Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Pendekatan Teori
Metodologi

2.1. PENDEKATAN TEORI


2.1.1. PENGERTIAN INDUSTRI

I ndustri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Sedangkan Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni
kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir,
dan kelompok industri kecil. Dalam pembangunan industri, pemerintah menetapkan
bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia serta menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus diperuntukan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh
masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.

Pendekatan dan Metodologi II -1


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Konsep yang berkaitan dengan industri adalah sebagai berikut :


1) Bahan mentah adalah semua bahan yang
didapat dari sumber daya alam dan/atau yang
diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas
untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk
industri semen, biji besi untuk industri besi dan
baja.
2) Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat
dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam
industri, misalnya lembaran besi atau baja
untuk industri pipa, kawat, konstruksi
jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah
kapas yang telah dipintal untuk industri
garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku
industri margarine.
3) Barang setengah jadi adalah bahan mentah
atau bahan baku yang telah mengalami satu
atau beberapa tahap proses industri yang
dapat diproses lebih lanjut menjadi barang
jadi, misalnya kain dibuat untuk industri
pakaian, kayu olahan untuk industri mebel dan
kertas untuk barang-barang cetakan.
4) Barang jadi adalah barang hasil industri yang
sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun
siap pakai sebagai alat produksi, misalnya
industri pakaian, mebel, semen, dan bahan
bakar.
5) Rancang bangun industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan
perencanaan pendirian industri dan pabrik
secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
6) Perekayasaan industri adalah kegiatan industri
yang berhubungan dengan perancangan dan
pembuatan mesin atau peralatan pabrik dan
peralatan industri lainnya.

2.1.2. KLASIFIKASI INDUSTRI

2.1.2.1. KLASIFIKASI INDUSTRI VERSI BPS


Klasifikasi industri yang digunakan dalam survei industri pengolahan adalah klasifikasi
yang berdasar kepada International Standard Industrial Classification of all Economic
Activities (ISIC) revisi 4 , yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009.

Pendekatan dan Metodologi II -2


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi
utamanya, yaitu jenis komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu
perusahaan industri menghasilkan 2 (dua) jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang
sama maka produksi utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.

Sedangkan berdasarkan penggolongan pokok dibedakan menjadi 24 (dua puluh empat)


yaitu:
1. Makanan
2. Minuman
3. Pengolahan tembakau
4. Tekstil
5. Pakaian jadi
6. Kulit, barang dari kulit dan alas kaki
7. Kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari
bambu, rotan dan sejenisnya
8. Kertas dan barang dari kertas
9. Pencetakan dan reproduksi media rekaman
10. Produk dari batu bara dan pengilangan minyak bumi
11. Bahan kimia dan barang dari bahan kimia
12. Farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional
13. Karet, barang dari karet dan plastik
14. Barang galian bukan logam
15. Logam dasar
16. Barang logam, bukan mesin dan peralatannya
17. Komputer, barang elektronik dan dan optik
18. Peralatan listrik
19. Mesin dan perlengkapan ytdl
20. Kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer
21. Alat angkutan lainnya
22. Furnitur
23. Pengolahan lainnya
24. Jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.

Pendekatan dan Metodologi II -3


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.2.2. KLASIFIKASI INDUSTRI VERSI SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN


Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri
berdasarkan SK Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai
berikut:
NO KLASIFIKASI INDUSTRI DISKRIPSI
1 Industri Kimia Dasar (IKD) Merupakan industri yang memerlukan: modal yang
besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan
teknologi maju. Adapun industri yang termasuk
kelompok IKD adalah sebagai berikut:
1) Industri kimia organik, misalnya: industri
bahan peledak dan industri bahan kimia
tekstil.
2) Industri kimia anorganik, misalnya: industri
semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.
3) Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk
kimia dan industri pestisida.
Industri selulosa dan karet, misalnya: industri
kertas, industri pulp, dan industri ban.

2 Industri Mesin Logam Dasar dan Industri ini merupakan industri yang mengolah
Elektronika (IMELDE) bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat
atau rekayasa mesin dan perakitan.
Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut:
1) Industri mesin dan perakitan alat-alat
pertanian, misalnya: mesin traktor, mesin
hueler, dan mesin pompa.
2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya:
mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan
motor grader.
3) Industri mesin perkakas, misalnya: mesin
bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin
pres.
4) Industri elektronika, misalnya: radio, televisi,
dan komputer.
5) Industri mesin listrik, misalnya: transformator
tenaga dan generator.
6) Industri keretaapi, misalnya: lokomotif dan
gerbong.
7) Industri kendaraan bermotor (otomotif),
misalnya: mobil, motor, dan suku cadang
kendaraan bermotor.
8) Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang
dan helikopter.
9) Industri logam dan produk dasar, misalnya:

Pendekatan dan Metodologi II -4


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KLASIFIKASI INDUSTRI DISKRIPSI


industri besi baja, industri alumunium, dan
industri tembaga.
10) Industri perkapalan, misalnya: pembuatan
kapal dan reparasi kapal.
11) Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya:
mesin produksi, peralatan pabrik, the blower,
dan kontruksi.
3 Aneka Industri (AI) Industri ini merupakan industri yang tujuannya
menghasilkan bermacammacam barang
kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang
termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1) Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan
pakaian jadi.
2) Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas
angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan
radio.
3) Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi,
sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.
4) Industri pangan, misalnya: minyak goreng,
terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan
kemasan.
5) Industri bahan bangunan dan umum,
misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan
marmer.

4 Industri Kecil (IK) Industri ini merupakan industri yang bergerak


dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi
sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah
tangga, misalnya: industri kerajinan, industri alat-
alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah
(gerabah).

5 Industri pariwisata Industri ini merupakan industri yang menghasilkan


nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya
bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya:
pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan
(misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat
observasi alam, dan museum geologi), wisata alam
(misalnya: pemandangan alam di pantai,
pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan
wisata kota (misalnya: melihat pusat
pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah
pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).

Pendekatan dan Metodologi II -5


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.2.3. KLASIFIKASI BERDASARKAN KRITERIA


Adapun macam-macam industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah sebagai
berikut.
NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI
1 Klasifikasi Industri 1) Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya
Berdasarkan Bahan Baku diperoleh langsung dari alam. Misalnya: industri hasil
pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil
kehutanan.
2) Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih
lanjut hasilhasil industri lain. Misalnya: industri kayu lapis,
industri pemintalan, dan industri kain.
3) Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier.
Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan
untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan,
perdagangan, angkutan, dan pariwisata
2 Klasifikasi Industri 1) Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya
Berdasarkan Produksi diperoleh langsung dari alam. Misalnya: industri hasil
Yang Dihasilkan pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil
kehutanan.
2) Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih
lanjut hasilhasil industri lain. Misalnya: industri kayu lapis,
industri pemintalan, dan industri kain.
3) Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier.
Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan
untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan,
perdagangan, angkutan, dan pariwisata.

