Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

Pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH)


Metodologi Pekerjaan

2.1. PENDEKATAN POLA PANGAN HARAPAN

D alam melakukan penilaian terhadap konsumsi energi dan protein secara agregat,
digunakan standar/Angka Kecukupan Gizi (AKG) hasil Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi (WNPG). WNPG VIII tahun 2004 dan IX tahun 2008 menganjurkan AKG di
tingkat konsumsi pangan sebesar 2.000 kilokalori/kapita/hari dan 52 gram/kapita/ hari. AKG
tersebut mengalami penyesuaian dalam WNPG X tahun 2012, dan telah ditetapkan dalam
Permenkes Nomor 75 tahun 2013 sebesar 2.150 kilokalori/kapita/hari dan 57
gram/kapita/hari. Untuk keperluan perencanaan dan evaluasi, AKG tersebut perlu
diterjemahkan dalam satuan yang dikenal oleh para penyelenggara pangan menjadi volume
bahan pangan atau kelompok pangan. PPH merupakan manifestasi konsep Gizi Seimbang
yang didasarkan pada konsep Triguna Makanan. Keseimbangan jumlah antar kelompok
pangan merupakan syarat terwujudnya keseimbangan gizi. PPH merupakan susunan pangan
yang benar-benar menjadi harapan baik di tingkat konsumsi maupun ketersediaan, serta

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-1
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

dapat digunakan sebagai pedoman perencanaan dan evaluasi ketersediaan dan konsumsi
pangan penduduk.

2.1.1. KETERSEDIAAN PANGAN


Penyediaan pangan yang cukup di suatu wilayah dapat dijadikan indikator tingkat
pemenuhan konsumsi pangan masyarakat. Tingkat ketersediaan pangan dapat diketahui dari
Neraca Bahan Makanan (NBM)/Food Balance Sheet. Dalam NBM disajikan angka rata-rata
jumlah jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita per tahun
serta perkapita per hari pada kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ke X Tahun 2012,
ditetapkan Angka Kecukupan Energi pada penyediaan kalori minimal 2.400 kkal/kapita/hari
dan penyediaan protein minimal 63 gr/kapita/hari.
Pada umumnya, telah diketahui bahwa lima kelompok zat gizi selain air yang essensial
diperlukan tubuh manusia adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral. Berbagai
zat gizi ini disediakan oleh beragam pangan yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi.
Sejumlah golongan pangan yang tersusun secara seimbang akan mampu memenuhi
kebutuhan zat gizi. Golongan pangan tersebut mencakup :
1. Padi-padian, meliputi beras, jagung, terigu, dan hasil olahannya.
2. Umbi-umbian atau pangan berpati, meliputi ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, sagu dan
hasil olahanya.
3. Pangan hewani meliputi ikan, daging, telur, susu, dan hasil olahanya.
4. Minyak dan lemak, meliputi minyak kelapa, minyak jagung, minyak goreng kelapa sawit
dan margarin.
5. Buah dan biji berminyak, meliputi mete, kelapa, kenari, kemiri dan cokelat.
6. Kacang-kacangan, meliputi kacang kedelai, kacang tanah, kacang tunggak, kacang
polong.
7. Gula, meliputi gula pasir, gula merah/mangkok, dan sirup.
8. Sayuran dan buah-buahan, meliputi semua jenis sayuran dan buah-buahan.
9. Lain-lain, meliputi bumbu-bumbu.

2.1.2. DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN


Selain jumlahnya, ketersediaan dan konsumsi pangan juga harus memperhatikan tingkat
keseimbangan dan keragaman antar jenis bahan pangan/gizi. Upaya perbaikan menu makan
rakyat merupakan salah satu kebijaksanaan pemerintah yang tertuang dalam INPRES
No.14/1974 yang kemudian disempurnakan dengan KEPPRES No.20/1974 dan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Untuk mendukung kebijaksanaan tersebut Departemen Pertanian dalam PJP telah
menetapkan salah satu program utama di dalam pembangunan pertanian adalah Program
Diversifikasi Pangan Dan Gizi. Program ini diarahkan untuk mencapai kecukupan gizi dan
kesejahteraan keluarga secara menyeluruh. Sejalan dengan maksud tersebut maka sasaran
yang ingin dicapai dalam jangka menengah dan jangka panjang adalah meningkatkan
konsumsi berbagai jenis pangan selain beras seperti kacangkacangan, buah-buahan, sayuran,
ikan, daging, telur dan susu. Dengan meningkatkan keragaman konsumsi pangan maka

