperhatikan tata ruang
kota (land use).
Kata Kunci: Transportasi Berkelanjutan (Sustainable Transportation),
Konsep dan Strategi Perencanaan Transportasi sebagai Inovasi dalam
ketangguhan kota (Resilient City), Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development).
ALUR KONSTRUKSI PEMIKIRAN

Gambar. alur konstruksi pemikiran substansi laporan akhir


Sumber : diilustrasikan dari hasil pemikiran penulis

I. Latar belakang (Permasalahan Kota Curritiba,Brazil)


Kota Curritiba merupakan kota di Negara Brazil yang terletak sekitar 1.081 km
dari Brazilia. Kota Curitiba sendiri merupakan Ibukota Negara Bagian Brazil Parana.
Kota Curitiba mengalami pertambahan penduduk yang sangat pesat, yakni 360.000
jiwa pada tahun 1955 menjadi 3.307.000 jiwa pada tahun 2009 dengan total luas
wilayah 430 kilometer persegi (Luciano, 2010).

Pertumbuhan Kota Curitiba menjadi semakin cepat setelah tahun 1950 karena
menjadi wilayah hubungan perdagangan dan jasa. Pertumbuhan kota yang tidak
terkendali mendorong perencanaan kota yang ditekankan pada transportasi dan
penghijauan lingkungan. Perencanaan kota pertama kali di Curitiba hanya pada
pengembangan jalan-jalan dan fasilitas kota seperti pusat rekreasi dan industry.
Namun hingga tahun 1970, Curitiba masih mengalami permasalahan ancaman
ledakan penduduk yang menjadikan kota ini mengalami fenomena kemacetan dan
banjir.

Dengan kepadatan populasi penduduk yang besar, maka persoalan lingkungan


dan konsumsi sumber alam menjadi problem bagi kota ini. Bahkan selama 70 tahun,
Curitiba menjadi tempat bertumbuknya sampah kaleng dan kardus, Permukiman
kumuh (Urban Sprawl) dan Kemiskinan.
Permasalahan di atas tentu saja sebagai indikator resiko kota dalam menghadapi
kerentanannya (vulnerability). Permasalahan-permasalahn diatas dan utamanya
permasalahan transportasi memiliki hubungan dengan permasalahan pembangunan
kota disuatu negara khususnya di negara berkembang. Keberhasilan pembangunan
kota sangat dipengaruhi oleh keberadaan sistem transportasi yang memiliki wujud
transportasi yang nyaman, aman dan terjangkau. Oleh karena itu, untuk
mempertahankan ketangguhan kotanya (resilient city) perlu adanya konsep dan
strategi perencanaan pembangunan transportasi sebagai inovasi dalam menunjang
pergerakan pembangunan kota karena transportasi berperan sebagai pendorong
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kota.
II. Fokus Teori Ketangguhan Kota (Resilient City) dan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development)
2.1 Ketangguhan Kota (Resilient City)
2.1.1 Konsep Resiko (Risk)
Resiko merupakan kondisi “merugikan” dari sebuah
kemunculan (exsposure)sampai tekanan (stress) terkait dengan perubahan
lingkungan dan sosial karena kurang/tidak adanya kapasitas untuk beradaptasi.
(Adger, 2006). Dalam konsep resiko terbagi ke dalam tiga konstelasi aspek yakni
Bahaya (Hazard), Kerentanan(Vulnarability) dan Kapasitas. (Gambar 2.11)

Gambar 2.1.1 Konsep Resiko (Risk)


