Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2111016101
2021 Gizi
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Dampak
Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging dan Susu) Terhadap
Kesehatan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ketahanan dan
Keamanan Pangan. Selain itu, penulis menyadari bahwa tugas ini dapat diselesaikan
karena bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Iriyani, SKM., M. Kes selaku
dosen pengampu yang telag memberikan petunjuk dan masukan dalam penulisan ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
dan Listeria sp. Beberapa cemaran mikroba yang berbahaya pada produk
segar antara lain adalah Salmonella sp., Shigella sp., dan E. coli (Erni, 2009)
Cemaran mikroba dapat terjadi saat ternak masih hidup dan selanjutnya
mikroba masuk dalam rantai pangan. Titik awal rantai penyediaan pangan asal
ternak adalah kandang. Tata laksana peternakan sangat menentukan kualitas
produk ternak. Cemaran pestisida pada air, tanah, dan tanaman pakan yang
diberikan kepada ternak dapat masuk ke dalam tubuh ternak dan residunya
akan ditemukan dalam produk ternak. Selain residu pestisida, residu obat
hewan terutama antibiotik dapat terjadi pada produk ternak akibat pemberian
antibiotik tanpa memperhatikan anjuran pemakaian. Oleh karena itu, menjaga
kesehatan ternak sangat penting untuk mengurangi pemberian obat-obatan
kepada ternak.
Susu merupakan media yang sangatbaik bagi pertumbuhan bakteri dan
dapat menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan kesehatan
manusia. Karena itu, susu akan mudah tercemar mikroorganisme bila
penanganannya tidak memperhatikan aspek kebersihan. Bakteri yang dapat
mencemari susu terdiri atas dua golongan, yaitu bakteri patogen dan bakteri
pembusuk. Kedua golongan bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit
yang ditimbulkan oleh susu (milkborne disease), seperti tuberkulosis,
bruselosis, dan demam tipoid. Mikroorganisme lain yang terdapat di dalam
susu yang dapat menyebabkan penyakit adalah Salmonella, Shigella, Bacillus
cereus, dan S. aureus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam susu
melalui udara, debu, alat pemerah, dan manusia.
Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan
mikroba karena: 1) memiliki kadar air yang tinggi (68,75%), 2) kaya akan zat
yang mengandung nitrogen, 3) kaya akan mineral untuk pertumbuhan
mikroba, dan 4) mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba
lain. Kontaminasi mikroba pada daging dapat pula terjadi melalui permukaan
daging pada saat pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran
6
daging beku, pemotongan, pembuatan produk daging olahan, pengawetan,
pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran. Berdasarkan SNI 01-3932-1995,
yang dimaksud dengan karkas sapi adalah: 1) tubuh sapi sehat yang telah
disembelih dan dikuliti, 2) tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin
(pada sapi jantan) atau ambing (pada sapi betina), 3) dengan/atau tanpa ekor,
4) isi perut dan rongga dada dikeluarkan, dan 5) utuh atau dibelah membujur
sepanjang tulang belakangnya sehingga penyediaan pangan asal ternak harus
memenuhi keamanan pangan, yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)
kepada masyarakat perlu dilakukan melalui pengendalian residu dan cemaran
mikroba. (Erni, 2009)
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak khususnya
daging dan susu.
2. Mengetahui pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal
ternak.
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
andil dalam terjadinya kerusakan dan proses pembusukan bahan pangan.
Beberapa proses pengolahan yang kurang tepat malah dapat menimbulkan
tumbuhnya mikroorganisme patogen. Mikroorganisme ini selanjutnya
menyebabkan terjadinya cemaran mikroba dalam pangan. (Ratih, dkk,
2018)
2.2 Pembahasan
a. Cemaran Mikroba pada Susu
Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena
kelezatan dan mengandung semua zat yang dibutuhkan tubuh. Semua zat
9
makanan yang terkandung di dalam susu dapat diserap oleh darah dan
dimanfaatkan oleh tubuh. Susu merupakan media pertumbuhan yang
sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi
penyebaran bakteri patogen sepanjang penanganannya tidak
memperhatikan kebersihan. Pencemaran pada susu terjadi sejak proses
pemerahan, dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing
sapi, air, tanah, debu di udara, manusia yang melakukan pemerahan,
peralatan yang kotor, dan udara (Tiah, dkk, 2013)
Penyakit bawaan makanan (foodborne disease) masih menjadi
ancaman di dunia global, baik di negara maju maupun negara berkembang,
dengan perkiraan satu kasus gastroenteritis di antara enam orang di
Amerika Serikat oleh Centers for Disease Control and Pervention (CDC).
