Kelompok 1:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan paper guna memenuhi
tugas Ilmu Penyakit Parasiter Veteriner yang berjudul Ascariasis pada Babi. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari segi bentuk maupun isinya, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritikan dari
semua pihak yang sifatnya membangun.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Ilmu Penyakit Parasiter Veteriner yang selalu membantu kami dalam
melakukan kegiatan perkuliahan di kampus. Maka kami mengharapkan agar paper ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca paper ini.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. II
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. IV
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11
III
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Telur A. Suum fertilized and not (yet) fertilized .......................................4
IV
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun
serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim
tropis, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang menunjang
untuk hidup dan berkembangnya parasit, antara lain kondisi alam dan lingkungan,
iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung dengan masyarakat
yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi seperti
keadaan sanitasi lingkungan yang buruk, kepadatan penduduk, dan perilaku higiene
perorangan yang kurang baik.1 Penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing atau
disebut kecacingan adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing yang masuk ke
dalam tubuh manusia. Infeksi kecacingan yang paling banyak ditemukan di Indonesia
yakni yang disebabkan oleh nematoda usus (1)
Pada konferensi WHO di Geneva tahun 2002 menyebutkan bahwa cacing
Ascaris lumbricoides dapat menyebabkan DALY (Disability-adjusted life years);
yaitu ukuran dari beban penyakit secara keseluruhan dan jumlah tahun yang hilang
karena penyakit atau cacat lebih besar dibandingkan infeksi Helminth lainnya dengan
menyebabkan anemia, defisiensi zat besi, dan kekurangan energi protein dan
merupakan masalah gangguan nutrisi terbesar di dunia. Kerugian akibat cacingan
memengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan, dan metabolisme makanan. (2)
1
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
2
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PENGERTIAN ASCARIASIS
Ascariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascaris. Angka
kejadian Ascariasis tertinggi ditemukan pada negara berkembang dengan lingkungan
yang buruk serta di daerah tropis seperti Indonesia (3).
Penyakit kecacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnnya kondisi kesehatan gizi, kecerdasan, dan produktivitas
penderita.
Prevalensi penyaki kecacingan ini sangat tinggi terutama di daerah tropis dan
subtropis .Soil Transmitted Helminth (STH) merupakan golongan cacing yang
(4)
bentuk penularannya membutuhkan tanah sebagai media dan didukung oleh kondisi
tertentu. Cacing yang masuk ke dalam golongan STH yakni Ascaris lumbricoides,
Necator americanus, Ancylostoma duodemale, Trichuris trichiura, dan Strongyloides
stercoralis (5)
. Ascaris lumbricoides tidak dapat dibedakan dengan Ascaris suum
secara morfologi, walaupun terdapat perbedaan pada gambaran biologinya. Pada
dasarnya, Ascaris suum tidak dapat menginfeksi manusia dan sebaliknya telur
Ascaris lumbricoides tidak dapat menginfeksi babi (6)
3
subventral. Di ketiga mulut tersebut terdapat papillae di bagian lateral. Ascaris suum
betina biasanya lebih panjang dan besar daripada ascaris suum jantan.
Panjang badan ascaris suum jantan berkisar dari 15-25 cm dengan rata-rata 32
cm. Ekor ascaris suum jantan biasanya tidak memiliki alae caudal. Sementara
panjang ascaris suum betina bisa mencapai 40 cm, dengan diameter (5-6 mm) dan
bisa mengeluarkan 200.00 sampai 1.000.000 telur tiap kalinya.
Gambar 3.1: Telur A. Suum fertilized and not (yet) fertilized (8)
4
3.2.3 SIKLUS HIDUP ASCARIS SUUM
Ascaris suum, parasit yang terdapat pada babi, namun bisa berkembang
menjadi dewasa pada usus manusia terutama di bagian depan usus halus, dan juga
menyebabkan ‘larva migrans’. Seperti halnya pada cacing dewasa Ascaris
lumbricoides, cacing dewasa Ascaris suum terdapat di usus halus dan gampang
dilihat karena panjangnya 12-50 cm. Morfologi tubuh cacing ini memikili tubuh
simetris bilateral, bulat panjang (gilig), mempunyai saluran pencernaan, memiliki
rongga badan palsu atau sering disebut Tripoblastik pseudoselomata. Cacing betina
dewasa tinggal pada saluran pencernaan, dan mampu bertelur sebanyak 200.000 butir
per hari. Di mana telur-telur yang keluar kemudian berkembang pada media tanah di
dalam feses. Telur Ascaris suum yang dibebaskan bersama feses sangat tahan
terhadap udara dingin, panas, dan kekeringan.
