Anda di halaman 1dari 12

JKMM, Vol.

2, No 1, Desember 2019

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN


(PMT) TERHADAP JUMLAH KASUS GIZI BURUK DI KABUPATEN
PASANGKAYU

IMPLEMENTATION OF SUPPLEMENTARY FEEDING POLICY (SFP) TO


NUMBER OF MALLNUTRITION CASE IN PASANGKAYU REGENCY
1
Fadilah,, 2 Darmawansyah, 3Arifin Seweng
1
Bagian Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin
2
Bagian AKK, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin 3Bagian Biostatistik,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Alamat Koresponden: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar,
90245, ilho_sweet@yahoo.co.id

ABSTRAK
Gizi buruk adalah kekurangan kalori atau protein (KKP) atau disebut juga protein energy malnutrien
(PEM) dan merupakan suatu ancaman dimasa depan untuk suatu daerah sehingga perlu perhatian yang
sangat khusus untuk menuntaskan kasus gizi buruk disuatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis program pemberian makanan tambahan bagi balita gizi buruk yang berada di kaupaten
pasangkayu. Penelitian ini merupakan jenis peneltian kualitatif Sampel yang diambil sebanyak 15 orang
yaitu orang tua anak yang mengalamai gizi buruk sebanyak 8 orang, 6 Tenaga petugas gizi serta 1 Orang
penanggung jawab program Gizi Kia di Dinas Kesehatan Kabupaten Pasangkayu. Pemilihan sampel
dilakukan dengan cara Snowball Sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei Tahun 2018.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, selanjutnya data dianalisis dengan
tahapan pengumpulan data, kemudian data disajikan dan dianalisis hingga penarikan kesimpulan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peran aktor dalam hal ini adalah petugas kesehatan sudah
mengimplementasikan kebijakan pemberian makanan tambahan dengan baik dan dapat mempengaruhi
jumlah kasus Gizi Buruk di kabupaten pasangkayu karena dilihat dari jumlah kasus pada tahun 2017
sebanyak 9 kasus 7 kasus berubah status dari gizi buruk menjadi membaik. Namun petugas kesehatan dalam
hal ini masih perlu keterampilan khusus untuk menyampaikan sosialisasi bagi masyarakat tentang
pemberian makanan tambahan serta dampak dari gizi buruk. Untuk organisasi sudah menjalankan fungsinya
dengan baik dan melaksanakan kebijakan pemberian makanan tambahan, dan proses implementasi
kebijakan dalam hal ini prosedur kebijakan pemberian makanan tambahan sudah berjalan dengan lebih baik.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Pemberian Makanan Tambahan, Gizi Buruk

ABSTRACT
Malnutrition is a deficiency of calories or protein (KKP) or also is called malnutrition energy
protein (PEM) and is a future threat to a region so it needs special attention to solve malnutrition case in a
region . This study aims to analyze additional feeding program for malnourished children under five in
Pasangkayu district of Wet Sulawesi. This research is a qualitative research. Selected samples were 15
people including parent of children who experinced malnutrition as many as 8 people, 6 nutritionist workers
and 1 person in charge of nutrition KIA Program at Pasangkayu District Health Office. The sample
selection was done by Snowball Sampling. The study was conducted in April - May of 2018. Data collection
was done through in-depth interview,observation, than the data were then analyzed with the data stages,
then the data presented and analyzed untill the conclusion. The results showed that the role of actors in this

50
JKMM, Vol. 2, No 1, Desember 2019

case was the health officer has implemented the policy of supplementary feeding well and can influence the
number of case of malnutrition in Pasangkayu district as seen from the number of cases in 2017 as many as
9 cases 7 cases Change the status of malnutrition to improve. However, health workers in this case still
need special skill to deliver malnutrition.. For organization already performing their functions well and
implemtating additional feeding policeis,and supplementary feeding policy procedures are running better.
Keywords: Policy Implementation, Supplementary Food Delivery, Malnutrition

