Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN

“Dampak Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak


(Daging dan Susu) Terhadap Kesehatan”

Dosen Pengampu :

Ibu Dr. Iriyani K, SKM., M. Gizi

Disusun Oleh :

Sri Shinta Awalinda

2111016101

2021 Gizi

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Dampak
Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging dan Susu) Terhadap
Kesehatan”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ketahanan dan
Keamanan Pangan. Selain itu, penulis menyadari bahwa tugas ini dapat diselesaikan
karena bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Iriyani, SKM., M. Kes selaku
dosen pengampu yang telag memberikan petunjuk dan masukan dalam penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh


karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Samarinda, 10 Oktober 2023

Sri Shinta Awalinda

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I ............................................................................................................................5
PENDAHULUAN ........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 7
1.3 Tujuan .............................................................................................................7
BAB II .......................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 8
2.1 Kajian Teori ................................................................................................ 8
2.2 Pembahasan ................................................................................................ 9
BAB III .......................................................................................................................18
PENUTUP ..................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................19

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan utama usaha peternakan adalah menghasilkan bahan pangan
sumber protein bergizi tinggi berupa daging, susu, dan telur.Seluruh rangkaian
proses produksi sejak on farm sampai off farm lalu ke meja makan harus ada
jaminan aman dikonsumsi. Pepatah lama lebih baik mencegah daripada
mengobati sangat relevan diterapkan pada usaha peternakan. Penyakit hewan
ternak dikelompokkan menjadi penyakit menular dan penyakit menular
strategis. Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara
hewan dan hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa
penyakit hewan lain melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan
media perantara mekanis seperti air, udara, tanah, pakan, peralatan, dan
manusia; atau melalui media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba,
atau jamur (Wiwik, 2018)
Untuk menghadapi tantangan pasar global maka Indonesia harus mampu
menghasilkan produk pangan hewani yang aman, sehat, utuh, dan halal
(ASUH). Keamanan pangan (food safety) merupakan tuntutan utama
konsumen. Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke
waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk,
perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran akan
gizi, dan perbaikan pendidikan masyarakat (Tititek, dkk, 2007)
Bahan pangan asal ternak (daging, telur, susu) serta olahannya mudah
rusak dan merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba.
Cemaran mikroba pada pangan asal ternak yang dapat membahayakan
kesehatan manusia adalah Coliform, Escherichia coli, Enterococci,
Staphylococcus aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp.,

5
dan Listeria sp. Beberapa cemaran mikroba yang berbahaya pada produk
segar antara lain adalah Salmonella sp., Shigella sp., dan E. coli (Erni, 2009)
Cemaran mikroba dapat terjadi saat ternak masih hidup dan selanjutnya
mikroba masuk dalam rantai pangan. Titik awal rantai penyediaan pangan asal
ternak adalah kandang. Tata laksana peternakan sangat menentukan kualitas
produk ternak. Cemaran pestisida pada air, tanah, dan tanaman pakan yang
diberikan kepada ternak dapat masuk ke dalam tubuh ternak dan residunya
akan ditemukan dalam produk ternak. Selain residu pestisida, residu obat
hewan terutama antibiotik dapat terjadi pada produk ternak akibat pemberian
antibiotik tanpa memperhatikan anjuran pemakaian. Oleh karena itu, menjaga
kesehatan ternak sangat penting untuk mengurangi pemberian obat-obatan
kepada ternak.
Susu merupakan media yang sangatbaik bagi pertumbuhan bakteri dan
dapat menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan kesehatan
manusia. Karena itu, susu akan mudah tercemar mikroorganisme bila
penanganannya tidak memperhatikan aspek kebersihan. Bakteri yang dapat
mencemari susu terdiri atas dua golongan, yaitu bakteri patogen dan bakteri
pembusuk. Kedua golongan bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit
yang ditimbulkan oleh susu (milkborne disease), seperti tuberkulosis,
bruselosis, dan demam tipoid. Mikroorganisme lain yang terdapat di dalam
susu yang dapat menyebabkan penyakit adalah Salmonella, Shigella, Bacillus
cereus, dan S. aureus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam susu
melalui udara, debu, alat pemerah, dan manusia.
Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan
mikroba karena: 1) memiliki kadar air yang tinggi (68,75%), 2) kaya akan zat
yang mengandung nitrogen, 3) kaya akan mineral untuk pertumbuhan
mikroba, dan 4) mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba
lain. Kontaminasi mikroba pada daging dapat pula terjadi melalui permukaan
daging pada saat pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran

