Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP DAYA

PERKECAMBAHAN BENIH (BIJI)

Oleh :
Fajar Husen
Maretra Anindya P.
Rombongan : II
Kelompok
Asisten

B1J013002
B1J013090
:1
: Latifah Ambarwati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
I.

2015
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Padi termasuk famili Graminae, subfamili Oryzidae, dan genus
Oryza. Di dunia terdapat kurang lebih 22 jenis padi-padian (Oryza). Jenis
Oryza sativa dan Oryza glaberrima adalah jenis yang dibudidayakan,
sedangkan sisanya adalah jenis-jenis liar. Oryza sativa adalah jenis yang
paling tersebar ke seluruh dunia. Oryza sativa berbeda dengan Oryza
glaberrima karena spesies ini memiliki cabang-cabang sekunder pada
malai, ligula lebih panjang, gluma dan daunnya agak kasar serta dapat
tumbuh secara musiman (Manurung dan Ismunadji, 1988).
Buah padi merupakan bagian yang umum digunakan sebagai
bahan tanam (benih). Buah padi adalah ovary yang telah masak, bersatu
dengan lemma dan palea. Buah ini merupakan hasil penyerbukan dan
pembuahan yang terdiri dari embrio (lembaga), endosperm dan bekatul
(buah padi yang berwarna coklat (Ginting et al, 2008).
Tahapan

pertumbuhan

perkecambahan.

Proses

tanaman

padi

perkecambahan

benih

diawali

dengan

merupakan

suatu

rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan


biokimia. Menurut analis benih, benih dikatakan berkecambah jika sudah
dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan
keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan ISTA. Sedangkan menurut ahli fisiologi, perkecambahan adalah
proses pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di
dalam

benih

yang

terhenti

untuk

kemudian

membentuk

bibit.

Perkecambahan benih merupakan proses berubahnya benih menjadi


kecambah

yang

diawali

proses

metabolisme

benih

dan

aktivitas

pertumbuhan embrio menjadi kehidupan baru (Kozlowski, 1972).


B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat
pengatur tumbuh yang mampu meningkatkan daya perkecambahan
(viability) benih.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang terdapat pada


organ-organ tanaman yaitu pada akar, batang, tunas, daun, tunas bunga,
bintil akar, buah dan jaringan khusus. Respon terhadap giberelin meliputi
peningkatan

pembelahan

sel.

Giberelin

juga

dapat

merangsang

pertumbuhan batang dan dapat juga meningkatkan besar daun beberapa


jenis

tumbuhan,

besar

bunga

dan

buah.

Giberelin

juga

dapat

menggantikan perlakuan suhu rendah (2-4 0C) pada tanaman (Kusumo,


1990).
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar
embrionik) memanjang keluar menembus kulit biji. Gejala morfologi
dengan permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis
yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis. Secara
fisiologi, proses perkecambhan berlangsung dalam beberapa tahapan
penting meliputi absorbsi air, metabolisme pemecahan materi cadangan
makanan, transport materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio
yang aktif bertumbuh, proses-proses pembentukan kembali materi-materi
baru, respirasi dan pertumbuhan (Salibury, 1985).
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik
yang internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji
ditentukan keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan,
terutama asam giberelin (GA) dan asam absisat (ABA). Faktor eksternal
yang merupakan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban,
cahaya dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku
sebagai inhibitor perkecambahan (Mayer, 1975).
Menurut Villiers (1972), dormansi adalah kemampuan biji untuk
mengundurkan fase perkecambahannya hingga saat dan tempat itu
menguntungkan untuk tumbuh. Sedangkan menurut Lovelles (1990),
dormansi adalah masa istirahat yang khusus yang hanya dapat diatasi
oleh isyarat-isyarat lingkungan tertentu. Kemampuan istirahat dengan
jalan ini memungkinkan tumbuhan untuk bertahan hidup pada periode
kekurangan air atau pada suhu dingin. Dormansi dapat dipatahkan
dengan memberi zat pengatur tumbuh yaitu IAA, NAA, dan GA.
IAA (Indole Acetic Acid) adalah auksin endogen yang terbentuk dari
tryptophan yang merupakan suatu senyawa dengan inti indole yang

selalu terdapat dalam jaringan tanaman. Kandungan IAA dalam suatu


tanaman menunjukkan adanya hubungan yang berbanding terbalik
dengan adanya aktivitas IAA oksidase. Umumnya di daerah meristematik
kadar

auksinnya

tinggi

karena

aktivitas

IAA

oksidasenya

rendah

(Prawiranata et al., 1989).


