Anda di halaman 1dari 6

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT

1. Jelaskan secara lengkap tentang proses pengolahan sampah


a. Pengomposan (composting)
Pengomposan merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu
mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini
bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk
baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan
sebagainya.

b. Insinerator
a. Proses pre-treatment
Proses pre-treatment sampah meliputi kegiatan penyortiran dan
homogenisasi. Perlu tidaknya proses pre-treatment sampah sebelum masuk
insinerator, tergantung pada kualitas sampah dan sistem insineratornya.
Penyortiran berfungsi untuk meningkatkan nilai kalori rata-rata sampah sebelum
masuk ke insinerator. Kebutuhan penyortiran untuk masing - masing sistem
insinerator berbeda-beda. Untuk tipe movable grate incinerator, sampah dapat
dibakar tanpa melalui proses penyortiran. Berbeda dengan fluidized bed
incinerator yang membutuhkan proses penyortiran sampah sebelum masuk
insinerator

b. Proses pembakaran
Pada proses pembakaran sampah, ada beberapa sistem insinerator yang
digunakan, diantaranya adalah moving grate incinerator, rotary kiln incinerator
dan fluidized bed incinerator. Diantara ketiga sistem incinerator tersebut, yang
paling banyak digunakan untuk proses insinerasi sampah adalah moving grate
incinerator.
Hal ini karena moving grate incinerator dapat mengakomodasi variasi
yang besar dalam komposisi dan nilai kalor sampah serta tungku dapat dibangun
hingga kapasitas 1.200 ton/hari

c. Proses recovery energy


Proses insinerasi sampah yang merupakan proses pengolahan sampah pada
suhu tinggi (di atas 850o C) pasti akan menghasilkan energi panas. Energi ini
akan terbawa keluar oleh flue gas. Sebelum flue gas masuk ke APC system, suhu
flue gas harus diturunkan terlebih dahulu dengan menggunakan boiler. Melalui
boiler ini, proses energy recovery dilakukan (Wangyao, ....,).
Hasil energy recovery tersebut dapat dimanfaatkan sebagai heat, power,
steam, gabungan dari steam dan power ataupun gabungan dari heat dan
power.Pemanfaatan akhir dari proses pemulihan energi tersebut didasarkan pada
kondisi pasar energi local yang meliputi eksisting infrastruktur untuk distribusi
energi, pola konsumsi energi tahunan dan harga dari berbagai jenis energi serta
kemungkinan persetujuan konsumen.Setelah pemanfaatan akhir dari proses
pemulihan energi ditentukan, barulah menentukan spesifikasi boiler yang layak
untuk energy recovery tersebu
d. Proses penanganan flue gas (APC system)
Proses insinerasi sampah dapat menimbulkan pemasalahan kesehatan
akibat flue gas yang dikeluarkannya. Hal ini karena di dalam flue gas terdapat a)
fly ashyang terdiri dari partikel- partikel yang ikut aliran gas, b) asam dan asam
prekursor seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida, asam klorida, c) dioksin dan
analog yang merupakan senyawa yang dibentuk oleh rekombinasi radikal dengan
struktur dibenzidioxin spolycloro dan analogfuran. Untuk mengurangi emisi yang
ditimbulkan oleh flue gas maka harus ada sistem pengendalian polusi udara atau
yang lebih dikenal dengan Air Pollution Control system (APC system).
e. Instalasi waste to energy
Pemulihan energi dari sampah ke energi (Waste to Energy) menjadi
faktor penting dalam strategi pengelolaan sampah. Teknologi ini menawarkan
kesempatan yang baik dalam hal pengurangan sampah yang masuk ke
landfill dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku untuk menghasilkan
panas dan listrik. Akan tetapi hal yang lebih penting pengolahan sampah dengan
Waste to Energy seperti insenerasi dapat mengurangi volume sampah secara
drastis.
Masyarakat khawatir terhadap tumpukan emisi dioksin dan toksisitas dari
residu abu yang dihasilkan. Kekhawatiran ini ada meskipun telah ada jaminan dari
para ahli bahwa pada instalasi pengolahan sampah Waste to Energy
dilengkapi air pollution control sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi
kesehatan dan lingkungan. Akan tetapi semain banyak informasi Waste to
Energy yang tersedia, memberikan dukungan politis untuk pembangunan
instalasi baru semakin meningkat dan membuka jalan untuk penerapan
pengelolaan sampah yang terintegrasi.
c. Pirolisis dan gasifikasi
Proses gasifikasi secara keseluruhan dapat dibagi menjadi empat proses besar :
1. Dehidrasi : dapat disebut juga pengeringan, yaitu proses menguapnya kandungan
air (moisture) dalam padatan. Terjadi pada temperatur sekitar 100oC (titik didih air).
Air akan terlepas sebagai kukus.
2. Pirolisis : berupa degradasi termal bahan padat organik menjadi zat mudah
menguap (volatile matter). Terjadi pada temperatur 200-300 oC.
3. Pembakaran : seperti pada insenerasi, karbon dan hidrogen dibakar membentuk
karbon dioksida dan air serta sedikit karbon monoksida.
4. Gasifikasi : reaksi pembentukan gas sintetik dari karbon yang tersisa maupun dari
karbon dioksida (melalui oksidasi atau reduksi)

