Pendekatan Teori
Metodologi
I ndustri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Sedangkan Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni
kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir,
dan kelompok industri kecil. Dalam pembangunan industri, pemerintah menetapkan
bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia serta menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus diperuntukan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh
masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi
utamanya, yaitu jenis komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu
perusahaan industri menghasilkan 2 (dua) jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang
sama maka produksi utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.
2 Industri Mesin Logam Dasar dan Industri ini merupakan industri yang mengolah
Elektronika (IMELDE) bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat
atau rekayasa mesin dan perakitan.
Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut:
1) Industri mesin dan perakitan alat-alat
pertanian, misalnya: mesin traktor, mesin
hueler, dan mesin pompa.
2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya:
mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan
motor grader.
3) Industri mesin perkakas, misalnya: mesin
bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin
pres.
4) Industri elektronika, misalnya: radio, televisi,
dan komputer.
5) Industri mesin listrik, misalnya: transformator
tenaga dan generator.
6) Industri keretaapi, misalnya: lokomotif dan
gerbong.
7) Industri kendaraan bermotor (otomotif),
misalnya: mobil, motor, dan suku cadang
kendaraan bermotor.
8) Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang
dan helikopter.
9) Industri logam dan produk dasar, misalnya:
Klasifikasi Industri 1) Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan
Berdasarkan Proses mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya
Produksi hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri
yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium,
industri pemintalan, dan industri baja.
2) Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah
jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan
dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen.
Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi,
industri otomotif, dan industri meubeler.
Klasifikasi Industri 1) Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan
Berdasarkan Subjek milik rakyat, misalnya: industri meubeler, industri makanan
Pengelola ringan, dan industri kerajinan.
2) Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan
milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya:
industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri
pertambangan, industri perminyakan, dan industri
transportasi.
Klasifikasi Industri 1) Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal
Berdasarkan Cara relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari
Pengorganisasian 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih
sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas
(berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri
makanan ringan.
2) Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri:
modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih
terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak
tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala
regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan
industri mainan anak-anak.
3) Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal
sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi
teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil,
pemasarannya berskala nasional atau internasional.
Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri
otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.
perubahan dalam revolusi yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan
terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Dasar perubahan ini sebenarnya adalah pemenuhan hasrat keinginan pemenuhan
kebutuhan manusia secara cepat dan berkualitas. Revolusi Industri telah mengubah cara
kerja manusia dari penggunaan manual menjadi otomatisasi atau digitalisasi. Inovasi
menjadi kunci eksistensi dari perubahan itu sendiri. Inovasi adalah faktor paling penting
yang menentukan daya saing suatu negara atau perusahaan. Hasil capaian inovasi
kedepan ditentukan sejauh mana dapat merumuskan body of knowledge terkait
manajemen inovasi, technology transfer and business incubation, science and
Technopark.
kepentingan/ tujuannya sendiri. Implikasi dari tata kerja industri ini menyasar semua
orang baik yang terlibat proses produksi sampai pengguna akhir (end user/konsumen).
Pilihannya hanya tinggal dua menjadi pemain dengan segala resiko (risk taker) atau
pemakai dengan menerima resiko (risk maker). Industri merupakan kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Lingkup
skala perindustrian terdapat berbagai jangkauan yakni industri kecil, sedang, besar, dan
industri rumah tangga. Berapapun dimensi industri adalah tempat penciptaan lapangan
kerja. Efek kesempatan kerja yang diciptakan sama besar dengan yang dihasilkan,
sehingga akan mempunyai dampak petumbuhan ekonomi. Berdirinya sebuah industri
akan mempunyai multi player affect bagi tumbuh dan berkembangnya laju perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Industri memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi di semua sektor
kehidupan, dan tanggungjawab pemerintah/ pemilik industri adalah pemerataan
pertumbuhan sebuah industri. Hal ini dikarena industri mampu memberikan manfaat
(benefit) sebagai berikut: pertama Industri memberikan lapangan kerja dimana ia
didirikan. Kedua, Industri memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja atau
kepala keluarga, tapi bagi anggota keluarga lain. Ketiga, pada beberapa hal industri
mampu memproduksi barang - barang keperluan penduduk setempat dan daerah secara
lebih efisien atau lebih murah (Eni Fitriawati, 2010). Peran industri yang begitu besar
diatas dan menyangkut hajat hidup masyarakat dapat disebut sebagai modal sosial.