51
Fadilah, 2019

PENDAHULUAN dalam urutan waktu tertentu (Bambang,


Implementasi kebijakan merupakan 1994).
bentuk penyelenggaraan aktifitas yang telah Saat ini di dalam era globalisasi dimana
ditetapkan berdasarkan undang-undang dan terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan,
menjadi kesepakatan bersama diantara Indonesia menghadapi permasalahan gizi
beragam pemangku kepentingan ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang
(stackholder), actor organisasi (public atau yang pada umumnya disebabkan oleh
private). Prosedur dan tekhnik secara sinergi kemiskinan, kurangnya persediaan pangan,
yang digerakkan untuk bekerja sama guna kurang baiknya kualitas lingkungan,
menerapkan kebijakan kearah yang kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
dikehendaki (Wahab, 2012) gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang
Masalah gizi merupakan masalah disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
yang ada di tiap-tiap negara, baik negara lapisan masyarakat tertentu disertai dengan
miskin, negara berkembang dan negara maju. kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azwar,
Negara miskin cenderung dengan masalah 2004)
gizi kurang, hubungan dengan penyakit Gizi memiliki peran yang sangat
infeksi dan negara maju cenderung dengan penting untuk siklus hidup manusia,
masalah gizi lebih (Notoatmodjo, 2003) khususnya perkembangan anak. Kekurangan
Pemberian Makanan Tambahan gizi yang terjadi dimasa kehamilan pada
(PMT) adalah upaya memberikan tambahan seorang ibu juga merupakan ancaman akan
makanan dan untuk menambah asupan gizi terjadinya gizi kurang bahkan lebih parahnya
untuk mencukupi kebutuhan gizi agar terjadi kasus gizi buruk pada anak yang
tercapainya status gizi yang baik. Makanan dilahirkan. Kekurangan gizi akan
memegang peranan penting dalam tumbuh menimbulkan gangguan pertumbuhan dan
kembang anak, karena anak yang sedang perkembangan pada bayi dan anak yang
tumbuh kebutuhannya berbeda dengan orang apabila tidak diatas sedini mungkin akan
dewasa. berdampak hingga dewasa.
Implementasi kebijakan merupakan Diantara 33 provinsi di Indonesia,19
suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-
tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu

52
Fadilah, 2019
berkisar antara 21,2 persen sampai dengan memiliki kasus gizi buruk tertinggi pada
33,1 persen. Urutan ke 19 provinsi tersebut tahun 2017 diantara kabupaten-kabupaten
dari yang tertinggi sampai terendah adalah (1) lain yang berada di Sulawesi barat.
Nusa Tenggara Timur; (2) Papua Barat; (3) Salah satu program yang adalah di
Sulawesi Barat; (4) Maluku; (5) Kalimantan daerah Sekadau adalah Program pemberian
Selatan; (6) Kalimantan Barat; (7) Aceh; (8) makanan bergizi pada anak usia 4-5 tahun di
Gorontalo; (9) Nusa Tenggara Barat; (10) TK Santa Gema Kabupaten Sekadau, yang
Sulawesi Selatan; (11) Maluku Utara; (12) telah disusun oleh pihak sekolah dan
Sulawesi Tengah; (13) Sulawesi Tenggara; bekerjasama dengan orang tua murid dalam
(14) Kalimantan Tengah; (15) Riau; (16) alokasi waktu pemberian makanan serta
Sumatera Utara; (17) Papua, (18) Sumatera menyusun menu makanan yang akan di
Barat dan (19) Jambi. (Riskesdas, 2013) berikan kepada anak-anak melalui rapat
Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat tahunan yang diadakan oleh pihak sekolah.
tiga provinsi yang memiliki prevalensi gizi Program pemberian makanan bergizi pada
buruk-kurang sudah mencapai sasaran yaitu: anak usia 4-5 tahun di TK Santa Gema
(1) Bali, (2) DKI Jakarta, (3) Bangka Kabupaten Sekadau bertujuan untuk
Belitung. Berdasarkan standar WHO, mengenalkan makanan bergizi yang dapat
Masalah kesehatan masyarakat dianggap menyehatkan tubuh anak, selain itu mengajak
serius bila prevalensi gizi buruk-kurang anak untuk mandiri pada saat makan,
antara 20,0-29,0 %, dan dianggap prevalensi misalnya membiasakan anak untuk menyuap
sangat tinggi bila ≥30 %. Pada tahun 2013, makanannya sendiri, kemudian membiasakan
secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang anak untuk membuka botol minumannya
pada anak balita sebesar 19,6 persen, yang sendiri dan minum sendiri. Selain mengajak
berarti masalah gizi berat-kurang di anak untuk mandiri pada saat makan program
Indonesia masih merupakan masalah pemberian makanan bergizi juga
kesehatan masyarakat mendekati prevalensi mengenalkan alat-alat makanan dan
tinggi. Diantara 33 provinsi, terdapat tiga mengunakanya pada anak-anak (Flora, 2016)
provinsi termasuk kategori prevalensi sangat Tujuan penelitian ini adalah
tinggi, yaitu Sulawesi Barat, Papua Barat dan menganalisis implementasi kebijakan
Nusa Tenggara Timur. Kabupaten pemberian makanan tambahan bagi balita
Pasangkayu merupakan kabupaten yang gizi buruk terhadap jumlah kasus gizi buruk