Pirolisis adalah proses dekomposisi termal material organik tanpa kehadiran oksi
gen. Pirolisis sejatinya adalah salah satu sub-proses dari gasifikasi secara
keseluruhan. Sama seperti gasifikasi, pirolisis tidak menghasilkan energi secara
langsung, tetapi menghasilkan gas maupun padatan yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar. Gas tersebut adalah H2 atau CH4 sedang padatannya adalah arang
dengan kandungan fixed carbon yang cukup tinggi sehingga lebih baik untuk
digunakan sebagai bahan bakar. Pada umumnya, proses pirolisis menggunakan pasir
sebagai “teman” bahan bakar (sampah) yang dibakar. Sampah yang akan dipirolisis
pada umumnya dikeringkan dan dibuat butiran terlebih dahulu agar proses pirolisis
berjalan dengan baik.

d. Proses termal dengan gasifikasi plasma


Proses pertama yang dilakukan dalam gasifikasi plasma adalah sampah
dimasukkan ke dalam konverter atau reaktor plasma. Plasma yang dihasilkan sangat
panas hingga mencapai 5000oC yang dibentuk oleh gas terionisasi. Reaktor plasma
ini dioperasikan tanpa oksigen masuk ke dalam reaktor sehingga tidak terjadi
pembakaran. Oleh karenanya, gasifikasi plasma tidak membakar sampah seperti
halnya insinerator, melainkan mendekomposisi sampah ke dalam struktur dasarnya
sehingga zat buangannya dalam bentuk synthetic gas dan kerak logam yang cendrung
tak berbahaya.

Umumnya terdapat tiga reaksi yang terjadi dalam gasifikasi plasma. Reaksi
pertama adalah Thermal Cracking. Pada proses ini molekul berukuran besar diuraikan
menjadi gas (molekul yang lebih kecil dan lebih ringan). Hasil akhirnya menghasilkan
hidrokarbon ringan seperti metana dan hidrogen. Reaksi kedua adalah Oksidasi
parsial. Proses ini dapat menghasilkan karbon monoksida, dan dengan proses oksidasi
yang lebih rumit akan memberikan hasil akhir CO2 dan H2O. Reaksi ketiga adalah
Reforming. Merupakan kombinasi dari reaksi-reaksi yang berlangsung. Contoh,
karbon dapat bereaksi dengan air menghasilkan CO dan H2 atau karbon bereaksi
dengan CO2 menghasilkan dua molekul CO. Reaksi reforming ini memiliki
kemungkinan membentuk fuel gas.

2. Jelaskan secara lengkap pengangkutan sampah


a. Pengangkutan sampah secara umum
Pengangkutan sampah adalah sub-sistem yang bersasaran membawa sampah dari
lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju tempat
pemerosesan akhir, atau TPA. Pengangkutan sampah merupakan salah satu
komponen penting dan membutuhkan perhitungan yang cukup teliti, dengan sasaran
mengoptimalkan waktu angkut yang diperlukan dalam system tersebut
b. Peralatan subsistem pengangkutan sampah
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengoperasian sarana angkutan
sampah kemungkinan penggunaan stasiun atau depo container layak diterapkan. Dari
pusat kontainer ini truk kapasitas besar dapat mengangkut kontainer ke lokasi
pemerosesan atau ke TPA, sedangkan truk sampah kota (kapasitas kecil) tidak
semuanya perlu sampai ke lokasi tersebut, hanya cukup sampai depo container saja.
Dengan demikian jumlah ritasi truk sampah kota dapat ditingkatkan. Usia pakai
(lifetime) minimal 5-7 tahun. Volume muat sampah 6-8 m3, atau 3-5 ton. Ritasi truk
angkutan per hari dapat mencapai 4-5 kali untuk jarak tempuh di bawah 20 km, dan
2-4 rit untuk jarak tempuh 20-30 km, yang pada dasarnya akan tergantung waktu per
ritasi sesuai kelancaran lalu lintas, waktu pemuatan, dan pembongkaran sampahnya