Klasifikasi Industri 1) Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan


Berdasarkan Bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian.
Mentah Misalnya: industri minyak goreng, Industri gula, industri
kopi, industri teh, dan industri makanan.
2) Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah
bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan.
Misalnya: industri semen, industri baja, industri BBM
(bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.
3) Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan
yang dapat mempermudah dan meringankan beban
masyarakat tetapi menguntungkan. Misalnya: industri
perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata,
industri transportasi, industri seni dan hiburan.

Klasifikasi Industri 1) Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry),


Berdasarkan Lokasi Unit yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran
Usaha konsumen.
2) Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment
oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati
daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang
memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.

Pendekatan dan Metodologi II -6


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI


3) Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented
industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau ditempat
pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan
Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di
Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak),
dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan
kilang minyak).
4) Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang
didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya:
industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil,
industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan
laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
5) Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain
(footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak
terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan
di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan
pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja.
Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan
industri transportasi.

Klasifikasi Industri 1) Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan
Berdasarkan Proses mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya
Produksi hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri
yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium,
industri pemintalan, dan industri baja.
2) Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah
jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan
dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen.
Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi,
industri otomotif, dan industri meubeler.

Klasifikasi Industri 1) Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-


Berdasarkan Barang Yang mesin atau alat produksi lainnya. Misalnya: industri alat-
Dihasilkan alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.
2) Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang
siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya: industri obat-
obatan, industri makanan, dan industri minuman.

Klasifikasi Industri 1) Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN),


Berdasarkan Modal Yang yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari
Digunakan pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri).
Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata, dan
industri makanan dan minuman.
2) Industri dengan penanaman modal asing (PMA), yaitu
industri yang modalnya berasal dari penanaman modal
asing. Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan,
dan industri pertambangan.
3) Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu

Pendekatan dan Metodologi II -7


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI


industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara
PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif, industri
transportasi, dan industri kertas.

Klasifikasi Industri 1) Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan
Berdasarkan Subjek milik rakyat, misalnya: industri meubeler, industri makanan
Pengelola ringan, dan industri kerajinan.
2) Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan
milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya:
industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri
pertambangan, industri perminyakan, dan industri
transportasi.

Klasifikasi Industri 1) Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal
Berdasarkan Cara relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari
Pengorganisasian 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih
sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas
(berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri
makanan ringan.
2) Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri:
modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih
terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak
tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala
regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan
industri mainan anak-anak.
3) Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal
sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi
teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil,
pemasarannya berskala nasional atau internasional.
Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri
otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.

Klasifikasi Industri 1) Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan


Berdasarkan Tenaga Kerja tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini
memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal
dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri
biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri
kerajinan, industri tempe/ tahu, dan industri makanan
ringan.
2) Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah
sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki
modal yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari
lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara.
Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri
pengolahan rotan.
3) Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga
kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang
adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja
memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan

Pendekatan dan Metodologi II -8


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI


memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
4) Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja
lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki
modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk
pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan
khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui Klasifikasi
Industri Istilah industri sering diidentikkan dengan semua
kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah
atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut
sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal,
pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut
semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang
sifatnya produktif.

2.1.3. TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI


Dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian disebutkan bahwa
pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan
dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam pandangan
umum, bahwa pembangunan industri di Indonesia bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan
memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur
perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya
untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi
pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada
khususnya;
3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi
yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha
nasional;
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah,
termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta
meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional
yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil
produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan
daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional.
Sementara tujuan pembangunan kawasan industri secara tegas dapat di simak di dalam
Kepres No. 41 Tahun 1996 Tentang Kawasan Industri, pada pasal 2 yang menyatakan ”
pembangunan kawasan industri bertujuan untuk :

Pendekatan dan Metodologi II -9


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

1. mempercepat pertumbuhan industri di daerah;


2. memberikan kemudahan bagi kegiatan industri;
3. mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri; dan
4. meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.
Menurut Tim Koordinasi Kawasan Industri Departemen Perindustrian RI, tujuan utama
pembangunan dan pengusahaan kawasan industri (industrial estate) adalah untuk
memberikan kemudahan bagi para investor sektor industri untuk memperoleh lahan
industri dalam melakukan pembangunan industri. Pembangunan kawasan industri
dimaksudkan sebagai sarana upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang
lebih baik melalui penyediaan lokasi industri yang telah siap pakai yang didukung oleh
fasilitas dan prasarana yang lengkap dan berorientasi pada kemudahan untuk mengatasi
masalah pengelolaan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah industri.
Menurut Sadono Sukirno Penciptaan kawasan perindustrian ditujukan untuk
pembangunan industri di daerah guna mempertinggi daya tarik dari daerah tersebut ,
dengan harapan akan di peroleh manfaat sebagai berikut: menghemat pengeluaran
pemerintah untuk menciptakan prasarana, untuk menciptakan efisiensi yang lebih tinggi
dalam kegiatan industri-industri , dan untuk menciptakan perkembangan daerah yang
lebih cepat dan memaksimumkan peranan pembangunan daerah dalam keseluruhan
pembangunan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor yang lebih penting lagi yang
mendorong usaha menciptakan kawasan perindustrian adalah besarnya keuntungan
potensial yang akan diperoleh berbagai industri apabila fasilitas yang demikian disediakan
kepada mereka. Oleh sebab itu pengembangan kawasan perindustrian terutama
dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak perangsang kepada para penanam modal.
Langkah tersebut akan mengurangi masalah mereka untuk menciptakan atau
mendapatkan tempat bangunan, dan dapat mengurangi biaya yang diperlukan utuk
mendirikan industrinya karena bangunan perusahaan dapat disewa atau di beli dengan
biaya yang tidak terlalu mahal. Kawasan perindustrian dapat menimbulkan pula berbagai
jenis external aconomies kepada industri-industri tersebut. Dengan demikian adanya
pertumbuhan industri dalam kawasan industri dapat mempertinggi efisiensi kegiatan
industri tersebut.

2.1.4. KAWASAN INDUSTRI


Di Indonesia pengertian kawasan industri dapat mengacu kepada keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 41 Tahun 1996. Menurut Keppres tersebut, yang dimaksud dengan
kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.
Menurut Marsudi Djojodipuro, kawasan industri (industrial estate) merupakan sebidang
tanah seluas beberapa ratus hektar yang telah dibagi dalam kavling dengan luas yang
berbeda sesuai dengan keinginan yang diharapkan pengusaha. Daerah tersebut minimal
dilengkapi dengan jalan antar kavling, saluran pembuangan limbah dan gardu listrik yang
cukup besar untuk menampung kebutuhan pengusaha yang diharapkan akan berlokasi di
tempat tersebut.
Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang kawasan industri tersebut, dapat
disimpulkan, bahwa suatu kawasan disebut sebagai kawasan industri apabila memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :

Pendekatan dan Metodologi II -10


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

1. adanya areal/bentangan lahan yang cukup luas dan telah dimatangkan,


2. dilengkapi dengan sarana dan prasarana,
3. ada suatu badan (manajemen) pengelola,
4. memiliki izin usaha kawasan industri,
5. biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis).