NAA (Naphthyl Acetic Amida) adalah zat pengatur tumbuh yang
dikelompokan ke dalam auksin. Penambahan NAA akan mempengaruhi
pertumbuhan akar, yaitu mengenai banyaknya akar yang dihasilkan. NAA
lebih stabil sifat kimianya dan mobilitasnya dalam tanaman rendah. Sifat
kimianya yang mantap dan pengaruhnya yang lama serta keberadaan
hormon

ini

yang

tidak

menyebar

sehingga

tidak

mempengaruhi

pertumbuhan bagian lain menyebabkan pemakaian hormon ini berhasil


(Kusumo, 1990).
Menurut Heddy (1989), penambahan NAA akan mempersingkat
massa

dormansi,

begitu

juga

dengan

penambahan

GA

akan

memperpendek massa dormansi. Namun penambahan GA lebih efektif


dari NAA. Penambahan GA akan lebih cepat merangsang pertumbuhan
koleoptil pada biji. Selain jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) yang
digunakan,

konsentrasi

ZPT

juga

dapat

mempengaruhi

kecepatan

perkecambahan biji. Pemberian GA pada konsentrasi yang semakin tinggi


mengakibatkan semakin tinggi pula perkecambahannya, tetapi hal ini
tergantung pula pada jenis dari benih yang ada (Sutopo, 1984).
Fungsi

giberelin

dalam

proses

metabolisme

benih

adalah

mengaktifkan enzim amilase untuk merombak polisakarida (pati) menjadi


monosakarida (glukosa). Perombakan tersebut sangat mempengaruhi
proses perkecambahan benih untuk tumbuh menjadi kecambah normal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebutuhan benih terhadap
cahaya dapat digantikan dengan perlakuan GA 3 1.000 ppm (Suwarno, et
al., 2014).

III. MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cawan petri,
kertas merang, pipet tetes, dan beaker glass serta label.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini meliputi benih padi
(Oryza sativa), dan zat pengatur tumbuh yaitu GA 3 (Giberelin acid).
B. Metode
Cara kerja dalam praktikum kali ini adalah:
1. Benih padi direndam 24 jam dalam akuades.
2. Cawan petri yang telah dilapisi kertas merang sebanyak 5 buah dan
larutan GA (Giberelin Acid) dengan konsentrasi 5 ppm dan 10 ppm
disiapkan.
3. 10 benih padi lama dan 10 benih padi baru masing-masing diletakkan
ke dalam 5 cawan petri yang berbeda tersebut. 2 Cawan petri berisi
masing-masing 10 benih lama dan 3 cawan petri berisi masing-masing
10 benih padi baru.
4. Kemudian 2 cawan petri benih lama dan 2 cawan petri benih baru
masing-masing ditetesi GA 5 ppm dan 10 ppm hingga merata.
Sedangkan 1 cawan petri benih baru yang tersisa ditetesi dengan
akuades dan digunakan sebagai kontrol.
5. Cawan-cawan yang telah berisi benih tersebut diberi label dan
disimpan pada tempat yang gelap selama 10 hari.
6. Benih diamati setiap hari dan disiram dengan akuades secara berkala
agar tidak kering.
7. Data hasil pengamatan berupa jumlah biji yang berkecambah diamati.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
IV.1. Tabel Pengamatan Daya Perkecambahan Benih Padi
IV.2. Foto Pengamatan Daya Perkecambahan Benih Padi

Gambar 1. Kontrol Hari Ke-1

Gambar 2. Benih Lama 5 ppm


Hari Ke-1

Gambar 3. Benih Baru 5 ppm


Hari Ke-1

Gambar 4. Benih Lama 10 ppm


Hari Ke-1

Gambar 5. Benih Baru 10 ppm


Hari Ke-1

Gambar 6. Kontrol Hari Ke-10

Gambar 7. Benih Lama 5 ppm


Hari Ke-10

Gambar 8. Benih Baru 5 ppm


Hari Ke-10

Gambar 9. Benih Lama 10 ppm


Hari Ke-10

Gambar 10. Benih Baru 10 ppm


Hari Ke-10

IV.3. Tabel AMOVA Daya Perkecambahan Benih Padi

B. Pembahasan

Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu


tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di
dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah
perubahan
tumbuhan

fisiologis
muda.

yang

menyebabkan

Tumbuhan

muda

ini

ia

berkembang

dikenal

sebagai

menjadi

kecambah

(Prawinata et al., 1989).


