Anda di halaman 1dari 17

CASE BASED DISCUSSION

SKABIES
Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi
salah satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

Oleh :
Ardita Faradhika Hidayati

Pembimbing :
dr. Meidyta Sinantryana W., Sp.KK

Departemen / SMF Dermatologi dan Venereologi


Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
2019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2
A. DEFINISI ......................................................................................................... 2
B. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................. 2
C. ETIOPATOGENESIS ...................................................................................... 3
D. KLASIFIKASI ................................................................................................. 4
E. MANIFESTASI KLINI .................................................................................... 5
F. DIAGNOSIS .................................................................................................... 6
G. DERAJAT KEPARAHAN............................................................................... 7
H. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG ..................................... 8
I. PENATALAKSANAAN ................................................................................. 8
BAB III LAPORAN KASUS .......................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Skabies pertama kali dilukiskan di Old Testament oleh Aristoteles. Nama
Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani “sarx” yang berarti daging dan
“koptein” yang berarti irisan/potongan, serta dari bahasa Latin “scabere” yang
berarti garukan (Hicks dan Elston, 2009).
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan sensitisasi dan infestasi
oleh tungau Sarcoptes scabiei varian hominis ke dalam lapisan epidermis kulit
(Menaldi SLS et al, 2015). Penyakit ini dapat menyerang negara beriklim tropis
maupun subtropis, seperti Afrika, Mesir, Amerika tengah dan selatan, Australia
tengah dan utara, kepulauan Karibia, Asia tenggara, India. Jenis kelamin, usia, ras,
status sosial ekonomi tidak mempengaruhi penyakit ini namun banyak dipengaruhi
kepadatan hunian dan kemiskinan (Shelley & Currie, 2007; Steer et al, 2009).
Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan
dari sepuluh penyakit terbanyak yang berkunjung di puskesmas, penyakit kulit
infeksi menduduki peringkat ketiga, setelah ISPA diurutan pertama dan gastritis
diurutan kedua. Kejadian skabies pada tahun 2013 didapatkan sebanyak 1.926
kasus. Kejadian skabies terbanyak ditemukan di Puskesmas Lubuk Buaya dengan
jumlah 255 kasus dari 22 puskesmas yang ada di Kota Padang. Kasus skabies
terbanyak berikutnya terdapat di Puskesmas Lubuk Begalung dengan kejadian 183
kasus (Dinkes kota padang, 2013)

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis diwilayah beriklim
tropis dan dan subtropis dan merupakan penyakit kulit menular (Steer AC
et al, 2014).
Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis, orang jawa
menyebutnya gudig, sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Penyakit
ini juga sering disebut dengan kutu badan, budukan, gatas agogo yang
disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis (sejenis kutu, tungau),
ditandai dengan keluhan gatal terutama pada malam hari dan ditularkan
melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui alas tempat tidur dan
pakaian (Soemirat J, 2013)

B. EPIDEMIOLOGI
Skabies terdapat di seluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi
akibat pengaruh faktor yang belum diketahui sepenuhnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberadaan penyakit ini antara lain, sosial ekonomi
rendah, hygiene yang buruk, promiskuitas seksual, kepadatan penduduk dan
kesalahan diagnosis dari dokter yang memeriksa. Diantara faktor di atas
kepadatan penduduk merupakan faktor terpenting dalam penyebaran
skabies (Burkhart, 2009).
Menurut Djuanda (2012), ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun
terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang menunjang penyakit ini,
antara lain: sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan
seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan
demografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P. H. S.
(Penyakit akibat hubungan seksual).
Pada tahun 2011 dan 2012 di Pamekasan terdapat kasus rabies sebnyak
567 orang dan 317 orang yang berumur 8-20 tahun, berdasarkan sensus
penduduk, di Puskesmas Magelang juga dilaporkan terjadi peningkatan
kasus skabies tahun 2012 sebesar 15% dari 13,8% dari jumlah pengunjung
pada tahun 2011. Hasil penelitian Lestari di salah satu pondok pesantren di

2
Sleman Yogyakarta menemukan kejadian skabies sebesar 30,23%. Badan
Pusat Statistik di Propinsi Nusa Tenggara Timur penyakit kulit infeksi pada
tahun 2013 menduduki posisi keempat dari sepuluh besar penyakit dengan
jumlah kasus 136.035 kasus (Aina RA dkk, 2014).

C. ETIOPATOGENESIS
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada
manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili
Sarcoptes (Djuanda, 2010).

Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna


putih kotor,transulen dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan
perut, tidak berwarna, yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan
yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki
belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu
bulan. Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-3

3
dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai
pada pasangan kaki ke-3 saja (Aisyah, 2008).
Tungau betina yang telah di buahi mempunyai kemampuan untuk
membuat terowongan pada kulit sampai di perbatasan stratum korneum dan
stratum granulosum dengan kecepatan 0.5-5 mm perhari. Di dalam
terowongan ini tungau betina akan bertelur sebanyak 2-3 butir setiap hari.
Seekor tungau betina dapat bertelur sebanyak 40-50 butir semasa siklus
hidupnya yang berlangsung kurang lebih 30 hari. Telur akan menetas dalam
waktu 3-4 hari dan menjadi larva yang mempunyai tiga pasang kaki. Setelah
tiga hari larva kemudian menjadi nimfa dengan empat pasang kaki dan
selanjutnya menjadi tungau dewasa. Siklus hidup tungau mulai dari telur
sampai dengan dewasa memerlukan waktu selama 10-14 hari. Pada suhu
kamar dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar
penjamu selama 24-36 am (Boediardja, 2012).
Masuknya Sarcoptes Scabiei ke dalam epidermis tidak segera
memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul satu bulan setelah infestasi
primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respon imun
terhadap tungau maupun sekret yang di hasilkannya di terowongan bawah
kulit. Sekret dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik
atau antigenik. Diduga bahwa terdapat infiltrasi sel dan deposit IgE di
sekitar lesi kulit yang timbul. Pelepasan IgE akan memicu terjadinya reaksi
hipersensitivitas, meskipun hal ini masih belum jelas (Boediardja, 2012).
Dalam suatu penelitian dilaporkan terdapat peningkatan jumlah sel
mas, khususnya pada malam hari, di daerah lesi. Hal ini berperan pada
timbulnya gejala klinis dan perubahan histologis. Pada bayi dan anak
sebagai kelompok yang paling banyak mengalami skabies, selain faktor
imunitas yang belum memadai faktor penularan dari orangtua, terutama ibu,
serta faktor anak yang sudah mulai beraktivitas di luar rumah dan di sekolah
juga ikut berperan terhadap timbulnya skabies (Boediardja, 2012).
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang

4
memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta
dan infeksi sekunder (Djuanda, 2014).

D. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah
ini :
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau
yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan
padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul
polimorf (gelembung leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat
terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula (bintil),
pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan
paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Djuanda, 2014)

E. DIAGNOSIS BANDING
Tabel 2.1 Diagnosis Banding Liken Simplek Kronis
Pembeda Skabies Dermatitis Dermatitis Prurigo
Atopik Kontak

5
Epidemiolog Dapat Dapat Terjadi pada Dapat dijumpai
i menyerang dijumpai setiap orang, pada seluruh
manusia pada seluruh namun lebih kelompok usia,
secara kelompok, beresiko pada namun jarang
berkelompok namun onset orang-orang ditemukan
awal sejak dengan pada anak-anak
masa infant (2 pekerjaan
bulan-2 tertentu
tahun)
Etilogi infestasi Alergen Kontak Infeksi jamur
tungau dengan bahan T. Rubrum
Sarcoptes iritan
scabiei varian
hominis
Faktor Skabies Predisposisi Riwayat atopi Pemakaian
Predisposisi sangat mudah genetik, temperatur sepatu tertutup,
menular baik kerusakan yang rendah menggunakan
secara barier kulit, fasilitas umum
langsung alergi bersamaan,
maupun tidak makanan, hiperhidrosis,
langsung. alergi saluran sela jari yang
napas sempit
Riwayat (-) (+) (-/+) (-)
Atopi
Predileksi axilla,areola Fosa kubiti, Kulit yang Telapak kaki,
mammae,seki fosa poplitea, kontak punggung kaki,
tar dan leher dengan zat aspek medial
umbulikus, belakang iritan dan lateral kaki
genital,bokon
g,
pergelangan
tangan bagian
volar, sela-
sela jari
tangan,
siku flexor,
dan telapak
tangan dan
telapak kaki.
Lesi Kulit Papul, Likenifikasi, Beberapa Bercak atau
vesikel, skuama, hipo bercak kering skuama difus,
Urtika, atau lokalisata, dapat disertai
dengan hiperpigment eritema, likenifikasi
garukan dapat asi, erosi hiperkeratosi
timbul erosi, ekskoriasi, s, dan fisura
ekskoriasi, krusta
krusta, dan

6
infeksi
sekunder
Pemeriksaan
Penunjang
(-) (-) (+)

(-) (+) (-)


(+) (-) (-)
Sumber : Wijaya dkk, 2015

F. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Penegakan diagnosis skabies dapat dilakukan dengan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tambahan dapatdilakukan
untuk memperkuat hasil diagnosis seperti pemeriksaan laboratorium
(Wendel & Rompalo, 2010).
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda di bawah
ini (Al-Falakh, 2011) :
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktivitas tungau
Sarcoptes scabiei yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan
panas. Keluhan ini biasanya gejala pertama penderita saat datang ke
puskesmas atau rumah sakit.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang
padat penduduknya, dan tinggal dalam asrama. Dikenal dengan
hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula
(tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi
sekunder, timbul polimorf (gelembung leukosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling penting dalam
diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau
ini.