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-2
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

kebutuhan beras sebagai sumber energi dan protein dapat berangsur-angsur dikurangi
(Hadiwigeno,1988).
Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor
utama yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pola
konsumsi pangan adalah produksi pangan yang erat kaitannnya dengan ketersediaan
pangan, daya jangkau ekonomi (daya beli) dan faktor sosial budaya yang berlaku di
masyarakat. Sedangkan faktor interrnal berupa keadaan fisiologi tubuh, umur serta tingkat
aktifitas masyarakat. Kedua faktor tersebut secara simultan akan mempengaruhi terhadap
preperensi seseorang atau masyarakat dalam menentukan pilihan bahan pangan yang akan
dikonsumsi. Berdasarkan Rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi ke X Tahun 2012,
ditetapkan Angka Kecukupan Energi pada konsumsi kalori minimal 2.150 kkal/kapita/hari
dan protein minimal 57 gr/kapita/hari.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia. Termasuk di dalam pengertian pangan adalah bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman. Pengertian pangan di atas
merupakan definisi pangan yang dikeluarkan oleh badan dunia untuk urusan pangan, yaitu
Food and Agricultural Organization (FAO). Berkaitan dengan kebijakan ketahanan pangan,
pengertian pangan dikelompokkan berdasarkan pemrosesannya, yaitu: 1) Bahan makanan
yang diolah, yaitu bahan makanan yang dibutuhkan proses pengolahan lebih lanjut, sebelum
akhirnya siap untuk dikonsumsi. Pemrosesan di sini berupa proses pengubahan bahan dasar
menjadi bahan jadi atau bahan setengah jadi untuk tujuan tertentu dengan menggunakan
teknik tertentu pula. Contoh bahan makanan olahan adalah nasi, pembuatan sagu,
pengolahan gandum, pengolahan singkong, pengolahan jagung, dan lain sebagainya. Bahan
makanan yang tidak diolah, yaitu bahan makanan yang langsung untuk dikonsumsi atau
tidak membutuhkan proses pengolahan lebih lanjut. Jenis makanan ini sering dijumpai untuk
kelompok buah-buahan dan beberapa jenis sayuran. Bahan baku pangan secara umum
dapat dikatakan untuk diolah lebih lanjut ataupun dapat langsung dikonsumsi (tanpa diolah).
Dalam proses pengolahan ini juga dibutuhkan bahan tambahan, berupa bumbu masak,
bahan-bahan penyedap, dan bahan-bahan lainnya yang berfungsi untuk pelengkap penyajian
makanan. Pengertian pangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini atau sesuai dengan
kontek ketahanan pangan nasional difokuskan pada jenis pangan yang mendominasi
kandungan karbohidrat. Jenis makanan atau pangan yang dimaksudkan terdiri atas beras,
jagung, ketela, singkong, jenis ubi-ubian, dan jenis ketela.
Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari satu
jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan, diversifikasi memiliki dua makna,
yaitu diversifikasi tanaman pangan dan diversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk
diversifikasi tersebut masih berkaitan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan.
Apabila diversifikasi tanaman pangan berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok
tanam, maka diversifikasi konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi
masyarakat dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan. Menurut Riyadi (2003),
diversifikasi pangan merupakan suatu proses pemilihan pangan yang tidak hanya tergantung
pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam pilihan (alternatif) terhadap berbagai
bahan pangan.

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-3
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

Pertimbangan rumah tangga untuk memilih bahan makanan pokok keluarga di dasarkan
pada aspek produksi, aspek pengolahan, dan aspek konsumsi pangan. Penganekaragaman
pangan ditujukan tidak hanya untuk mengurangi ketergantungan akan jenis pangan tertentu,
akan tetapi dimaksudkan pula untuk mencapai keberagaman komposisi gizi sehingga mampu
menjamin peningkatan kualitas gizi masyarakat. Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal
baru dalam peristilahan kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep
tersebut telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar. Kasryno, et al
(1993) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan
perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan
distribusi. Pakpahan dan Suhartini (1989) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi
pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi
pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Kedua penulis
tersebut menterjemahkan konsep diversifikasi dalam arti luas, tidak hanya aspek konsumsi
pangan tetapi juga aspek produksi pangan. Pakpahan dan Suhartini (1989) menetapkan
konsep diversifikasi hanya terbatas pangan pokok, sehingga diversifikasi konsumsi pangan
diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan
konsumsi bahan pangan non-beras.

