Anda di halaman 1dari 3

Ciri-Ciri Makanan yang Terkontaminasi Bakteri dan Cara Pencegahannya

Bahan pangan sering tercemar oleh mikroorganisme. Mikroba biasanya berasal dari
lingkungan sekitar yang kebanyakan merupakan mikroba pembusuk. Selain itu, mikroba
dapat berasal dari hasil olahan suatu bahan pangan serta pada kondisi tertentu saat
penyimpanan. Karena mikroba dapat kita jumpai di mana saja maka bahan pangan sangat
jarang dijumpai dalam keadaan steril. Contoh mikroba yang sering mencemari bahan pangan
adalah bakteri Salmonella dan Bacillus cereus. Faktor-faktor penyebab terkontaminasinya
makanan ada beberapa macam, yaitu dapat terjadi akibat kerusakan mikrobiologis, kerusakan
mekanis, kerusakan fisik, kerusakan biologis dan kerusakan kimia.

Proses terjadinya kerusakan mikrobiologis pada bahan pangan secara umum yaitu
mikroba masuk ke dalam bahan pangan baik melalui udara, debu, tangan, atau media yang
lain. Kondisi di dalam bahan pangan seperti Aw (kandungan air dalam pangan) dan pH
mendukung atau sesuai dengan kondisi di mana mikroorganisme tersebut berkembang. Selain
itu, bahan pangan disimpan dalam kondisi yang memungkinkan atau bahkan mendukung
pertumbuhan mikroba seperti disimpan dalam suhu ruang (±280C) sehingga terjadi
metabolisme mikroba seperti mengeluarkan toksin atau racun yang menyebabkan kerusakan
makanan dan akan berbahaya jika dikonsumsi.

Karakteristik kerusakan bahan pangan berdasarkan uji organoleptik (rasa, warna, bau,
tekstur dan adanya mikroorganisme) pada tujuh golongan bahan makanan yang telah
dilakukan yaitu :
1. Karbohidrat
Terlihat adanya jamur karena aktivitas jamur di permukaan bahan pangan yang biasanya
berwarna putih atau kehijauan. Selain itu dapat berair, berlendir dan berbau karena aktivitas
bakteri yang menghasilkan enzim ekstraseluler.
2. Protein
Pada susu kadaluarsa akan terlihat lebih encer dan terbentuk gumpalan, bakteri yang biasa
mengkontaminasi yaitu Staphylococcus aureus. Pada daging dan ikan menjadi lebih pucat
dan berbau busuk karena perombakan protein menjadi amoniak. Selain itu, teksturnya juga
berubah menjadi lebih lembek.
3. Lemak
Terlihat kuning dan menggumpal. Muncul bau tengik dan rasa asam. Bau tengik dapat
terjadi karena absorbsi bau oleh lemak, aktivitas enzim pada bahan yang mengandung lemak,
aktivitas mikroba yang terkandung dalam lemak atau oksidasi oleh oksidasi di udara.
4. Gula
Rasa menjadi asam dan menimbulkan gas. Pada jus juga terdapat gumpalan.
5. Buah-buahan
Warna berubah menjadi lebih gelap, menjadi berair, tekstur lembek karena khamir atau
jamur, tetapi sedikit yang disebabkan oleh bakteri.
6. Sayur-sayuran
Menjadi lembek, lunak, dan berair. Hal tersebut karena organisme mempunyai enzim litik
seperti selulase dan pektinase yang berperan merusak dinding sel sayuran.
7. Makanan kaleng
Terjadi perubahan penampilan kaleng, seperti menggembung, penyok dan bau busuk.
Mikroorganisme yang biasa ada pada makanan kaleng yaitu Clostridium botulinium. Pada
makanan kaleng seperti sarden terdapat warna hitam yang disebabkan oleh reaksi antara
sulfida dan besi.

Keberadaan Salmonella sp., pada produk yang berasal dari daging unggas merupakan
bahan pangan asal hewan yang paling sering terkontaminasi oleh Salmonella sp., baik pada
karkas maupun produk olahannya, kontaminasi dapat bersumber dari tangan pekerja atau
akibat kurangnya sanitasi. Salmonella sp., merupakan bakteri patogen zoonotik yang dapat
mencemari pangan asal hewan, karena diketahui bahwa Salmonella sp., menetap pada saluran
intestinal sebagai bagian dari flora normal makhluk hidup. Selain itu, menetap juga pada
lingkungan seperti tanah, air dan serangga 27. Pencemaran pada air dan tanah melalui feses
atau serangga yang kontak dengan feses kemudian berkontak dengan makanan.27 28
Umumnya kejadian infeksi Salmonella sp., pada hewan/ternak seringkali tidak
memperlihatkan gejala klinis sehingga menghasilkan daging yang tercemar.