Sumber : diilustrasikan dari hasi pemikiran diskusi mata kuliah kota tangguh

Adapun beberapa penjelasan dari masing-masing konstelasi aspek resiko


sebagai berikut:
1. Kerentanan (Vulnerability) merupakan “kerugian” yang dapat dinyatakan
melalui kerusakan dan kehilangan karena bahaya (hazard) tertentu untuk daerah
tertentu dan pada periode tertentu. Berdasarkan perhitungan matematis , resiko
adalah produk dari bahaya dan kerentanan. (Bech, 1992)
2. Bahaya (Hazard) merupakan Kejadian “luar biasa/diuar kebiasaan” yang mampu
mengganggu, mengurangi atau menghilangkan kondisi kenyataan yang ada,
sehingga mengakibatkan kerugian (lost/cost) pada aspek terkait. (disesuaikan
dari Hyndman, D.W. (2010). Natural Hazards and Disasters)
3. Kapasitas merupakan Performa (ukuran) yang menyatakan
kemampuan atribut tertentu dari sebuah kondisi (ruang) dalam mendukung
tercapainya kelangsungan sistem kehidupan. (disesuaikan dari Urban Task
Force. (1999). Towards an Urban Renaissance)
Dengan demikian, suatu kota memiliki tingkat resiko tinggi ketika kota tersebut
mengalami permasalahan-permasalahan kota seperti: Kemacetan lalu lintas,
Kemiskinan, Bencana alam, Pencemaran lingkungan dsb. yang menimbulkan bahaya
dan kota tersebut kurang adanya kapasitas dalam beradaptasi untuk menyelesaikan
masalah yang menimbulkan kerentanan terhadap masyarakatnya sehingga perlu
adanya inovasi untuk menyelesaikan masalah perkotaan tersebut.

2.1.2 Konsep Ketangguhan Kota (Resilient City)


Konsep ketangguhan kota merupakan konsep yang punya korelasi dengan
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini bukan
didorong akan tetai diadakan dengan dukungan inovasi, mitigasi dan adaptasi.
Dalam konsep ketangguhan kota (resilient city) terbagi ke dalam tiga konstelasi
aspek yakni inovasi(inovation), mitigasi (mitigation) dan
adaptasi (adaptation) seperti pada gambar 2.1.2 di bawah ini:

Gambar 2.1.2 Konsep Ketangguhan Kota (Resilient City)


Sumber : diilustrasikan dari hasi pemikiran diskusi mata kuliah kota tangguh
Adapun beberapa penjelasan dari masing-masing konstelasi aspek Ketangguhan
Kota (Resilient City ) sebagai berikut:
1. Mitigasi merupakan pengurangan resiko yang disesuaikan dengan kapasitas
objek yakni objek itu sendiri sesuai kapasitasnya.
2. Adaptasi merupakan penyesuaian (diri) terhadap resiko, yang disesuaikan
dengan bahaya dan kerentanan yang ada pada objek.
3. Inovasi merupakan time frame pengimplementasian kegiatan yang dianggap
“baru” dalam penanganan resiko yang sebenarnya diluar kebiasaan kapasitas
yang ada pada objek.
Dengan demikian, kota dikatakan tangguh ketika memiliki hubungan yang erat
diantara masing-masing aspek ketangguhan kota yakni “Semakin tangguh suatu
kota maka dalam pengentasan resiko kota tersebut memiliki inovasi
adaptasi dan mitigasi yang baik”.
2.2 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan proses
pembangunan yang berprinsip untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mmengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang (Brutland Report, PBB
1987).
“Sustainable development is the development that meets the needs of the present
without compromising the ability of future generations to meet their own needs”.
(Brutland Report, PBB 1987)

Gambar 2.2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Sumber : Bakti Setiawan “Kota yang berkelanjutan” MPKD UGM


Pembangunan berkelanjutan berarti pembangunan yang dapat tumbuh secara
terus menerus dan konsisten dengan memberikan kepuasan dan kualitas hidup (well
being)kepada masyarakat dengan tidak merusak lingkungan dan
mempertimbangkan cadangan sumber daya yang ada.
Dengan demikian, perlu adanya paradigma baru perencanaan pembangunan
kota yang market driven (ekonomi), dimensi sosial, lingkungan dan budaya sebagai
prinsip keadilan antar dan lintas generasi.
III. Gambaran Keadaan Kota Curritiba,Brazil sebagai “World Class
Sustainable Cities”
III.1 Gambaran umum kondisi Kota Curritiba; Brazil

Curitiba merupakan salah satu kota di Negara Brazil yang terletak sekitar 1.081
km dari Brazilia. Curitiba sendiri merupakan Ibukota Negara Bagian Brazil Parana.
Gambar 3.1.1 Lokasi Curitiba

Sumber: IPPUC/Banco de Dados (Dokumen Rencana Kota Curritiba)

