Disusun oleh :
Bayu Dwi Prasetyo (1904110006)
Dimas Dwi Nugroho Santoso (1904155379)
Pandapotan Eduart Sirait (1904124709)
Ryan Elya Manullang (1904111349)
Rizky Akbar Putrayudha (1904124588)
Puji syukur kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
mencurahkan nikmatnya serta kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “Staphylococcus aureus” makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas
dari salah satu mata kuliah yaitu Biologi Tumbuhan Air.
Kami berharap dengan tersusunya makalah ini yaitu tentang Staphylococcus aureus ,
bisa menjadi bahan pembelajaran bagi pembaca khususnya kami selaku penulis.Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan , maka saya mengharap
kritik dan saran yang membangun. Semoga segala usaha dan kerja keras dapat balasan yang
baik dari Tuhan Yang Maha Esa dan dapat bermanfaat bagi kita semua Amin
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi bakteri S. aureus dapat menimbulkan penyakit dengan tanda-tanda yang khas,
yaitu peradangan, nekrosis, tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut dan pembentukan
abses. Organ yang sering diserang oleh bakteri S. aureus adalah kulit yang mengalami luka
dan dapat menyebar ke orang lain yang juga mengalami luka. Lesi yang ditimbulkan oleh
bakteri S. aureus dapat dilihat pada abses lesi ataupun jerawat ( Razak dkk, 2013).
PEMBAHASAN
Staphylococcus aureus merupakan bakteri fakultatif anaerob. Bakteri ini tumbuh pada
suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC).
Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar,
halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang
mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri
(Jawetz et al., 2008). Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm,
cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Pada lempeng agar darah umumnya
koloni lebih besar dan pada varietas tertentu koloninya di kelilingi oleh zona hemolisis
(Syahrurahman et al., 2010).
mm sampai dengan 3 mm, berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona opak,
dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone). Tepi koloni putih dan dikelilingi
daerah yang terang. Konsistensi koloni seperti mentegah atau lemak jika di sentuh oleh ose.
diteliti lebih lanjut oleh Ogston dan Rosenbach pada tahun 1880-an. Namun genus
Staphylococcus diberikan kepada Ogston karena jika diamatai dengan mikroskop bakteri ini
terlihat seperti setangkai buah anggur. Namun spesies aureus diberikan oleh Rosenbach
karena pada biakan murni, koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning-keemasan (Yuwono,
2012). Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat berdiameter
0,7-1,2 mm, tersusun dalam kelompok–kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 oC, tetapi membentuk pingmen paling
baik pada suhu kamar (20-25 oC). koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai
kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau (Jawetz, 2005). Menurut
Kindom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Coccoi
Ordo : Bacillales
Famili : Satphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
membentuk koloni yang bersifat intermitten dan sedikit yang membentuk koloni yang
bersifat persiten dengan tidak menimbulkan gejala. Koloni S. aureus dapat ditemukan di
semua orang. Di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan yang lain sering ditemukan
pada petugas kesehatan dan pasien.24 Sebagian besar S. aureus pada orang dewasa dapat
ditemukan di nares anterior. Sedangkan tempat potensial lain yang dapat membentuk koloni
S. aureus adalah tenggorokan, kulit, ketiak, rectum dan perineum. 25 S. aureus dapat
Tangan merupakan vektor utama untuk transmisi S. aureus dari tangan ke hidung,
seperti kegiatan mengorek hidung. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap keadaan
kolonisasi S. aureus, misal rumah sakit dimana petugas kesehatan baik tenaga medis maupun
non medis, pasien, dan pengunjung rumah sakit saling berinteraksi serta berbagai kegiatan
tindakan medis dilakukan sehingga akan meningkatkan risiko terjadi kolonisasi S. aureus.
Kegiatan maupun tindakan yang mengarah ke lesi pada kulit juga memiliki hubungan dengan
kolonisasi S. aureus, seperti saat melakukan puncture melalui kulit dan sebagainya.