Penyakit ini didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba
patogen atau produknya yang mencemari makanan dan minuman. Sebagai
salah satu produk ternak yang bergizi, susu dapat berkontribusi terhadap
penyakit bawaan makanan karena potensi perkembangan mikroba di
dalamnya jika kebersihan dan pengolahannya tidak dipantau secara hati-
hati. Metode sterilisasi lanjutan seperti pasteurisasi merupakan salah satu
upaya untuk mengatasi hal tersebut (Eka, 2023)
Susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri
dan dapat menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan
kesehatan manusia. Karena itu, susu akan mudah tercemar
mikroorganisme bila penanganannya tidak memperhatikan aspek
kebersihan. Karena itu, upaya memenuhi ketersediaan susu harus disertai
dengan peningkatan kualitas dan keamanan produk susu, karena seberapa
pun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan akan menjadi tidak berarti bila
bahan pangan tersebut berbahaya bagi kesehatan (Erni, 2009)
Bakteri yang dapat mencemari susu terdiri atas dua golongan, yaitu
bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Kedua golongan bakteri tersebut
10
dapat menyebabkan penyakit yang ditimbulkan oleh susu (milkborne
disease), seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid.
Mikroorganisme lain yang terdapat di dalam susu yang dapat
menyebabkan penyakit adalah Salmonella, Shigella, Bacillus cereus, dan
S. aureus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam susu melalui
udara, debu, alat pemerah, dan manusia. Mikroorganisme yang
berkembang dalam susu dapat menurunkan kualitas susu dan
mempengaruhi keamanan produk tersebut bila dikonsumsi oleh manusia.
Beberapa kerusakan pada susu yang disebabkan oleh cemaran
mikroorganisme adalah:
1. Pengasaman dan penggumpalan, yang disebabkan oleh fermentasi
laktosa menjadi asam laktat sehingga pH susu menurun dan kasein
menggumpal.
2. Susu berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan
pembentukan lendir akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan
bergetah oleh beberapa jenis bakteri.
3. Penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang disebabkan oleh
bakteri B. cereus.
11
tidak berubah atau tidak menyingkir, berwarna putih kekuningan, bau dan rasa
khas susu serta konsistensi normal, 2) kandungan protein minimal 2,70% dan
lemak minimal 3%, dan 3) cemaran mikroba maksimum 1 juta cfu/ ml. Susu
segar yang ASUH dapat dihasilkan dari ml sapi perah yang sehat serta
pemerahannya baik dan benar. Pengolahan susu melalui sterilisasi atau
pasteurisasi dapat menekan jumlah mikroba yang terdapat dalam susu segar.
Menurut Thahir et al. (2005), bahan dasar susu pasteurisasi pada beberapa
produsen susu di Jawa Barat mengandung mikroba total 104−106 CFU/g susu.
Namun, proses pasteurisasi dapat menurunkan kandungan mikroba hingga
0−103 CFU/g susu. Berdasarkan SNI 01-6366-2000, ambang batas cemaran
mikroba yang diperbolehkan dalam susu adalah 3 x 104 CFU/g sehingga susu
pasteurisasi yang dihasilkan produsen susu di Jawa Barat aman untuk
dikonsumsi (Erni, 2009)
12
dalam daging akan menurunkan kualitas daging yang ditunjukkan dengan
perubahan warna, rasa, aroma dan pembusukanyang dipengaruhi oleh
kondisi ternak, kondisi lingkungan, kondisi tempat pemotongan dan
proses penanganan daging mulai dari pemotongan sampai pengolahan.
