Anda di halaman 1dari 7

SCABIES PADA KUCING

Latar Belakang

Kucing merupakan hewan yang mudah beradaptasi dan dapat menjadi teman baik bagi
manusia. Kecerobohan pemilik dalam menjaga dan merawat kucing dapat mengakibatkan
kematian bagi kucing. Salah satu penyakit yang sering dijumpai adalah penyakit kulit pada
kucing. Penyakit kulit merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada kucing.
Kecerobohan pemilik dalam menjaga dan merawat kucing akan mengakibatkan kematian bagi
kucing. Beberapa penyakit pada kucing bahkan ada yang dapat menular dengan cepat pada
manusia. Penyakit kulit pada kucing memiliki gejala yang hampir mirip seperti menggaruk dan
bulu rontok (Kurniati et al., 2017).

Scabies atau kudis adalah penyakit yang menyerang kulit kucing, scabies disebabkan oleh
parasit sejenis kutu bernama sarcopates atau tungau scabies (Kurniati et al., 2020). Skabies adalah
penyakit kulit yang sering dijumpai pada ternak dan hewan kesayangan di Indonesia yang
cenderung sulit disembuhkan. Scabies merupakan salah satu penyakit yang menyerang kulit dan
disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Manifestasi tungau Sarcoptes scabiei pada kulit akan
menyebabkan terjadinya lesi kulit berupa eritema, makula, dan papula. Keadaan lesi yang
parah akan membentuk keropeng pada beberapa bagian di tubuh seperti pada daerah telinga,
wajah, siku, jari, dan sekitar kelamin. Akibat yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia)
dan lesio pada kulit yang mengering dan mengeras dan menjadi keropeng, lesio ini akan cepat
menyebar ke seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau. Sarcoptes scabiei merupakan
salah satu ektoparasit yang biasamenyerang kucing. Tungau ini hidup pada kulit dengan
membuat terowongan pada stratum corneum dan melangsungkan hidupnya pada tempat
tersebut (Henggae et al, 2006). Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung
dengan hewan lain yang terkena skabies atau dengan adanya sumber tungau skabies di wilayah
tempat tinggal kucing. Hewan terserang mengalami penurunan kondisi tubuh, menimbulkan
dampak negatif bagi pemelihara dan lingkungan karena sifatnya yang zoonotik (Susanto et al.,
2020).
Anamnesis
Seekor kucing Jantan Bernama Dara berumur 4 bulan di bawa ke Rumah Sakit Hewan
Pendidikan FKH USK. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik, Suhu kucing tersebut ialah 38, 5⁰C
serta berat badannya 3 kg. Menurut keterangan pemilik, kucing memiliki keluhan yaitu, terdapat
kotoran pada kulit area kepala, serta nafsu makan menurun. Kemudian kucing di bawa ke Rumah
Sakit Hewan Pendidikan FKH USk seperti pada Gambar 1
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis dimulai dengan pemeriksaan kondisi umum kucing yaitu Suhu 38, 5⁰C dan
berat badan 3 kg, pada area kulit terdapat kotoran keropeng area kepala, serta nafsu makan
menurun.

Gambar 1 Kondisi Kucing


Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Pada kasus skabies ini, dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan pada mikroskop
untuk mendiagnosa apakah penyebabnya adalah infestasi Tungan sarcoptes scabei

Gambar 2. Luka keropeng skabies


Gambar 3. Tungau Sarcoptes Scabei hasil kerokan kulit keropeng kucing

Diagnosa dan Penanganan/ Treatment


Berdasarkan kasus penyakit tersebut, maka penanganan yang dilakukan terhadap kucing dengan
kasus skabies ini adalah dengan pemberian ivermectin0,01 ml/kg BB secara injeksi melalui
subkutan.
Edukasi Profesional
Setelah dilakukan pemeriksaan, harapannya agar owner kucing tersebut bisa memperhatikan
proses perawatan mulai dari kebersihan luka, dan rajin membersihkan luka skabie pada kucinng
tersebut, lalu kucing yang terkena skabies harua dikandangkan agar tidak tertular ke kucing yang
lain.
Diskusi
Penyakit kulit pada kucing merupakan penyakit yang bisa menyerang pada kucing.
Sebagian besar penyakit kulit pada kucing yang terjadi pada kucing peliharaan sering dianggap
remeh, dan apabila penyakit itu tidak segera ditangani maka akan menjadi lebih parah dan serius
penanganannya (Trikasih dan Jazuli, 2022). Scabies adalah penyakit kulit yang sering dijumpai
pada ternak dan hewan kesayangan di Indonesia yang cenderung sulit disembuhkan. Scabies
merupakan salah satu penyakit yang menyerang kulit dan disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei . Infestasi dengan tungau Sarcoptes scabiei termasuk 10 penyakit kulit paling umum pada
kucing yang dirujuk ke rumah sakit pendidikan dokter hewan di Amerika Serikat. Gejala yang
ditimbulkan ketika kucing terkena scabies adalah kucing sering menggaruk bagian-bagian
tubuhnya. Manifestasi tungau Sarcoptes scabiei pada kulit akan menyebabkan terjadinya lesi
kulit berupa eritma dan papula. Keadaan lesi yang parah akan membentuk keropeng pada
beberapa bagian tubuh seperti pada daerah telinga, wajah, siku, jari, dan sekitar kelamin. Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang mengering dan
mengeras lalu menjadi keropeng, lesio ini akan cepat menyebar ke seluruh tubuh seiring dengan
derajat infestasi tungau (Palgudani et al., 2022).