Ciri-ciri tersebut diatas yang membedakan “kawasan industri” dengan “Kawasan


Peruntukan Industri”, “ Zona Industri”, dan ”Cluster Industri”. Kawasan Peruntukan
Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
(Kabupaten/Kota) yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud Zona Industri adalah
satuan geografis sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri, baik
berupa industri dasar maupun industri hilir, berorientasi kepada konsumen akhir dengan
populasi tinggi sebagai penggerak utama yang secara keseluruhan membentuk berbagai
kawasan yang terpadu dan beraglomerasi dalam kegiatan ekonomi dan memiliki daya ikat
spasial. Cluster Industri adalah pengelompokan di sebuah wilayah tertentu dari berbagai
perusahaan dalam sektor yang sama.

2.1.5. PUSAT PERTUMBUHAN INDUSTRI


Istilah pusat pertumbuhan industri dikenal dalam teori Perroux (1970), teori ini menjadi
dasar dari strategi kebijaksanaan pembangunan industri di daerah yang banyak
diterapkan di berbagai negara dewasa ini. Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak
muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di
beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti
dari teori Perroux adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan (L’industrie matrice) yang
merupakan industri pengerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena
keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan
mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri
unggulan tersebut.
2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yag
berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut akan
mempengaruhi perkembangan daerah-daerah tersebut.
3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif ( industri
unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari
industri unggulan atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan
mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif.

Pendekatan dan Metodologi II -11


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Selanjutnya Perroux mengatakan bahwa, ditinjau dari aspek lokasinya, pembangunan


ekonomi daerah tidak merata dan cenderung terjadi proses aglomerasi (pemusatan) pada
pusat-pusat pertumbuhan. Pada gilirannya pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan
mempengaruhi daerah daerah yang lambat perkembangannya. Terjadinya aglomerasi
industri tersebut mempunyai manfaat-manfaat tertentu yaitu keuntungan skala ekonomis
(usaha dalam jumlah besar) dan keuntungan penghematan biaya. Beberapa manfaat
dengan terjadinya aglomerasi dijelaskan sebagai berikut:
1. Keuntungan Internal Perusahaan. Keuntungan ini timbul karena ada faktor-faktor
produksi yang tidak dapat dibagi yang hanya dapat diperoleh dalam jumlah tertentu.
Kalau dipakai dalam jumlah yang lebih banyak. Biaya produksi per unit akan lebih
rendah dibandingkan jika dipakai dalam jumlah yang lebih sedikit.
2. Keuntungan lokalisasi (localization economies) Keuntungan ini berhubungan dengan
sumber bahan baku atau fasilitas sumber. Artinya dengan terpusatnya industri, maka
setiap industri merupakan sumber atau pasar bagi industri yang lain.
3. Keuntungan Eksteren (keuntungan urbanisasi),artinya, aglomerasi beberapa industri
dalam suatu daerah akan mengakibatkan banyak tenaga yang tersedia tanpa
membutuhkan latihan khusus untuk suatu pekerjaan tertentu dan semakin mudah
memperoleh tenaga-tenaga yang berbakat jadi manajer.
Di samping itu aglomerasi tersebut juga akan mendorong didirikannya perusahaan jasa
pelayanan masyarakat yang sangat diperlukan oleh industri, misalnya: listrik , air minum,
perbankan dalam skala yang lebih besar. Oleh karena perusahaanperusahaan tersebut
dibangun dalam skala yang besar, maka biaya dapat ditekan lebih rendah. Di samping
keuntungan skala ekonomis tersebut, aglomerasi mempunyai keuntungan lain yaitu
menurunnya biaya transportasi. Penumpukan industri pada suatu daerah akan
mendorong didirikannya perusahaan jasa angkutan dengan segala fasilitasnya. Dengan
adanya fasilitas tersebut, industri-industri tidak perlu menyediakan atau mengusahakan
jasa transportasi sendiri. Padahal penyediakan jasa transportasi sendiri biaya sangat
mahal. Kawasan industri yang dapat berkembang dengan baik, di dalamnya akan berdiri
banyak pabrik maupun pergudangan. Banyaknya pabrik yang berdiri di suatu kawasan
industri dapat merangsang pemusatan /aglomerasi industri di suatu daerah. Dampak
positip dari adanya aglomerasi tersebut adalah akan tumbuhnya perekonomian di daerah
yang bersangkutan yang pada ujungnya kemakmuran daerah dan kesejahteraan
masyarakatnya akan meningkat.

2.1.6. KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI


Albert O Hirschman menunjukkan bahwa pertumbuhan yang cepat dari satu atau
beberapa industri mendorong perluasan industri-industri lainnya yang terkait dengan
sektor industri yang tumbuh lebih dahulu tersebut. Keterkaitan-keterkaitan (linkages) ini
bisa keterkaitan ke belakang (backward linkages) jika pertumbuhan tersebut , misalnya,
industri tekstil menyebabkan dalam produksi kapas atau zat-zat pewarna untuk
disediakan bagi industri tekstil tersebut. Keterkaitan tersebut bisa juga keterkaitan ke
depan (forward linkages) yaitu jika adanya industri tekstil domestik tersebut mendorong
tumbuhnya investasi dalam industri pakaian jadi misalnya.
Keberadaan kawasan industri yang di dalamnya banyak berdiri berbagai macam industri,
akan menjadi daya tarik bagi investor untuk mendirikan pabrik di daerah dimana kawasan
industri berada khususnya di dalam kawasan industri. Daya tarik ini dapat terjadi salah

Pendekatan dan Metodologi II -12


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

satunya di karenakan industri yang berdiri sebelumnya mempunyai keterikatan dengan


industri yang baru seperti keterkaitan bahan baku, sebagai pemasok, dapat memakai
mesin produksi bersama-sama sehingga menghemat investasi, bahkan bagi Perusahaan
Asing dapat berupa keterikatan karena negara asal, dan lain-lain.
Beberapa pengertian sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35/M-
IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri adalah sebagai berikut :
a. Kawasan Industri (Industrial estate) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan
dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin usaha
kawasan industri;
b. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan;
c. Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha
industri di wilayah Indonesia;
d. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan
pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri;
e. Tata Tertib Kawasan Industri (estate regulation) adalah peraturan yang ditetapkan
oleh Perusahaan Kawasan Industri, yang mengatur hak dan kewajiban Perusahaan.
Kawasan Industri, Perusahaan Pengelola Kawasan Industri, dan Perusahaan Industri
dalam pengelolaan dan pemanfaatan Kawasan Industri;
f. Tim Nasional Kawasan Industri selanjutnya disingkat Timnas-KI adalah Tim yang
dibentuk oleh Menteri Perindustrian dengan tugas membantu dalam pelaksanaan
kebijakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.

