Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI FERMENTASI LANJUT

TEMPOYAK

OLEH:

EZRA AGITIAN NIM. 2382511004

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERISTAS UDAYANA
DENPASAR
2024

I. PENDAHULUAN
Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi yang menghasilkan energi,
dengan donor dan aseptor elektronnya berupa senyawa organik (umumnya
karbohidrat dalam bentuk glukosa). Di dalam udara normal, tersedia cukup
banyak oksigen sehingga proses respirasi dapat berlangsung dengan baik. Namun,
dalam sistem jaringan jumlah oksigen yang tersedia sangat terbatas yang segera
berkurang sehingga proses pembentukan energi akan berubah dan dapat terjadi
fermentasi. Dalam penyimpanan, dapat juga terjadi terbatasnya oksigen di udara
sehingga tidak cukup untuk dapat mempertahankan produk melangsungkan
metabolisma yang bersifat aerob.
Pengemasan dan penyimpanan produk fermentasi merujuk pada proses dan
praktik yang digunakan untuk menjaga kualitas, kesegaran, dan keamanan produk
fermentasi dari saat diproduksi hingga dikonsumsi. Pengemasan produk
fermentasi adalah proses mengemas produk fermentasi ke dalam wadah atau
kemasan tertentu dengan tujuan melindungi produk dari kontaminasi, oksidasi,
atau kerusakan fisik, serta untuk memperpanjang umur simpan produk. Jenis
kemasan yang digunakan untuk produk fermentasi dapat bervariasi tergantung
pada jenis produk, tekstur, dan persyaratan penyimpanannya. Pengemasan yang
baik juga mencakup penyegelan kemasan dengan rapat untuk mencegah
kontaminasi mikroba dan menjaga kesegaran produk. Penyimpanan adalah proses
menyimpan produk fermentasi setelah dikemas dalam kondisi yang sesuai untuk
menjaga kualitas dan keselamatan produk. Ini melibatkan pemilihan suhu,
kelembaban, cahaya, dan lingkungan penyimpanan yang tepat sesuai dengan
persyaratan produk tertentu. Penyimpanan yang tepat dapat memperlambat proses
fermentasi, menghentikan pertumbuhan mikroba patogen, dan mempertahankan
tekstur, rasa, dan nilai gizi produk fermentasi.
Produk fermentasi yang rusak atau terkontaminasi dapat menjadi sumber
penyakit karena pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan atau
produksi senyawa berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Ketika produk fermentasi tidak diproses atau disimpan dengan baik, kondisi
lingkungan yang menguntungkan dapat memberikan kesempatan bagi
mikroorganisme patogen untuk berkembang biak dalam produk tersebut.
Pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan ini dapat menghasilkan

ii
toksin atau senyawa berbahaya, yang ketika dikonsumsi oleh manusia dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti infeksi bakteri, keracunan makanan, atau
reaksi alergi. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan dan keamanan
produk fermentasi sepanjang rantai pasokan, mulai dari produksi hingga
konsumsi, untuk mencegah risiko kesehatan yang dapat timbul akibat konsumsi
produk yang rusak atau terkontaminasi.

iii
II. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK FERMENTASI

Produk fermentasi merupakan bagian penting dari beragam tradisi kuliner di


berbagai budaya di seluruh dunia, dan juga menjadi semakin populer karena
manfaat kesehatannya yang diakui. Namun, seperti halnya produk pangan lainnya,
produk fermentasi juga rentan terhadap kerusakan yang dapat mengurangi
kualitas, kesegaran, dan keselamatan konsumsinya. Beberapa faktor dapat
menyebabkan produk fermentasi menjadi rusak, termasuk kontaminasi
mikroorganisme yang tidak diinginkan, kondisi lingkungan yang tidak sesuai
selama proses fermentasi atau penyimpanan, kesalahan dalam teknik pengemasan,
dan penggunaan bahan baku yang tidak segar. Memahami faktor-faktor ini
penting untuk menjaga kualitas produk fermentasi dan memastikan keselamatan
konsumen. Reaksi biokimia yang menyebabkan kerusakan pada produk
fermentasi bisa bervariasi tergantung pada jenis produk dan kondisi lingkungan.
Beberapa contoh reaksi biokimia berdasarkan Adam (2001) yang dapat
menyebabkan kerusakan produk fermentasi meliputi:

1. Oksidasi Lemak
Oksidasi lemak merupakan reaksi di mana lemak dalam produk
mengalami degradasi karena reaksi dengan oksigen. Ini dapat
menghasilkan senyawa berbau dan berasa yang tidak diinginkan, serta
mempengaruhi kualitas produk.
2. Fermentasi Lanjutan
Jika produk fermentasi tidak disimpan dengan benar, mikroorganisme
dapat terus melakukan fermentasi, mengubah komposisi produk dan
menghasilkan senyawa yang merusak rasa atau tekstur.
3. Pembentukan Toksin
Dalam kondisi yang tidak tepat, bakteri patogen seperti Clostridium
botulinum dapat tumbuh dan menghasilkan toksin botulinum yang beracun
jika dikonsumsi. Toksin ini dapat menyebabkan botulisme pada manusia.
4. Pembentukan Senyawa yang Tidak Diinginkan

4
Selama proses fermentasi, mikroorganisme dapat menghasilkan senyawa
yang tidak diinginkan, seperti asam laktat, asam asetat, atau amonia, yang
dapat mempengaruhi rasa, aroma, dan tekstur produk fermentasi.
Bahan pangan yang kaya akan zat gizi akan lebih mudah rusak dan
menimbulkan resiko keamanan pangan yang lebih besar dibandingkan dengan
bahan yang kandungan gizinya lebih rendah. Produk fermentasi dapat rentan
terhadap kerusakan karena berbagai alasan, termasuk faktor lingkungan,
kesalahan dalam proses pengemasan, atau bahkan sifat produk fermentasi itu
sendiri.
 Berjamur
Disebabkan oleh kapang bersifat aerobic, paling banyak tumbuh pada
bagian luar permukaan bahan pangan yang tercemar. Bahan pangan
menjadi lekat, berbulu sebagai hasil produksi miselium dan spora kapang
dan berwarna.
 Pembusukan (rots)
Merupakan pembusukan dari produk-produk dengan tekstur yang cukup
baik seperti buah-buahan dan sayuran. Pertumbuhan mikroba merusak
bagian-bagian struktur bahan pangan menjadi produk yang sangat lunak
dan berair
 Berlendir
Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah seperti sayuran, daging
dan ikan menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta
pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lendir. Perubahan warna,
beberapa mikroba menghasilkan koloni-koloni yang berwarna atau
mempunyai pigmen yang memberi warna pada bahan pangan yang
tercemar lain.
 Berlendir kental seperti tali (ropines)
Lendir kental yang berbentuk tali dalam bahan pangan disebabkan oleh
berbagai spesies mikroba seperti B. subtilis, Lactobacillus plantarum. Pada
beberapa bahan pangan pembentukan lendir dikaitkan dengan
pembentukan kapsul oleh mikroba. Pada beberapa bahan pangan lainnya

5
dapat disebabakan oleh hidrolisis dari pati dan protein untuk menghasilkan
bahan bersifat lekat yang tidak berbentuk kapsul.

6
III. TEKNIK MENGEMAS DAN MENYIMPAN PRODUK PANGAN
Jumlah dan jenis populasi mikroba pada bahan pangan sangat spesifik.
Karena pengaruh selektif yang terjadi terhadap jumlah dan jenis mikroba pada
bahan pangan, sehingga satu atau beberapa jenis mikroba menjadi dominan
daripada yang lainnya dan merupakan mikroba yang spesifik pada bahan pangan
tertentu. Mikroba yang terdapat pada bahan pangan dapat berasal dari berbagai
sumber, seperti tanah, debu, air permukaan, saluran pencernaan manusia dan
hewan, saluran pernafasan manusia dan hewan, dan lingkungan pemeliharaan,
persiapan, penyimpanan dan pengolahan. Beberapa parameter yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan pangan menentukan apakah
suatu mikroba dapat tetap dorman mati atau tetap hidup subur sehingga tetap
dominan pada bahan pangan, tersebut antara lain.
 Sifat intrinsik
Sifat-sifat fisik, kimia dan struktur makanan yang mempengaruhi populasi
dan pertumbuhan mikroba disebut faktor intrinsik.
Faktor-faktor tersebut terdiri dari :
- pH
- Aktivitas air (aw )
- Potensi oksidasi/redok(Eh)
- Kandungan nutrisi
- Senyawa antimikroba
- Struktur biologi
 Faktor ekstrinsik
Kondisi lingkungan penyimpanan yang mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroba pada bahan pangan terutama adalah suhu penyimpanan,
kelembaban relative lingkungan, dan susunan gas dilingkungan tempat
penyimpanan.
 Faktor implisit
Adalah parameter biotik yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroba
yang terdapat di dalam makanan yang meliputi, sinergisme, antagonisme
dan sintrofisme. Sinergisme, dua atau lebih mikroba bekerja sama dan
saling membutuhkan. Antagonisme, kematian atau hambatan pertumbuhan