6
daging beku, pemotongan, pembuatan produk daging olahan, pengawetan,
pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran. Berdasarkan SNI 01-3932-1995,
yang dimaksud dengan karkas sapi adalah: 1) tubuh sapi sehat yang telah
disembelih dan dikuliti, 2) tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin
(pada sapi jantan) atau ambing (pada sapi betina), 3) dengan/atau tanpa ekor,
4) isi perut dan rongga dada dikeluarkan, dan 5) utuh atau dibelah membujur
sepanjang tulang belakangnya sehingga penyediaan pangan asal ternak harus
memenuhi keamanan pangan, yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)
kepada masyarakat perlu dilakukan melalui pengendalian residu dan cemaran
mikroba. (Erni, 2009)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dapat diketahui mengenai cemaran mikroba pada bahan pangan
asal ternak khususnya daging dan susu?
2. Bagaimana pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak khususnya
daging dan susu.
2. Mengetahui pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal
ternak.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori


a. Mikroorganisme Dalam Pangan
Pangan merupakan kebutuhan paling dasar bagi manusia. Oleh karena
itu, ketersediaan pangan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya,
terus diupayakan oleh pemerintah antara lain melalui program ketahanan
pangan. Melalui program tersebut diharapkan masyarakat dapat
memperoleh pangan yang cukup, aman, bergizi, sehat, dan halal untuk
dikonsumsi (Titiek, dkk, 2007)
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran
penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak
dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa
mikroorganisme yang mengkontaminasi makanan dapat menimbulkan
bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan
keracunan makanan. Lebih dari 90% terjadinya foodborne diseases pada
manusia disebabkan kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit
tifus, disentri bakteri atau amuba, botulism dan intoksikasi bakteri lainnya,
serta hepatitis A dan trichinellosis. (Ni Sri, dkk, 2013)
Mikroorganisme dalam pangan memiliki peranan penting, terutama
pada proses pengolahan bahan mentah menjadi produk setengah jadi dan
produk jadi dikarenakan enzim yang terdapat dalam mikroorganisme
tersebut. Banyak manfaat yang bisa kita peroleh dari pemanfaatan
mikroorganisme ini, diantaranya sebagai starter produk pangan hingga
fungsinya yang mampu menghambat kerusakan dan pembusukan bahan
pangan. Namun, selain manfaat tersebut, mikroorganisme juga memiliki

8
andil dalam terjadinya kerusakan dan proses pembusukan bahan pangan.
Beberapa proses pengolahan yang kurang tepat malah dapat menimbulkan
tumbuhnya mikroorganisme patogen. Mikroorganisme ini selanjutnya
menyebabkan terjadinya cemaran mikroba dalam pangan. (Ratih, dkk,
2018)

b. Mikroba Pada Ternak


Produk pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba
yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa penyakit yang
ditimbulkan oleh pangan asal ternak adalah penyakit antraks, salmonelosis,
brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis, dan penyakit akibat cemaran
Staphylococcus aureus (Supar dan Ariyanti 2005). Setelah ternak
dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan mulai merusak jaringan
sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak
mendapat penanganan yang baik. Mikroba pada produk ternak terutama
berasal dari saluran pencernaan. Apabila daging tercemar mikroba saluran
pencernaan maka daging tersebut dapat membawa bakteri patogen seperti
Salmonella. Menurut Rahayu (2006), bakteri patogen dari daging yang
tercemar dapat mencemari bahan pangan lain seperti sayuran, buah-
buahan, dan makanan siap santap bila bahan pangan tersebut diletakkan
berdekatan dengan daging yang tercemar. Oleh karena itu, penjualan
daging di pasar sebaiknya dipisahkan dengan bahan pangan lain terutama
makanan siap santap. (Titiek, dkk, 2007)