2.1.7. REVOLUSI INDUSTRI 4.0

2.1.7.1. KONSEP REVOLUSI INDUSTRI


Merujuk beberapa literatur Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Revolusi industri terdiri dari dua (2)
kata yaitu revolusi dan industri.
Revolusi berarti perubahan yang
bersifat sangat cepat, sedangkan
pengertian industri adalah usaha
pelaksanaan proses produksi. Apabila
ditarik benang merah maka
pengertian revolusi industri adalah
suatu perubahan yang berlangsung
cepat dalam pelaksanaan proses
produksi dimana yang semula
pekerjaan proses produksi itu dikerjakan oleh manusia digantikan oleh mesin, sedangkan
barang yang diproduksi mempunyai nilai tambah (value added) yang komersial.
Pada konteks revolusi industri dapat diterjemahkan proses yang terjadi sebenarnya
adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut
dasar kebutuhan pokok (needs) dengan keinginan (wants) masyarakat. Perjalanan

Pendekatan dan Metodologi II -13


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

perubahan dalam revolusi yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan
terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Dasar perubahan ini sebenarnya adalah pemenuhan hasrat keinginan pemenuhan
kebutuhan manusia secara cepat dan berkualitas. Revolusi Industri telah mengubah cara
kerja manusia dari penggunaan manual menjadi otomatisasi atau digitalisasi. Inovasi
menjadi kunci eksistensi dari perubahan itu sendiri. Inovasi adalah faktor paling penting
yang menentukan daya saing suatu negara atau perusahaan. Hasil capaian inovasi
kedepan ditentukan sejauh mana dapat merumuskan body of knowledge terkait
manajemen inovasi, technology transfer and business incubation, science and
Technopark.

GAMBAR: 2.1. GAMBAR REVOLUSI INDUSTRI


Istilah "Revolusi Industri" diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui
di pertengahan abad ke-19. Revolusi industri ini pun sedang berjalan dari masa ke masa.
Dekade terakhir ini sudah dapat disebut memasuki fase ke empat 4.0. Perubahan fase ke
fase memberi perbedaan artikulatif pada sisi kegunaaannya. Fase pertama (1.0)
bertempuh pada penemuan mesin yang menitikberatkan (stressing) pada mekanisasi
produksi. Fase kedua (2.0) sudah beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi
dengan quality control dan standarisasi. Fase ketiga (3.0) memasuki tahapan
keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi komputerisasi. Fase keempat
(4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi perpaduan internet dengan
manufaktur (BKSTI 2017).

2.1.7.2. PERAN PELAKU INDUSTRI


Pelaku industri bagi perusahaan adalah sebagai entitas organisasi yang membuat atau
menyediakan barang atau jasa bagi konsumen. Ruh sebuah bisnis umumnya dibentuk
untuk menghasilkan keuntungan (profit oriented) dan meningkatkan kemakmuran bagi
pemiliknya (self interest). Secara sederhana dapat disimpulkan visi industri bagi pelaku
industri adalah visi mereka yang terlembaga dan teroganisasi dalam perusahaan untuk
meraih keuntungan sebesar-besarnya. Melayani konsumen pada hakikatnya melayani

Pendekatan dan Metodologi II -14


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

kepentingan/ tujuannya sendiri. Implikasi dari tata kerja industri ini menyasar semua
orang baik yang terlibat proses produksi sampai pengguna akhir (end user/konsumen).
Pilihannya hanya tinggal dua menjadi pemain dengan segala resiko (risk taker) atau
pemakai dengan menerima resiko (risk maker). Industri merupakan kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Lingkup
skala perindustrian terdapat berbagai jangkauan yakni industri kecil, sedang, besar, dan
industri rumah tangga. Berapapun dimensi industri adalah tempat penciptaan lapangan
kerja. Efek kesempatan kerja yang diciptakan sama besar dengan yang dihasilkan,
sehingga akan mempunyai dampak petumbuhan ekonomi. Berdirinya sebuah industri
akan mempunyai multi player affect bagi tumbuh dan berkembangnya laju perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Industri memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi di semua sektor
kehidupan, dan tanggungjawab pemerintah/ pemilik industri adalah pemerataan
pertumbuhan sebuah industri. Hal ini dikarena industri mampu memberikan manfaat
(benefit) sebagai berikut: pertama Industri memberikan lapangan kerja dimana ia
didirikan. Kedua, Industri memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja atau
kepala keluarga, tapi bagi anggota keluarga lain. Ketiga, pada beberapa hal industri
mampu memproduksi barang - barang keperluan penduduk setempat dan daerah secara
lebih efisien atau lebih murah (Eni Fitriawati, 2010). Peran industri yang begitu besar
diatas dan menyangkut hajat hidup masyarakat dapat disebut sebagai modal sosial.
Namun apabila modal sosial tersebut dikelola pada perspektif pemilik modal yang selalu
bertumpu pada profit oriented dengan cara efisiensi pekerja dan itu secara perlahan
menghilangkan makna modal sosial, maka sesungguhnya revolusi industri pada fase
berapapun akan berujung pada revolusi sosial yang menyebabkan kekacauan (chaos)
sebuah pemerintahan. Disinilah urgensinya sinergisitas revolusi industri 4.0 sebagai
kebutuhan dengan revolusi mental yang menekankan aspek pemberdayaan masyarakat.
Revolusi industri yang mengedepankan tata nilai pertumbuhan ekonomi masyarakat
melalui pemberdayaan akan mampu membangun kerukunan dan kerjasama yang sinergi
guna berkembangnya ekonomi masyarakat. Seperti halnya pendapat Boourdeou yang
menyatakan bahwa modal ekonomi bukanlah modal dari segala modal. Tapi membangun
mental/ kharakter (character building) suatu masyarakat adalah potensi ekonomi yang
mampu mengalir dalam struktur sosial, sehingga dapat dijadikan dasar untuk bergerak
bagi revolusi industri tersebut ke arah kemanfaatan.

2.1.7.3. POTENSI KEUNTUNGAN MEMASUKI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Secara obyektif tidak dapat dipungkiri bahwa revolusi industri terkini menyimpan
beragam keuntungan dan tantangan besar yang harus dihadapi bagi setiap entitas diri
yang terlibat didalamnya. Khususnya soal ekonomi bagi suatu bangsa dan negara. Salah
satu keuntungan yang diperoleh adalah menemuka peluang baru namun juga diikuti oleh
tantangan baru. Disisi lain, keadaan tersebut memunculkan kompetisi yang makin ketat
baik antar sesama individu/ perusahaan dalam negeri maupun dengan perusahaan asing.
Kompetisi ini justru semakin meningkatkan kualitas internal maupun ekternal setiap
individu/perusahaan.
Revolusi industri juga memunculkan ekonomi berbasis teknologi atau yang lebih dikenal
dengan ekonomi digital. Pada era ini potensi Indonesia lebih besar kepada dunia.
Indonesia merupakan empat negara besar dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta
penduduk yang terdiri dari multikultural dan terbagi pada daerah kepulauan yang terpisah

Pendekatan dan Metodologi II -15


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

jarak, ruang dan waktu. Jumlah penduduk yang besar ini dan mayoritas penduduknya ada
pada rentang usia 15-64 tahun, dimana usia tersbut disebut usia produktif (Indonesia-
invesment, 2017). Besarnya angka usia produktif ini dapat dikatakan sebagai bonus
demografi. Secara sederhana bonus demografi dapat diartikan sebagai peluang (window
of oppurtunity) yang dinikmati suatu negara akibat dari besarnya proporsi penduduk
produktif. Bonus demografi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita. Struktur penduduk yang didominasi usia produktif berpotensi meningkatkan
tabungan dan meminimalkan konsumsi. Berdasarkan data Menteri Keuangan Sri Mulyani
sudah lebih 85 juta penduduk Indonesia menggunakan jaringan internet. Disinilah
Indonesia mempunyai peluang dalam e-commerce dan pengembang ekonomi digital
(Detiknews, 3/2/2018).