2.1.3. PENGEMBANGAN POLA KONSUMSI PANGAN


Pola konsumsi merupakan cara mengkombinasikan elemen konsumsi dengan tingkat
konsumsi secara keseluruhan (Magrabiet al., 1991). Dalam hal ini konsumsi didefinisikan
sebagai penggunaan komoditi-komoditi oleh rumah tangga. Menurut Kyrk (1933)
sebagaimana dikutip oleh Magrabi, et al. (1991), terdapat 3 (tiga) cara untuk menjelaskan
tigkat konsumsi, yaitu : (1) berdasarkan jenis atau macam dan jumlah barang dan jasa yang
dikonsumsi rumah tangga; (2) menurut pengelompokan penggunaan komoditi; dan (3)
menurut nilai (pengeluaran) dari komoditas yang dikonsumsi. Berdasar kategori
konvensional, barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga dikelompokkan ke dalam
konsumsi pangan, perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan dan rekreasi.
Pola Konsumsi Pangan, adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan
makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi/dimakan penduduk dalam
jangka waktu tertentu. Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998,
telah disusun Dasar Pengembangan Pola Konsumsi Pangan dalam rangka penganekaragaman
pangan dengan menetapkan 2.200 Kkal per kapita per hari di tingkat konsumsi dan 2.500
Kkal per kapita per hari untuk tingkat ketersediaan sebagai Angka Kecukupan Energi (AKE)
Tingkat Nasional. Untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat baik nasional maupun
regional, AKE tersebut perlu diterjemahkan ke dalam satuan yang lebih dikenal oleh para
perencana pengadaan pangan atau kelompok bahan pangan.
Penganekaragaman pangan dapat dilihat dari komponen-komponen sistem pangan, yaitu
penganekaragaman produksi, distribusi dan penyediaan pangan serta konsumsi pangan.
Dalam hal konsumsi pangan permasalahan yang dihadapi tidak hanya mencakup
keseimbangan komposisi, namun juga masih belum terpenuhinya kecukupan gizi. Selama ini
pangan yang tersedia baru mencukupi dari segi jumlah dan belum memenuhi keseimbangan
yang sesuai dengan norma gizi. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengukur keberhasilan
upaya diversifikasi baik di bidang produksi, penyediaan dan konsumsi pangan penduduk

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-4
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

diperlukan suatu parameter. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai
tingkat keanekaragaman pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). Dengan PPH diketahui
tidak hanya pemenuhan kecukupan gizi tetapi sekaligus juga mempertimbangkan
keseimbangan gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat,
kuantitas dan kemampuan daya beli. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan
penduduk berdasarkan skor pangan, dimana semakin tinggi skor pangan maka semakin
beragam dan semakin baik komposisinya. Selama ini informasi tentang situasi pangan atau
pola konsumsi pangan baru mencakup pangan pokok saja, sehingga belum bisa memberikan
gambaran lengkap tentang kualitas konsumsi pangan penduduk.

2.1.4. POLA PANGAN HARAPAN (PPH)


Pola Pangan Harapan (PPH) adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi
dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. PPH berarti susunan beragam
pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari 9 kelompok pangan
dengan mempertimbangkan segi daya terima, ketersediaan pangan,
ekonomi, budaya dan agama. Dengan demikian PPH menunjukkan tingkat keragaman, mutu
dan keseimbangan gizi ketersediaan/konsumsi pangan penduduk Pada pertemuan para ahli
bidang pangan dan gizi yang diselenggarakan oleh FAO-RAPA di Bangkok tahun 1989,
dikemukakan bahwa susunan hidangan makanan yang dianggap baik adalah apabila ia
mengandung 10 – 12 % energi dari protein, 20 – 25 % dari lemak dan sisanya 63 –70 % dari
karbohidrat. Dalam kaitan itu, dalam pertemuan FAO-RAPA tersebut juga menghasilkan
suatu susunan pola pangan yang disebut “Desirable Dietary Pattern (DDP)”. PPH atau
Desirable Dietary Pattern adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi
dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya.
Pola pangan versi FAO-RAPA ini nampaknya belum cocok bila diterapkan langsung di
Indonesia karena porsi energi dari hewani sangat tinggi yaitu 20 %. Oleh karena itu pola
tersebut perlu dimodifikasi, disesuaikan dengan kondisi di Indonesia yang tidak memerlukan
lemak setinggi ukuran tersebut, tetapi cukup apabila energi dari lemak sekitar 18 – 20 % dan
energi dari protein sekitar 10 – 12 %, sedangkan sisanya sekitar 66 – 72 % disediakan oleh
karbohidrat. Berkenaan dengan itu sumbangan energi dari pangan hewani cukup sekitar 15
%, tidak perlu sampai 20 % yang justru dapat menimbulkan kemungkinan meningkatnya
masalah gizi lebih.
Atas dasar modifikasi Desirable Dietary Pattern (DDP) tersebut maka untuk Indonesia
disusunlah patokan pola pangan yang serupa dengan istilah “Pola Pangan Harapan (PPH)”
dengan susunan komposisi, bobot dan skor seperti pada Tabel 1.