2.2 Pembahasan
a. Cemaran Mikroba pada Susu
Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena
kelezatan dan mengandung semua zat yang dibutuhkan tubuh. Semua zat

9
makanan yang terkandung di dalam susu dapat diserap oleh darah dan
dimanfaatkan oleh tubuh. Susu merupakan media pertumbuhan yang
sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi
penyebaran bakteri patogen sepanjang penanganannya tidak
memperhatikan kebersihan. Pencemaran pada susu terjadi sejak proses
pemerahan, dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing
sapi, air, tanah, debu di udara, manusia yang melakukan pemerahan,
peralatan yang kotor, dan udara (Tiah, dkk, 2013)
Penyakit bawaan makanan (foodborne disease) masih menjadi
ancaman di dunia global, baik di negara maju maupun negara berkembang,
dengan perkiraan satu kasus gastroenteritis di antara enam orang di
Amerika Serikat oleh Centers for Disease Control and Pervention (CDC).
Penyakit ini didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba
patogen atau produknya yang mencemari makanan dan minuman. Sebagai
salah satu produk ternak yang bergizi, susu dapat berkontribusi terhadap
penyakit bawaan makanan karena potensi perkembangan mikroba di
dalamnya jika kebersihan dan pengolahannya tidak dipantau secara hati-
hati. Metode sterilisasi lanjutan seperti pasteurisasi merupakan salah satu
upaya untuk mengatasi hal tersebut (Eka, 2023)
Susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri
dan dapat menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan
kesehatan manusia. Karena itu, susu akan mudah tercemar
mikroorganisme bila penanganannya tidak memperhatikan aspek
kebersihan. Karena itu, upaya memenuhi ketersediaan susu harus disertai
dengan peningkatan kualitas dan keamanan produk susu, karena seberapa
pun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan akan menjadi tidak berarti bila
bahan pangan tersebut berbahaya bagi kesehatan (Erni, 2009)
Bakteri yang dapat mencemari susu terdiri atas dua golongan, yaitu
bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Kedua golongan bakteri tersebut

10
dapat menyebabkan penyakit yang ditimbulkan oleh susu (milkborne
disease), seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid.
Mikroorganisme lain yang terdapat di dalam susu yang dapat
menyebabkan penyakit adalah Salmonella, Shigella, Bacillus cereus, dan
S. aureus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam susu melalui
udara, debu, alat pemerah, dan manusia. Mikroorganisme yang
berkembang dalam susu dapat menurunkan kualitas susu dan
mempengaruhi keamanan produk tersebut bila dikonsumsi oleh manusia.
Beberapa kerusakan pada susu yang disebabkan oleh cemaran
mikroorganisme adalah:
1. Pengasaman dan penggumpalan, yang disebabkan oleh fermentasi
laktosa menjadi asam laktat sehingga pH susu menurun dan kasein
menggumpal.
2. Susu berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan
pembentukan lendir akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan
bergetah oleh beberapa jenis bakteri.
3. Penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang disebabkan oleh
bakteri B. cereus.

Sebelum mengonsumsi susu perlu diperhatikan terlebih dahulu kondisi


susu tersebut. Susu segar yang baik adalah yang memenuhi kriteria aman,
sehat, utuh, dan halal (ASUH), yaitu: 1) tidak mengandung atau tidak
bersentuhan dengan barang atau zat yang diharamkan, 2) tidak mengandung
agens penyebab penyakit, misalnya mikroba penyebab penyakit hewan
menular (bakteri tipus, TBC) dan residu bahan berbahaya (antibiotik, logam
berat, pestisida, hormon), 3) tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apa pun,
dan 4) mengandung zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar Nomor 01-