53
Fadilah, 2019
yang ada di wilayah kabupaten pasangkayu dalam catatan lapangan, transkrip
pada tahun 2017. wawancara, dan catatan dokumentasi dari
lapangan penelitian (Bogdan, 1993)
BAHAN DAN METODE Teknik analisis data yang digunakan
Lokasi dan Rancangan Penelitian dalam penelitian ini adalah analisis konten
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten dengan menggunakan langkah-langkah
Pasangkayu Provinsi Sulawesi Barat. Jenis seperti yang dikemukakan oleh (Bungin,
penelitian yang digunakan dalam penelitian 2003), yaitu sebagai berikut : Pengumpulan
ini adalah penelitian kualitatif dengan metode Data (Data Collection), Reduksi Data (Data
pendekatan observasi dan study kasus. Reduction), Display Data, Verifikasi dan
Pengambilan Sampel Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing
Pengambilan sampel dalam penelitian and Verification).
ini menggunakan snowball sampling. HASIL
Informan utama dalam penelitian ini adalah Penelitian ini berorientasi pada proses
Kepala Seksi Gizi KIA pada Kesehatan implementasi kebijakan pemberian makanan
Kabupaten Pasangkayu, Keluarga yang tambahan yaitu 1). Aktor dalam hal ini adalah
memiliki balita gizi buruk, serta Petugas petugas kesehatan yang melaksanakan
Kesehatan yaitu tenaga pelaksana gizi yang pelayanan kesehatan terhadap anak balita
bertugas dipuskesmas. yang mengalami gizi buruk di kabupaten
Metode Pengumpulan Data pasangkayu, 2). Organisasi dalam hal ini
Pengumpulan data penelitian dilakukan adalah organisasi pemerintah daerah yaitu
dengan cara wawancara mendalam (indepth dinas kesehatan terkait fungsinya dalam
interview) kepada informan. penyelenggaraan program pemberian
Analisis Data makanan tambahan, 3). Prosedur pelaksanaan
Data dalam penelitian ini pada program pemberian makanan tambahan..
hakekatnya berwujud kata-kata, kalimat- Dari hasil wawancara dari beberapa
kalimat, atau paragraf-paragraf dalam bentuk informan yang menyatakan bahwa aktor
narasi yang mendeskripsikan mengenai dalam hal ini adalah petugas kesehatan :
situasi, peristiwa, interaksi, pernyataan “.. Bagus bu. Bidannya biasa antar kalau
pandangan atau pendapat dan perilaku dari sakit anak-anak biasa dia uruskan juga kartu
subjek penelitian sebagaimana terangkum keluarga. Malahan kalau ada yang tidak ada