Tungau Sarcoptes scabiei tidak menghisap darah, tetapi menghisap cairan diantara sel kulit.
Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan sekreta dan ekskreta yang
menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada kulit. Scabies ditularkan melalui kontak
langsung dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang telah tercemar oleh tungau
tersebut. Tungau betina menggali ke dalam kulit dan bertelur beberapa kali. Dalam 3-8 hari, telur
menetas menjadi larva yang memiliki 6 kaki. Larva dewasa menjadi nimfa yang memiliki 8 kaki.
Nimfa kemudian berganti kulit menjadi dewasa. Seluruh siklus hidup membutuhkan 2-3 minggu.
Cara diagnosis skabiosis didasarkan pada gambaran gejala klinis sulit ditetapkan, karena
berbagai penyakit kulit lainnya memberikan gambaran klinis yang mirip dengan skabies. Oleh
karena itu diagnosis harus dipadukan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Diagnosis
terhadap skabies dapat dibuat Ketika menemukan tungau fase dewasa dengan pemeriksaan
mikroskopis kerokan kulit. Namun, sensitivitas uji kerokan kulit masih dianggap rendah,
sehingga dalam mendiagnosis sering dikombinasikan antara gejala klinis yang terlihat dan
respons terhadap terapi yang diberikan. Peneguhan diagnosis dapat juga dilakukan
dengan uji serologi enzyme-linked immunosorbent assay/ELISA , namun reaksi silang terhadap
akarida lainnya seperti tungau telinga yang disebabkan oleh Otodectes cynotis masih dapat
terjadi (Paraningtyas et al., 2023). Scabies ditularkan melalui kontak langsung dengan hewan
yang terinfeksi atau lingkungan yang telah tercemar oleh tungau tersebut. Penyakit ini dapat
menyerang hewan besar dan hewan-hewan kecil (Amir et al., 2020).
Terapi yang diberikan pada kucing kasus, yaitu terapi kausatif, simptomatif, dan supportif.
Terapi kausatif diberikan ivermektin dengan dosis yang diberikan ialah 0,3 mg/kg BB dengan
jumlah yang diberikan sebanyak 0,07 ml dengan dua kali pemberian pada interval 14 hari. Sabun
sulfur juga diberikan dengan diendapkan dan diberikan secara topikal. Terapi simptomatik
diberikan dyphenhydramine HCL dosis 1 mg/kg BB, jumlah yang diberikan 0,3 ml satu kali
pemberian selama dua hari. Terapi suportif diberikan fish oil satu kapsul sehari selama 30 hari
(Amir et al., 2020).
Kesimpulan
Berdasarkan Anamnesis dan Diagnosa penunjang, kucing menderita penyakit Scabies yang mana
hasil dari kerokan kulit yang diamati secara mikroskopis terdapat tungau Sarcoptes Scbaei.
Penanganan yang dilakukan yaitu dengan pemeberian ivermectin secara subkutan.

Daftar Pustaka
Amir, K.L., Erawan, I.G.M.K, dan Arjentinia, I.P.G.Y. (2020). Laporan Kasus: Pemberian
Terapi Ivermectin dan Sulfur terhadap Kasus Scabiosis pada Kucing Ras Persia.
Indonesia Medicus Veterinus, 9(1): 89 – 94.
Kurniati, N., Yanitasari, Y., Lantana, D.A., Karima, I.S, dan Susanto, E.R. (2017). Sistem Pakar
untuk Mendiagnosa Penyakit Kulit dengan Menggunakan Certainty Factor. Jurnal
Ilmiah, 9 (1): 34.
Palgudani, B.U., Wangge, K.K.G, dan Wardhani, L..D.K. (2021). Handling of Scabies in
Domestic Cat at Q-one Petklinik Surabaya. Journal of Applied Veterinary Sciences and
Technology, 2(2):50 – 51.
Paraningtyas, A.D., Soma, I.G, dan Suartha, I.N. (2023). Sulfur Treatment for Scabiosis in Local
Puppy. Veterinary Science and Medicin Journal, 5(8): 70 – 71.
Susanto, H., Kartikaningrum, M., Wahjuni, R.S., Warsitu, S,H, dan Yuliani, M.G.A.
(2020). Kasus Scabies (Sarcoptes Scabies) di Klinik Intimedipet Surabaya. Jurnal
Biosains Pascasarjana, 22 (1): 38 – 39.
Trikasih, I.R, dan Mukhtar, J. (2022). Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Kulit pada
Kucing Berbasis WEB Dengan Menggunakan Metode Certainty Factor (CF). Jurnal
Sains dan Teknologi Masyarakat, 2(2): 441.

Anda mungkin juga menyukai