Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang

termasuk dalam golongan rumput-rumputan. Padi mempunyai umur yang

pendek yaitu kurang dari satu tahun, Padi sebagai tanaman pangan

dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk Indonesia sebagai makanan pokok

(Anwar, 2003). Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras sebagai

kebutuhan pangan pokok masih cukup tinggi. Menurut Machmur (2010) pada

tahun 1950 sampai tahun 1960 ketergantungan pangan masyarakat Indonesia pada

nasi atau beras masih sebesar 53%, namun kini ketergantungan itu semakin

tinggi yaitu 92-95%. Rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia relatif

tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia yaitu sekitar 139

kg/kapita/tahun (Dwijosumono, 2011).

Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,36 juta ton atau mengalami

kenaikan sebanyak 4,51 juta ton (6,37 %) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan

produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2,31 juta ton dan di luar

Pulau Jawa sebanyak 2,21 juta ton menurut BPS (2015). Kenaikan produksi

padi terjadi karena kenaikan luas panen seluas 0,32 juta hektar (2,31%) dan

peningkatan produktivitas sebesar 2,04 kuintal/hektar (3,97%). Peningkatan

produktivitas ini cukup membanggakan, namun masih jauh dari potensi hasil

panen yang diharapkan yaitu rata-rata 8,73 ton/ha (Suprihatno dkk., 2009), karena

produksi padi per hektar di Indonbesia adalah rata-rata hanya 4,56 ton. Bila
2

dibandingkan dengan negara-negara penghasil padi seperti Australia 8,22 to/ha,

Jepang 5,85 ton/ha, dan Cina sebesar 6,06 ton/ha maka produksi padi nasional

masih rendah (USDA,2004).

Laporan Dinas Pertanian Provinsi Papua tahun 2015, menunjukkan

produksi padi sebanyak 181.769 ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami

penurunan sebanyak 14.246 ton (7,27%) dibandingkan tahun 2014. Penurunan

produksi terjadi karena penurunan luas panen seluas 4.139 hektar (9,10%),

walaupun terjadi sedikit peningkatan produktivitas sebesar 0,86 kuintal/hektar

(2,00 %). Lebih lanjut dilaporkan bahwa sekitar 84% penghasil padi di Papua

berada di Kabupaten Merauke. Potensi lahan pertanian di kabupaten Merauke

sebesar 2,5 juta ha yang teridri atas lahan basah 1,937 juta ha dan lahan kering

554,5 ribu ha. Rata –rata produksi padi di Kabupaten Merauke adalah 4,5 ton/ha.

Lahan sawah tersebar di sembilan distrik (kecamatan), yaitu Merauke,

Semangga, Tanah Miring, Kurik, Jagebob, Sota, Muting, Elikobel, Ulilin, Okaba,

dan Kimaam. Dari potensi tersebut, sampai sekarang baru dimanfaatkan 30.000

ha. (Data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke, 2014),

sementara untuk rata-rata hasil produktivitas tanaman padi adalah 4,5 ton/ha.

Pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang tidak rasional secara terus

menerus bisa menyebabkan tumpukan residu yang melebihi daya dukung

lingkungan dan menyebabkan kesuburan tanah menurun (Hanafiah 2009),

akibatnya tidak mampu memberikan hasil yang diharapkan, bahkan cenderung

terjadi levelling off produksi (Kasno, 2010). Untuk mengantisipasi permasalahan

tersebut, maka perlu dilakukan terobosan teknologi budidaya menggunakan


3

cara-cara yang lebih ramah lingkungan agar kondisi kesuburan dapat

dipertahankan.

Upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pestisida

sintetis sangat perlu dilakukan dalam menuju pertanian berkelanjutan yang

ramah lingkungan. Saat ini banyak peneliti mulai tertuju pada sumberdaya

biologi dalam meningkatkan ketahanan tanaman, melalui peran mikroba

tanah yang bermanfaat. Teknologi yang sedang pesat perkembangannya

saat ini adalah pemanfaatan mikroorganisme (bakteri saprofit non

patogenik) yang dieksplorasi dari rizosfer tanaman yang dapat memacu

pertumbuhan tanaman (Desmawati, 2006; Loon, 2007). Rizobakteri memiliki

kemampuan mengkolonisasi rizosfer secara agresif dan beberapa jenis

rizobakteri mampu berperan ganda sebagai pupuk hayati dan bioprotektan

pada tanaman (Ashrafuzzaman et al., 2009). Mikroba yang bersifat

menguntungkan bagi tanaman seperti rizobakteri dari kelompok

Pseudomonas sp, dapat menyuburkan tanah dan sebagai penginduksi

ketahanan tanaman (induced systemic resintence /ISR) (McMilan, 2007).

Tanaman family Graminae dilaporkan mempunyai kemampuan untuk

meningkatkan populasi dan aktivitas mikroba yang ada diperakaran tanaman

dan juga memiliki kemampuan sebagai bakteri antagonis terhadap patogen

tanaman (Li dan Kremer 2000). Eliza et al., 2007, melaporkan bahwa bakteri

dari perakaran tanaman Graminae mampu melarutkan senyawa fosfat yaitu

sekitar 52,09% dari total isolat yang diuji. Kemampuan bakteri melarutkan
4

senyawa fosfat dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan

memudahkan penyerapan unsur fosfat oleh tanaman.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa rizobakteri dari kelompok

Bacillus sp. dan P seudomonas sp. mampu melarutkan fosfat (Sutariati, 2006),

sedangkan kelompok Serratia sp. selain mampu meningkatkan ketersediaan P

juga dapat memfiksasi nitrogen (Gholami et al., 2008). Isolat Bacillus sp. juga

dilaporkan mampu mensintesis hormon tumbuh IAA (Sutariati, 2006),

giberelin (Joo et al., 2005), dan sitokinin (Timmusk et al., 2005). Isolat P.

fluorescens mampu menghasilkan IAA (Sutariati, 2006), giberelin dan sitokinin

(Ahmad et al., 2005), demikian pula isolat Serratia sp. dilaporkan mampu

mensintesis IAA (El Azeem et al., 2007). Rizobakteri dapat diisolasi dari

rizosfer berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman kubis, apel dan kedelai

(Ikhwan, 2010). Rizobakteri juga dapat diisolasi dari tanaman Graminae, padi

gogo, rumput gajah, dan sereh, mampu memacu pertumbuhan tanaman pisang

(Eliza et al., 2007).