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-5
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

Tabel 1. Komposisi, Bobot dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

Komposisi di atas adalah hasil penyempurnaan PPH dan Skor PPH yang dilakukan oleh Badan
Urusan Ketahanan.
Pangan Departemen Pertanian pada tahun 2001, disesuaikan dengan Angka Kecukupan
Energi berdasarkan WNPG X tahun 2012 yaitu 2.400 kal. Dengan komposisi bahan makanan
seperti diatas, pada tahun 2020 diharapkan dapat mencapai skor PPH sebesar 100. Sahardjo
(1992) menyatakan bahwa dengan adanya PPH maka perencanaan produksi dan penyediaan
pangan dapat didasarkan pada patokan pengambangan komoditas seperti yang telah
dirumuskan PPH untuk mencapai sasaran kecukupan pangan dan gizi penduduk. Dengan PPH
perencanaan di sektor pertanian diharapkan akan dapat mengetahui berapa besarnya
pangan yang dibutuhkan oleh penduduk. Pola Pangan Harapan (PPH) juga dapat
memberikan patokan bagi perencanaan di bidang pangan yang harus ditingkatkan produksi
dan keragamannya.
PPH pertama kali diperkenalkan oleh FAO-RAPA pada tahun 1988, yang kemudian
dikembangkan oleh departemen pertanian Republik Indonesia melalui tahap workshop yang
diselenggarakan Departemen Pertanian bekerja sama dengan FAO. Tujuan utama
penyusunan PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan yang
dianjurkan, yang terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi
dan sesuai cita rasa.
Awalnya PPH untuk kawasan Asia Pasifik dikembangkan berdasarkan data pola pangan (pola
ketersediaan pangan) dari neraca bahan pangan karena bahan inilah yang mudah tersedia
dan tersedia secara berkala setiap tahun. Sementara data konsumsi pangan dari berbagai
negara di kawasan Asia Pasifik tidak tersedia secara terbuka. Melalui pendekatan PPH,
keadaan perencanaan penyediaan dan konsumsi pangan penduduk diharapkan tidak hanya
dapat memenuhi kecukupan gizi (Nutritional Adequacy), tetapi sekaligus
mempertimbangkan keseimbangan gizi (Nutritional Balance) yang didukung oleh cita rasa
(Palatability), daya cerna (Digestability), daya terima masyarakat (Acceptability), kuantitas
dan kemampuan daya beli (Affortability).
Pola pangan harapan (PPH) atau desirable dietary pattern (DDP) adalah susunan beragam
pangan yang didasarkan pada sumbangan energy tiap kelompok pangan (baik secara absolut
maupun relatif) dari suatu pola ketersedian dan konsumsi pangan. FAO – RAPA (1989)

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-6
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

mendefinisikan PPH sebagai komposisi dari kelompok – kelompok pangan utama yang ketika
disiapkan untuk dikonsumsi sebagai makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori akan
memberikan semua zat gizi dalam jumlah yang mencukupi. Pola Pangan Harapan (PPH)
merupakan penilaian kualitas konsumsi pangan berdasarkan keragaman dan keseimbangan
komposisi energi dapat dilakukan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH
merupakan kumpulan beragam jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan
untuk memenuhi kebutuhan energidan zat gizi pada komposisi yang seimbang (Hardinsyah,
2001).

