Oleh:
ATIKA KUSUMA DEWI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
I. PENDAHULUAN
Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai
ekonomi tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal
peningkatan hasilnya dan kualitas buahnya. Apabila dilihat dari rata-rata
produksinya, ternyata tomat di Indonesia masih rendah, yaitu 6,3 ton/ha jika
dibandingkan dengan negara-negara Taiwan, Saudi Arabia dan India yang
berturut-turut 21 ton/ha, 13,4 ton/ha dan 9,5 ton/ha (Kartapradja dan Djuariah,
1992). Rendahnya produksi tomat di Indonesia kemungkinan disebabkan varietas
yang ditanam tidak cocok,kultur teknis yang kurang baik atau pemberantasan
hama atau penyakit yang kurang efisien. Kemampuan tomat untuk dapat
menghasilkan buah sangat tergantung pada interaksi atara pertumbuhan tanaman
genetic, dan kondisi lingkungannya. Faktor lain yang menyebabkan produksi
tomat rendah adalah penggunaan pupuk yang belum optimal serta pola tanam
yang belum tepat. Upaya untuk menanggulangi kendala tersebut adalah dengan
perbaikan system budidaya. Salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan
dapat meningkatkan hasil dan pertumbuhan tomat adalah hidroponik (Wijayani
dan Widodo,2005). Menurut Sundstrom (1982) dengan sistem hidroponik dapat
diatur kondisi lingkungannya seperti suhu, kelembaban relatif dan intensitas
cahaya, bahkan faktor curah hujan dapat dihilangkan sama sekali dan serangan
hama penyakit dapat diperkecil.
Arang sekam sendiri memiliki peranan penting sebagai media tanam pengganti
tanah.Arang sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor dan cukup dapat menahan
air. Penggunaan arang sekam cukup meluas dalam budidaya tanaman hias maupun
sayuran (terutama budidaya secara hidroponik). Arang sekam dapat dengan
mudah diperoleh di toko-toko pertanian. Namun tidak ada salahnya memproduksi
sendiri arang sekam untuk keperluan sendiri dan bahkan mungkin dapat
menjualnya nanti (Maspary, 2011). Arang sekam umum digunakan untuk media
tanam hidroponik dibandingkan dengan serbuk sabut kelapa. Beberapa penelitian
telah menyebutkan bahwa sabut kelapa mempunyai daya simpan air yang sangat
baik (Muhit dan Qodriyah, 2006)..
1.4 Hipotesis
Tanaman tomat termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dahulu.
Peranannya yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat sudah sejak lama
diketahui orang. Tanaman tomat (Lycopersium escuslentum Mill) adalah
tumbuhan setahun, berbentuk perdu atau semak dan termasuk ke dalam golongan
tanaman berbunga (angiospermai). Dalam klasifikasi tumbuhan, tanaman tomat
termasuk kelas Dicotyledonnae (berkeping dua).
4
5
Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna
batang hijau dan berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada permukaan
batangnya banyak ditumbuhi rambut halus terutama dibagian berwarna hijau.
Diantara rambut-rambut tersebut terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku-
bukunya terjadi penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah terdapat
akar-akar pendek. Jika dibiarkan (tidak dipangkas) tanaman tomat akan
mempunyai banyak cabang yang menyebar rata. Sebagaimana tanaman dikotil
lainnya, tanaman tomat berakar samping yang menjalar ke tanah.
Daunnya mudah dikenali karena mempunyai bentuk yang khas, yaitu berbentuk
oval, bergerigi, dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya merupakan
Dibagian bawah terdapat 5 buah kelopak bunga yang berwarna hijau. Buah tomat
yang masih muda biasanya terasa getir dan berbau tidak enak karena mengandung
lycopersicin yang berupa lendir dan dikeluarkan 2-9 kantong lendir.
Ketika buahnya semakin matang, lycopersicin lambat laun hilang sendiri sehingga
baunya hilang dan rasanyapun jadi enak, asam-asam manis ( Trisnawaty dan
Setiawan, 1993 ).