GAMBAR: 2.2. PERKEMBANGAN REVOLUSI INDUSTRI


Pelbagai inovasi berbasis ekonomi digital telah lahir dan terus berkembang diantaranya
Go-Jek, Buka Lapak, Tokopedia dan lainnya berbagai start up yang terus tumbuh dan
berkembang mengatasimasalah yang ada di masyarakat secara digital. Teknologi digital
akan menciptakan 3,7 juta pekerjaan baru dalam 7 tahun mendatang dan mayoritas
bergerak pada sektor jasa. Tantangannya adalah peningkatan keahlian diri (skill) yang
harus ditingkatkan dengan cara yang tepat pula dan kemauan untuk melakukan inovasi
secara berkelanjutan (suistanable). Industri kreatif kini telah menjelma menjadi kekuatan
baru menjadi sektor gemilang dalam penopang perekonomian Indonesia. Pelaku usaha ini
mengerti cara memahami dengan selalu inovatif dan adaptif terhadap permintaan minat,
perubahan selesara pasar. Sehingga mampu menciptakan peluang kerja secara massal
ditengah ancaman putus hubungan kerja secara massal pula.

Pendekatan dan Metodologi II -16


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.8. KONSEP PENGEMBANGAN PENENTUAN INDUSTRI UNGGULAN DAERAH

2.1.8.1. DAYA SAING PENGEMBANGAN (EKONOMI) LOKAL


Pengembangan (ekonomi) lokal menjadi suatu kebijakan pengembangan wilayah yang
dianggap tepat dalam menghadapi globalisasi dewasa ini, meskipun hal ini bukan suatu
konsep kebijakan yang baru sama sekali. Tetapi pergeseran fokus orientasi pembangunan
wilayah ini (=endogenous development) dianggap mampu memberikan keluaran dan
outcome atau manfaat yang lebih berdaya guna dan besar kepada kondisi perekonomian
wilayah. Pengembangan ekonomi lokal merupakan proses kemitraan antara pemerintah
daerah dengan stakeholders dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya
manusia serta kelembagaan secara lebih baik melalui pola kemitraan dengan tujuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan menciptakan pekerjaan baru. Dimana
proses pembentukan formasi kelembagaan baru, pengembangan alternatif industri,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang diarahkan untuk memproduksi produk yang lebih
baik, identifikasi pasar baru, alih teknologi, harus dilakukan secara kemitraan dengan
pihak swasta. Jadi pengembangan ekonomi lokal sebagai suatu proses yang melibatkan
multiaktor untuk menciptakan –secara bersama – sama- kondisi yang lebih baik dalam
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, dalam suatu lokalitas yang bisa
berupa batasan geografis atau suatu wilayah. Format multiaktor meliputi masyarakat,
para pengusaha dan sektor non pemerintah lainnya. Dengan memperhatikan terminologi
proses tersebut, maka pengembangan ekonomi lokal merupakan sesuatu yang dinamis
dan mengandung keberlanjutan/sustainibilitas pembangunan. Dinamisasi ini –sekaligus
kelenturan- yang menciptakan kekuatan ekonomi lokal sebagai pendorong pertumbuhan
wilayah. Hal ini dicirikan oleh adanya perbaikan kapasitas tenaga kerja, identifikasi pasar
baru (emerging market) dan alih teknologi sehingga mampu menciptakan kesempatan
kerja.

Penekanan kepada pola kemitraan dalam proses untuk mencapai tujuan pertumbuhan
ekonomi daerah dan perluasan kesempatan kerja tersebut, dapat dinyatakan menjadi
penciri bagaimana keberhasilan pengembanan ekonomi lokal. Format kelembagaan baru
yang dimaknai sebagai adanya pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak
swasta dan stakeholders lainnya dalam mengelola dan meningkatkan sumber daya alam
dan manusia untuk memproduksi produk yang lebih baik, memberi arahan bahwa
pendekatan kelembagaan sangat penting dalam proses pengembangan lokal. Pendekatan
kelembagaan merupakan pendekatan kualitatif yang mengimplementasikan bagaimana
fungsi dan peranan tata kelola serta institusi lokal dalam suatu lokalitas mampu
mengarahkan pengembangan ekonomi lokal mencapai tujuannya. Pola–pola kemitraan ini
seharusnya menjadi agenda pembangunan ekonomi lokal yang diimplementasikan di
tingkat kota/kabupaten. Forum stakeholders dibentuk dan dikembangkan dalam rangka

Pendekatan dan Metodologi II -17


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

upaya pengembangan daerah secara terkoordinir dan simultan yang melibatkan berbagai
pihak –termasuk pihak swasta.
Permasalahan yang lazim dihadapi oleh perekonomian wilayah antara lain adalah belum
optimalnya penggunaan potensi unggulan daerah, masih panjangnya mata rantai
produksi, terbatasnya jaringan infomasi dan akses pasar, lemahnya daya saing, kualitas
SDM yang rendah, dan belum optimalnya pelaksanaan kemitraan usaha. Permasalahan–
permasalahan yang masih dihadapi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan
wilayah belum sesuai dengan apa yang menjadi arahan kebijakan pembangunan wilayah
yakni menuju kemandirian yang bertumpu pada potensi yang dimiliki daerah. Sehingga
perlu ditekankan upaya penanganan dengan kebijakan dan strategi yang
berkesinambungan supaya tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat tercapai. Upaya
penanganan tersebut dilakukan melalui pengembangan klaster, yang merupakan salah
satu bentuk pengembangan potensi daerah. Pengertian klaster dipahami sebagai
pengelompokkan secara dekat suatu kelompok usaha sejenis. Lebih jauh bahwa
pengembangan klaster juga diperlihatkan oleh adanya pertalian usaha dalam rangka
penguatan ekonomi lokal. Klaster berperanan sebagai “engine of developement”.
Kekuatan yang muncul dalam pengembangan ekonomi lokal inilah yang menciptakan dan
menumbuhkan daya saing wilayah atau bahkan daya saing secara nasional. Daya saing
suatu perekonomian bisa diukur dari 3 (tiga) indikator, yaitu : teknologi, institusi publik,
dan lingkungan makro ekonomi. Dengan adanya inovasi dan alih teknologi yang
dikembangkan secara terus menerus maka kemampuan suatu perekonomian akan
memiliki keunggulan, ditunjang oleh institusi publik yang ”non-governs” pada institusi
lokal dengan lebih mendorong kapasitas dan keberdayaannya serta adanya stabilitas
lingkungan makro ekonomi. Daya saing ekonomi lokal terbentuk karena peranan dan
komitmen multiaktor di dalamnya yang membentuk suatu format kelembagaan lokal
untuk menghilangkan hambatan birokratif bagi pengembangan industri/perusahaan –
perusahaan lokal, memperbaiki kegagalan pasar, dan menciptakan keunggulan lokalitas
dengan spesialisasi produk yang berciri khas/unik. Keunggulan persaingan yang dibentuk
demikian merupakan kecenderungan yang timbul dalam suatu perekonomian. Sehingga
apabila penguatan (strengthening) ini berlanjut/sustain maka perusahaan–perusahaan
lokal tersebut akan tumbuh besar/size-nya dan jumlahnya/kuantitas, yang akan
menciptakan suatu pengelompokkan atau clustering.
Pengertian ”cluster” berbeda dengan pengertian kawasan industri secara umum. Dalam
cluster berisikan perusahaan dalam sektor yang sama sedangkan kawasan industri bisa
berisikan banyak perusahaan dengan banyak sektor yang berbeda. Jadi ciri utama cluster
adalah sektoral dan konsentrasi spasial dari perusahaan (spatial concentrations of firms).
Dengan terkonsentrasinya perusahaan–perusahaan sejenis dalam satu wilayah atau
lokalitas dalam memproduksi satu produk tertentu maka sudah dapat menunjukkan
karakteristik kawasan sebagai suatu cluster. Sehingga cluster adalah sekelompok
perusahaan dan lembaga terkait yang berdekatan secara geografis dan memiliki
kemiripan yang mendorong kompetisi serta juga bersifat komplementer, sebagai strategi
untuk memperkuat daya saing. Sehingga persyaratan cluster adalah proximity/ kedekatan,
kesamaan ”forms” perusahaan yang saling komplementer dan terkait, serta penyedia jasa
pendukung dan institusi pendukung.
Cluster dapat berupa sebuah kawasan tertentu, sebuah wilayah sampai wilayah yang lebih
luas. Bahkan cluster juga berupa sebuah wilayah lintas negara. Sehingga kriteria