54
Fadilah, 2019
kartu kis nya. Bidannya biasa yang bayarkan “..Yang saya tau perkembangan bayi tidak
pertamanya.. (AMRN). ada..” (KHR 40 tahun).
“..Iya bidan desa nya selalu datang kasi “..Tau begitu saja, tapi pengertian luasnya
informasi, dia biasa campurkan susunya tidak tau (SMRN 23 tahun)
(bahan makanan tambahannya)…” (RBH 45 “..Tidak Tau bu. Cuma dikasi bilang bidan
tahun) anakku kena gizi buruk..” (YT 34 tahun).
“..Iye bagus bu itu ji dewi sering kemari
1bulan biasa 2kali datang..” (DRMS, 27 Untuk pengetahuan masyarakat
tahun). mengenai Makanan Tambahan hasil
“..Iya sering kemari, kadang sebulan ada. wawancara dengan informan sebagai berikut
Kadang kalau tidak sempat keposyandu :
mereka datang kunjungi.. “ (KHR 40 tahun). “..Tidak tau saya bu, Cuma saya tau ini
“..Bagus ji. Selalu di kontrol sama bidan biskuit dikasi sama bidan ini saja.. “ (SK 24
desa, dikunjungi kemari… “ (SMRN 23 tahun).
tahun) “..Saya Cuma tau dikasi biskuit sama susu..”
“..Bagus bu. Bidan selalu ji datang liat anak (YSRN, 53 tahun)
ini..” (YT 34 tahun). “..Hehee yang bagaimana itu.. Saya tidak
mengerti pengertiannya..” (AMRN).
Untuk pengetahuan masyarakat “..Tidak tau. Dikasi minum susu cap enak tdk
mengenai gizi buruk hasil wawancara dengan mencret ji apa Cuma itu na suka karena
informan sebagai berikut : manis kalau yang itu dikasi bidan tidak na
“..ye'.. Tidak tau bu, apa ini anak gizi buruk suka karena tidak manis..” (RBH 45 tahun).
ji di bilang bidan. Apa sy sibuk di dapur “..Tidak tau bu…” (DRMS, 27 tahun).
memasak, ini anak minum ji susu terus tapi Dari wawancara kepala seksi Gizi Kia
begitu mi kadang na kasi habis kadang na Dinas Kesehatan terkait Fungsi Organisasi
buang ji, (YSRN 53 tahun). dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan bahwa
“..Hehee.. Iye tau begitu ji..” (AMRN). organisasi sudah menjalankan fungsinya
“..Tidak tau. Kena gizi buruk ini karena tidak dengan baik mulai dari perencnaan,
mau menetek.. (RBH 45 tahun). pelaksanaan, pencatatan pelaporan serta
“..Nda tau tentang gizi buruk. Itu ji waktunya evaluasi kegiatan program pemberian
dewi kemari kasi susu..” (DRMS 27 tahun). makanan tambahan berjalan dengan baik.

55
Fadilah, 2019
“..ee dinas kesehatan Sangat berperan dalam dilapangan. nahh.. Kalau susu tetap melalui
penyusunan RPJMD sehingga mendapat pengadaan di dinas kesehatan sesuai
anggaran untuk pengadaan Pemberian prosedur kemudian di ampra digudang
Makanan Tambahan berupa susu formula, farmasi, kemudia petugas gizi puskesmas
karena kalau Cuma biskuit tidak efektif. Ada yang ampra ke gudang farmasi sesuai jumlah
anak-anak yang suka biskuit ada yang tidak kasus gizi kurang dan gizi buruknya..” (MRN
suka, begitu juga susu, ada anak yang suka 37 tahun)
ada yang tidak suka tapi mau ji makan Dari wawancara informan diatas
biskuit. Pencatatan, pelaporan dan menyatakan bahwa prosedur kegiatan
pemantauan kasus gizi buruk juga selalu ji program pemberian makanan tambahan
dilakukan, mengenai SK Bupati untuk sudah berjalan dengan baik.
kegiatan pengadaan susu itu memang tidak PEMBAHASAN
ada, tetapi kan sudah tertuang ji di RPJMD Dalam penelitian ini menunjukkan
hanya itu mi saja, pola asuh orang tuanya Actor pada setiap kebijakan ada aktor atau
yang masih kurang baik, tidak terampil ki pelaku pelaksana kebijakan, dalam hal ini
yaah mungkin karena latar belakang petugas kesehatan selaku pelaksana kegiatan
pendidikannya juga..” (MRN 37 Tahun) sudah menjalankan tugas pokok dan
Selain itu, hasil wawancara terkait fungsinya atau dapat dikatakan dapat
proses analisis kebijakan dalam hal ini berperan baik dalam tugasnya sebagai
prosedur pelaksanaan kebijakan pemberian petugas kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari
makanan tambahan menyatakan bahwa : menurunnya kasus gizi buruk pada 3 tahun
“..Kalau untuk PMT yang biskuit sejak terakhir, namun hal ini masih menjadi
pertengahan tahun 2017 sampai sekarang masalah ketika kasus gizi buruk masih tetap
sudah dipihak ketigakan, jadi orang pusat ada. Pada tahun 2017 jumlah kasus gizi buruk
langsung mengirim lewat Pos ke masing- sebanyak 9 kasus dengan status membaik
masing puskesmas. sudah tidak mengacu di sebanyak 7 kasus, dan 2 masih dalam
juknis PMT yang tahun 2017 itu, kalau perawatan. Peneliti sebelumnya, (Handayani,
evaluasinya juga untuk pemantauan gizi 2008) melihat bahwa dalam pelaksanaan
buruk tidak seperti yang itu di juknis, tapi ada program PMT-anak balita di puskesmas
ji tabel-tabelnya itu laporan khusus memerlukan suatu masukan (input) berupa
pemantauannya petugas kesehatan tenaga. Namun dalam operasionalnya tenaga