7
mikroba yang disebabkan mikroba lain yang mempengaruhi lingkungan
pertumbuhan mikroba pertama. Sintrofisme, adalah pertumbuhan antara dua
mikroba sehingga membentuk kondisi nutrisi yang memungkinkan mikroba
lainnya untuk tumbuh.

Produk fermentasi bisa menjadi rusak karena berbagai faktor, baik selama
proses fermentasi maupun selama penyimpanan setelahnya. Berikut adalah
beberapa faktor yang dapat menyebabkan produk fermentasi rusak menurut
Robertson G.L. (2009):
 Kontaminasi Bakteri atau Jamur yang Tidak Diinginkan, Proses fermentasi
yang tidak terkendali atau kemasan yang tidak steril dapat menyebabkan
pertumbuhan bakteri atau jamur yang tidak diinginkan dalam produk. Ini
bisa menghasilkan rasa yang tidak enak atau bahkan membuat produk
menjadi beracun. Kontaminasi bakteri patogen seperti Salmonella,
Escherichia coli (E. coli), atau Staphylococcus aureus dalam produk
fermentasi yang rusak dapat menyebabkan keracunan makanan. Gejala
keracunan makanan dapat bervariasi dari mual dan muntah hingga diare
dan demam.
 Kontaminasi Silang, Kontaminasi dari alat atau bahan lain yang digunakan
dalam proses fermentasi dapat menyebabkan produk menjadi rusak.
Misalnya, jika peralatan tidak dibersihkan dengan baik sebelum
digunakan, bakteri atau jamur yang tidak diinginkan dapat terintroduksi ke
dalam produk. Beberapa bakteri patogen seperti Clostridium botulinum
dapat menghasilkan toksin yang beracun jika tumbuh dalam jumlah yang
cukup dalam produk fermentasi yang rusak. Toksin ini dapat
menyebabkan botulisme, suatu kondisi serius yang dapat mengancam jiwa.
 Kondisi Penyimpanan yang Tidak Tepat, Suhu, kelembaban, dan cahaya
yang tidak sesuai dapat mempercepat kerusakan produk fermentasi.
Misalnya, penyimpanan produk fermentasi dalam suhu yang terlalu hangat
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri atau jamur yang tidak
diinginkan.

8
 Kebocoran atau Penutup yang Longgar, Jika kemasan tidak tersegel rapat,
udara, kelembaban, atau bakteri dari lingkungan sekitar dapat masuk ke
dalam produk dan menyebabkan kerusakan.
 Kontaminasi Metal, Kontak dengan bahan atau wadah logam tertentu
dapat menyebabkan reaksi kimia yang mengubah rasa atau warna produk
fermentasi, dan dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan keracunan
makanan. Kontaminasi logam berat seperti timbal atau merkuri dalam
produk fermentasi dapat menyebabkan keracunan logam berat jika
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup tinggi.
 Kadaluwarsa, Produk fermentasi juga dapat rusak jika melewati tanggal
kedaluwarsa, karena aktivitas mikroorganisme dalam produk akan terus
berlanjut bahkan setelah proses fermentasi selesai.
 Kondisi Lingkungan yang Tidak Higienis: Lingkungan yang kotor atau
tidak higienis selama proses fermentasi dapat menyebabkan kontaminasi
dan kerusakan produk.
Mengendalikan faktor-faktor baik selama proses fermentasi dan penyimpanan
dapat membantu mencegah produk fermentasi dari kerusakan. Selalu penting
untuk mengikuti pedoman kebersihan dan keamanan pangan yang baik untuk
menjaga kualitas produk fermentasi. Pengemasan dan penyimpanan produk
fermentasi adalah langkah penting untuk menjaga kualitas dan kesegaran produk
tersebut.
1. Pilih Kemasan yang Tepat: Kemasan yang digunakan haruslah sesuai
dengan jenis produk fermentasi yang dibuat. Misalnya, untuk produk cair
seperti kefir atau yogurt, kemasan botol kaca atau wadah plastik yang
kedap udara bisa menjadi pilihan yang baik. Sementara untuk produk
fermentasi padat seperti tempe atau kimchi, kantong vakum atau toples
kaca dengan penutup rapat bisa digunakan.
2. Pastikan Kemasan Bersih: Sebelum menggunakan kemasan, pastikan
untuk mencucinya dengan air panas dan sabun untuk menghilangkan
bakteri dan kotoran yang mungkin ada. Keringkan dengan bersih sebelum
digunakan.