Pendekatan dan Metodologi II -18


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

geografisnya terletak pada apakah efisiensi ekonomi atas jarak tersebut ada dan mewujud
dalam berbagai aktivitas usaha yang menguntungkan atau tidak. Ini mempengaruhi dalam
memetakan sebuah cluster. Pemetaan (mapping) sebuah cluster tidak hanya keberadaan
sekelompok industri tertentu dalam suatu wilayah tertentu saja melainkan pada
bagaimana keterkaitan dan keterpaduan antar industri yang ada serta berbagai institusi
pendukungnya. Cluster mementingkan keterkaitan, komplementaritas dan spillover
teknologi, skills/ketrampilan tertentu, informasi, pemasaran/ marketing, dan kebutuhan
konmsumen melewati perusahaan dan industri.
Keterkaitan itu didasari oleh suatu modal sosial yang terbentuk oleh norma–norma sosial,
adanya kepercayaan, semangat kebersamaan antar pelaku di dalamnya, yang membentuk
tatatan/order. Keterkaitan ini diimplikasikan dalam rantai produksi/value chain sejak dari
inputting – processing – output – marketing. Adanya ekonomi efisiensi akibat dari
”economies of localization” menciptakan output produk yang memiliki daya saing.
Semakin pendek rantai produksi maka semakin efisien, dan cost of production menjadi
rendah, serta harga/pricing dapat terkontrol. Sehingga tujuan clustering memang
berujung kepada penciptaan daya saing.

GAMBAR: 2.3. SKEMA MATA RANTAI KEGIATAN DALAM KLASTER

2.1.8.2. STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN


Strategi pengembangan sektor unggulan secara klasik dipengaruhi oleh masalah fungsi -
fungsi ekonomi yang melekat pada produk unggulannya. Yaitu : fungsi produksi –
distribusi – konsumsi.

Pendekatan dan Metodologi II -19


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

PROGRAM – PROGRAM
INVESTASI
PENGEMBANGAN
EFFORTS
SEKTOR
INOVATIF
UNGGULAN
INPUT – INPUT
STRATEGIS

pembangunan kawasan dan wilayah

GAMBAR: 2.4. DIAGRAM UPAYA INOVASI PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN


Bila dikaitkan dengan pengembnagan di masa yang akan datang, maka perlu dilakukan
identifikasi untuk mencari sektor unggulan dan produk unggulan yang memberikan
dampak peningkatan pada perekonomian masyarakat. Hasilnya kemudian akan dianalisis
signifikansinya untuk kemudian dijadikan peluang investasi dan peluang usaha yang
memiliki syarat berdampak luas pada perekonomian masyarakat lokal. Langkah
selanjutnya adalah melakukan perencanaan marketing yang didasarkan pada prediksi apa
yang diharapkan di masa datang dari kinerja saat ini. Marketing Plan ini bisa berwujud
perluasan pasar / pangsa pasar dan strategi promosi. Bersamaan dengan itu dilakukan
upaya – upaya peningkatan baik terhadap kualitas dan output / intensifikasi produk
maupun diversifikasi produk. Dari langkah tersebut dapat dirumuskan ke dalam program –
program yang lebih implementatif dan operasional.

GAMBAR: 2.5. MULTIPLIER EFFECT SEKTOR UNGGULAN


Program pengembangan sektor unggulan disajikan dalam bentuk tabel yang
menggambarkan tujuan program, sasaran program, dan kegiatan program, besaran biaya,
sampai pada dinas / instansi pelaksana program. Program ini dirancang setelah melalui
assesment strategi pengembangan yang dipertajam dengan kemauan dan rencana
program dari dinas / instansi terkait.

2.1.8.3. PEMBANGUNAN WILAYAH BERBASIS DAYA SAING DAN ORIENTASI KEDUDUKAN


Skenario pembangunan kota disusun atas dasar daya saing dan orientasi kedudukan
mengartikan bahwa pada “KUDUS” melekat kedudukan dan positioning-nya. Sehingga
dengan bermodalkan kedudukan dan orientasi peningkatannya, ke depan strategi
pengembangan wilayah harus tepat dan mampu menjawab tantangan global dan
mempertahankan citra wilayah yang semakin bagus. Kedudukan “Kudus” di-assesment

Pendekatan dan Metodologi II -20


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

secara competitive advantages dan comparative advantages sehingga akan melahirkan


daya saing. Seberapa besar daya saing ini dapat dihitung berdasarkan keunggulan –
keunggulan yang diidentifikasi dan dianalisis ini. Barulah dapat disusun suatu skenario
pembangunan komprehensif.

Outward
Oriented

Area
Devel

Area
Deve KUDUS
Outward
Oriented Outward
Oriented

Area
Devel
Internal Integrated
Backward
Oriented
Oriented

HINTERLAND AND BUFFER ZONE

GAMBAR: 2.6. PEMBANGUNAN WILAYAH BERDAYA SAING DAN ORIENTASI KEDUDUKAN


OUTWARD ORIENTED
“Kudus” harus selalu berorientasi ke depan / outward oriented yang diwujudkan secara fisik maupun
non fisik. Ke depan akan mengidentifikasi, mengkaji, menganalisis, menyusun strategi untuk secara
competitive advantage menjadi wilayah yang maju dan kuat, dibandingkan wilayah lainnya .
BACKWARD ORIENTED
Dengan orientasi ke belakang akan selalu memperhitungkan peranan wilayah hinterland dan buffer
zone yang linkage dengan “Kudus”, sehingga keberlangsungan supply untuk kebutuhan
pembangunan “Kudus” dapat terjaga
INTERNAL INTEGRATE ORIENTED
Pengembangan di dalam secara internal perlu dilakukan secara terpadu, terlebih bila masuk ke
dalam area development / kawasan – kawasan. Antar kawasan harus membentuk linkage atau
keterkaitan dan secara bersama – sama akan membentuk kekuatan besar / big push power bagi
pengembangan kota. Aspek ini mencakup analisis masalah dan potensi pengembangan secara fisik
dan non fisik.