Namun apabila modal sosial tersebut dikelola pada perspektif pemilik modal yang selalu
bertumpu pada profit oriented dengan cara efisiensi pekerja dan itu secara perlahan
menghilangkan makna modal sosial, maka sesungguhnya revolusi industri pada fase
berapapun akan berujung pada revolusi sosial yang menyebabkan kekacauan (chaos)
sebuah pemerintahan. Disinilah urgensinya sinergisitas revolusi industri 4.0 sebagai
kebutuhan dengan revolusi mental yang menekankan aspek pemberdayaan masyarakat.
Revolusi industri yang mengedepankan tata nilai pertumbuhan ekonomi masyarakat
melalui pemberdayaan akan mampu membangun kerukunan dan kerjasama yang sinergi
guna berkembangnya ekonomi masyarakat. Seperti halnya pendapat Boourdeou yang
menyatakan bahwa modal ekonomi bukanlah modal dari segala modal. Tapi membangun
mental/ kharakter (character building) suatu masyarakat adalah potensi ekonomi yang
mampu mengalir dalam struktur sosial, sehingga dapat dijadikan dasar untuk bergerak
bagi revolusi industri tersebut ke arah kemanfaatan.
jarak, ruang dan waktu. Jumlah penduduk yang besar ini dan mayoritas penduduknya ada
pada rentang usia 15-64 tahun, dimana usia tersbut disebut usia produktif (Indonesia-
invesment, 2017). Besarnya angka usia produktif ini dapat dikatakan sebagai bonus
demografi. Secara sederhana bonus demografi dapat diartikan sebagai peluang (window
of oppurtunity) yang dinikmati suatu negara akibat dari besarnya proporsi penduduk
produktif. Bonus demografi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita. Struktur penduduk yang didominasi usia produktif berpotensi meningkatkan
tabungan dan meminimalkan konsumsi. Berdasarkan data Menteri Keuangan Sri Mulyani
sudah lebih 85 juta penduduk Indonesia menggunakan jaringan internet. Disinilah
Indonesia mempunyai peluang dalam e-commerce dan pengembang ekonomi digital
(Detiknews, 3/2/2018).
Penekanan kepada pola kemitraan dalam proses untuk mencapai tujuan pertumbuhan
ekonomi daerah dan perluasan kesempatan kerja tersebut, dapat dinyatakan menjadi
penciri bagaimana keberhasilan pengembanan ekonomi lokal. Format kelembagaan baru
yang dimaknai sebagai adanya pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak
swasta dan stakeholders lainnya dalam mengelola dan meningkatkan sumber daya alam
dan manusia untuk memproduksi produk yang lebih baik, memberi arahan bahwa
pendekatan kelembagaan sangat penting dalam proses pengembangan lokal. Pendekatan
kelembagaan merupakan pendekatan kualitatif yang mengimplementasikan bagaimana
fungsi dan peranan tata kelola serta institusi lokal dalam suatu lokalitas mampu
mengarahkan pengembangan ekonomi lokal mencapai tujuannya. Pola–pola kemitraan ini
seharusnya menjadi agenda pembangunan ekonomi lokal yang diimplementasikan di
tingkat kota/kabupaten. Forum stakeholders dibentuk dan dikembangkan dalam rangka
upaya pengembangan daerah secara terkoordinir dan simultan yang melibatkan berbagai
pihak –termasuk pihak swasta.
Permasalahan yang lazim dihadapi oleh perekonomian wilayah antara lain adalah belum
optimalnya penggunaan potensi unggulan daerah, masih panjangnya mata rantai
produksi, terbatasnya jaringan infomasi dan akses pasar, lemahnya daya saing, kualitas
SDM yang rendah, dan belum optimalnya pelaksanaan kemitraan usaha. Permasalahan–
permasalahan yang masih dihadapi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan
wilayah belum sesuai dengan apa yang menjadi arahan kebijakan pembangunan wilayah
yakni menuju kemandirian yang bertumpu pada potensi yang dimiliki daerah. Sehingga
perlu ditekankan upaya penanganan dengan kebijakan dan strategi yang
berkesinambungan supaya tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat tercapai. Upaya
penanganan tersebut dilakukan melalui pengembangan klaster, yang merupakan salah
satu bentuk pengembangan potensi daerah. Pengertian klaster dipahami sebagai
pengelompokkan secara dekat suatu kelompok usaha sejenis. Lebih jauh bahwa
pengembangan klaster juga diperlihatkan oleh adanya pertalian usaha dalam rangka
penguatan ekonomi lokal. Klaster berperanan sebagai “engine of developement”.