Selain faktor lingkungan, host juga memiliki peran penting terhadap terjadinya
kolonisasi S. aureus. Sekresi hidung mempunyai peran penting dalam pertahanan imunitas
host. Komponen dari sekresi hidung yang mempunyai kontribusi terhadap pertahanan
imunitas bawaan host antara lain imunoglobulin A dan G, lisozim, laktoferin, peptida
(bulat), berwarna ungu dan bergerombol (Lowy 1998). Bakteri ini tidak bergerak, tidak
Koloni Staphylococcus sp. memiliki warna emas dan membentuk zona pucat tembus
pandang pada media Baird Parked Agar (BPA) (L.G Harris et al. 2002). Staphylococcus
aureus dapat ditemukan di lingkungan seperti udara, debu, kotoran, air, susu, makanan dan
minuman dan peralatan makan serta pada hewan. Sedangkan pada manusia normal
Staphylococcus aureus terdapat pada hidung dan kulit dengan proposi yang berbeda (Salasia
dkk. 2009). Menurut Jay (1996) terdapat kurang lebih 18 spesies dan subspesies yang dapat
yang dapat menyebabkan pencemaran pada makanan. Stafilokokal Enterotoksin (SE) tahan
terhadap pemanasan dan tahan terhadap enzim protease seperti pepsin yang terdapat dalam
saluran pencernaan. Stabilitas Stafilokokal Enterotoksin (SE) terhadap pemanasan dan enzim
pencernaan merupakan salah satu sifat yang berkaitan dengan keamanan pangan, karena
toksin tetap bertahan meskipun sudah dimasak atau dipanaskan. Stafilokokal Enterotoksin
(SE) yang terkonsumsi secara tidak sengaja akan tahan terhadap enzim yang ada dalam
stafilokokus lainnya antara lain melihat pertumbuhan koloni pada media BPA, uji katalase
untuk membedakan dari streptokokus, adanya produksi enzim koagulase serta adanya
fermentasi mannitol pada media MSA (Cappucino and Sherman, 2005).
1. Penempelan pada Protein Sel Host Kuman mempunyai permukaan yang mengandung
protein seperti lamini dan fibronektin. Keduanya bermanfaat untuk penempelan
dengan protein host. Kemudian membentuk matriks ekstraseluler dari epitel dan
permukaan endotel. Selain hal tersebut, S. aureus juga mengekspresikan fibrin atau
fibrinogen yang berikatan dengan protein sebagai faktor penggumpalan sehingga
akan memacu perlekatan pada penggumpalan darah dan jaringan rusak. Pengaruh
adesi juga akan memacu penempelan pada kolagen dan nantinya diketahui dapat
menjadi penyebab osteomyelitis dan septic arthritis.
2. Invasi S. aureus Sebelum S. aureus yang akan melakukan invasi akan didahului
dengan produksi ekstraseluler dalam jumlah besar. Dengan adanya protein tersebut
dapat menyebabkan S. aureus meyebar ke semua jaringan.
3. Menghindari dari Respon Pertahanan Tubuh
1. Kapsular Polisakarida
Adanya kapsular polisakarida ini dapat menutupi protein A dan faktor penggumpalan
sehingga membuat beberapa strain S. aureus tidak dapat terdeteksi. Dengan demikian S.
aureus terhindar dari adanya fagositosis.
2. Protein A
Protein A adalah komponen terbanyak dinding sel S. aureus yang dapat berikatan
dengan Fc molekul IgG kecuali IgG3. Dalam 14 serum, S. aureus mengikat IgG kemudian
menghambat opsonisasi dan fagositosis.
3. Leukosidin
Toksin yang berperan dan berpengaruh dalam pathogenesis S. aureus antara lain :
α-hemolisa atau α-toxin merupakan perusak membrane terbaik yang dimiliki S. aureus.
Digambarkan sebagai monomer yang mengikat membrane sel kemudian membentuk cincin
heptametric dengan lubang ditengah. Trombosit dan monosit adalah partikel yang sensitive
terhadap α-toxin. Cara beraksinya α-hemolisa mirip dengan osmosis lisis. Pelepasan α-
hemolisa atau α-toxin menyebabkan terjadinya syok septic.
δ-hemolisa merupakan toksin peptide yang sangat kecil dan diproduksi oleh kebanyakan jenis
S.aureus. Aktivitas δ-hemolisa dapat dihambat oleh adanya fosfolipid yang ada di dalam
serum
2. Exfoliatin
Exfoliatin merupakan toksin yang berupa protein ekstraseluler tahan panas tapi tidak
tahan terhadap asam. Toksin tersebut berhubungan 16 dengan lesi dermatologi berupa
scalded skin syndrome yang akan mengakibatkan lepuh menyeluruh dan epidermis hilang
3. Enterotoxin
1. Infeksi Piogenik
a. Folikulitis Folikulitis merupakan salah satu infeksi kulit dengan cirri formasi pustule,
furunkel, dan karbunkel. Dapat menyebabkan folikulitis superfisialis maupun folikulitis
profunda. Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya sedangkan karbunkel adalah
kumpulan dari furunkel.
b. Impetigo dan Selulitis Bula impetigo disebabkan adanya produksi toksin eksofoliatif.
Sedangkan selulitis merupakan kelainan kulit yang berupa infiltrate difus di subkutan dengan
tanda radang akut.
c. Infeksi organ dalam oleh S. aureus Penyebaran S. aureus secara hematogen dari lesi kulit
dapat menyebabkan bakterimia, endokarditis, pneumonia, meningitis, abses otak dan epidural
serta dapat terjadi infeksi ginjal, 17 osteomielitis, septic arthritis dan infeksi pada organ dan
jaringan lainnya.