9
3. Keringkan Produk: Pastikan produk fermentasi cukup kering sebelum
dikemas. Kelembaban berlebih dalam produk dapat menyebabkan
pertumbuhan jamur atau bakteri yang tidak diinginkan.
4. Isi Kemasan dengan Rapat: Isi kemasan hingga penuh, namun pastikan
ada sedikit ruang kosong di atas untuk menghindari kebocoran saat produk
mengembang atau berfermentasi lebih lanjut.
5. Tutup dengan Rapat: Pastikan kemasan tersegel rapat untuk mencegah
udara atau bakteri masuk ke dalam produk. Gunakan penutup yang sesuai
dan pastikan penutupnya terpasang dengan baik.
6. Simpan di Tempat yang Tepat: Tempat penyimpanan produk fermentasi
haruslah sesuai dengan jenis produk tersebut. Beberapa produk mungkin
perlu disimpan di dalam lemari pendingin untuk memperlambat proses
fermentasi, sementara yang lain bisa disimpan di suhu ruangan. Pastikan
untuk menyimpan produk di tempat yang sejuk, kering, dan terlindung dari
cahaya langsung.
7. Tanggal dan Label: Beri label pada kemasan dengan tanggal pembuatan
atau tanggal kedaluwarsa. Ini dapat membantu untuk melacak umur
simpan produk dan menghindari penggunaan produk yang sudah
kadaluwarsa.
Cara menyimpan produk fermentasi dapat bervariasi tergantung pada jenis
produknya. Berikut adalah beberapa pedoman umum yang dapat diterapkan:
1. Suhu Penyimpanan: Kebanyakan produk fermentasi lebih baik disimpan
dalam suhu yang rendah hingga sedang. Suhu rendah membantu
menghentikan atau memperlambat proses fermentasi. Namun, beberapa
produk tertentu mungkin memerlukan suhu ruangan untuk
mempertahankan tekstur dan rasa mereka.
2. Lemari Pendingin: Produk fermentasi seperti yogurt, kefir, atau sauerkraut
biasanya disarankan untuk disimpan di lemari pendingin untuk
memperpanjang umur simpan dan menjaga kualitasnya. Pastikan untuk
menyimpannya di dalam wadah kedap udara dan bersih.