3141- 1998, syarat susu segar antara lain adalah: 1) tanda-tanda organoleptik

11
tidak berubah atau tidak menyingkir, berwarna putih kekuningan, bau dan rasa
khas susu serta konsistensi normal, 2) kandungan protein minimal 2,70% dan
lemak minimal 3%, dan 3) cemaran mikroba maksimum 1 juta cfu/ ml. Susu
segar yang ASUH dapat dihasilkan dari ml sapi perah yang sehat serta
pemerahannya baik dan benar. Pengolahan susu melalui sterilisasi atau
pasteurisasi dapat menekan jumlah mikroba yang terdapat dalam susu segar.
Menurut Thahir et al. (2005), bahan dasar susu pasteurisasi pada beberapa
produsen susu di Jawa Barat mengandung mikroba total 104−106 CFU/g susu.
Namun, proses pasteurisasi dapat menurunkan kandungan mikroba hingga
0−103 CFU/g susu. Berdasarkan SNI 01-6366-2000, ambang batas cemaran
mikroba yang diperbolehkan dalam susu adalah 3 x 104 CFU/g sehingga susu
pasteurisasi yang dihasilkan produsen susu di Jawa Barat aman untuk
dikonsumsi (Erni, 2009)

b. Cemaran Mikroba pada Daging


Daging sapi dan ayam beserta olahannya merupakan kebutuhan
pangan protein asal hewan yang dibutuhkan dan banyak diminati oleh
masyarakat. Ketersediaan pangan asal hewan yang cukup, baik kualitas
maupun kuantitas, bergizi, aman, sehat, dan halal atau lebih dikenal
dengan istilah ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) merupakan hal yang
sangat penting untuk menjadi perhatian khusus pemerintah demi
mewujudkan ketahanan pangan nasional. Mikroba patogen tak jarang
mencemari daging sapi dan ayam. Hal ini sangat berbahaya karena dapat
menimbulkan penyakit pada manusia akibat mengkonsumsi pangan asal
hewan yang terkontaminasi bakteri patogen tersebut, yang dikenal dengan
istilah “Food-Borne Disease” (Iif, dkk, 2015)
Nilai gizi yang terkandung dalam daging sangat mendukung bagi
kehidupan mikroorganisme terutama bakteri.Adanya aktivitas mikroba

12
dalam daging akan menurunkan kualitas daging yang ditunjukkan dengan
perubahan warna, rasa, aroma dan pembusukanyang dipengaruhi oleh
kondisi ternak, kondisi lingkungan, kondisi tempat pemotongan dan
proses penanganan daging mulai dari pemotongan sampai pengolahan.
Penerapan sistem hazard analysis critical control point (HACCP) pada
usaha peternakan secara terpadu akan meminimalkan terjadinya bahaya
pada produk pangan asal ternak (Bambang, dkk, 2012)
Produk olahan daging merupakan produk highly-perishable food yaitu
pangan yang memiliki risiko tinggi mengalami kerusakan sehingga
membutuhkan proses preservasi dengan suhu rendah untuk menjaga
kualitasnya. Proses pembekuan akan memperlambat laju perubahan
biokimia dan mikrobiologi makanan, produk makanan beku harus
dikirimkan pada suhu antara -1°C sampai dengan -8°C. Mikroorganisme
tidak akan berkembang dalam makanan yang disimpan di bawah suhu
minimum yang diperlukan untuk pertumbuhannya, tetapi jika suhu
meningkat, bakteri dapat hidup dan terus berkembang (Rizka, dkk, 2023)
Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah
hewan dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke
seluruh anggota tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak
bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah.
Pencemaran daging dapat dicegah jika proses pemotongan dilakukan
secara higienis. Pencemaran mikroba terjadi sejak di peternakan sampai ke
meja makan. Sumber pencemaran tersebut antara lain adalah: 1) hewan
(kulit, kuku, isi jeroan), 2) pekerja/manusia yang mencemari produk
ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari, kuku, alas
kaki, 3) peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), 4) bangunan
(lantai), 5) lingkungan (udara, air, tanah), dan 6) kemasan.
Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi
berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak

13
enak, dan menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi. Mikroba
yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp., E. coli,
Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas.
Kontaminasi mikroba pada daging dapat pula terjadi melalui
permukaan daging pada saat pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan,
penyegaran daging beku, pemotongan, pembuatan produk daging olahan,
pengawetan, pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran. Berdasarkan SNI
01-3932-1995, yang dimaksud dengan karkas sapi adalah: 1) tubuh sapi
sehat yang telah disembelih dan dikuliti, 2) tanpa kepala, kaki bagian
bawah dan alat kelamin (pada sapi jantan) atau ambing (pada sapi betina),
3) dengan/atau tanpa ekor, 4) isi perut dan rongga dada dikeluarkan, dan 5)
utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas daging, terutama pada saat
penyimpanan, adalah:
1. Karkas segar: karkas yang baru selesai diproses selama tidak lebih
dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut.
2. Karkas dingin segar: karkas segar yang segera didinginkan setelah
selesai diproses sehingga suhu daging menjadi 4−5°C. Jika
disimpan pada suhu 0°C, karkas masih layak dikonsumsi dalam
beberapa minggu.
3. Karkas beku: karkas yang telah mengalami proses pembekuan
cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan 12−18°C. Jika
disimpan pada suhu -6,60 sampai -17,70°C maka karkas beku
tahan selama 3−12 bulan.

c. Pengendalian Cemaran Mikroba


Pemberlakuan perdagangan bebas mengharuskan keamanan pangan
mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah,

14
produsen, dan konsumen. Di era pasar bebas, industri pangan Indonesia
harus mampu bersaing dengan negara lain yang telah mapan dalam sistem
penanganan mutunya (Erni, 2009)
Penyediaan pangan asal ternak yang memenuhi keamanan pangan,
yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) kepada masyarakat perlu
dilakukan melalui pengendalian residu dan cemaran mikroba. Upaya ini
sangat bermanfaat bagi pemerintah sebagai pengawas peredaran bahan
pangan asal ternak di pasar, terutama mengenai batas maksimum residu
antibiotik dan cemaran mikroba, produsen sebagai penghasil produk,
maupun konsumen untuk menjamin keamanan dan kesehatan Masyarakat
(Erni, 2009)

Gambar 1. Skema penerapan system keamanan pangan pada tiap


tahapan produksi.

Untuk memperoleh jaminan keamanan pangan perlu diterapkan sistem


keamanan pangan dalam setiap proses produksi (Gambar 1). Tahap awal
dimulai dari budi daya, yaitu perlu diterapkan praktek beternak yang baik
(good farming practices, GFP), meliputi sanitasi kandang dan lingkungan
sekitar kandang dan pemberian pakan ternak yang bebas jamur atau

15
aflatoksin. Selanjutnya pada tahap pascapanen perlu dilakukan praktek
penanganan pascapanen yang baik (good handling practices, GHP). Pada
tahap ini perlu diperhatikan peralatan atau mesin yang digunakan untuk
penanganan pascapanen. Pada saat pemotongan ternak, misalnya, pisau
yang disediakan untuk memotong ternak minimal 2 buah dan digunakan
secara bergantian untuk menghindari kontaminasi silang dari ternak yang
dipotong. Selanjutnya, pada tahap pengolahan perlu diterapkan good
manufacture practices (GMP), sehingga produk yang dihasilkan aman dan
sehat dikonsumsi. Pada tahap ini perlu diperhatikan penggunaan zat-zat
yang aman dan efektif untuk pengolah makanan. Sistem keamanan pangan
yang sudah diakui dan diterapkan secara internasional adalah Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) (Erna, 2009)
Sistem ini menekankan pada pengendalian berbagai faktor yang
mempengaruhi bahan, produk, dan proses. Pendekatan HACCP meliputi
tujuh prinsip yaitu:
1) Analisis potensi bahaya, bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi potensi bahaya yang diperkirakan dapat terjadi
pada setiap langkah produksi makanan.
2) Penentuan titik kendali kritis, merupakan langkah tindak lanjut
dari analisis potensi bahaya. Potensi bahaya yang telah
teridentifikasi harus diikuti dengan satu atau lebih critical
control point (CCP).
3) Penetapan batas kritis. Batas kritis mencerminkan batasan
yang digunakan untuk menjamin proses yang berlangsung
dapat menghasilkan produk yang aman.
4) Penetapan sistem pemantauan. Pada tahapan ini dilakukan
serangkaian pengamatan atau pengukuran untuk memeriksa
apakah CCP di bawah kendali dan untuk memperoleh catatan
yang akurat untuk digunakan dalam verifikasi.