Menurut Abidin (1987), perkecambahan adalah berkembangnya
struktur-struktur

penting

dari

embrio

benih

dan

menunjukkan

kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal pada keadaan


yang menguntungkan. Kecambah normal adalah kecambah yang memiliki
kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal jika ditanam pada
lingkungan yang optimum dapat berkembang dengan baik, tanpa
kerusakan pada jaringan pendukung (contact tissue). Perkecambahan
yang sempurna ditandai dengan penetrasi struktur embrio berupa
radikula dari testa benih. Plumula dan radikula yang tumbuh diharapkan
dapat menghasilkan perkecambahan yang normal, jika faktor lingkungan
mendukung. Pada tingkat sel, tahapan metabolisme dan imbibisi terjadi
pada benih dorman dan benih nondorman saat sebelum perkecambahan.
Benih dorman mengalami semua proses perkecambahan, tetapi radikula
gagal memanjang.
Mekanisme perkecambahan diawali dengan berakhirnya dormansi
dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara,
maupun

media lainnya

yang

disebut

tahap

imbibisi.

Imbibisi

air

diperlukan biji untuk melakukan metabolisme tinggi sel-sel dalam embrio


dan organel subseluler berorganisasi yang akhirnya terjadi pemunculan
kecambah. Sel-sel dalam akar, daun, batang membesar, dan memanjang
dengan pengambilan air. Fase perkembangan ini dipacu oleh ZPT seperti
IAA, NAA, dan GA. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji
karena sel-sel embrio membesar dan biji melunak (Rismunandar, 1988).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks
dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap-tahap
yang terjadi pada mekanisme perkecambahan biji padi secara fisiologis
menurut Sutopo (1984) adalah:

Penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari
protoplasma.

Terjadi kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat


respirasi benih.

Terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan


protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke
titik-titk tumbuh.

Asimilasi dari bahan-bahan tersebut di atas pada daerah meristematik


untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhan sel-sel baru.

Pertumbuhan kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan


pembagian sel-sel pada titik tumbuh.
Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan

faktor luar (eksternal). Faktor dalam (internal) yang mempengaruhi


perkecambahan benih menurut Sutopo (1984) antara lain :
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya
tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki
cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum
sempurna. Kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka
benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis atau masak
fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum,
daya

tumbuh

maksimum

(vigor)

dan

daya

kecambah

maksimum

(viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi.


b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan
makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis
yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan
penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat
perkecambahan.

Berat

benih

berpengaruh

terhadap

kecepatan

pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya


kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen.
c. Dormansi
Dormansi merupakan fase istirahat yang ada didalam benih
sehingga benih tidak mengalami perkecambahan. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi dormansi menurut Sutopo (1984) antara lain :
1)

Adanya permeabilitas biji yang tinggi (kulit biji keras).

2)

Kulit biji yang keras sehingga tahan terhadap perlakuan mekanis.

3)

Embrio belum masak secara fisiologis.

4)

Terdapatnya zat-zat penghambat perkecambahan di dalam biji.


Giberelin mengatasi dormansi tunas dan biji untuk berbagai
spesies

yang

bertindak

sebagai

pengganti

apabila

suhu

rendah,

kekeringan yang panjang atau cahaya merah. Biji dorman membutuhkan


tempat penyimpanan yang dingin dan kering setelah pematangan, dan
juga cahaya yang bertindak sebagai stimulator pada perkecambahan
yang sering diberi perlakuan dengan GA 3 untuk mengatasi dormansi.
Respon ini tergantung pada konsentrasi GA 3. Pada konsentrasi yang
rendah maka perkecambahan akan menurun. Hal ini membuktikan bahwa
perlakuan menggunakan hormon eksogen GA 3 dapat meningkatkan
perkecambahan secara signifikan (Zare et al., 2011).
Menurut Sutopo (1984), penghambat perkecambahan benih dapat
berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan
benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang
menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Faktor

luar

utama

yang

mempengaruhi

perkecambahan

diantaranya :
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri
terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di
sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung
kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi
oleh suhu (Sutopo, 1984). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air
belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen dan
umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen. Benih
mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada
kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan
merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan
atau bakteri (Hakim et al., 2009).
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya
perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat
dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35C (Sutopo, 1984). Suhu
juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan
ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan
zat tumbuh giberelin.