Pendekatan dan Metodologi II -21


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.8.4. PENDEKATAN VALUE CHAIN (RANTAI PRODUKSI) AGRIBISNIS


Rerangka value chain (value chain framework) merupakan suatu metoda memecah rantai
(chain), dari raw material sampai dengan end use costumer ke dalam aktivitas-aktivitas
stratejik yang relevan untuk memahami perilaku biaya dan sumber-sumber diferensiasi,
karena suatu aktivitas biasanya hanya merupakan bagian dari set aktivitas yang lebih
besar dari suatu sistem yang menghasilkan nilai (Shank dan Govindarajan, dalam Reading
in Management Accounting, 1997).
Konsep value chain dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan tertentu dalam hal ini
agar dapat mendorong pengembangan-pengembangan industri atau usaha mikro, kecil
dan menengah yang terdapat dalam suatu wilayah agar dapat bersaing dan bertahan
dalam persaingan usaha. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian wilayah adalah melalui strategi dan kebijakan pembangunan yang
diarahkan pada pertumbuhan ekonomi dengan fokus pengembangan usaha masyarakat
atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pada dasarnya strategi ini adalah strategi
untuk membangun nilai-nilai sosio-kultural masyarakat. Pemerintah daerah pada saat ini
mulai mencoba memperkenalkan konsep value chain di wilayahnya, penerapan value
chain pada konsep pengembangan ini lebih bertujuan agar UMKM mampu menjadi
kompetitor yang patut diperhitungkan oleh perusahaan besar, hal ini diharapkan dapat
membuka jalan bagi para UMKM untuk lebih termotivasi dalam menghadapi hambatan
serta membuka lapangan baru. Pentingnya value chain bagi penembangan UMKM ini
adalah untuk mengetahui proses pembuatan produk yang efektif, hambatan-hambatan
yang dihadapi dan target-target yang ingin dicapai. Strategi untuk mengembangkan usaha
kecil dan menengah ini, karena UMKM merupakan sektor usaha yang menjadi bagian
terbesar dari mata pencaharian masyarakat. Maka tidak adil apabila hasil dari
pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok orang atau usaha yang telah memiliki
perusahaan yang besar, tetapi harus adanya pendistribusian yang baik terhadap tingkat
atau segmen masyarakat menengah dan bawah.
Michael Porter mengidentifikasi serangkaian kegiatan umum saling generik ke berbagai
perusahaan. Model yang dihasilkan dikenal sebagai nilai dan rantai digambarkan berikut:

Input Proses Output Pemasaran

GAMBAR: 2.7. PRIMARY VALUE CHAIN ACTIVITIES RANTAI NILAI KEGIATAN UTAMA
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk menciptakan nilai yang melampaui biaya
menyediakan produk atau layanan, sehingga menghasilkan margin keuntungan.
 Input termasuk penerimaan, pergudangan, inventory dan kontrol dari bahan masukan.
 Proses yang menciptakan nilai-kegiatan yang mengubah input menjadi produk akhir.
 Output diperlukan adalah kegiatan untuk mendapatkan produk akhir kepada
konsumen, termasuk pergudangan, pemenuhan pesanan, dan lain-lain
 Pemasaran adalah aktivitas yang terkait dengan mendapatkan pembeli untuk membeli
produk, termasuk saluran pilihan, iklan, biaya, dan lain-lain.

Pendekatan dan Metodologi II -22


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.8.5. DAYA SAING


Istilah daya saing (competitiveness) didefinisikan dan dipahami beragam oleh banyak
pihak. Porter (1990) mengomentari perbedaan pandangan tentang daya saing ini sebagai
berikut: ”There is no accepted definition of competitiveness. Whichever definition of
competitiveness is adopted, an even more serious problem has been there is no generally
accepted theory to explain it.” Namun pada intinya terdapat tiga tataran berbeda tentang
daya saing yang perlu dicermati dalam perspektif ekonomi, yaitu: mikro, meso, dan
makro. Simplifikasi dari pengertian daya saing adalah seperti ditunjukkan pada gambar
berikut. Beragam definisi ~ perbedaan keberterimaan (acceptability) oleh berbagai
kalangan (misalnya akademisi, praktisi, pembuat kebijakan). “Perbedaan” pada beragam
tingkatan:
 Perusahaan (mikro) : definisi yang paling “jelas.”
 Industri (meso) : walaupun beragam, umumnya dapat dipahami: pergeseran perspektif
pendekatan “sektoral” - pendekatan “klaster industri.”
 Ekonomi (makro) : dipandang sangat penting, walaupun masih sarat perdebatan dan
kritik (latar belakang teori).

GAMBAR: 2.8. SIMPLIFIKASI PENGERTIAN DAYA SAING

Daya saing daerah dengan tekanan perhatian pada “daya tarik investasi di daerah” yang
mencermati perkembangan dari tahun ke tahun. Sementara itu, kajian daya saing
wilayah dalam perspektif teknologi, yaitu dengan melihat faktor kemampuan dan iklim
teknologi. Mengingat demikian beragam pengertian yang diadopsi tentang istilah daya
saing dan diterapkan dalam upaya-upaya pengukuran/pengumpulan data dan analisis,
maka konsep operasional yang dianut dalam upaya penataan data perlu didefinisikan.
Konsep pengembangan pemahaman tentang daya saing daerah nampak dalam gambar
berikut. ”

Pendekatan dan Metodologi II -23


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

GAMBAR: 2.9. PERSPEKTIF TEORITIS DAYA SAING DAERAH


Daya saing daerah ”yang dimaksud adalah” kemampuan daerah menciptakan /
mengembangkan dan menawarkan: iklim/lingkungan yang paling produktif bagi bisnis
dan inovasi; daya tarik atau menarik “investasi,” talenta (talented people), dan faktor-
faktor mudah bergerak (mobile factors) lainnya; serta potensi berkinerja unggul secara
berkelanjutan di suatu daerah.” Ditinjau dari tataran analisis yang berbeda, maka istilah
daya saing tersebut memberikan tekanan pengertian yang berbeda namun saling
berkaitan. Karena itu, upaya ”memotret” daya saing daerah akan berkaitan dengan
konteks untuk tujuan apa dan pada tataran mana gambaran tersebut diambil (lihat
ilustrasi). Apabila pengertian daya saing dipandang sebagai suatu konsepsi tentang
proses dinamis yang berkembang dari waktu ke waktu, maka tentunya penelaahan pada
beberapa dimensi yang relevan dan sangat penting berkaitan dengan sisi masukan,
proses, dan keluaran terkait dengan daya saing merupakan hal yang penting untuk
digali.