7
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal
pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan, lipatan
paha, dan muncul gelembung berair pada kulit. Pemeriksaan fisik yang
penting adalah dengan melihat bentuk tonjolan kulit yang gatal dan area
penyebarannya. Untuk memastikan diagnosis scabies adalah dengan
pemeriksaan laboratorium dengan mikroskop untuk melihat ada tidaknya
kutu Sarcoptes scabiei atau telurnya (Djuanda, 2014).
Pada pemeriksaan laboratorium bisa melakukan pemeriksaan kerokan
kulit, tes tinta, dan videodermatoskopi. Kerokan kulit dilakukan didaerah
sekitar papula yang lama maupun baru. Hasil kerokan diletakkan di atas
kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca
penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Diagnosis skabies positif
apabila ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran Sarcoptes scabiei
(Robert & Fawcett, 2008).
Tes tinta pada trowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara
menggosok papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papul yang
telah tertutup dengan tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh
menit, kemudian tinta diusap atau dihapus dengan kapas yang dibasahi
alcohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan
membentuk gambaran khas berupa garis berliku-liku (Bukhart et al, 2011).
Videodermatoskopi dilakukan menggunakan system mikroskop
video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima
menit. Umumnya metode ini masih dikonfirmasi dengan hasil kerokan kulit.
Pemeriksaan ini kurang diminati karena peralatan yang mahal (Micali et al,
2009).

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2
bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah

8
digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air
panas. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2. Personal Hygiene : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
b. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksaan ini biasanya menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2014).
obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannyaadalah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil dan ibu menyusui.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai. Efek samping obat ini adalah diare pada menit pertama saat
pengolesan.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan
yang mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus

9
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.

H. EDUKASI
Edukasi yang tepat untuk pencegahan terhadap penyakit skabies adalah
dengan :
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang
dicurigai terinfeksi tungau skabies.
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi
parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak
langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit.
Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa,dan tidak
membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari (Depkes, 2007)
I. PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene),
maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik (Djuanda, 2014).

10
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.Tristan Prasetya Hanafi
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Alamat : Baratajaya XII/7, Surabaya
No. RM : 329946
Tanggal Pemeriksaan : 18 September 2019

B. ANAMNESIS
Heteroanamnesis kepada ibu pasien di Poli Kulit dan Kelamin RSI Jemursari Surabaya
Keluhan Utama
Bintil merah disertai luka lecet di perut, sela jari tangan, kelamin sejak 2 bulan yang
lalu, gatal terutama waktu malam hari
Keluhan Tambahan
(-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bintil merah disertai luka lecet di perut, sela jari tangan
dan kelamin disertai gatal malam hari. Keluhan gatal dan timbul bercak-bercak
kemerahan pada semua sela-sela jari kedua tangan, perut dan kelamin dirasakan sejak
dua bulan yang lalu, awalnya dirasakan di sela-sela jari tangan kanannya. Keluhan
gatalnya dirasakan sangat mengganggu terutama saat malam hari, sampai terkadang
mengganggu tidurnya. Pasien sempat berobat namun keluhan ini muncul kembali.
Saudara pasien mempunyai riwayat gatal dua bulan yag lalu. Pasien mengaku sering
tidur bersama saudaranya tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu

- Diabetes Melitus (-)


- Hipertensi (-)
- Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Saudara pasien mempunyai riwayat gatal – gatal 2 bulan yang lalu.

11
Riwayat Penggunaan Obat
- Riwayat penggunaan obat dari dokter tetapi tidak tau isinya
Riwayat Alergi Obat / Makanan
- Riwayat alergi disangkal
Riwayat kebiasaan sosial
Sering kontak langsung dengan saudaranya yang sedang mengalami gatal – gatal 2
bulan yang lalu.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak baik
 Kesadaran : Compos Mentis (GCS: 4, 5, 6)
 Tanda vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 90 kali/menit
- Suhu : 37,5ºC
- Frekuensi Pernapasan : 20 kali/menit
 Kepala : dbn
Mata : Anemis –/–, Ikterik – /– ,
injeksi konjungtiva –/–.
Hidung : PCH (–)
Mulut : dbn
 Leher : Perbesaran KGB (–)
 Thoraks : Cor S1 S2 reguler, murmur (–), gallop (–),
Pulmo Vesikuler kanan kiri,
Ro –/–,Wheezing –/–
 Abdomen : dbn
 Ekstremitas : CTR< 2 detik, Akral hangat (+)
Status Dermatologis

 Regio : Interdigiti manus, abdominalis, genetalia


 Efloresensi :
.