Kota Curitiba mengalami pertambahan penduduk yang sangat pesat, yakni


360.000 jiwa pada tahun 1955 menjadi 3.307.000 jiwa pada tahun 2009 dengan
total luas wilayah 430 kilometer persegi (Luciano, 2010). Hal tersebut disebabkan
karena Curitiba menjadi tujuan untuk bertempat tinggal oleh para imigran yang
berasal dari Eropa, seperti pada gambar 3.2 di bawah ini:
Gambar 3.1.2 Evolution and Urban GrowthSumber : Luciano.2010. World Class
Sustainable Cities. Kuala Lumpur.
Pertumbuhan Kota Curitiba menjadi semakin cepat setelah tahun 1950 karena
menjadi wilayah hubungan perdagangan dan jasa. Pertumbuhan kota yang tidak
terkendali mendorong perencanaan kota yang ditekankan pada transportasi dan
penghijauan lingkungan. Perencanaan kota pertama kali di Curitiba hanya pada
pengembangan jalan-jalan dan fasilitas kota seperti pusat rekreasi dan industry.
Namun hingga tahun 1970, Curitiba masih mengalami permasalahan ancaman
ledakan penduduk yang menjadikan kota ini mengalami fenomene kemacetan dan
banjir.

Gambar 3.1.3.1 Kondisi Kota Curritiba pada Tahun 1974


Sumber : Luciano.2010. World Class Sustainable Cities. Kuala Lumpur

Gambar 3.1.3.2 Kondisi Kota Curritiba tahun 2010

Sumber : Luciano.2010. World Class Sustainable Cities. Kuala Lumpur


Dengan kepadatan populasi penduduk yang besar, maka persoalan lingkungan
dan konsumsi sumber alam menjadi problem bagi kota ini. Bahkan selama 70 tahun,
Curitiba menjadi tempat bertumbuknya sampah kaleng dan kardus, Permukiman
kumuh (Urban Sprawl) dan Kemiskinan . Segala permasalahan tersebut akhirnya
menemukan titik terang setelah seorang arsitek bernama Jaime Lerner menjadi
Walikota Curitiba.
III.2 Konsep dan Strategi Perencanaan Pembangunan Sistem
Transportasi Kota Curritiba; Brazil
Dalam pembahasan Konsep dan Strategi Perencanaan Pembangunan Sistem
Transportasi Kota Curritiba; Brazil terbagi ke dalam 3 pembahasan diantaranya:

III.2.1 Strategi Perencanaan Pembangunan Jalan dan Struktur Ruang Kota Curritiba;
Brazil

III.2.2 Strategi Perencanaan Pembangunan Transportasi Publik

III.2.3 Strategi Perencanaan Pembangunan Jalur Pejalan Kaki dan Jalur Sepeda

Adapun masing-masing penjelasan rinci dari tiga pembahasan di atas sebagai


berikut:
III.2.1 Strategi Perencanaan Pembangunan Jalan dan Struktur Ruang Kota Curritiba;
Brazil

Pada awal tahun 1974 Kota Curritiba mengalami permasalahan transportasi yakni
kemacetan dan meningkatnya jumla pemakaian kendaraan pribadi dari pada
kendaraaan publik. Yang kemudian ada awal tahun 1995 Perkembangan Sistem
transportasi kota Curritiba mengalami perubahan drastis positif sejak Jaime Lerner
menjadi Walikota. Begitu pula dengan struktur ruang kotanya yakni dengan cara
menerapkan strategi dan konsep perencanaan pembangunan dengan mengubah
desain tata kota Curritiba yang semula terpusat menjadi linear seperti pada gambar
di bawah ini:
Gambar 3.2.1.2 Desain 3D Struktur “Linier” Tata Ruang Kota Curritiba
Sumber: IPPUC/Banco de Dados (Dokumen Rencana Kota Curritiba)