10
3. Kontrol Kelembaban: Hindari menyimpan produk fermentasi di tempat
yang terlalu lembab, karena kelembaban berlebih dapat menyebabkan
pertumbuhan jamur atau bakteri yang tidak diinginkan.
4. Penutup Rapat: Pastikan produk fermentasi disimpan dalam kemasan yang
tertutup rapat untuk mencegah kontaminasi dari udara atau bakteri
eksternal.
5. Jauhkan dari Cahaya Langsung: Penyimpanan produk fermentasi dalam
tempat yang gelap atau dalam kemasan yang tidak tembus cahaya dapat
membantu menjaga kualitasnya.
6. Label dengan Jelas: Selalu beri label pada produk dengan tanggal
pembuatan dan/atau tanggal kedaluwarsa (jika relevan) serta instruksi
penyimpanan yang tepat.
7. Cek dan Buang yang Tidak Layak: Secara berkala periksa produk
fermentasi untuk melihat apakah ada tanda-tanda perubahan warna, bau
yang tidak biasa, atau tanda-tanda kerusakan lainnya. Jika terjadi, buang
produk tersebut untuk mencegah risiko keracunan makanan.
8. Ikuti Panduan Khusus: Beberapa jenis produk fermentasi mungkin
memiliki persyaratan penyimpanan yang lebih spesifik, seperti misalnya
fermentasi berbasis garam yang memerlukan kadar garam yang cukup
tinggi untuk menjaga kesegaran. Pastikan untuk mengikuti panduan
khusus untuk jenis produk fermentasi tertentu.
Teknologi pengemasan dan penyimpanan produk fermentasi berkembang seiring
dengan perkembangan dalam industri pangan dan ilmu pangan. Berbagai inovasi
dan teknologi telah diperkenalkan untuk meningkatkan kualitas, keselamatan, dan
umur simpan produk fermentasi.
 Pengemasan Vakum: Teknologi pengemasan vakum digunakan untuk
menghilangkan udara dari dalam kemasan produk fermentasi, menciptakan
lingkungan anaerob yang memperlambat pertumbuhan mikroorganisme
dan memperpanjang umur simpan produk. Ini sering digunakan untuk
produk fermentasi seperti keju, kimchi, atau jeruk.
 Pengemasan Modifikasi Atmosfer (MAP): Teknologi MAP melibatkan
penggantian udara dalam kemasan dengan campuran gas yang dikontrol

11
seperti nitrogen, karbon dioksida, atau oksigen. Ini membantu dalam
menjaga kualitas produk fermentasi dengan mengontrol laju respirasi
mikroorganisme dan oksidasi lemak.
 Kemasan Berpenghalang Cahaya: Kemasan yang dirancang untuk
memblokir cahaya ultraviolet dapat melindungi produk fermentasi dari
kerusakan oleh paparan cahaya. Ini penting karena cahaya dapat memicu
reaksi oksidasi dan perubahan warna atau rasa pada produk fermentasi.
 Sensor dan Monitoring: Teknologi sensor dan pemantauan dapat
digunakan untuk memantau kondisi penyimpanan produk fermentasi,
seperti suhu, kelembaban, atau kadar gas dalam kemasan. Ini membantu
dalam memastikan kondisi penyimpanan yang optimal dan mendeteksi
perubahan yang dapat mempengaruhi kualitas produk.
 Penyimpanan Dingin atau Beku: Penyimpanan produk fermentasi pada
suhu rendah atau pembekuan dapat memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme dan proses fermentasi. Ini umumnya digunakan untuk
produk seperti yogurt, kefir, atau tempeh untuk memperpanjang umur
simpan dan menjaga kualitas produk.

12
IV. KESIMPULAN

Pengemasan dan penyimpanan produk fermentasi adalah bagian penting


dari proses produksi dan distribusi produk fermentasi yang aman dan bermutu.
Dengan menerapkan praktik terbaik dalam pengemasan dan penyimpanan,
produsen dapat memastikan bahwa produk fermentasi tetap segar, aman, dan
memiliki umur simpan yang optimal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Adam, M.R. and M.J.R. Nout. 2001. Fermentation and Food Safety. Aspen
Publisher. Gainthersburg, Maryland.
Bahar, B. 2008. Kefir Minuman Susu Fermentasi. Gramedia Pustaka Utama.
Cabello-Olmo, M., Oneca, M., Torre, P., Díaz, J. V., Encio, I. J., Barajas, M., &
Araña, M. 2020. Influence of storage temperature and packaging on
bacteria and yeast viability in a plant-based fermented food. Foods, 9(3),
302.
Ekawati, I. G. A. 201). Produk Fermentasi Tape. Univ Udayana.
Greig, J. D., Todd, E. C., Bartleson, C. A., & Michaels, B. S. 2007. Outbreaks
where food workers have been implicated in the spread of foodborne
disease. Part 1. Description of the problem, methods, and agents involved.
Journal of food protection, 70(7), 1752-1761.
Steinka, I., Morawska, M., Rutkowska, M., & Kukułowicz, A. 2006. The
influence of biological factors on properties of some traditional and new
polymers used for fermented food packaging. Journal of food engineering,
77(4), 771-775.
Robertson, G. L. 2009. Food packaging and shelf life: a practical guide. CRC
Press.

14

Anda mungkin juga menyukai