c. Operasional pengangkutan sampah


Pengaturan rute pengangkutan sangat penting dalam penanganan sampah di
pemukiman karena terkait dengan penyimpanan sampah di TPS, Jika pengangkutan
mengalami kendala dan tidak dapat mengangkut sampah sesuai dengan jadwal
pengangkutan maka akan terjadi penumpukan sampah di TPS dan secara langsung
akan mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar TPS
d. Pola pengangkutan sampah
Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan system pengumpulan
sampah. Jika pengumpulan dan pengangkutan sampah menggunakan system
pemindahan (transfer depo) atau system tidak langsung, proses pengangkutannya
dapat menggunakan system kontrainer angkat (Hauled Kontrainer Sistem = HCS)
atau pun system kontrainer tetap (Stationary Kontrainer Sistem = SCS). Sistem
kontariner tetap dapat dilakukan secara mekanis ataupun manual. Sistem mekanis
mengunakan system truck comprator dan container yg compatible dengan jenis
trucknya sedangkan system manual menggunakan tenaga kerja dan container dapat
berdua bak sampah .
3. Jelaskan apa yang dimaksud controlled landfill dan sanitary landfill
Controlled landfill adalah sistem pembuangan yang lebih berkembang dibanding
open dumping. Pada metode ini, sampah yang datang setiap hari diratakan dan
dipadatkan dengan alat barat. Sampah dipadatkan menjadi sebuah sel. Kemudian, sampah
yang sudah dipadatkan tersebut dilapisi dengan tanah setiap lima atau seminggu sekali.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi bau, mengurangi perkembangbiakan lalat, dan
mengurangi keluarnya gas metan
Sanitary landfill adalah metode TPA yang paling maju saat ini dimana sampah
diurug dan dibuang secara sistematis. Setiap hari sel sampah ditutup/dilapisi dengan
tanah. Pembuatan ketinggian dan lebar sel sampah juga diperhitungkan. Pada dasar
tempat pembuangan, dibuat pipa-pipa pengalir air lindi yang kemudian diolah menjadi
energi. Di antara sel-sel sampah juga dipasang pipa-pipa penangkap gas metan yang
kemudian diolah menjadi energi. Sanitary memiliki fasilitas lebih lengkap dan mahal
dibanding controlled landfill
4. Apa pendapat saudara tentang impor sampah yang lagi viral saat ini

5. Jelaskan permasalahan sampah dan solusinya dari berbagai sector


a. Peraturan/Hukum

b. Kelembagaan dan organisasi


Masalah saat ini:
1. Sebagian besar institusi pengelolaan sampah adalah berbentuk dinas,suku dinas,
seksi, Sub seksi , dimana tidak ada pemisahan antara operator dan regulator.
2. Struktur organisasi yang ada belum ditunjang dengan kapasitas (jumlah dan
kualitas SDM) yang mewadai sesuai dengan kewenangannya.
3. Tata laksana kerja belum jelas antara bagian administrasi dan pelaksana teknis
lapangan, termasuk kewenangan penarikan retribusi serta pengalokasia anggaran
untuk pendanaan investasi.
4. Kurangnya koordinasi dan kerja sama antara instansi terkait yang ada di
Lapangan

Solusi dari masalah :


1. Kelembagaan dalam pengelolaan sampah adalah kelembagaan yang sesuai
dengan amanat :
 PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
 PP 41/2007 tentang Pemerintah Daerah
 PP 23/2004 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
 Permendagri 61/2009 tentang Pola Pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah.
2. Perangkat peraturan tersebut digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan
kelembagaan pengelolaan sampah, anatara lain memisahkan regulator dan
operator pengelola sampah, misalnya membentuk UPTD atau kerjasama dengan
swasta sebagai operator.
3. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan rekruitmen SDM untuk jangka
panjang sesuai dengan kualifikasi bidang keahlian persampahan/manajemen.
4. Untuk pengelolaan sampah lintas daerah
 Lintas kabupaten/kota, dapat dibentuk lembaga pengelola ditingkat
provinsi, sedangkan untuk
 Lintas provinsi, dapat dibentuk lembaga pengelola di tingkat nasional.
c. Peran serta masyarakat
d. Teknik Operasional
e. Pembiayaan
Masalah saat ini:
1. Keterbatasan biaya, termasuk sumber pendanaan untuk investasi dan
operasi/pemeliharaan mengakibatkan pelayanan pengelolaan smapah yang tidak
optimal.
2. Belum terciptanya iklim yang kondusif untuk kerjasama dengan swasta
(Bedassrkan Perpres No.13 Tahun 2010 tentang Kerjasama antara Pemerintah
dan Badan Usaha dalam Penyediaan Insfrastruktur)
3. Tarif/retribusi sampah
 Belum didasarkan pada perhitungan dan pendataan (Klasifikasi wajib
retrbusi) yang memadai dan
 Realisasi penarikan retribusi masih rendah (rata-rata nasional 20%)

Solusi untuk masalah:


1. Investasi yang lebih memadai yang didasarkan pada kebutuhan dan
peningkatan sarana prasarana, kapasitas SDM, serta kampanye dan edukasi
bidang persampahan.
2. Biaya operasi dan pemeliharaan yang mencukupi untuk kebutuhan
pengoperasian sarana prasarana persampahan yang perhitungannya
didasarkan pada kebutuhan alternative pengoperasian seluruh kegiatan
penanganan sampah dari sumber sampai TPA sampah untuk jangka
panjang.
3. Tarif atau retribusi yang disusun berdasarkan
 Struktur/klasifikasi wajib retribusi (cross subsisdi)
 Kemampuan daerah
 Kemampuan masyarakat
 Dapat mencukupi kebutuhan operasional pengelolaan sampah
4. Penerapan pola insentif dan disinsentif bagi para pelaku yang terlibat dalam
pengelolaan persampahan.
5. Pendapatan dari penarikan tarif atau retribusi harus terkoordinasi dan tercatat
secara baik dan transparan serta diinvestasikan kembali untuk kepentingan
pengelolaan sampah.

Anda mungkin juga menyukai