2.2. METODOLOGI PEKERJAAN


Skor PPH digunakan untuk mengetahui kualitas pangan dilihat dari keragamannya pola
pangan, biasanya untuk menilai kualitas dari sisi ketersediaan pangan. (Suyatno, 2009). Cara
Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Untuk menghitung PPH, dapat mengikuti
langkah langkah di bawah ini: (Suyatno,2009)
1. Mengelompokkan jenis pangan ke dalam delapan kelompok pangan.
2. Menghitung jumlah energi masing-masing kelompok pangan dengan DKBM (Daftar
Komposisi Bahan Makanan).
3. Menghitung persentase masing-masing kelompok pangan terhadap total energi per
hari.
4. Skor PPH dihitung dengan mengalikan persen energi dari kelompok pangan dengan
bobot.

Kriteria (Suyatno,2009) Kriteria Skor PPH sebagai berikut: Skor PPH < 78 : Segitiga Perunggu
Skor PPH 78- 88 : Segitiga Perak Skor PPH > 88 : Segitiga Emas. Semakin tinggi skor PPH,
konsumsi pangan semakin beragam dan bergizi seimbang. Jika skor konsumsi pangan
mencapai 100, maka wilayah tersebut dikatakan tahan pangan.
Data yang digunakan dalam penghitungan skor PPH adalah data jumlah konsumsi
energi per kelompok pangan. Proporsi konsumsi energi untuk masing-masing
kelompok hasil kesepakatan Deptan tahun 2001 yaitu : (1) Padi-padian 50%, (2)
Umbi-umbian 6%, (3) Pangan hewani 12%, (4) Minyak dan lemak 10%, (5) Buah dan
biji berminyak 3%, (6) Kacang-kacangan 5%, (7) Gula 5%, (8) Sayur dan buah 6%,
serta (9) Lain-lain (bumbu) 3%. Selanjutnya, berdasarkan hasil perkalian antara
proporsi energi dari masingmasing kelompok pangan dengan masing-masing
pembobotnya diperoleh skor PPH. Dalam konsep PPH akan diperoleh skor ideal
sebesar 100, yang artinya kualitas konsumsi pangan penduduk disebut ideal apabila
mempunyai skor PPH sebesar 100.
Dalam penghitungan skor PPH, setiap kelompok pangan diberi bobot yang didasarkan pada
fungsi pangan dalam triguna makanan (sumber karbohidrat/zat tenaga, sumber protein/zat
pembangun, serta vitamin dan mineral/zat pengatur). Ketiga fungsi zat gizi tersebut memiliki
proporsi yang seimbang, masing – masing sebesar 33.3% (berasal dari 100% dibagi 3).
Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut:

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-7
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

a) Untuk kelompok pangan sumber karbohidrat (padi-padian, umbi-umbian, minyak dan


lemak, buah/biji berminyak, dan gula), total kontribusi energi (%AKG) adalah 74%.
Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 0.5 (berasal dari nilai 33.3% dibagi 74%).
b) Untuk kelompok pangan sumber protein (kacang-kacangan dan pangan hewani) dengan
total kontribusi energi 17%, diperoleh bobot 2.0 (berasal dari nilai 33.3% dibagi 17%).
c) Untuk kelompok pangan sumber vitamin dan mineral (sayur dan buah) dengan total
kontribusi energi 6%, diperoleh bobot 5.0 (berasal dari nilai 33.3% dibagi 6%).
d) Kelompok pangan lainnya (aneka minuman dan bumbu) dengan kontribusi energi 3%
akan diperoleh bobot 0.0 yang berasal dari nilai 0% dibagi 3. Bobot 0.0 untuk kelompok
pangan lainnya didasarkan pada pertimbangan bahwa konsumsi bumbu dan minuman
tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Gambar 1.
Pembobotan dalam Kelompok Pangan PPH Susunan Pola Pangan Harapan Nasional

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-8
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

Tabel 1. Susunan Pola Pangan Harapan Nasional*)

Sumber : *) Harmonisasi PPH, Badan Ketahanan Pangan, 2015

1. JENIS DATA KONSUMSI PANGAN


Dalam rangka melaksanakan analisis konsumsi pangan diperlukan beberapa jenis
data yaitu : 1) data konsumsi pangan dan 2) data pendukung pengolahan
A. Data Konsumsi Pangan
Data konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis pangan dan jumlah
pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu
tertentu yang diperoleh melalui survei konsumsi pangan, baik berupa data
primer atau sekunder, sebagai berikut:
1) Data Primer (Survei Konsumsi Pangan)
Secara umum data primer diperoleh melalui survei konsumsi pangan yang
merupakan penjumlahan dari berbagai jenis makanan yang dikonsumsi
seseorang (food intake/asupan makanan), yaitu makan pagi, siang, malam,
termasuk makanan selingan dalam kurun waktu tertentu (24 jam). Jika
pengumpulan data konsumsi pangan lebih dari satu hari maka konsumsi
pangan per hari merupakan jumlah konsumsi pangan menurut jenisnya
masing-masing dibagi dengan jumlah hari survei. Pengumpulan data

