BIOLOGI MOLEKULER
Oleh :
Rahmawati (AK1018046)
Semester 3B
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul “Tahap Replikasi
Pada Bakteri Staphylococcus aureus” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Biologi Molekuler. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan
memberikan penjelasan tentang manusia dan perubahan sosial . Penulis menyadari
bahwa makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan kritik dari pembaca
sangat penulis harapkan. Atas saran dan kritiknya, penulis ucapkan terima kasih.
Penyusun
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
BAB 3 PENUTUP................................................................................................ 8
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 8
3.2 Saran. ......................................................................................................... 8
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan
tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk
pigmen paling baik pada suhu kamar (20 -25 ºC). Koloni pada perbenihan padat
menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus
yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam
virulensi bakteri.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui morfologi bakteri Staphylococcus aureus
2. Untuk mengetahui klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus
3. Untuk mengetahui potogenisitas bakteri Staphylococcus aureus
4. Untuk mengetahui struktur antigen bakteri Staphylococcus aureus
5. Untuk mengetahui faktor virulensi bakteri Staphylococcus aureus
6. Untuk mengetahui mekanisme keracunan pada bakteri Staphylococcus
aureus
7. Untuk mengetahui tahapan replikasi pada bakteri Staphylococcus aureus
1
BAB 2
ISI
2.1.1 Morfologi
2.1.2 Klasifikasi
Domain : Bacteria
Kerajaan : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : S. aureus
2.1.3 Patogenisitas
2
Sebagian bakteri Stafilokokus merupakan flora normal pada kulit, saluran
pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga
ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen bersifat
invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu
meragikan manitol.
Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba
dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi,
dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi
dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan
tampon, atau pada anak anak dan pria dengan luka yang terinfeksi
stafilokokus. S. aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau infeksi
lokal lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah (Jawetz et al,
2008).
3
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan
berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor
virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya (Jawetz
et al, 2008)
a. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap
proses fagositosis. Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda genus
Staphylococcus dari Streptococcus.
b. Koagulase
c. Hemolisin
d. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan.
Tetapi perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena
Stafilokokus patogen tidak dapat mematikan sel sel darah putih manusia
dan dapat difagositosis.
e. Toksin eksfoliatif
4
merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang
ditandai dengan melepuhnya kulit.
g. Enterotoksin
5
Gejala klinis keracunan Staphylococcal Enterotoksin (SE) umumnya
muncul secara cepat dan dapat menjadi kasus serius tergantung respon
individu terhadap toksin, jumlah makanan terkontaminasi yang ditelan, dan
kondisi kesehatan korban secara umum. Keracunan makanan oleh SE
memiliki masa inkubasi yang pendek (hanya beberapa jam). Gejala
keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 30 menit sampai 6 jam, dan
puncaknya terjadi setelah 5 sampai 3 jam (Winarno, 2007). Gejala umum
dapat berupa mual, sakit perut, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya
nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, dan demam ringan. Pada
beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kejang otot perut, dan
perubahan yang nyata pada tekanan darah serta denyut nadi.
6
membutuhkan 3’ OH dari innovator . Dalam hal ini, berperanlah RNA
polymerase (primase) untuk membentuk RNA primer (susunan salinan
nukleotida pertama) pada rantai salinan. Setelah primer meyiapkan 3’OH
untuk dna polymerase, barulah DNA polymerase bisa melakukan
polymerase seperti yang dilakukan RNA polymerase. pada daerah leading
strand, polimerisasi DNA terjadi secara continue karena searah dengan
pembukaan unai ganda sehingga RNA primer yang dibutuhkan hanya satu
sampai kondon stop.
Namu, pada lagging strand, karena polimerisasi berjalan berlawan
arah, sementara daerah double heliks yang berlawanan arah menutup
kembali, maka polimerisasi harus berhenti dan harus dimulai lagi di
belakangnya ( tetap berlawanan arah dengan pembukaan namun
memajang dan menempati space yang telah dibuka oleh helikase)
akibatnya yang diutuhkan banyak.
3. Pengubahan RNA menjadi DNA dan penyambungan DNA
Setelah polimerisasi selesai, RNA primer yang menjadi awala – awalan
dari polimerisasi harus diubah menjadi DNA, karena yang dibutuhkan
adalah DNA, bukan RNA. Maka, DNA polimerase I berperan mengubah
RNA menjadi DNA pada. Pada daerah lagging strand, DNA polimerase I
bekerja keras karena jumlah RNA nya banyak.
Setelah menjadi DNA semua, fragmen- fragmen yang terputus (fragmen
okazaki) yang terbentuk pada lagging strand karena polimerase yang
discontinuwe harus di sabung. Penyambungan ini di lakukan oleh enzim
ligase
4. Proof reading: pengecekan yang dilakukan DNA polimerase guna
menghindari lesalahan. DNA yang salah akan dipotong
5. Terminasi: replikasi akan terhenti dilokasi terminasi khusus yang terdiri
urutan nukleotida tertentu. Situs ini diidentifikasi oleh protein khusu yaitu
TUS. Singkatnya, TUS menghalangi jalur helikase sehingga untai ganda
berhenti membuka. Akibatnya helikase jatuh proses selesai.
7
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA
Brown, T.A. 1995. Gene Cloning. 3rd Ed. London: Chapman & Hall. p. 234-237.
Brooks, G.F., J.S. Butel, and L.N. Ornston. 1995. Medical Microbiology. 4th ed.
Conecticut: Appleton & Lange, Simon & Schuster Company. p.197-202.
Fischetti, A.V., R.P. Novick, J.J. Ferreti, D.A. Portnoy, and J.I. Rood. 2000. Gram
Positif. Washington DC: ASM Press. p.315
Garna, H., N. Sekarwana, dan Azhali. 1989. Result of Salmonella typhi culture in
Patient with Suspected Typhoid Fever. Journal Pediatrica Indonesiana. 29,
hal. 105-111.
Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A. Adelberg., G.F. Brooks., J.S. Butel., dan L.N.
Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke -20 (Alih bahasa : Nugroho
& R.F.Maulany). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 211,213,215.
Karsinah, Lucky H.M., Suharto, dan Mardiastuti H.W. 1994. Batang Negatif Gram
dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit
Binarupa Aksara. hal. 161-162.
Katzung, B.G. 1998. Basic and Clinical Pharmacology. 7th ed. USA: Prentice Hall
Inc, Appleton & Lange. p.743-745.