Anda di halaman 1dari 8

PERENCANAAN KOTA LAYAK HUNI DAN BERKELANJUTAN

“Penerapan Prinsip-Prinsip Kota Layak Huni di Kelurahan Tallo”

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perencanaan Kota Layak Huni Dan Berkelanjutan
yang diampuh oleh:

Dr. Ir. Arifuddin Akil, M.T.


Prof. Dr. Ir. Ananto Yudono, M. Eng
Sri Wahyuni, ST., M.T.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
Nur Jayadi (D101181011)
Ilham Fathul Kiram (D101181322)
Ottow Tera Prawar (D101181701)

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
Latar Belakang
Kota adalah pusat kegiatan, pelayanan, dan pemerintahan menjadi daya tarik bagi
penduduk untuk melakukan urbanisasi. Urbanisasi merupakan salah satu permasalahan perkotaan,
yang membuat kota menjadi pilihan dominan bagi penduduk di dunia untuk dihuni, termasuk
Indonesia. Perkembangan kota kompleks melibatkan berbagai sektor yang saling berhubungan.
Keterkaitan antar ruang dan sektor menjadi sebuah sistem perkotaan. Kondisi ini yang membuat
perkembangan kota menjadi dinamis. Tekanan penduduk yang tinggi di perkotaan dengan lahan
yang terbatas menyebabkan banyak permasalahan-permasalahan perkotaan yang sulit
dituntaskan, mulai dari permasalahan permukiman, kemiskinan, transportasi, fasilitas &
infrastruktur dasar, konflik sosial, dan lingkungan.

Salah satu contoh isu yang paling urgent/penting untuk dituntaskan saat ini yaitu
permasalahan permukiman kumuh. Permukiman kumuh merupakan isu utama yang cukup
kompleks, baik dari sisi fisik/lingkungan, ekonomi, sosial, serta sarana dan prasarananya. Secara
khusus keberadaan kawasan permukiman kumuh perkotaan berimplikasi terhadap paradigma
buruk penyelenggaraan pemerintahan. Contoh wilayah yang memiliki kawasan permukiman
kumuh yaitu di Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.

Konsep kota yang cocok untuk diimplementasikan dalam menuntaskan permasalahan


permukiman kumuh ini yaitu salah satunya dengan menerapkan prinsip-prinsip Kota Layak Huni
atau Livable City. Konsep Livable City merupakan gambaran sebuah lingkungan dan suasana
perkotaan yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk berkegiatan yang
dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik maupun aspek non-fisik (Ikatan Ahli Perencanaan
Indonesia, 2009).

Livable City
Hahlweg (1997) mendefinisikan livable city sebagai kota yang dapat menampung seluruh
kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat. Menurut Salzano (1997), livable
city adalah kota yang menghormati jejak sejarah masa lalu dan mengelola lingkungan untuk
masa mendatang. Definisi livable city menurut Evans (2002) merupakan kota yang mampu
menyediakan lapangan pekerjaan dan melestarikan kualitas lingkungan. Menurut Timmer (2006),

2
definisi livable city mengacu pada sistem perkotaan yang memberikan kontribusi fisik, sosial,
mental, dan pribadi terhadap penghuninya. Sedangkan Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (2009)
mendefinisikan livable city sebagai kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan berkegiatan
dilihat dari aspek fisik dan non-fisik.

Kota layak huni atau Livable City merupakan gambaran sebuah lingkungan dan suasana
kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktifitas yang dilihat dari
berbagai variabel baik fisik maupun non-fisik (Wheeler, 2004). Konsep kota layak huni ini dapat
ditarik pengertian bahwa konsep ini mengambarkan proses kehidupan menuju kesejahteraan dan
kenyamanan warga kota demi berlangsungnya perkembangan kota. Proses yang tejadi ini
terhubung antara kegiatan kehidupan kota dan daya masyarakat dalam mengakses fasilitas
pelayanan kota.

Prinsip Livable City


Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Livable City harus mempunyai prinsip-
prinsip dasar. Prinsip dasar ini harus dimiliki oleh kota- kota yang ingin menjadikan kotanya
sebagai kota layak huni dan nyaman bagi masyarakat kota. Menurut Lennard (1997), terdapat 6
prinsip dasar Livable City, yaitu antara lain:

 Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian yang layak,


air bersih, listrik);
 Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik,
taman kota, fasilitas ibadah/kesehatan);
 Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi;
 Keamanan, bebas dari rasa takut;
 Mendukung fungsi ekonomi, sosial, dan budaya;
 Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik.