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2-9
MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

konsumsi pangan dapat dilakukan melalui metode kuantitatif, antara lain :


(1) food recall method (metode meningat-ingat); (2) food weighing method
(metode penimbangan); (3) food inventory method (metode inventaris); dan
(4) food record method (metode pencatatan). Metode mengingat-ingat
(food recall) merupakan metode yang sering digunakan dalam survei
konsumsi pangan.
2) Data Sekunder (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan salah satu
jenis data sekunder yang digunakan untuk analisis konsumsi pangan. Survei
tersebut dilakukan oleh BPS setiap tahunnya yang terdiri dari data nasional,
provinsi dan kabupaten/kota. Data yang dikumpulkan merupakan data
konsumsi/ pengeluaran rumah tangga, mencakup konsumsi makanan dan
bukan makanan. Untuk konsumsi/ pengeluaran makanan dikumpulkan data
kuantitas dan nilainya, sesuai dengan rincian komoditas yang terdapat pada
kuisioner Susenas.
B. Data Pendukung
Dalam analisis konsumsi pangan, khususnya menggunakan data survei
konsumsi pangan, diperlukan data/instrumen pendukung, antara lain Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM), Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar
Pangan Acuan, Daftar Konversi Perubahan Bentuk, Daftar Konversi Kode
Kelompok Pangan PPH, Daftar Konversi Mentah Masak (MM), serta Daftar
Konversi Penyerapan Minyak.

2. PROSEDUR PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN


Terdapat 10 langkah untuk menghitung skor dan komposisi PPH aktual (susunan
PPH), sebagai berikut :
A. Pengelompokkan pangan
Pangan yang dikonsumsi dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok
pangan yang mengacu pada standar Pola Pangan Harapan (PPH), yaitu
sebagai berikut:

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2 - 10


MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

Tabel 2. Pengelompokkan Pangan

B. Konversi bentuk, jenis, dan satuan


Pangan yang dikonsumsi rumah tangga terdapat dalam berbagai bentuk, jenis
dengan satuan yang berbeda. Oleh karena itu, satuan beratnya perlu diseragamkan
dengan cara mengkonversikan ke dalam satuan dan jenis komoditas yang sama
(yang disepakati) dengan menggunakan faktor konversi sehingga dapat
dijumlahkan beratnya, sebaiknya pangan yang dikonsumsi dikonversi ke dalam
berat mentah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan konversi bentuk,
jenis, dan satuan pangan yang dikonsumsi adalah:

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2 - 11


MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

a. Jika data konsumsi pangan merupakan jenis makanan olahan yang terbuat dari
beberapa jenis bahan pangan, maka uraikan terlebih dahulu menjadi beberapa
jenis pangan tunggal penyusunnya dengan jumlah sesuai satuan berat
masing-masing pangan Misalnya 1 porsi sambal goreng hati bahan
utamanya adalah 8 buah kentang dan 300 gram hati sapi.
b. Jika satuan berat dalam ukuran rumah tangga (URT), maka lakukan konversi
berat setiap jenis pangan dari URT menjadi gram. Misalnya 8 buah kentang
sepadan dengan 400 gram, dengan mengacu pada daftar konversi URT yang
disepakati berlaku di wilayah masing-masing.
c. Jika yang diketahui adalah berat masak, maka perlu dihitung berat mentahnya
dengan cara mengalikan berat masak dengan faktor konversi mentah.
Misalnya 200 gram goreng hati sepadan dengan 200 x 1,5 = 300 gram hati
sapi.
d. Jika pangan diolah menggunakan minyak, maka berat minyak yang diserap
pangan perlu dihitung dengan cara mengalikan berat mentah pangan dengan
faktor persen penyerapan minyak. Misalnya 300 gram hati sapi menyerap
sebanyak 300 x 4,8% = 15 gram minyak goreng.
C. Menghitung sub total kandungan energi menurut kelompok pangan
Pada tahap ini dilakukan penghitungan kandungan energi setiap jenis pangan yang
dikonsumsi dengan bantuan daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Kolom
energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100 gram bagian
yang dapat dimakan (BDD).
Contoh :

Selanjutnya besaran energi setiap jenis pangan dijumlahkan menurut kelompok


pangannya.
D. Menghitung total energi aktual seluruh kelompok pangan
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menjumlahkan total energi dari masing-
masing kelompok pangan, sehingga akan diketahui total energi dari seluruh
kelompok pangan.
Total energi dari 9 kelompok pangan = Energi kelompok padi-padian + umbi-
umbian +................+ energi kelompok lain-lain.