Desain linear tata Kota Curritiba memiliki esensi yakni Curitiba tidak tumbuh
di segala arah dari pusat / inti kota, melainkan tumbuh di sepanjang koridor dalam
bentuk linier. Jantung kota gedung-gedung komersial, pemerintahan, pendidikan
atau bisnis diletakkan dalam satu situs, sementara tempat tinggal penduduk dibuat
mengitari. Struktur kota yang linier merupakan model spasial yang dapat digunakan
untuk mencapai keberlanjutan karena terjadi penghematan energi dengan
mengurangi waktu perjalanan.
Selain itu, dalam sektor transportasinya pemerintah Kota Curitiba
membangun jalan-jalan penghubung dari tempat tinggal penduduk langsung menuju
pusat kota. Dalam urusan transportasi, Curitiba menerapkan trinary
road sistem. Ini adalah model jalanan yang menggunakan dua jalur jalan besar yang
berlawanan arah. Namun, yang istimewa, ada dua jalur sekunder di tengah yang
dimanfaatkan sebagai jalur ekslusif untuk busway (Gambar 3.2.1.1)
Gambar 3.2.1.1 Model “Trinary Road Sistem” di Kota Curritiba tahun 2000

Sumber: IPPUC/Banco de Dados (Dokumen Rencana Kota Curritiba

Hampir semua jalanan di Kota Curitiba menerapkan sistem ini. Jalan raya yang
diubah menjadi rute bus telah memacu perumahan dengan kepadatan tinggi seperti
pembangunan apartemen di sepanjang jalur peregangan. Dengan mengubah jalan
raya menjadi rute bus bertujuan untuk mengurangi tingakat kepadatan rumah yang
tinggi di Kota Curritiba.

III.2.2 Strategi Perencanaan Pembangunan Transportasi Publik

Curitiba merupakan kota dengan perencanaan dan investasi transportasi


publik yang bisa diakses dan terjangkau. Transportasi publik yang digunakan di
Curitiba adalah Bus Rapid Transit (BRT). Penggunaan BRT didasarkan atas biaya
standar antara tiga mode utama transportasi umum yaitu Kereta Api Bawah Tanah,
Kereta Api Sistem Cahaya, dan BRT. Berikut Tabel Perkiraan Biaya Pembangunan
Transportasi Publik di Kota Curritiba Brazil sebagai berikut:

Tabel III.2.2 Perkiraan Biaya Pembangunan Transportasi Publik


di Kota Curritiba Brazil
Biaya
Jenis Moda Pembangunan Waktu Tempuh
No Transportasi Publik Jalur Pembangunan

Kereta Api Bawah


Tanah $ 100 Juta/ Km 30 Tahun

Kereta Api Sistem


Cahaya $ 20 Juta/Km 10 Tahun

Bus Rapid Transir


(BRT) $ 1-2 Juta/ Km 2-3 Tahun
Sumber : http://urbanhabitat.org/node/344 dalam (Laube & Schwenk, 2007)
Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jalur Kereta Api Bawah Tanah
adalah $ 100 juta per kilometer dan Kereta Api Sistem Cahaya adalah $ 20 juta per
kilometer, sedangkan BRT adalah $ 1 sampai 2 juta per kilometer. Waktu yang
dibutuhkan untuk membangun sistem BRT adalah dua sampai tiga tahun,
sedangkan Kereta Api Bawah Sistem Cahaya selama 10 tahun dan Kereta Api Bawah
Tanah selama 30 tahun (Laube & Schwenk, 2007). BRT menjadi solusi dalam
mengurangi dana penyediaan transportasi publik dengan tetap meningkatkan
fungsinya.

Eryudhawan (2009) mengungkapkan bahwa sistem transportasi Curitiba


diciptakan dengan pendekatan Transit Oriented Development (TOD). Pembangunan
dengan kepadatan tinggi dikonsentrasikan di sepanjang lima koridor linear yang
menyebar ke arah luar pusat kota lama. Fungsi perumahan, perkantoran,
pendidikan, dan kegiatan komersial dipusatkan pada koridor yang dilalui oleh arus
pergerakan penumpang yang mencapai 2 juta penumpang setiap harinya. Koridor
tersebut menjadi pusat kota yang linear dengan pusat kota lama yang diubah
menjadi kawasan pejalan kaki. (Gambar III.2.2.1)
Gambar III.2.2.1.1 Lima Koridor Linier Kota Curritiba dan Integrasi jaringan
Trasnportasi Kota Curritiba Tahun 2003; Sumber: IPPUC/Banco de Dados
(Dokumen Rencana Kota Curritiba)
Gambar III.2.2.1.2 Pata Jaringan Sarana Prasarana Transportasi Kota Curritiba
(1999); Sumber: IPPUC/Banco de Dados (Dokumen Rencana Kota Curritiba)