Sedangkan menurut Dougass (2002 : 166), dalam Livable City dapat dikatakan bertumpu
pada 4 (empat) pilar, yaitu: Meningkatkan sistim kesempatan hidup untuk kesejahteraan
masyarakat, penyediaan lapangan pekerjaaan, lingkungan yang aman dan bersih untuk kesehatan,
kesejahteraan dan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, serta Good governance. IAP
(Ikatan Ahli Perencanaan) Indonesia sendiri merilis 25 kriteria kota layak huni (Livable City)

3
yang berpedoman pada variabel utama perkotaan yaitu berupa fisik kota, kualitas lingkungan,
transportasi-aksesibilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi, dan sosial. Kedua puluh lima kriteria
tersebut antara lain:
1. Kualitas penataan kota
2. Jumlah ruang terbuka
3. Perlindungan bangunan bersejarah
4. Kualitas kebersihan lingkungan
5. Tingkat pencemaran lingkungan
6. Ketersediaan angkutan umum
7. Kualitas angkutan umum
8. Kualitas kondisi jalan
9. Kualitas fasilitas pejalan kaki
10. Ketersediaan fasilitas kesehatan
11. Kualitas fasilitas kesehatan
12. Ketersediaan fasilitas pendidikan
13. Kualitas fasilitas pendidikan
14. Ketersediaan fasilitas rekreasi
15. Kualitas fasilitas rekreasi
16. Ketersediaan energi listrik
17. Ketersediaan air bersih
18. Kualitas air bersih
19. Kualitas jaringan telekomunikasi
20. Ketersediaan lapangan pekerjaan
21. Tingkat aksesibilitas tempat kerja
22. Tingkat kriminalitas
23. Interaksi hubungan antar penduduk
24. Informasi pelayanan publik
25. Ketersediaan fasilitas kaum diffable

Gambaran Umum Kelurahan Tallo


Kelurahan Tallo merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
Secara administratif, Kelurahan Tallo terbagi menjadi 5 Rukun Warga (RW) dan terdiri dari 26

4
Rukun Tetangga (RT) dengan luas wilayah mencapai luas 0,51 yang terdiri dari daratan dan
sebagian besar wilayah laut serta Sungai Tallo, dan berbatasan langsung dengan Selat Makassar
di sebelah Utara dan Timur, berbatasan dengan Kelurahan Buloa dan Kelurahan Parangloe
Kecamatan Tamalanrea di sebelah Selatan, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan
Buloa. Jumlah penduduk di Kelurahan Tallo yaitu sebanyak 8.328 jiwa dengan jumlah penduduk
laki-laki sebanyak 4.152 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 4.176 jiwa. Jumlah keluarga
prasejahtera di Kelurahan Tallo yaitu sebanyak 265 KK, keluarga sejahtera I sebanyak 291 KK,
dan keluarga sejahtera II sebanyak 1.439 KK (BPS, 2020).

Berdasarkan Keputusan Walikota Makassar Nomor 050.05/1341/Kep/IX/2014 tentang


Penetapan Lokasi Permukiman Kumuh Kota Makassar Tahun Anggaran 2014, Kelurahan Tallo
masuk dalam kelurahan yang memiliki kawasan kumuh dalam kategori berat, yaitu pada
kawasan permukiman kumuh di atas air. Berikut identifikasi kondisi kekumuhan Kelurahan
Tallo berdasarkan prinsip Livable City menurut Lennard:

Tabel 1. Identifikasi Kondisi Kekumuhan Kelurahan Tallo


No. Kondisi Spesifikasi Volume
1. Kondisi Bangunan Jumlah Bangunan tidak memenuhi 442 unit
Hunian persyaratan teknis
2. Kondisi Jalan Panjang jalan eksisting 9.352 m
Lingkungan Panjang jalan dengan permukaan 3.136 m
rusak
3. Kondisi Penyediaan Jumlah KK tidak terakses air minum 726 KK
Air Minum Jumlah KK tidak terpenuhi 1.190 KK
kebutuhan air minum minimal
4. Kondisi Drainase Luas kawasan yang terkena 2,78 Ha
Lingkungan genangan
Panjang saluran drainase eksisting 8.856 m
Panjang saluran drainase yang tidak 7.239 m
terpelihara
Panjang saluran drainase rusak 3.462 m
5. Kondisi Pengelolaan Jumlah KK tidak terakses sistem air 482 KK