Penerapan sistem hazard analysis critical control point (HACCP) pada
usaha peternakan secara terpadu akan meminimalkan terjadinya bahaya
pada produk pangan asal ternak (Bambang, dkk, 2012)
Produk olahan daging merupakan produk highly-perishable food yaitu
pangan yang memiliki risiko tinggi mengalami kerusakan sehingga
membutuhkan proses preservasi dengan suhu rendah untuk menjaga
kualitasnya. Proses pembekuan akan memperlambat laju perubahan
biokimia dan mikrobiologi makanan, produk makanan beku harus
dikirimkan pada suhu antara -1°C sampai dengan -8°C. Mikroorganisme
tidak akan berkembang dalam makanan yang disimpan di bawah suhu
minimum yang diperlukan untuk pertumbuhannya, tetapi jika suhu
meningkat, bakteri dapat hidup dan terus berkembang (Rizka, dkk, 2023)
Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah
hewan dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke
seluruh anggota tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak
bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah.
Pencemaran daging dapat dicegah jika proses pemotongan dilakukan
secara higienis. Pencemaran mikroba terjadi sejak di peternakan sampai ke
meja makan. Sumber pencemaran tersebut antara lain adalah: 1) hewan
(kulit, kuku, isi jeroan), 2) pekerja/manusia yang mencemari produk
ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari, kuku, alas
kaki, 3) peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), 4) bangunan
(lantai), 5) lingkungan (udara, air, tanah), dan 6) kemasan.
Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi
berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak
13
enak, dan menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi. Mikroba
yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp., E. coli,
Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas.
Kontaminasi mikroba pada daging dapat pula terjadi melalui
permukaan daging pada saat pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan,
penyegaran daging beku, pemotongan, pembuatan produk daging olahan,
pengawetan, pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran. Berdasarkan SNI
01-3932-1995, yang dimaksud dengan karkas sapi adalah: 1) tubuh sapi
sehat yang telah disembelih dan dikuliti, 2) tanpa kepala, kaki bagian
bawah dan alat kelamin (pada sapi jantan) atau ambing (pada sapi betina),
3) dengan/atau tanpa ekor, 4) isi perut dan rongga dada dikeluarkan, dan 5)
utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas daging, terutama pada saat
penyimpanan, adalah:
1. Karkas segar: karkas yang baru selesai diproses selama tidak lebih
dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut.
2. Karkas dingin segar: karkas segar yang segera didinginkan setelah
selesai diproses sehingga suhu daging menjadi 4−5°C. Jika
disimpan pada suhu 0°C, karkas masih layak dikonsumsi dalam
beberapa minggu.
3. Karkas beku: karkas yang telah mengalami proses pembekuan
cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan 12−18°C. Jika
disimpan pada suhu -6,60 sampai -17,70°C maka karkas beku
tahan selama 3−12 bulan.
14
produsen, dan konsumen. Di era pasar bebas, industri pangan Indonesia
harus mampu bersaing dengan negara lain yang telah mapan dalam sistem
penanganan mutunya (Erni, 2009)
Penyediaan pangan asal ternak yang memenuhi keamanan pangan,
yaitu aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) kepada masyarakat perlu
dilakukan melalui pengendalian residu dan cemaran mikroba. Upaya ini
sangat bermanfaat bagi pemerintah sebagai pengawas peredaran bahan
pangan asal ternak di pasar, terutama mengenai batas maksimum residu
antibiotik dan cemaran mikroba, produsen sebagai penghasil produk,
maupun konsumen untuk menjamin keamanan dan kesehatan Masyarakat
(Erni, 2009)
15
aflatoksin. Selanjutnya pada tahap pascapanen perlu dilakukan praktek
penanganan pascapanen yang baik (good handling practices, GHP). Pada
tahap ini perlu diperhatikan peralatan atau mesin yang digunakan untuk
penanganan pascapanen. Pada saat pemotongan ternak, misalnya, pisau
yang disediakan untuk memotong ternak minimal 2 buah dan digunakan
secara bergantian untuk menghindari kontaminasi silang dari ternak yang
dipotong. Selanjutnya, pada tahap pengolahan perlu diterapkan good
manufacture practices (GMP), sehingga produk yang dihasilkan aman dan
sehat dikonsumsi. Pada tahap ini perlu diperhatikan penggunaan zat-zat
yang aman dan efektif untuk pengolah makanan. Sistem keamanan pangan
yang sudah diakui dan diterapkan secara internasional adalah Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) (Erna, 2009)
Sistem ini menekankan pada pengendalian berbagai faktor yang
mempengaruhi bahan, produk, dan proses. Pendekatan HACCP meliputi
tujuh prinsip yaitu:
1) Analisis potensi bahaya, bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi potensi bahaya yang diperkirakan dapat terjadi
pada setiap langkah produksi makanan.