BRT adalah alat transportasi utama yang menyenangkan dan menjadi


keunggulan. Sistem busway itu direncanakan berdasarkan rencana induk kota yang
bertujuan untuk menahan laju urban sprawl, menekan volume lalu lintas kendaraan
bermotor yang masuk ke pusat kota, melestarikan bagian kota yang bersejarah, dan
membangun sistem transportasi umum yang nyaman dan terjangkau. Prinsip utama
yang dipergunakan adalah pembangunan kota yang berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan manusia, bukan mobil.
Navastara (2007) menjelaskan bahwa terdapat 12 terminal penumpang di
Curitiba, yang tersebar di seluruh penjuru. Terminal-terminal tersebut memberi
kemudahan karena memungkinkan penumpang dapat meninggalkan dan berganti
bus tanpa harus membeli tiket baru. BRT dirancang seperti sistem kereta api bawah
tanah yang melaju di jalur eksklusif tanpa hambatan. Jalur eksklusif tersebut steril
dari kendaraan lain dan digunakan oleh busway dua arah. Jalur itu diapit oleh jalan
kendaraan pribadi di kedua sisinya. Dalam keadaan darurat, koridor busway dapat
digunakan untuk ambulans dan kendaraan polisi namun tidak menimbulkan
masalah karena koridor BRT merupakan jalur dua arah yang memungkinkan
kendaraan menyalip.

Gambar 2.2 Koridor BRT Curitiba

Sumber: google.com
Jalur pemberhentian berbentuk silinder/tabung. Tabung tersebut memberikan
perlindungan dari unsur-unsur luar dan memfasilitasi beban simultan dan bongkar
muat penumpang, termasuk kursi roda. Penumpang membayar ongkos sekitar 40
sen untuk perjalanan seluruh sistem dengan transfer tanpa batas antara bus di
terminal. Transfer terjadi dalam bagian prabayar dari terminal, sehingga transfer
tiket tidak diperlukan. Kemudahan yang diberikan terminal ini adalah ketersediaan
layanan telepon umum, kantor pos, koran dinding, dan toilet kecil.

Gambar 2. 3 Jalur Pemberhentian BRT

Sumber: google.com
III.2.3 Strategi Perencanaan Pembangunan Jalur Pejalan Kaki dan Jalur Sepeda
Dharma (2005) menerangkan bahwa selain pembangunan jakur BRT,
Curitiba juga membangun jalur khusus untuk sepeda sepanjang 150 kilometer.
Sistem BRT sepanjang 72 kilometer sangat ditunjang oleh keberpihakan kota pada
kepentingan pejalan kaki. Beberapa ruas jalan yang padat dengan pertokoan ditutup
bagi kendaraan bermotor dan diubah menjadi daerah khusus untuk sirkulasi pejalan
kaki saja. (Gambar III.2.3.1)

Gambar III.2.3.1 Jalur Pejalan Kaki di Kota Curritiba Brazil

Dapat dipastikan bahwa calon penumpang dapat mencapai halte dalam jarak
tidak lebih dari 400 meter. Proses pencapaian ke halte juga dibuat senyaman
mungkin lewat zebra cross karena pembuatan jembatan penyeberangan dianggap
tidak akrab bagi penyandang cacat dan orang tua Seiring dengan itu, dibangun pula
jalur sepeda (bikeways) di sepanjang koridor busway yang mencapai 130 kilometer.

IV. Pembahasan Kritis


Dalam pembahasan kritis ini, akan mengkritisi beberapa substansi atas dasar
analisis data yang ada. Adapun pembahasan kritis tersebut sebagai berikut:

4.1 Relevansi Ketangguhan Kota (Resilient City) dan Pembangunan Berkelanjutan


(Sustainable Development)

Antara Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) dan


Ketangguhan Kota (Resilient City) merupakan konsep interaksi dua arah dalam
perencanaan pembangunan yang saling mendukung dan saling melengkapi. Konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan ketangguhan kota
(resilient city) dalm implementasinya bukan didorong melainkan diadakan.
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) merupakan proses
perencanaan pembangunan yang memperhatikan sisi keberlanjutan dari bebagai
aspek yaitu: aspek sosial, ekonomi dan lingkungan/fisik dengan berorientasi pada
pembangunan masa depan ,berkesinambungan, selaras dan capaian akhir yang
diharapkan yakni untuk kesejahteraan masyarakat. Sedangkan ketangguhan kota
(resilient city) adalah pendukung dalam proses pembangunan dengan
menyelesaikan resiko yang ada di kota (sebagai permasalahan perkotaan) dengan
inovasi,mitigasi dan adaptasi sehingga keberlanjutan pembangunan dapat
terimplementasikan dengan baik dengan kata lain kota tersebut adalah kota yang
tangguh (resilient city).