Kekuatan yang muncul dalam pengembangan ekonomi lokal inilah yang menciptakan dan
menumbuhkan daya saing wilayah atau bahkan daya saing secara nasional. Daya saing
suatu perekonomian bisa diukur dari 3 (tiga) indikator, yaitu : teknologi, institusi publik,
dan lingkungan makro ekonomi. Dengan adanya inovasi dan alih teknologi yang
dikembangkan secara terus menerus maka kemampuan suatu perekonomian akan
memiliki keunggulan, ditunjang oleh institusi publik yang ”non-governs” pada institusi
lokal dengan lebih mendorong kapasitas dan keberdayaannya serta adanya stabilitas
lingkungan makro ekonomi. Daya saing ekonomi lokal terbentuk karena peranan dan
komitmen multiaktor di dalamnya yang membentuk suatu format kelembagaan lokal
untuk menghilangkan hambatan birokratif bagi pengembangan industri/perusahaan –
perusahaan lokal, memperbaiki kegagalan pasar, dan menciptakan keunggulan lokalitas
dengan spesialisasi produk yang berciri khas/unik. Keunggulan persaingan yang dibentuk
demikian merupakan kecenderungan yang timbul dalam suatu perekonomian. Sehingga
apabila penguatan (strengthening) ini berlanjut/sustain maka perusahaan–perusahaan
lokal tersebut akan tumbuh besar/size-nya dan jumlahnya/kuantitas, yang akan
menciptakan suatu pengelompokkan atau clustering.
Pengertian ”cluster” berbeda dengan pengertian kawasan industri secara umum. Dalam
cluster berisikan perusahaan dalam sektor yang sama sedangkan kawasan industri bisa
berisikan banyak perusahaan dengan banyak sektor yang berbeda. Jadi ciri utama cluster
adalah sektoral dan konsentrasi spasial dari perusahaan (spatial concentrations of firms).
Dengan terkonsentrasinya perusahaan–perusahaan sejenis dalam satu wilayah atau
lokalitas dalam memproduksi satu produk tertentu maka sudah dapat menunjukkan
karakteristik kawasan sebagai suatu cluster. Sehingga cluster adalah sekelompok
perusahaan dan lembaga terkait yang berdekatan secara geografis dan memiliki
kemiripan yang mendorong kompetisi serta juga bersifat komplementer, sebagai strategi
untuk memperkuat daya saing. Sehingga persyaratan cluster adalah proximity/ kedekatan,
kesamaan ”forms” perusahaan yang saling komplementer dan terkait, serta penyedia jasa
pendukung dan institusi pendukung.
Cluster dapat berupa sebuah kawasan tertentu, sebuah wilayah sampai wilayah yang lebih
luas. Bahkan cluster juga berupa sebuah wilayah lintas negara. Sehingga kriteria
geografisnya terletak pada apakah efisiensi ekonomi atas jarak tersebut ada dan mewujud
dalam berbagai aktivitas usaha yang menguntungkan atau tidak. Ini mempengaruhi dalam
memetakan sebuah cluster. Pemetaan (mapping) sebuah cluster tidak hanya keberadaan
sekelompok industri tertentu dalam suatu wilayah tertentu saja melainkan pada
bagaimana keterkaitan dan keterpaduan antar industri yang ada serta berbagai institusi
pendukungnya. Cluster mementingkan keterkaitan, komplementaritas dan spillover
teknologi, skills/ketrampilan tertentu, informasi, pemasaran/ marketing, dan kebutuhan
konmsumen melewati perusahaan dan industri.
Keterkaitan itu didasari oleh suatu modal sosial yang terbentuk oleh norma–norma sosial,
adanya kepercayaan, semangat kebersamaan antar pelaku di dalamnya, yang membentuk
tatatan/order. Keterkaitan ini diimplikasikan dalam rantai produksi/value chain sejak dari
inputting – processing – output – marketing. Adanya ekonomi efisiensi akibat dari
”economies of localization” menciptakan output produk yang memiliki daya saing.
Semakin pendek rantai produksi maka semakin efisien, dan cost of production menjadi
rendah, serta harga/pricing dapat terkontrol. Sehingga tujuan clustering memang
berujung kepada penciptaan daya saing.
PROGRAM – PROGRAM
INVESTASI
PENGEMBANGAN
EFFORTS
SEKTOR
INOVATIF
UNGGULAN
INPUT – INPUT
STRATEGIS
Outward
Oriented
Area
Devel
Area
Deve KUDUS
Outward
Oriented Outward
Oriented
Area
Devel
Internal Integrated
Backward
Oriented
Oriented
GAMBAR: 2.7. PRIMARY VALUE CHAIN ACTIVITIES RANTAI NILAI KEGIATAN UTAMA
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk menciptakan nilai yang melampaui biaya
menyediakan produk atau layanan, sehingga menghasilkan margin keuntungan.