2) Penentuan titik kendali kritis, merupakan langkah tindak lanjut
dari analisis potensi bahaya. Potensi bahaya yang telah
teridentifikasi harus diikuti dengan satu atau lebih critical
control point (CCP).
3) Penetapan batas kritis. Batas kritis mencerminkan batasan
yang digunakan untuk menjamin proses yang berlangsung
dapat menghasilkan produk yang aman.
4) Penetapan sistem pemantauan. Pada tahapan ini dilakukan
serangkaian pengamatan atau pengukuran untuk memeriksa
apakah CCP di bawah kendali dan untuk memperoleh catatan
yang akurat untuk digunakan dalam verifikasi.
16
5) Penetapan tindakan korektif. Pada tahapan ini dilakukan
tindakan perbaikan terhadap produk bila CCP melampaui
batas kritis.
6) Penetapan prosedur verifikasi, meliputi uji dan prosedur
tambahan untuk memastikan bahwa sistem HACCP berjalan
dengan efektif.
7) Penetapan dokumentasi dan penyimpanan. Tahapan ini
mencakup semua dokumentasi dan catatan yang sesuai untuk
rencana HACCP, seperti rincian analisis bahaya, penentuan
CCP dan batas kritis, pemantauan dan verifikasi.
(Erni, 2009)
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makanan dari produk pertanian merupakan sumber gizi bagi tubuh.
Setiap individu berhak mendapatkan makanan sehat. Kesalahan dalam
memilih makanan justru dapat menuai penyakit bahkan berujung pada
kematian. Cemaran dapat terjadi karena kontak langsung antara anggota tubuh
orang yang sedang sakit dengan makanan, baik yang disengaja maupun tidak
disengaja. Cemaran mikroba seperti Coliform, Escherichia coli, Enterococci,
Staphylococcus aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp.,
dan Listeria sp.yang berbahaya bagi kesehatan manusia harus dikurangi mulai
dari tahap budi daya, panen, pascapanen, pengolahan hingga distribusi.
3.2 Saran
Pentingnya menjaga kebersihan saat pengelohaan hingga
pendistribusian untuk menjaga dari cemaran mikroba jahat Oleh karena itu,
sangat dianjurkan untuk menerapkan Good Agriculture Practices, Good
Farming Practices, Good Handling Practices, dan Hazard Analysis and
Critical Control Point sehingga menghasilkan pangan yang aman, bermutu,
dan bergizi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar, T. F., & Rahayu, S. (2007). Cemaran mikroba pada produk pertanian,
penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Litbang
Pertanian, 26(2), 2007.
Gustiani, E. (2009). Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. Jurnal Litbang
Pertanian, 28(3), 96-100.
Kuntoro, B., Maheswari, R. R., & Nuraini, H. (2012). Hubungan penerapan standard
sanitation operational procedure (SSOP) terhadap mutu daging ditinjau dari
tingkat cemaran mikroba. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 15(2), 70-80.
Maulidina, R., Marlina, E. T., & Utama, D. T. (2023). Kualitas Mikroba Produk
Olahan Daging yang Dijual Secara Daring Dari UMKM di Kota
Bandung. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan, 4(2), 83-100
Rachmatiah, T., Anggraini, R., & Sigoro, I. (2013). Analisis cemaran mikroba,
kandungan nutrisi pada susu sapi segar hasil peternakan sapi perah. Jurnal
Penelitian dan Pengkajian Sains dan Teknologi, 23(2), 91-94.
Syarifah, I., & Novarieta, E. (2015, December). Deteksi salmonella sp pada daging
sapi dan ayam. In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner (pp. 675-680).
19
Yuliani, N. S., & Oematan, A. B. (2013). Identifikasi mikrobiologi (Staphylococcus
dan Coliform) pada susu dan daging serta olahannya di Kota
Jogjakarta. Partner, 20(1), 20-29.
20
21