Gambar 4.1.1 Hubungan Ketangguhan Kota (Resilient City) dan Pembangunan


Berkelanjutan (Sustainable Development)
Sumber: diilustrasikan dari hasil pemikiran penulis

4.2 Ketangguhan Kota (Resilient City) Curritiba,Brazil di lihat dari sisi Infrastruktur
Transportasi
Keberhasilan Kota Curitiba dalam menerapkan Konsep dan Strategi pemenuhan
kebutuhan transportasi publik sebagai transportasi idaman dilakukan dengan
berbagai inovasi, antara lain:

1. Mengurangi fasilitas parkir kendaraan bermotor;


2. Menempatkan 200 radar lalu lintas berbasis sensor di seluruh penjuru jalanan
utama. Teknologi ini dipasang di trotoar yang dilengkapi kamera digital. Radar
ini berfungsi untuk mendeteksi setiap mobil yang melaju di atas speed limit.
Instrumen akan merekam nomor mobil, waktu, dan tempat kejadian yang
selanjtnya dikirim ke tempat tinggal sang pengemudi dan diharuskan membayar
denda (Navastara, 2007);
3. Tingkat pelayanan bus tersebut yang lebih tinggi dari pelayanan kendaraan
pribadi telah mampu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap
penggunaan kendaraan pribadi.
Selain itu, sistem busway dan tata guna lahan terintegrasi secara komprehensif
dan menjadi dua elemen perkotaan yang saling menguatkan. Perencanaan
transportasi terpadu dengan perencanaan penggunaan lahan, menyerukan budaya,
sosial, dan transformasi ekonomi kota. Hal ini mendorong pertumbuhan komersial
di sepanjang arteri transportasi dan keluar dari pusat kota.

Oleh karena itu, Kota Curitiba adalah kota yang tangguh (Resilient City) dalam
hal infrastruktur transportasinya yang mampu menyelesaikan permasalahan-
permasalahan perkotaaan seperti: kemacetan lalu lintas, tingginya konsumsi energi,
polusi udara dan bencana alam dengan perencanaan kota yang efisien dalam energi.
Kota ini berhasil mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan polusi udara.
Terintegrasinya perencanaan kota dengan lingkungan selain dibuktikan dari
transportasinya juga berkaitan dengan kontribusi terhadap perbaikan kualitas hidup
yang dalam hal ini sangat memiliki keterkaitan erat dengan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development), yakni antara lain:
1. Curitiba memiliki tingkat daur ulang tertinggi di dunia (Hare, 2009);
2. Curitiba memiliki pusat kota terbesar dengan daerah perbelanjaan pejalan kaki di
Dunia;
3. Masuk ke dalam 10 kota terbaik di dunia untuk bersepeda (Sangkilawang, 2010);
4. Curitiba telah membangun banyak taman indah untuk pengendalian banjir
daripada kanal beton.(Hare, 2009);
5. Menggunakan domba sebagai pemotong rumput karena secara ekonomi dan
lingkungan lebih murah dari mesin pemotong rumput (Hare, 2009);
6. Pendapatan rata-rata per orang adalah 66% lebih besar daripada rata-rata Brasil
(Hare,2009).
4.3 Kesesuaian Konsep dan Strategi Pembangunan Kota Curritiba, Brazil dengan
Ketangguhan Kota (Resilient City) dan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development)
Kota Curitiba adalah kota di negara berkembang yang memilki keberhasilan
dalam menerapkan transportasi publik, yaitu Bus Rapid Transit. Integrasi antara
perencanaan transportasi sangat menentukan keberhasilan tersebut karena
bagaimanapun juga, struktur suatu kota mempengaruhi masyarakat untuk
menggunakan BRT.