56
Fadilah, 2019
yang ada harus sesuai dengan kebutuhan yang pemberian paket PMT menurun menjadi 6
diperlukan, kuantitas maupun kualitasnya. balita (7,89%). Status gizi kurang sebelum
Peneliti tersebut menemukan hasil PMT berjumlah 48 balita (62,16%) setelah
bahwa aktor dalam hal ini Tenaga adalah pemberian paket PMT meningkat menjadi 57
orang yang bertanggung jawab dan balita (75%) karena ada perubahan status gizi
mengkoordinir program PMT-anak balita dari status gizi buruk meningkat menjadi
sasaran program di wilayah kerja Puskesmas status gizi kurang mengalami peningkatan
Mungkid. Tenaga yang bertanggung jawab sejumlah 15 balita (11,84%), status gizi baik
atas terlaksananya program PMT-anak balita sebelum pemberian paket PMT berjumlah 7
adalah petugas gizi di Puskesmas Mungkid. balita (9,21%) dari 76 balita setelah
Hasil penelitian memberikan informasi pemberian paket PMT-anak balita meningkat
bahwa. Dalam pelaksanaan PMT, Tenaga dengan jumlah 13 balita (17,11) karena ada
Pelaksana Gizi (TPG) puskesmas dan bidan perubahan status gizi dari gizi kurang
di desa bertugas melaksanakan pembinaan menjadi gizi baik meningkat dengan jumlah 6
teknis lapangan. tenaga atau petugas balita (7,9%).
puskesmas sebagai pelaksana program PMT- Wilayah kerja kabupaten pasangkayu
anak balita cukup memadai kualitasnya pelaksanaan program pemberian makanan
karena petugas gizi puskesmas sebagai tambahan bagi balita memang sudah cukup
penanggung jawab program PMT-Balita baik, dengan melihat pelayanan yang
telah mendapatkan pelatihan tentang program diberikan petugas kesehatan yang telah sesuai
PMT. Tujuan dari program PMT adalah prosedur bagi balita gizi buruk, namun dalam
mempertahankan dan meningkatkan status hal pemberian informasi dan sosialisasi
gizi balita dari keluarga miskin. Perubahan mengenai bahaya dan apa itu gizi buruk serta
status gizi anak balita setelah mendapatkan pentingnya pemberian makanan tambahan
paket PMT-anak balita di Puskesmas yang baik bagi balita belum terlaksana
Mungkid Kabupaten Magelang, adanya dengan baik, hal ini karena kurang
perubahan status gizi balita setelah terampilnya petugas dalam hal
mendapatkan paket PMT-anak balita yaitu menyampaikan informasi secara baik sesuai
dari 76 balita penerima paket PMT dengan norma yang berlaku di setiap lingkungan
status gizi buruk sebelum pemberian paket masyarakat yang berbeda-beda dengan
PMT berjumlah 21 balita (27,63%) setelah melihat berbagai suku yang ada di wilayah