Di tanah yang hangat dan lembab telur mengalami embrionase hingga
terbentuk larva stadium satu, dua, dan tiga. Stadium terakhir tersebut dapat dicapai
dalam waktu kurang lebih 3 minggu untuk menjadi bentuk infektif dan dapat
menyebabkan hospes lain tertular. Bentuk infektif ini, apabila tertelan oleh hospes
definitif, lalu menetas di usus halus dan kemudian menembus dinding usus halus,
dapat mencapai sistem porta dan mengikuti aliran darah sampai bronkhus, paru-paru,
tenggorok, kemudian ke faring. Setelah mencapai faring, cacing Ascaris suum ini
dapat ikut tertelan bersama dengan makanan, air minum, atau saliva dan akhirnya
akan sampai ke usus halus lagi untuk tumbuh menjadi dewasa sampai akhirnya
bertelur kembali dalam kurun waktu kurang lebih 5 minggu.
5
Keterangan gambar:
1. Telur cacing keluar dari tubuh babi penderita bersama tinja
2. Perkembangan awal telur cacing (terbentuk L1)
3. Telur yang mengandung L2 (bersifat infektif)
4. Telur yang mengandung L2 ditelan oleh babi
5. L2 terlepas dari usus babi, menembus dinding usus, kemudian
bermigrasi ke paru – paru melalui hati
6. L3 menuju alveolus, bronkiolus, bronkus hingga ke faring
kemudian L3 tertelan kembali lagi ke usus halus
7. L3 berkembang menjadi L4 dan L5 kemudian menjadi cacing
dewasa di usus halus
6
halus, cacing A. suum dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus. Jika dalam
kondisi infeksi yang hebat dapat menyebabkan obstruksi usus.(12)
Gejala Klinik Ascariasis merupakan infeksi parasit cacing A. suum. Ternak
babi yang terkena Ascariasis mengalami penurunan nafsu makan, diare dan dalam
kondisi yang ekstrim dapat menyebabkan kekurusan. Akibat infeksi cacing A. suum,
babi dapat 14 mengalami gejala kolik disebabkan karena rusaknya mukosa usus
dengan sangat hebat sehingga gerakan peristaltik usus terganggu. Gejala kolik dapat
terjadi jika babi terkena infeksi dalam kondisi yang ekstrim, yakni jumlah cacing
yang sangat banyak dan disertai pertumbuhan cacing yang pesat. Pada anak babi
berumur kurang dari empat bulan terserang A. suum dapat menyebabkan pneumonia.
A. suum dewasa jika berada pada usus dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa,
dan jika dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan obstruksi (12).
Diagnosa Ascariasis dapat dilihat berdasarkan gejala klinis yang timbul, dan
dapat juga dilakukan pemeriksaan sampel tinja untuk melihat ada atau tidaknya telur
cacing A. suum pada ternak babi. Jika pada pemeriksaan tidak ditemukan telur cacing
maka belum dapat dipastikan bahwa ternak babi benar – benar bebas dari Ascariasis.
Kemungkinan ini dapat terjadi jika infeksi baru terjadi dan belum memasuki fase
dewasa untuk menghasilkan telur. Selama fase pulmonary dapat dilakukan
pemeriksaan usapan kerongkongan. Juga dapat dilakukan pemeriksaan post mortem
dari babi yang mati (12)
7
Gambar 3.6: Post mortem babi yang terinfeksi. (14)
8
40 mg/kg bb. Fenbendazol dengan dosis untuk babi 3-6 mg/kg bb. Oxfendazol
dengan dosis untuk babi 3 mg/kg bb. Parbendazol dengan dosis untuk babi 25-50
mg/kg bb. (15)
9
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11