Curitiba telah mewujudkan kota yang kompak dengan transportasi publik yang
berkelanjutan. Dapat dikatakan berkelanjutan kerena transportasi publik yang
diberlakukan di Curitiba telah didasarkan atas konsep kebutuhan dan konsep
keterbatasan. Konsep kebutuhan berarti bahwa transportasi publik tersebut telah
memenuhi kebutuhan transportasi yang memadai bagi seluruh penduduk Curitiba,
sedangkan konsep keterbatasan berarti memperhatikan dan menjaga kapasitas
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan akan datang melalui
penghematan energy yang terwujud lewat penggunaan BRT.

III. Kesimpulan (temuan-temuan yang didapatkan)


Beberapa temuan-temuan penting yang didapatkan dalam makalah ini sebagai
berikut:

1. Ketangguhan infrastruktur transportasi kota curritiba brazil dibangun dengan


inovasi konsep penghematan energi melalui sistem trannsportasi publik dan
manajemen lalu lintas serta adanya strategi perencanaan transportasi yang
memperhatikan tata ruang kota (land use).
2. Antara konsep ketangguhan kota (resilient city) dan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) memililiki hubungan erat saling mendukung dalam
menyeimbangkan pembangunan multi aspek (lingkungan,ekonomi,sosial)
dengan inovasi,mitigasi dan adaptasi.
3. Ketangguhan kota (resilient city) merupakan kota yang mampu menyelesaikan
permasalahan-permasalahan kompleks perkotaan dengan inovasi,mitigasi
dan/atau adaptasi sebagai solusi dalam menyelesaikan permasalahan kota
tersebut.“Semakin tangguh suatu kota maka dalam pengentasan
resiko kota tersebut memiliki inovasi adaptasi dan mitigasi yang
baik”.
IV. Pembelajaran yang didapatkan (Lesson Learned)
Adapun beberapa pembelajaran yang didapatkan dalam mempelajari kota tangguh
dan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pemahaman dan memperkaya khasanah keilmuan baru terntang


konsep dan strategi perencanaan pembangunan transportasi di Kota Curritiba
Brazil.
2. Mampu memahami dan mengkaitkan antara dua konsep yaitu konsep
ketangguhan kota (resilient city) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development)
3. Memahami fokus teori ketangguhan kota (resilient city) dan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development)dalam konteks inovasi yang diwujudkan
dalam konsep dan strategi perencanaan pembangunan transportasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adger, W. N. (2006). “Vulnerability. Global Environmental Change”, 16,
268–281 dalam slide mata kuliah kota tangguh PWK UGM).
Bech, U. (1992). “Risk Society: Towards a New Modernity” (dalam slide mata
kuliah kota tangguh PWK UGM).
Hyndman, D.W. (2010).” Natural Hazards and Disasters “ (dalam slide mata
kuliah kota tangguh PWK UGM).
Setiawan,bakti. 2000. “Kota yang Berkelanjutan” . Magister Perencanaan
Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Eryudhawan, Bambang. (2009). “Busway di
Curitiba”.http://tempoonline.com/2009/busway-di-curitiba/[1 Mei 2010]
Navastara, Ardy. (2007). “Belajar dari Kota Curitiba: Penerapan Budaya
Ekologis”. http://jepits.wordpress.com/2007/12/19/belajar-dari-kota-curitiba-
penerapan-kota-ekologis/ [1 Mei 2010]
Dharma, A. (2005). “Sustainable Compact City Sebagai Alternatif Kota
Hemat Energi”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Arsitektur dan
Penghematan Energi Jurusan Arsitektur Universitas Gunadarma, Depok 5
September 2005.
Laube & Schwenk.2010. “Curitiba’s Bus System is Model for Rapid Transit
“http://urbanhabitat.org/node/344 di akses pukul 15.00 di akses pada tanggal 14
Juni 2012, pukul 15.30 di Perpustakaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
(UGM).
Anonymous. (1974-2004). IPPUC/Banco de Dados (Rencana Induk
Transportasi Kota Curritiba), Brazil.
Hare, (2009). “A city for people, not for
cars”.http://www.citiesforpeople.net/cities/curitiba.html. di akses pada tanggal 14
Juni 2012, pukul 15.30 di Perpustakaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
(UGM).

Anda mungkin juga menyukai