2. Penyakit Toksigenik
c. Staphylococcal Food Poisoning Keracunan terjadi sekitar 1-6 jam setelah mengonsumsi
makanan yang terkontaminasi enterotoksin A, B, C1, C2, C3, D, E, atau H. Mempunyai
gejala mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen. Gejala tersebut mulai mereda antara 5-24
jam.
a. Antibiotik
Dokter dapat melakukan tes untuk mengidentifikasi jenis infeksi yang disebabkan oleh S.
aureus, serta memilih antibiotik yang tepat. Antibiotik biasanya direkomendasikan adalah
Cefazolin, Nafcilin atau oxcilin, Vancomycin, Daptomycin, Telavancin, dan Linezolid.
nfeksi Staphylococcus aureus yang disebut dengan MRSA (methicillin-resistant
Staphylococcus aureus) resisten atau kebal dengan banyak jenis antibiotik. Oleh karena itu,
dokter akan menyesuaikan pemberian antibiotik dengan kondisi Anda.
b. Drainese Luka
Drainase abses atau drainese luka adalah tindakan mengeluarkan nanah yang terkumpul
di dalam kantong (abses) sampai habis atau kering. Tindakan drainase sebaiknya segera
dilakukan sebelum abses pecah. Ada baiknya untuk mencegah bakteri ini semakin
memperparah kondisi pada luka ada baiknya kita mendrainese luka atau mengeringkan cairan
yang ada pada luka di tubuh.
c. Pengangkatan Perangkat
Selain pengobatan ada solusi lain untuk menjauhkan diri dari bakteri ini, ada baiknya
mencegah dari pada mengobati, karena itu berikut merupakan cara atau pencegahan infeksi
Staphylococcus aureus.
a. Cuci Tangan
Mencuci tangan dengan bersih adalah perlawanan terhadap kuman. Cuci tangan
setidaknya selama 15-30 detik, kemudian keringkan dengan handuk sekali pakai dan gunakan
handuk lain untuk mematikan kran. Jika tangan Anda tidak terlihat kotor, Anda dapat
menggunakan hand sanitizer yang berbahan dasar alkohol.
Jaga luka sayatan tetap bersih dan tertutup dengan perban yang steril dan kering hingga
luka sembuh. Nanah dari luka yang terinfeksi seringkali mengandung bakteri Staphylococcus
aureus. Oleh karena itu, menjaga luka tertutup dapat mencegah penyebaran bakteri.
Hindari berbagi benda pribadi seperti handuk, seprai, pisau cukur, pakaian dan peralatan
olahraga. Seperti yang telah disebutkan infeksi Staphylococcus aureus dapat menyebar
melalui benda, serta dari satu orang ke orang lainnya.
Bakteri Staphylococcus aureus dapat bertahan pada pakaian dan seprai yang tidak dicuci
dengan benar. Untuk menyingkirkan bakteri dari pakaian dan seprai, cuci di air panas jika
memungkinkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
S.aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan
juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga merupakan flora normal
pada saluran pernafasan. Selain pada saluran pernafasan S.aureus juga merupakan flora
normal pada kulit dan saluran cerna. S. aureus biasa terlihat berkoloni dan mempunyai ciri khas
bundar, licin dan halus, cembung, diameter 2 mm sampai dengan 3 mm, berwarna abu-abu sampai
hitam pekat, dikelilingi zona opak, dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone). Tepi koloni
putih dan dikelilingi daerah yang terang. Berhabitat pada manusia dan biasanya menyerang bagian
kulit, Bakteri ini juga mampu tumbuh pada suhu optimum 37 oC, tetapi membentuk pingmen paling
baik pada suhu kamar (20-25 oC). Pencegahan cenderung dengan menjaga kebersiha dengan baik dan
pengobatannya dengan mengkonsumsi beberapa jenis antibiotic.
Jawetz, E., Melnick, J.L. & Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran,
diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B., Mertaniasih, N. M.,
Harsono, S., Alimsardjono, L., Edisi XXII, 327-335, 362-363, Penerbit Salemba
Medika, Jakarta
Kateete, D.P., Kimani, C. N., Katabazi, F. A., Okeng, A., Okee, M. S., Nanteza, A., et al.,
2010, Identification of Staphylococcus aureus : DNase and Mannitol salt agar
improve the efficiency of the tube coagulase test, Journal Annal of Clinical
Microbiology and Antimicobials, 9-23.
Puspitasari., G. Murwani, S & Herawati, 2010, Uji Daya Antibakteri Perasan Buah
Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) terhadap Bakteri Methicillin Resistan
Staphylococcus aureus (MRSA) M.2036.T Secara IN VITRO, Skripsi, Program Studi
Pendidikan Dokter Hewan, Universitas Brawijaya.