c. Oksigen
Proses

respirasi

akan

meningkat

pada

saat

berlansungnya

perkecambahan disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan


pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat
dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih. Kebutuhan
oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu,
mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kamil, 1982). Menurut
Chiang, (2009) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang
mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO 2. Benih yang
dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke
dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen
yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
Besar pengaruh cahaya terhadap perkecambahan tergantung pada
intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Chiang, 2009).
Menurut Sutopo (1984), pengaruh cahaya terhadap perkecambahan
benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan
cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat
perkecambahan,

golongan

dimana

cahaya

dapat

menghambat

perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik


pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat
fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan
bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo,
1984). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain
substrat kertas, pasir dan tanah.
Menurut Sutopo (1984), perkecambahan yang baik memiliki ciriciri:
1. Perkembangan sistem perakaran yang baik, terutama akar primer dan
akar seminal paling sedikit dua.
2. Perkembangan hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan
pada jaringan.
3. Pertumbuhan plumula sempurna dengan daun hijau tumbuh baik.
Epikotil tumbuh sempurna dengan kuncup normal.

4. Memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi
dikotil.
Umur simpan benih sangat dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi
lingkungan, dan perlakuan manusia. Berapa lama benih dapat disimpan
sangat bergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri.
Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam
jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran. Sebaliknya
benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi
penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar
di tanah. Semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin
menurun. Biji yang lama akan melakukan respirasi terus menerus
sehingga

kandungan

amilumnya

berkurang

dan

mengakibatkan

dormansi, sedangkan pada biji baru masih terdapat banyak enzim untuk
memecah

kandungan

amilum.

Masalah

yang

dihadapi

dalam

penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya


kadar air benih. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan
mengalami

kemunduran

tergantung

dari

tingginya

faktor-faktor

kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan


(Kusuma, 1990).
Menurut Villiers (1972), dormansi adalah kemampuan biji untuk
mengundurkan fase perkecambahannya hingga saat dan tempat itu
menguntungkan untuk tumbuh. Menurut Lovelles (1990) dormansi adalah
masa istirahat yang khusus yang hanya dapat diatasi oleh isyarat-isyarat
lingkungan

tertentu.

memungkinkan

Kemampuan

tumbuhan

untuk

istirahat
bertahan

dengan
hidup

jalan

pada

ini

periode

kekurangan air atau pada suhu dingin. Dormansi dapat dipatahkan


dengan memberi zat pengatur tumbuh yaitu IAA, NAA, dan GA.
Heddy

(1989)

menyatakan

bahwa

penambahan

NAA

akan

mempersingkat massa dormansi, begitu juga dengan penambahan GA


akan memperpendek massa dormansi. Namun penambahan GA lebih
efektif dari NAA. Penambahan GA akan lebih cepat merangsang
pertumbuhan koleoptil pada biji. Selain jenis zat pengatur tumbuh (ZPT)
yang digunakan, konsentrasi ZPT juga dapat mempengaruhi kecepatan
perkecambahan biji. Pemberian GA pada konsentrasi yang semakin tinggi
mengakibatkan semakin tinggi pula perkecambahannya, tetapi hal ini
tergantung pula pada jenis dari benih yang ada. Biji cabai mempunyai

kulit yang permeabel sehingga GA dapat lebih bebas masuk dan


merangsang perkecambahan lebih cepat (Sutopo, 1984).
Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang terdapat pada
organ-organ tanaman yaitu pada akar, batang, tunas, daun, tunas bunga,
bintil akar, buah dan jaringan khusus. Respon terhadap giberelin meliputi
peningkatan

pembelahan

sel.