16
5) Penetapan tindakan korektif. Pada tahapan ini dilakukan
tindakan perbaikan terhadap produk bila CCP melampaui
batas kritis.
6) Penetapan prosedur verifikasi, meliputi uji dan prosedur
tambahan untuk memastikan bahwa sistem HACCP berjalan
dengan efektif.
7) Penetapan dokumentasi dan penyimpanan. Tahapan ini
mencakup semua dokumentasi dan catatan yang sesuai untuk
rencana HACCP, seperti rincian analisis bahaya, penentuan
CCP dan batas kritis, pemantauan dan verifikasi.
(Erni, 2009)

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makanan dari produk pertanian merupakan sumber gizi bagi tubuh.
Setiap individu berhak mendapatkan makanan sehat. Kesalahan dalam
memilih makanan justru dapat menuai penyakit bahkan berujung pada
kematian. Cemaran dapat terjadi karena kontak langsung antara anggota tubuh
orang yang sedang sakit dengan makanan, baik yang disengaja maupun tidak
disengaja. Cemaran mikroba seperti Coliform, Escherichia coli, Enterococci,
Staphylococcus aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp.,
dan Listeria sp.yang berbahaya bagi kesehatan manusia harus dikurangi mulai
dari tahap budi daya, panen, pascapanen, pengolahan hingga distribusi.

3.2 Saran
Pentingnya menjaga kebersihan saat pengelohaan hingga
pendistribusian untuk menjaga dari cemaran mikroba jahat Oleh karena itu,
sangat dianjurkan untuk menerapkan Good Agriculture Practices, Good
Farming Practices, Good Handling Practices, dan Hazard Analysis and
Critical Control Point sehingga menghasilkan pangan yang aman, bermutu,
dan bergizi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Djaafar, T. F., & Rahayu, S. (2007). Cemaran mikroba pada produk pertanian,
penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Litbang
Pertanian, 26(2), 2007.

Gustiani, E. (2009). Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. Jurnal Litbang
Pertanian, 28(3), 96-100.

Kuntoro, B., Maheswari, R. R., & Nuraini, H. (2012). Hubungan penerapan standard
sanitation operational procedure (SSOP) terhadap mutu daging ditinjau dari
tingkat cemaran mikroba. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 15(2), 70-80.

Maulidina, R., Marlina, E. T., & Utama, D. T. (2023). Kualitas Mikroba Produk
Olahan Daging yang Dijual Secara Daring Dari UMKM di Kota
Bandung. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan, 4(2), 83-100

Rachmatiah, T., Anggraini, R., & Sigoro, I. (2013). Analisis cemaran mikroba,
kandungan nutrisi pada susu sapi segar hasil peternakan sapi perah. Jurnal
Penelitian dan Pengkajian Sains dan Teknologi, 23(2), 91-94.

Syarifah, I., & Novarieta, E. (2015, December). Deteksi salmonella sp pada daging
sapi dan ayam. In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner (pp. 675-680).

Winarsih, W. H. (2018). Penyakit ternak yang perlu diwaspadai terkait keamanan


pangan. Cakrawala, 12(2), 208-221.

Wulandari, E. Y. (2023). ANGKA LEMPENG TOTAL, MOST PROBABLE


NUMBER, DAN IDENTIFIKASI BAKTERI COLIFORM PADA SUSU SAPI
SEGAR DI KABUPATEN BANYUWANGI. Journal of Indonesian Medical
Laboratory and Science (JoIMedLabS), 4(1), 45-58.

19
Yuliani, N. S., & Oematan, A. B. (2013). Identifikasi mikrobiologi (Staphylococcus
dan Coliform) pada susu dan daging serta olahannya di Kota
Jogjakarta. Partner, 20(1), 20-29.

Yuniastri, R., Ismawati, I., & Putri, R. D. (2018). Mikroorganisme dalam


Pangan. Jurnal Pertanian Cemara, 15(2), 15-2

20
21

Anda mungkin juga menyukai