Bacillus cereus adalah organisme tanah yang sering mengkontaminasi nasi. Bacillus


cereus sangat dikenal sebagai penyebab penyakit akibat makanan di seluruh dunia. Bacillus
cereus dapat menyebabkan penyakit jika berjumlah lebih dari 106 CFU/g dalam bahan
pangan yang tercemar. Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh bakteri B. cereus yaitu muntah-
muntah, diare dan sakit perut. Gejala yang muncul diantaranya diare atau muntah dalam
jangka waktu 2 – 16 jam setelah makanan dikonsumsi, ada juga disertai dengan kolik dan
diare. Sindrom diare dapat disebabkan akibat produksi enterotoksin yang dihasilkan B.
cereus selama pertumbuhan vegetatifnya di dalam usus kecil. B. cereus ditemukan pada susu
pasteurisasi, daging beku dan sayur-sayuran. Dampak buruk dari B. cereus dapat dicegah
makanan harus dimasak dengan pemasakan yang dapat membunuh sel vegetatif dan yang
dapat mencegah germinasi spora kemudian pendinginan yang cepat sehingga memberikan
kejutan dan penyimpanan pada suhu refrigerator. B. cereus terdapat secara alami di tanah dan
pada produk segar. Organisme ini ada dimana-mana didalam tanah dan di lingkungan sekitar
kita, biasanya ditemukan pada bahan makanan mentah, makanan kering dan makanan olahan,
susu pasteurisasi, daging beku, sayur-sayuran, serealia dan rempah-rempah.

Cara Pencegahan Kontaminasi Makanan

Tindakan pencegahan dari kontaminasi makanan akibat bakteri salmonella sp. dan
Bacillus cereus dapat dilakukan dengan memperhatikan higiene sanitasi, serta melakukan
pemilihan cara pengolahan produk makanan yang berasal dari produk peternakan yang akan
dikonsumsi serta penyimpanan produk harus terpisah antara yang mentah dengan yang
matang. Produk makanan yang berasal dari hewan/ternak yang berisiko tercemar Salmonella
sp., dan Bacillus cereus harus dibedakan seperti peralatan baik itu talenan, pisau dan
peralatan lainnya, dalam proses pemasakan bahan pangan tersebut harus dimasak dengan baik
dan dianjurkan untuk dikonsumsi dalam kondisi matang. Selain itu, perlunya tindakan
pencegahan dengan membiasakan masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat
dalam hal keamanan pangan. Keberadaan Salmonella sp., dan Bacillus cereus pada makanan
harus menjadi perhatian untuk dilakukan pengawasan sehingga dapat mencegah terjadinya
kontaminasi pada makanan. Pengendalian yang efektif untuk mencegah terjadinya
pencemaran adalah dengan melakukan pendekatan Hazard Analysis and Critical Control
Points (HACCP) karena pengendalian harus dimulai dari hulu (tempat memproduksi
produk/ternak hingga hilir menjadi produk. Selain itu, pemerintah juga terus melakukan
kegiatan program monitoring dan surveillans monitoring residu dan cemaran mikroba
(PMSR-CM) pada beberapa unit kerja/unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jendral
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Penerapan Good Farming Practices (GFP) yang bertujuan
untuk melindungi usaha peternakan unggas skala kecil, menyediakan bahan pangan sehat
(food safety) dan menjaga kesehatan lingkungan. Disamping itu, penerapan Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) sangat penting dilakukan sebagai pengendalian yang efektif
dari infeksi pencemaran, serta pengendalian harus dimulai dari hulu dengan memproduksi
hewan, ternak atau produknya yang sehat dan bebas dari Salmonella sp. Dan Bacillus cereus.

Sumber :

Arini, L. 2018. Faktor-Faktor Penyebab dan Karakteristik Makanan Kadaluarsa yang


Berdampak Buruk pada Kesehatan Masyarakat. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,
2(1): 15-24.

Zelpina, E., Walyani, S., Niasono, A.B. dan Hidayati, F. 2020. Dampak Infeksi Salmonella
sp. dalam Daging Ayam dan Produknya Terhadap Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmu
Kesehatan, 6(1):25-34.

Anda mungkin juga menyukai