Beberapa mikroorganisme yang mampu meningkatkan kualitas tanaman

dan tanah adalah Pantoea agglomerans GTA24, Aeromonas hydrophila

KDTBA1, Paesturella multocida Mimo, Enterobacter gergoviae Pi8, dan

Enterobacter cloacae EG (Ryu et al., 2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

bakteri tersebut mampu menghasilkan acetoin (3-hydroxybutan-2-butanone)

dan enzim urease. Acetoin merupakan senyawa volatile yang dihasilkan oleh

bakteri yang berfungsi sebagai pemicu dalam proses stimulasi pertumbuhan

tanaman. Sedangkan menurut Taghavi et al. (2009), acetoin berperan penting


5

dalam menstimulasi terjadinya proses organogenesis (morphogenesis) tanaman

sehingga pembentukkan organ-organ tanaman lebih cepat, sehingga

pertumbuhan tanaman semakin cepat. Ryu et al. (2003) melaporkan bahwa

acetoin mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman Arabidopsis thaliana.

Selain itu acetoin juga dapat menginduksi ketahanan tanaman, meningkatkan

pembentukan jumlah cabang, akar dan bunga sehingga acetoin dapat

meningkatkan produktivitas tanaman.

Rizobakteri yang dapat digunakan sebagai pemacu tumbuh tanaman

adalah rizobakteri yang dapat menghasilkan pithohormon seperti hormon indol

asam asetat atau IAA, Giberellin, etilen (Calvo et al .,2014). Paten dan Glick

(2002) melaporkan bahwa sistesis berbagai pithohormon oleh rizobakteri tidak

berfungsi sebagai hormon bagi sel bakteri itu sendiri, namun terjadi hubungan

yang saling menguntungkan antara bakteri dengan tanaman itu sendiri. Tanaman

menggunakan hormon untuk mendukung proses pertumbuhan, sedangkan bakteri

memanfaatkan senyawa metabolit hasil fiksasi karbon yang dilakukan tanaman

seperti eksudat akar, karena eksudat akar mengandung asam amino tryptopan

yang dapat diubah menjadi IAA oleh rizobakteri (Karnval, 2009;Narula et al.,

2006; Narula et al., 2009; Moghaddam et al., 2012). Mekanisme kerja dalam

memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman adalah pertama, terjadi

pemanjangan dan pembesaran sel (Tepfer dan Cleland, 1979; Rayle dan Cleland,

1992; Didonet dan Magalhaes, 1993; Abel et al., 1994; Kotake et al., 2000;

Leveau dan Lindow, 2005; Abel dan Theologis, 2010; Rechenmann, 2010).

Pemanjangan sel terutama terjadi di daerah ujung batang dan ujung akar.
6

Pemanjangan sel di ujung batang menyebabkan tinggi tanaman dan jumlah daun

menjadi meningkat (Mattsson et al., 2003; Rechenmann, 2010; Scarpella et al.,

2010). Patten dan Glick (2002)

Berdasarkan hal tersebut diatas maka masih dimungkinkan untuk

mendapatkan rizobakteri penghasil acetoin dari rizosfer tanaman lokal

Merauke sebagai pemacu pertumbuhan, meningkatkan hasil tanaman padi,

dan kadar hara tanah.

1.2 Rumusan Masalah

Ada beberapa masalah yang akan dijawab dalam identifikasi acetoin ini

yaitu:

1. Apakah bakteri penghasil acetoin dapat diisolasi dari rizosfer

tanaman lokal di Merauke?

2. Apakah rizobakteri lokal Merauke penghasil acetoin dapat

memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman padi?

3. Bagaimanakah mekanisme kerja acetoin dalam memacu pertumbuhan

dan meningkatkan hasil tanaman padi?

4. Apakah perlakuan formula rizobakteri lokal Merauke efektif

memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman padi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan rhizobakteri lokal Merauke penghasil acetoin

memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman padi.


7

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengidentifikasi rizobakteri penghasil acetoin dari

rizosfer tanaman Family Graminae yang tumbuh di Merauke

Provinsi Papua.

2. Untuk mengetahui kemampuan rizobakteri penghasil acetoin

dalam memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman padi.

3. Untuk mengetahui mekanisme kerja acetoin dalam memacu

pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman padi.

4. Untuk memahami efektivitas perlakuan formula rizobakteri

penghasil acetoin dalam memacu pertumbuhan dan meningkatkan

hasil tanaman padi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara

akademik maupun secara praktis yaitu:

1. Memberikan referensi tentang potensi rhizobakteri terutama spesies

rhizobakteri penghasil acetoin sebagai pemacu pertumbuhan dan

meningkatkan hasil tanaman padi.

2. Memberikan fakta ilmiah tentang mekanisme kerja acetoin dalam

memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman padi.

3. Bagi masyarakat khususnya bagi para petani tanaman padi, dapat

menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu alternativ


8

dalam usaha meningkatkan hasil tanaman padi, dan mengurangi

penggunaan pupuk kimia sintetis.

Anda mungkin juga menyukai