GAMBAR: 2.10. KERANGKA TATARAN BERBEDA TENTANG PENGERTIAN DAYA SAING DAERAH

Pendekatan dan Metodologi II -24


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Perlu dipahami bahwa upaya untuk menelaah daya saing terus dikembangkan oleh
banyak pihak dan mengungkapkan tekanan dan cakupan yang berbeda. Sebagai
ilustrasi, Porter dan Stern. (2001) menyampaikan bagaimana kerangka kapasitas inovatif
dan kerangka determinan daya saing (the four diamonds framework) digunakan dalam
menganalisis klaster industri tertentu, seperti diilustrasikan berikut ini.

GAMBAR: 2.11. KAPASITAS INOVATIF DAN KERANGKA DETERMINAN DAYA SAING

2.2. METODOLOGI
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif, yaitu dilakukan melalui
studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder, baik yang berupa perundang-
undangan maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan referensi lainnya sebagai
dasar pembangunan dan pengembangan industri maupun pengkajian aspek-aspek lain
yang terkait, seperti historis serta pengalaman para stakeholders terkait, hasil-hasil
penelitian dan konsep – konsep yang berkaitan dengan pembangunan industri.

2.2.1. SUMBER DATA.


Untuk memperoleh data yang mendukung penyusunan Rencana Pembangunan Industri
Kabupaten (RPIK), sumber data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library
research), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder dan data primer.

Pendekatan dan Metodologi II -25


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

a. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara mempelajari, mencatat, menelaah dan menganalisis literature ataupun
buku publikasi dan hasil-hasil laporan pengkajian terdahulu yang berkaitan erat
dengan masalah-masalah yang dikaji. Data yang dibutuhkan meliputi:
- Data dasar yang diperoleh dari Publikasi BPS dan instansi terkait, Data Kabupaten
dalam Angka, Kecamatan dalam Angka, PDRB, dan publikasi BPS lain yang relevan
dengan studi ini.
- Data dari OPD terkait.
Untuk melaksanakan kegiatan Kajian ini dibutuhkan beberapa jenis data dan
sumbernya, seperti terinci berikut ini:
TABEL: 3.1. KEBUTUHAN DATA SEKUNDER DAN SUMBER DATA
KEBUTUHAN DATA SUMBER
Kabupaten Kudus Dalam Angka BPS Kabupaten Kudus
Data PDRB Kabupaten Kudus BPS Kabupaten Kudus
Sensus Pertanian BPS Kabupaten Kudus
Statistik Potensi BPS Pusat
Dokumen RPJPD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RPJMD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RKPD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RTRW BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Kependudukan DISDUKCAPIL Kabupaten Kudus / Browsing
Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi Dan
UKM Kabupaten Kudus
Data Pendidikan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, Dan Olahraga
Kabupaten Kudus
Data Pertanian Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus
Data Perindustrian dan Perdagangan DINAS TENAGA KERJA, PERINDUSTRIAN, KOPERASI
DAN UKM Kabupaten Kudus
Data/Profil Investasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Kudus
Data/Informasi/Dokumen Lainnya lainnya
Bahan Hukum Bagian Humum / JDIH Kabupaten Kudus

b. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan.


Sumber data primer diperoleh dengan cara:
- Wawancara mendalam dengan para stakeholder yang terkait dengan studi ini
dengan menggunakan alat bantu interview guide yang memuat pertanyaan
mengenai agribisnis dan jenis usaha yang ada, kondisi sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan pasar.
- Observasi lapangan. Observasi bertujuan untuk merekam keadaan kondisi fisik. Hal-
hal yang diobservasi antara lain meliputi prasarana dan sarana yang ada, serta
potensi-potensi agribisnis yang tersedia.

Pendekatan dan Metodologi II -26


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.2.2. TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA.


Dalam melakukan penelitian ini, pengumpulan dan pengambilan data dilakukan melalui di
instansi/lembaga terkait dan survey primer.
Analisis data dilakukan melalui:
1) Review kebijakan payung, diantaranya: produk Rencana Induk Perindustrian 1) RIPIN,
2) RIPIP, sedangkan dokumen perencanaan tata ruang diantaranya: 1) RTRW
Nasional, 2) RTRW Provinsi dan 3) RTRW Kabupaten Kudus;
2) Analisis penentuan industri unggulan daerah;
3) Analisis keseimbangan kegiatan sosial ekonomi dan daya dukung lingkungan.

2.2.3. TEKNIK PENYUSUNAN RPIK


A. DASAR PERTIMBANGAN PENYUSUNAN RPIK
Sesuai Pasal 4 Permenperin No. 110 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan RPIP
dan RPIK, penyusunan RPIP/RPIK memperhatikan:

GAMBAR: 2.12. DASAR PERTIMBANGAN PENYUSUNAN RPIK

B. KETERKAITAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pendekatan dan Metodologi II -27


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

GAMBAR: 2.13. SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pendekatan dan Metodologi II -28


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

BOTTOM-UP TOP-DOWN
VISI & MISI PEMBANGUNAN DAERAH POTENSI DAERAH RIPIN/KIN KEBIJAKAN LINTAS SEKTORAL

INDUSTRI INDUSTRI SARANA &


SUMBER DAYA
SASARAN KUANTITATIF & KUALITATIF UNGGULAN DAERAH PRIORITAS NASIONAL INDUSTRI
PRASARANA
INDUSTRI
PEMBANGUNAN INDUSTRI DAERAH

PERWILAYAHAN PEMBERDAYAAN
SASARAN PEMBANGUNAN PER SEKTOR INDUSTRI PRIORITAS DAERAH INDUSTRI INDUSTRI
INDUSTRI PRIORITAS YANG AKAN DIKEMBANGKAN

PENAHAPAN
CAPAIAN
RPIP/K

STRATEGI DAN PROGRAM


PEMBANGUNAN INDUSTRI MENDUKUNG
YANG MENJADI PRIORITAS DAERAH

GAMBAR: 2.14. KERANGKA PIKIR PENYUSUNAN RPIK

Pendekatan dan Metodologi II -29


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

C. PRINSIP PENYUSUNAN RPIK


1) Visioner dan futuristik, kurun waktu 20 tahun ke depan (perhatikan
RPJPD/RPJMD);
2) Memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki + sarana prasarana untuk
industri unggulan existing dan untuk industri baru memperhatikan daya
dukung lingkungan;
3) Selaras dengan pembangunan industri nasional (RIPIN) yang mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah  kesejahteraan
masyarakat daerah meningkat lebih cepat jika industri daerah dibangun
4) Sinergi dan harmonis dengan RPIP;
5) Substansi RPIK: fokus industri prioritas dan unggulan; keseimbangan hulu-hilir
dan/atau skala besar-menengah-kecil; lokasi/pewilayahan; sesuai RTRW;
Strategi, program, dan pentahapan (lima tahunan) ;
6) Pedoman semua pemangku kepentingan hingga 20 tahun ke depan.

Pendekatan dan Metodologi II -30

Anda mungkin juga menyukai