57
Fadilah, 2019
kerja kabupaten pasangkayu yang mayoritas luar daerah. Selain itu tingkat pendidikan
pendatang dari luar daerah. Selain itu tingkat serta ekonomi masyarakat yang masih rendah
pendidikan serta ekonomi masyarakat yang juga menjadi masalah. Maka kerjasama lintas
masih rendah juga menjadi masalah. Maka sektor dalam hal ini sangat diperlukan.
kerjasama lintas sektor dalam hal ini sangat Organisasi yang umum kita dengar
diperlukan. Penelitian tersebut dapat adalah sekumpulan orang yang bekerja sama
menggambarkan bahwa aktor sebagai untuk mencapai tujuan bersama (J.R.
pelaksana kebijakan pemberian makana Schermehorn). Pengertian organisasi berbeda
tambahan sudah melaksanakan tugasnya dengan pengertian kelompok, akan tetapi
dengan cukup baik. apabila bila dilihat dari alasan atau sebab
Tugas pokok tenaga pelaksana gizi di sebab orang berkelompok, maka apabila
wilayah kerja puskesmas antara lain : dilihat akan memiliki tujuan bersama maka
Melaksanakan kegiatan pelayanan gizi, kelompok tersebut akan bekerja sama untuk
konsultasi, perencana kebutuhan serta tujuan tersebut. Dinas kesehatan merupakan
penyusunan indeks bahan makanan sesuai organisasi perangkat daerah yang bekerja
aturan yang berlaku. sesuai dengan visi dan misi yang telah
Berdasarkan analisa peneliti, aktor ditetapkan yaitu, Visi Dinas Kesehatan
dalam implementasi kebijakan dalam hal ini Kabupaten “Terwujudnya Masyarakat
adalah petugas kesehatan yang bertugas Mamuju Utara yang Sehat, Sejahtera, Maju
dilapangan memang sudah cukup baik, dan Bermartabat”
namun dalam hal pemberian informasi dan Dinas kesehatan adalah unsur
sosialisasi mengenai bahaya dan apa itu gizi pembantu kepala daerah untuk melaksanakan
buruk serta pentingnya pemberian makanan urusan pemerintah daerah yang menjadi
tambahan yang baik bagi balita belum kewenangan daerah di bidang kesehatan,
terlaksana dengan baik, hal ini karena kurang dinas kesehatan sebagai suatu organisasi
terampilnya petugas dalam menyampaikan pemerintah yang bekerja untuk melanjutkan
informasi secara baik sesuai norma yang visi dan misi yang telah ditetapkan daerah
berlaku di setiap lingkungan masyarakat yang sudah melaksanakan fungsinya dengan baik,
berbeda-beda dengan melihat berbagai suku hal ini dapat dilihat. Dari pelaksanaan
yang ada di wilayah kerja kabupaten program bidang kesehatan yang sudah
pasangkayu yang mayoritas pendatang dari berjalan dengan baik, yang dimulai dari

58
Fadilah, 2019
perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dilaksanakan dengan baik oleh dinas
pencatatan, pelaporan, pengawasan, serta kesehatan. Pencatatan dan pelaporan serta
evaluasi kegiatan pada semua bidang pemantauan juga di dapatkan dari petugas
kesehatan. gizi yang bertugas diwilayah kerja setiap
Program pemberian makanan tambahan puskesmas di kabupaten pasangkayu. Namun
merupakan program pemerintah dalam upaya program pemberian makanan tambahan tidak
pencegahan dan pemulihan gizi kurang dan serta dapat menghapus jumlah gizi buruk di
gizi buruk pada balita dan ibu hamil KEK. daerah kabupaten pasangkayu, hal ini karena
Dalam pelaksanaan program Pemberian kurangnya kerja sama lintas sektor terkait dan
Makanan Tambahan, dinas kesehatan telah kurangnya kegiatan pemberdayaan
melaksanakan fungsinya sebagai mana masyarakat. Terkadang kasus gizi dapat
mestinya, program pemberian makanan berulang, dari kasus gizi buruk pada awalnya
tambahan berupa biskuit yang diadakan oleh menjadi gizi kurang hingga sembuh namun
kementrian kesehatan melalui program setelah lepas dari pantauan tenaga pelaksana
bidang pelayanan kesehatan gizi masyarakat gizi atau bidan desa, kasus gizi dapat kembali
dilaksanakan berdasarkan perencanaan sesuai terjadi pada 1 orang anak. Hal ini tidak lepas
jumlah kasus gizi kurang untuk pencegahan, dari perilaku hidup bersih sehat yang masih
dan pemulihan untuk gizi buruk dan ibu hami kurang di lingkungan masyarakat, kurangna
KEK. Begitupun hal nya dengan program kepedulian orang tua dan aparat desa
pemberian makanan tambahan berupa susu setempat terhadap pola asuh dalam keluarga.
yang diadakan oleh daerah sesuai Maka dari itu sangat lah diperlukan kerjsama
perencanaan khusus jumlah kasus gizi buruk lintas sektor agar kasus gizi buruk di wilayah
di daerah kabupaten pasangkayu secara kabupaten pasangkayu tidak ada lagi.
keseluruhan. Proses analisis kebijakan dalam hal ini
Dalam juknis pemberian makanan pemantauan. Pemantauan merupakan
tambahan tahun 2017 kegiatan yang Prosedur analisis kebijakan guna
seharusnya dilakukan bidang pelayanan menghasilkan informasi tentang penyebab
kesehatan seksi gizi kia adalah pemantauan dan konsekuensi dari kebijakan-kebijakan
dan evaluasi meliputi : pencatatan, pelaporan publik (Ayuningtyas, 2015)
pemantauan dan evaluasi program pemberian Prosedur adalah aturan permainan atau
makanan tambahan. Hal ini telah langkah-langkah aturan yang harus dipatuhi