12
D. RESUME
Nama : An. Tristan Prasetya Hanafi
Umur : 10 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Agama :-
Alamat : Baratajaya XII/7, Surabaya
No. RM : 329946
Tanggal Pemeriksaan : 18 September 2019
Pasien datang dengan keluhan bintil merah disertai luka lecet di perut, sela jari
tangan dan kelamin disertai gatal malam hari. Keluhan gatal dan timbul bercak-bercak
kemerahan pada semua sela-sela jari kedua tangan, perut dan kelamin dirasakan sejak
dua bulan yang lalu, awalnya dirasakan di sela-sela jari tangan kanannya. Keluhan
gatalnya dirasakan sangat mengganggu terutama saat malam hari, sampai terkadang
mengganggu tidurnya. Pasien sempat berobat namun keluhan ini muncul kembali.
Saudara pasien mempunyai riwayat gatal dua bulan yag lalu. Pasien mengaku sering
tidur bersama saudaranya tersebut
Riwayat penyakit dahulu disangkal. Riwayat penyakit keluarga, ada saudara pasien
yang memiliki riwayat gatal – gatal 2 bulan yang lalu. Riwayat pengobatan sempat pergi
ke dokter namun ibu pasien mengaku tidak mengetahui isinya. Pasien menyangkal
penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan alergi. Riwayat sosial sering kontak langsung
dengan saudaranya yang sedang mengalami gatal – gatal 2 bulan yang lalu

E. DIAGNOSIS KERJA (ASSESMENT)


Skabies
F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan KOH 10% dan burrow ink test

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis atopik
2. Dermatitis kontak iritan kronis
3. Prurigo
H. TATALAKSANA
a. Nonfamakologi
- Hindari menggaruk pada area yang gatal

13
- Rutin minum obat dengan teratur
- Rutin menggunakan salep pada lesi
- Mengontrol stres dan emosi
b. Farkmakologi
Sistemik : Loratadin 5mg 2x1
Topikal :
- Desoximetasone 0,25% krim setelah mandi oles pada lesi
c. Edukasi
Aspek klinis :
- Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa penyakitnya belum
diketahui secara pasti penyebabnya namun bukan merupakan
penyakit yang menular.
- Memberikan informasi kepada pasien bahwa penyakitnya dapat
kambuh kembali, sehingga pasien dianjurkan untuk segera
berobat bila terjadi kekambuhan
- Memberikan informasi kepada pasien tentang pengobatan yang
akan dilakukan dan berobat secara teratur.
- Memberikan penjelasan kepada pasien agar tidak menggaruk
bercak tersebut dan memotong kuku hingga pendek
- Gunakan obat dari dokter sesuai petunjuk dan teratur memakainya
- Kontrol
Aspek islami :
- Sabar, ikhlas, dan tawakal serta selalu ikhtiar kepada Allah
SWT dan jangan lupa untuk selalu berdoa untuk meminta
kesembuhan pada Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

14
Ariyanti, P., Suyoso, Sunaryo. 2014. Studi Retrospektif: Pemahaman Klinis
Liken Simplek Kronikus (Clinical Understanding of Lichen Simplex
Chronicus: A Retrospective Study). Surabaya: BIKKK – Berkala
Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and
Venereology Vol. 26/ No. 2
Burgin, S. 2008. Lichen Simplex Chronicus Dermatology in General
Medicine. New York: Mc-Graw Hill
Jones, JB. 2010. Eczema, Lichenification, prurigo and Eryhtroderma 8
edition. United Kingdom: Blackwell Publishing
Menaldi, S., Bramono, K., Indriatmi, W. 2016. Ilmu Kulit Dan Kelamin
Edisi Ke 7. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Odom, RB., James, WD., Berger JG. 2011. In: Andrew’s Disease of The
Skin Clincal Dermatology 10th Edition. Philadelphia: Saunders
Wijaya, S., Rusmawardiana. 2015. Diagnosis Dan Penatalaksanaan
Neurodermatitis Sirkumskripta. Palembang : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kedokteran Indonesia (JIMKI) Vol 3 no 1-5

15

Anda mungkin juga menyukai