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2 - 12


MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

E. Menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok pangan terhadap total energi
aktual (%)
Pada tahap ini adalah untuk menilai pola/komposisi energi setiap kelompok pangan
dengan cara menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok pangan di bagi
dengan total energi aktual seluruh kelompok pangan dan dikalikan dengan 100%.

CONTOH

F. Menghitung kontribusi energi setiap kelompok pangan terhadap Angka


Kecukupan Energi (%AKE).
Pada tahap ini merupakan langkah untuk menilai tingkat konsumsi energi dalam
bentuk persen (%) dengan cara menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok
pangan terhadap AKE (AKE konsumsi untuk rata-rata nasional tahun 2012 adalah
2.150 kkal/kap/hari)

Contoh :
Kontribusi energi dari kelompok padi-padian terhadap AKE

adalah

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2 - 13


MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

G. Menghitung skor aktual


Pada tahap ini yang dilakukan adalah dengan cara mengalikan kontribusi aktual
setiap kelompok pangan dengan bobotnya masing-masing.

H. Menghitung skor AKE


Pada tahap ini yang dilakukan dengan mengalikan kontribusi AKE (%AKE) setiap
kelompok pangan dengan bobotnya masing-masing

I. Menghitung Skor PPH


Skor PPH aktual dihitung dengan cara membandingkan skor AKE dengan skor
maksimum. Skor maksimum adalah batas maksimum skor setiap kelompok pangan
yang memenuhi komposisi Ideal. Penghitungan skor PPH masing-masing kelompok
pangan dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika skor AKE lebih tinggi dari skor maksimum, maka yang digunakan adalah skor
maksimum.
Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum, makayang digunakan adalah skor
AKE.
Skor PPH setiap kelompok pangan menunjukkan komposisi konsumsi pangan
penduduk pada waktu/tahun tertentu.
Contoh : skor AKE kelompok padi-padian adalah 26,8 dibandingkan dengan skor
maksimum kelompok padi-padian sebesar 25,0 maka skor PPH kelompok padi-
padian sebesar 25,0.
J. Menghitung Total Skor Pola Pangan Harapan.
Total skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang dikenal dengan kualitas konsumsi
pangan adalah jumlah dari skor 9 kelompok pangan, yaitu jumlah dari kelompok
padi-padian sampai dengan skor kelompok lain-lain. Angka ini disebut skor PPH
konsumsi pangan, yang menunjukkan tingkat keragaman konsumsi pangan.

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2 - 14


MANAJEMEN PELAKSANAAN KERJA BAB II

Ruang lingkup kajian ini membutuhkan bukan hanya kemampuan


mengumpulkan data yang baik, tetapi juga desain data dengan elemen
datanya harus dibuat dengan sistimatika yang terstruktur dengan baik serta
rinci. Membangun koneksi dengan sumber data internal Pemerintah Kota
Semarang, institusi eksternal di luar Pemerintah Kota Semarang, dan juga
website resmi baik yang disediakan oleh institusi pemerintah dan institusi
non pemerintah lainnya, menjadi alternatif dalam mengumpulkan data.
Berdasarkan sumber data tersebut informasi penting, kesemua data
tersebut akan dianalisis dengan metoda kajian literatur (on desk research).
Selain dari pada itu, pertemuan tatap muka (face-to-face), wawancara
melalui telepon dan email juga akan dilakukan sebagai masukan pada saat
melakukan analisis dan pembuatan rekomendasi. Karena sebagian besar
data akan diperoleh dari hasil kombinasi dari interview dan desk research,
maka riset akan berdasarkan pada kombinasi dari dua macam kategori data,
yaitu data primer dan data sekunder.

PENYUSUNAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KOTA CILEGON TAHUN 2019 2 - 15

Anda mungkin juga menyukai