59
Fadilah, 2019
oleh masing-masing unit dalam rangka kerja mengurangi bahkan meniadakan gizi buruk di
sama melancarkan arus informasi. Prosedur daerah. Actor dalam hal ini sudah bekerja
pada umumnya mencakup kegiatan yang sudah sesuai dengan tupoksi nya bahkan ada
harus dilakukan pada suatu waktu atau yang melebihi kapasitasnya sebagai petugas
periode tertentu atau dengan arah dan tujuan kesehatan dikarenakan kurang pedulinya
tertentu dan sebagainya. (Amsyah, 2005) aparat desa kepada masyarakat yang ada
Prosedur dalam pengadaan dan diwilayah kerjanya. Namun petugas
pelaksanaan program pemberian makanan kesehatan masih kurang mensosialisasikan
tambahan sangat diperlukan untuk menjaga mengenai program pemberian makanan
komposisi bahan dan kandungan gizi yang tambahan bagi balita secara terperinci pada
terkandung di dalamnya agar tetap baik. masyarakat, hal ini dilihat dari masih
Dikabupaten Pasangkayu prosedur program minimnya pengetahuan masyarakat tentang
pemberian makanan tambahan hingga sampai pemberian makanan tambahan dan
pada sasaran telah berjalan dengan baik pentingnya makanan tambahan bagi balita
meskipun tidak lagi sesuai juknis namun hal dilingkungan keluarga. Fungsi organisasi
ini dipandang lebih baik karena barang sudah berjalan dengan baik begitupun
langsung dikirimkan ke puskesmas sehingga prosedur pemberian makanan tambahan
kemungkinan barang tertinggal di gudang hingga sampai pada sasaran, sudah berjalan
dinas kesehatan hingga expire tidak lagi dengan baik. Namun perlu adanya kerjasama
terjadi. lintas sektor untuk mengurangi kasus gizi
KESIMPULAN DAN SARAN buruk dengan kegiatan pemberdayaan
Kami menyimpulkan bahwa Actor masyarakat. Pelatihan bagi tenaga kesehatan
memegang peranan penting dalam untuk tetap memperbarui ilmunya juga perlu
pelaksanaan implementasi kebijakan dilaksanakan mengingat ilmu dalam
pemberian makanan tambahan bagi balita pelayanan kesehatan yang bersifat dinamis
gizi buruk, dimana actor dalam hal ini adalah dan terus berkembang.
para petugas gizi yang bertugas di puskesmas
maupun bidan yang bertugas di desa sebagai DAFTAR PUSTAKA
perpanjangan tangan dinas kesehatan sebagai Amsyah, Z. (2005). Manajemen Sistem
Informasi. Jakarta: PT Gramedia
organisasi pemerintah untuk melaksanakan
Pustaka Utama.
program pemerintah yang bertujuan untuk Ayuningtyas, D. (2015). Kebijakan
Kesehatan : Prinsip dan Praktek.

60
Fadilah, 2019
Azwar, A. (2004). Kecenderungan Masalah Tahun Di Tk Santa Gemma. Jurnal
Gizi dan Tantangan di Masa Depan. Pendidikan dan Pembelajaran, 5(2).
jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Handayani, d. (2008). Evaluasi program
Masyarakat Departemen Kesehatan. pemberian makanan tambahan anak
Bambang, S. (1994). Hukum dan Kebijakan balita. Jurnal Manajemen Pelayanan
Publik. Jakarta: PT. Sinar Grafika. Kesehatan, 11(1), 21-26.
Bogdan, R. C. d. S. K. B. (1993). Riset Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan
Kualitatif Untuk. Pendidikan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
Pengantar ke Teori dan Metode Cipta.
(Munandir Ed.). Jakarta: PT Pustaka Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar
Binaman Pressindo. Nasional. Jakarta: Badan Litbang.
Bungin, B. (2003). Analisis Data Kualitatif. Wahab. (2012). Analisi Kebijakan dari
Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Formulasi ke Implementasi
Jakarta. Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Flora, dkk. (2016). Analisis Pemberian Bumi Aksara.
Makanan Bergizi Pada Anak Usia 4-5

61

Anda mungkin juga menyukai