Input termasuk penerimaan, pergudangan, inventory dan kontrol dari bahan masukan.
Proses yang menciptakan nilai-kegiatan yang mengubah input menjadi produk akhir.
Output diperlukan adalah kegiatan untuk mendapatkan produk akhir kepada
konsumen, termasuk pergudangan, pemenuhan pesanan, dan lain-lain
Pemasaran adalah aktivitas yang terkait dengan mendapatkan pembeli untuk membeli
produk, termasuk saluran pilihan, iklan, biaya, dan lain-lain.
Daya saing daerah dengan tekanan perhatian pada “daya tarik investasi di daerah” yang
mencermati perkembangan dari tahun ke tahun. Sementara itu, kajian daya saing
wilayah dalam perspektif teknologi, yaitu dengan melihat faktor kemampuan dan iklim
teknologi. Mengingat demikian beragam pengertian yang diadopsi tentang istilah daya
saing dan diterapkan dalam upaya-upaya pengukuran/pengumpulan data dan analisis,
maka konsep operasional yang dianut dalam upaya penataan data perlu didefinisikan.
Konsep pengembangan pemahaman tentang daya saing daerah nampak dalam gambar
berikut. ”
GAMBAR: 2.10. KERANGKA TATARAN BERBEDA TENTANG PENGERTIAN DAYA SAING DAERAH
Perlu dipahami bahwa upaya untuk menelaah daya saing terus dikembangkan oleh
banyak pihak dan mengungkapkan tekanan dan cakupan yang berbeda. Sebagai
ilustrasi, Porter dan Stern. (2001) menyampaikan bagaimana kerangka kapasitas inovatif
dan kerangka determinan daya saing (the four diamonds framework) digunakan dalam
menganalisis klaster industri tertentu, seperti diilustrasikan berikut ini.
2.2. METODOLOGI
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif, yaitu dilakukan melalui
studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder, baik yang berupa perundang-
undangan maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan referensi lainnya sebagai
dasar pembangunan dan pengembangan industri maupun pengkajian aspek-aspek lain
yang terkait, seperti historis serta pengalaman para stakeholders terkait, hasil-hasil
penelitian dan konsep – konsep yang berkaitan dengan pembangunan industri.
a. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara mempelajari, mencatat, menelaah dan menganalisis literature ataupun
buku publikasi dan hasil-hasil laporan pengkajian terdahulu yang berkaitan erat
dengan masalah-masalah yang dikaji. Data yang dibutuhkan meliputi:
- Data dasar yang diperoleh dari Publikasi BPS dan instansi terkait, Data Kabupaten
dalam Angka, Kecamatan dalam Angka, PDRB, dan publikasi BPS lain yang relevan
dengan studi ini.
- Data dari OPD terkait.
Untuk melaksanakan kegiatan Kajian ini dibutuhkan beberapa jenis data dan
sumbernya, seperti terinci berikut ini:
TABEL: 3.1. KEBUTUHAN DATA SEKUNDER DAN SUMBER DATA
KEBUTUHAN DATA SUMBER
Kabupaten Kudus Dalam Angka BPS Kabupaten Kudus
Data PDRB Kabupaten Kudus BPS Kabupaten Kudus
Sensus Pertanian BPS Kabupaten Kudus
Statistik Potensi BPS Pusat
Dokumen RPJPD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RPJMD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RKPD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RTRW BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Kependudukan DISDUKCAPIL Kabupaten Kudus / Browsing
Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi Dan
UKM Kabupaten Kudus
Data Pendidikan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, Dan Olahraga
Kabupaten Kudus
Data Pertanian Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus
Data Perindustrian dan Perdagangan DINAS TENAGA KERJA, PERINDUSTRIAN, KOPERASI
DAN UKM Kabupaten Kudus
Data/Profil Investasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Kudus
Data/Informasi/Dokumen Lainnya lainnya
Bahan Hukum Bagian Humum / JDIH Kabupaten Kudus
BOTTOM-UP TOP-DOWN
VISI & MISI PEMBANGUNAN DAERAH POTENSI DAERAH RIPIN/KIN KEBIJAKAN LINTAS SEKTORAL
PERWILAYAHAN PEMBERDAYAAN
SASARAN PEMBANGUNAN PER SEKTOR INDUSTRI PRIORITAS DAERAH INDUSTRI INDUSTRI
INDUSTRI PRIORITAS YANG AKAN DIKEMBANGKAN
PENAHAPAN
CAPAIAN
RPIP/K