Giberelin

juga

dapat

merangsang

pertumbuhan batang dan dapat juga meningkatkan besar daun beberapa


jenis

tumbuhan,

besar

bunga

dan

buah.

Giberelin

juga

dapat

menggantikan perlakuan suhu rendah (2-4 0C) pada tanaman (Kusumo,


1990).
Biji/benih tanaman terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam
endosperm terdapat pati yang dikelilingi oleh lapisan yang dinamakan
aleuron. Pertumbuhan embrio tergantung pada ketersediaan nutrisi
untuk tumbuh. Giberelin meningkatkan/merangsang aktivitas enzim
amilase

yang

akan

merubah

pati

menjadi

gula

sehingga

dapat

dimanfaatkan oleh embrio (Zummermar,1961).


Giberelin aktif pada tanaman utuh. Biji biasanya berkecambah
dengan segera bila diberi air dan udara yang cukup, mendapat suhu pada
kisaran yang memadai dan pada keadaan tertentu mendapat periode
terang dan gelap yang sesuai. Tetapi pada sekelompok tumbuhan yang
bijinya tidak segera berkecambah meskipun telah diletakan pada kondisi
kandungan air, suhu, udara dan cahaya yang memadai. Perkecambahan
tertunda selama beberapa hari hari, minggu atau mungkin beberapa
bulan. Tetapi dengan adanya giberelin dormansi dapat dipatahkan
(Prawiranata et al., 1989). Menurut Kusumo (1990) ada beberapa macam
giberelin yaitu GA1, GA2, GA3, GA4 dan menurut keaktifannya berturutturut adalah GA3, GA, GA2 dan GA4.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Benih padi baru lebih banyak yang berkecambah dari pada benih padi
lama.
2. Semakin tinggi konsentrasi zat pengatur tumbuh GA (Giberelin Acid)
yang diberikan, maka semakin tinggi pula perkecambahan.

B. Saran

DAFTAR REFERENSI
Abidin, Z. 1987. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.
Angkasa, Bandung.
Chiang G.C.K, Baruaa D, Kramera M.K, Amasinob R.M, and Donohuea K.
2009. Major flowering time gene, Flowering Locus C, regulates
seed germination in Arabidopsis thaliana. Department of
Organismic and Evolutionary Biology, Cambridge.
Ginting, Paham dan Syafrizal H,S. 2008. Analisis Data Penelitian. USU
Press, Medan.
Hakim M.A, Juraimi A.S, Begum M, Hanafi M.M, Ismail R, dan Selamat A.
2009. Effect of salt stress on germination and early seedling
growth of rice (Oryza sativa L.). University Putra Malaysia Selangor,
Malaysia.
Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.
Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. PT Angkasa, Bandung.
Kozlowski. 1972. Teknologi Benih 1. Angkasa Raya, Padang.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh. Yasaguna, Jakarta.
Lovelles, A. R. 1990. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah
Tropik. PT Gramedia, Jakarta.
Manurung, S.O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Mayer, B. S. And D. B. Anderson. 1975. Plant Physiology. D. Van Nostrand
Company, Inc., Princeton, New Jersey.
Prawiranata, W., Harram, S dan T. Tjodronegoro. 1989. Dasar Fisiologi
Tumbuhan II. IPB, Bogor.
Rismunandar. 1988. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Salisbury, F. B., dan C. W. Ross. 1985. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB,
Bandung.
Suwarno, Faizal C., Maryati Sari, dan Raden E. R.M. 2014. Viabilitas Awal,
Daya Simpan, dan Invigorasi Benih Kemangi (Ocimum basilicum L.).
Jurnal Agronomi Indonesia, 42(1), pp. 39-43.
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Rajawali, Jakarta.
Villiers, T.A., 1972. Seed Dormancy. Academic Press, New York.

Zare, A R., M. Solouki, M. Omidi, N. Irvani, A. Oladzad Abasabadi, and


Mahdi Nezad. 2011. Effect Of Various Treatments On Seed
Germination And Dormancy Breaking In Ferula Assa Foetida L.
(Asafetida), A Threatened Medicinal Herb. Trakia Journal of
Sciences, 9(2), pp 57-61.
Zummermar, P.W. 1961. Plant Growth Regulation. The Lowa State
University Press, USA.

Anda mungkin juga menyukai