5
Air Limbah limbah sesuai standar teknis
Jumlah KK dengan sarpras air 708 KK
limbah tidak sesuai persyaratan
teknis
6. Kondisi Pengolahan Jumlah KK dengan sarpras 1.076 KK
Persampahan pengolahan sampah yang tidak
sesuai standar teknis
Jumlah KK dengan sistem sarpras 294 KK
pengolahan sampah yang tidak
sesuai standar teknis
Jumah KK dengan sarpras 1.472 KK
pengolahan sampah tidak terpelihara
7. Kondisi Proteksi Jumlah bangunan tidak terlayani 380 unit
Kebakaran prasarana proteksi kebakaran
Jumlah bangunan tidak terlayani 1.482 unit
sarana proteksi kebakaran
Sumber: Mega Ambriliani Robichin, dkk (2019)

Dalam aspek sosial dan ekonomi, masyarakat Kelurahan Tallo dominan bermata
pencaharian pada sektor informal. Mata pencaharian utama di kelurahan ini adalah sebagai
nelayan dengan penghasilan yang tidak menentu. Untuk membantu perekonomian keluarga,
kadang ada warga yang merangkap bekerja sebagai tukang ojek dan/atau buruh bangunan.
Sementara itu, ibu-ibu rumah tangga nya ada yang berjualan di area depan rumah. a nada pula
yang berjualan ikan.

Penanganan Permasalahan Permukiman Kumuh di Kelurahan Tallo


Dalam menangani permasalahan permukiman kumuh di perkotaan, terdapat dua konsep
yaitu antara lain konsep pencegahan dan konsep peningkatan kualitas. Berikut beberapa strategi
yang perlu dilakukan dalam penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Tallo yang sesuai
dengan prinsip Livable City, yaitu antara lain:

6
 Perbaikan dan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur dasar yang
menunjang suatu permukiman, mulai dari jalan, air bersih, air limbah dan sanitasi,
drainase, hingga pengolahan dan pengelolaan persampahan.
 Penataan kawasan permukiman sesuai dengan kebijakan yang berlaku
 Pengendalian dampak pencemaran lingkungan dengan meningkatkan kerja sama
antara masyarakat Kelurahan Tallo dengan pemerintah.
 Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
 Membangun dan meningkatkan interaksi dan toleransi dalam masyarakat
berdasarkan nilai-nilai sosial, serta pembangunan kawasan atau ruang tempat
masyarakat bersosialisasi.
 Mengembangkan daerah untuk kegiatan industri rumah tangga dengan
memanfaatkan sumberdaya manusia di kelurahan Tallo itu sendiri sesuai dengan
teori Local Economic Development (LED), sehingga dapat mengurangi jumlah
pengangguran dan meningkatkan aspek ekonomi masyarakat.

7
DAFTAR PSUTAKA

Badan Pusat Statistik. 2020. Kecamatan Tallo Dalam Angka 2020.

Farida, I., Yudana, G. and Rini, E.F., 2017. Tingkat Kesesuaian Ruang Publik Dengan Konsep
Livable City di Kota Surakarta. ARSITEKTURA, 15(1), pp.165-173.

Fisu, A.A. and Marzaman, L.U., 2018. Pemetaan Partisipatif Kampung Pesisir Kelurahan Tallo
Kota Makassar. To Maega: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), pp.22-28.

Keputusan Walikota Makassar Nomor 050.05/1341/Kep/IX/2014 tentang Penetapan Lokasi


Permukiman Kumuh Kota Makassar Tahun Anggaran 2014.

Makalalag, A., Gosal, P.H. and Hanny, P., 2019. KAJIAN KOTA KOTAMOBAGU MENUJU
KOTA LAYAK HUNI (LIVABLE CITY). SPASIAL, 6(2), pp.199-210.

Martin, W., Sela, R.L. and Rompas, L.M., 2019. ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI
MASYARAKAT MENUJU KOTA LAYAK HUNI (LIVABLE CITY) STUDI KASUS
KOTA MANADO. SPASIAL, 6(2), pp.345-353.

Robichin, M.A., Tamsil, A. and Hadijah, S., 2019. ANALISIS DAMPAK PERMUKIMAN
KUMUH TERHADAP KAWASAN PESISIR KELURAHAN TALLO. JOURNAL OF
INDONESIAN TROPICAL FISHERIES (JOINT-FISH): Jurnal Akuakultur, Teknologi
Dan Manajemen Perikanan Tangkap, Ilmu Kelautan, 2(1), pp.111-123.

Anda mungkin juga menyukai