Tanaman tomat merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua tempat, dari
dataran rendah sampai tinggi (pegunungan). Tanaman tomat tomat tidak
menyukai tanah yang tergenang air atau becek. Tanah yang keadaannya demikian
menyebabkan akar tomat mudah busuk dan tidak mampu mengisap zat-zat hara
dari dalam tanah karena sirkulasi udara dalam tanah disekitar akar tomat kurang
baik. Akibatnya tanaman akan mati.
tomat adalah 230C pada siang hari dan 170C pada malam hari. Selisihnya adalah
adalah 60C. Suhu yang inggi dapat menyebakan panyakit daun berkembang,
sedangkan kelembapan yang relatif rendah dapat mengganggu pembentukan buah.
Pembentukan buah sangat ditentukan oleh faktor suhu malam hari. Pengalaman di
berbagai negara membuktikkan bahwa suhu yang terlalu tinggi di waktu malam
menyebabkan tanaman tomat tidak dapat membentuk bunga sama sekali,
sedangkan pada suhu kurang dari 100C tepung sari menjadi lemah tumbuhnya dan
banyak tepung sari yang mati, akibat hanya sedikit saja yang terjadi pembuahan
(Tugiyono, 2005).
Tanaman tomat sangat membutuhkan sinar matahari yang penuh sepanjang hari
untuk produksi yang menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak
disukainya. Daerah dengan kondisi demikian memungkinkan tanaman mudah
terserang penyakit cendawan busuk daun Phytophtora infestans dan sebagainya.
Angin kering dan udara panas kurang baik bagi pertumbuhannya karena sering
menyebabkan kerontokan bunga. Suhu yang paling ideal untuk perkecembahan
benih tomat adalah 25-300C. Sementara itu, suhu ideal untuk pertumbuhan
tanaman tomat 24-280C. Jika suhunya rendah maka pertumbuhannya akan rendah
terhambat. Demikian juga pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buahnya
yang kurang sempurna (Tugiyono, 2005).
2.2 Hidroponik
7
Hidroponik berasal dari kata hydroponick dari bahasa Yunani. kata tersebut
merupakan gabungan dari dua kata yaitu hydro yang artinya air dan porous yang
artinya bekerja. Jadi hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air
(Prihmantoro dan Indriani,2005)
Hidroponik memiliki pengertian secara bebas yaitu teknik bercocok tanam dengan
menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam
pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Prinsip dasar hidroponik
adalah memberikan atau menyediakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam
bentuk larutan. Pemberiannya dilakukan dengan menyiramkan atau meneteskan
ke tanaman. Yang pasti tidak digunakan tanah sebagai media tanam, melainkan
bahan-bahan yang bersifat porous (Trisnawati dan Setiawan,2005)
Pada dasarnya ada enam jenis sistem hidroponik yaitu sistem wick, budaya air,
EBB dan aliran, tetes, film teknik hara, dan aeroponik. Di antara berbagai jenis
sistem hidroponik, cara bertanam hidroponik sistem wick adalah jenis yang paling
sederhana. Cara bertanam hidroponik sistem wick merupakan sebuah solusi
pemberian nutrisi melalui sumbu ke media tanam yang digunakan sebagai
reservoir. Sistem ini dapat menggunakan berbagai media tanam, misalnya perlite,
vermiculite, kerikil pasir, sekam bakar, dan cocopeat. Cara bertanam hidroponik
ini juga dikenal dengan sistem sumbu (Afrizal, 2012). Dalam budidaya hidroponik
system yang paling sederhana yaitu sistem sumbu (wick system).Sistem sumbu
8
Menurut Rosliana (2005) menyatakan bahwa pemberian larutan hara yang teratur
sangatlah penting pada hidroponik, karena media hanya berfungsi sebagai
penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air yang berlebihan.
Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media tanam dalam hidroponik antara
lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan sebagainya. Arang
sekam (kuntan) adalah sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari
pembakaran yang tidak sempurna, dan paling banyak digunakan sabagai media
tanam secara komersial pada system hidroponik. (Perwitawati dkk, 2012).Bahan
organik merupakan media yang dapat mengalami proses pelapukan atau
dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut,akan
dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), dan mineral. Mineral yang
dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap tanaman sebagai zat
makanan. Namun, proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu
kemunculan bibit penyakit. Untuk menghindarinya, media tanam harus sering
diganti. Oleh karena itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan
sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi (Indrawati
dkk,2012). Marvel dkk (1974) dalam Suwandi (1993); mengungkapkan bahwa
9
media tumbuh seperti pasir,kerikil, batuan alam (semacam ferlite dan vermikulit),
sisa arang pembakaran dan juga media hidroponik yang lain telah dikembangkan
dalam system budidaya hidroponik. Menurut Susanto (2002), pilihan jenis media
ditentukan oleh jenis hidroponik yang akan digunakan dan jenis tanaman yang
akan ditanam. Komposisi substrat atau media yang dipilih dapat memberikan
pengaruh positif pada proses budidaya.
Baglog merupakan istilah lain dari media tanam jamur. Terdapat dua macam
baglog yang berpotensi menjadi limbah bagi lingkungan, yaitu baglog tua dan
baglog terkontaminasi. Baglog tua berasal dari baglog yang sudah tidak produktif
lagi atau sudah tidak menghasilkan jamur. Baglog tua biasanya baglog yang telah
berumur lebih dari tiga bulan. Baglog terkontaminasi disebabkan karena sebelum
baglog ditumbuhi jamur, baglog mengalami masa inkubasi, yaitu masa
penumbuhan mycellium hingga baglog full grown. Pada masa inkubasi terdapat
baglog yang terkontaminasi atau gagal tumbuh. Baglog yang terkontaminasi
dikeluarkan dari bedeng dan menjadi limbah (Maonah, 2010). Media
pertumbuhan jamur tiram biasanya dibuat dari campuran serbuk gergaji, bekatul,
kapur dan gips atau sering disebut dengan baglog. Media tersebut hanya bisa di
gunakan 1 kali dalam pertumbuhan jamur tiram, setelah itu diganti dengan yang
baru, untuk mendapatkan pertumbuhan jamur yang baik. Baglog yang sudah tidak
terpakai, sebagian besar belum dimanfaatkan oleh masyarakat, maka didalam
penelitian ini, peneliti ingin memanfaatkan limbah baglog sebagai media tanam,
karena didalam limbah baglog jamur tiram terdapat unsur hara makro yang
dibutuhkan oleh tanaman, seperti: N, P, K untuk membantu pertumbuhan tanaman
(Yuyun, 2006). Kandungan mineral limbah media tanam jamur meningkat setelah
panen, terutama mineral-mineral pada masa panen pertama dan kedua, walaupun
pada fosfor hanya sedikit saja peningkatannya.Keadaan ini menggambarkan
bahwa limbah media tanam jamur mengandung Ca dan P cukup tinggi. Hal ini
disebabkan karena pada proses pembuatan kompos media tanam jamur dilakukan
penambahan kapur (CaCO3). Keuntungan yang diperoleh dari limbah media
tanam jamur ini adalah terjadinya peningkatan unsur organik dalam tanah yang
dapat memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.Unsur organik tersebut
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Yuliastuti dan Adhi, 2003). Chazali dan
Pratiwi (2009) menyebutkan lebih lanjut tentang komposisi dari media tumbuh
jamur tiram yaitu sering disebut baglog adalah 86,6% terdiri dari serbuk gergaji,
11
Komposisi campruan media tanam jamur tiram dapat dilihat pada tabel 1.
Limbah baglog yang tersusun dari serbuk gergaji dan dedak akan terdekomposisi
dan dampaknya adalah akan menyediakan unsur seperti N, P, dan K yang
kemudian dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kusuma (2014) telah menganalisis
kandungan N, P, dan K dalam limbah baglog tersebut sehingga dihasilkan
kandungan seperti pada tabel 2.
Unsur Kandungan %
Nitrogen 0,87
Fosfor 0,05
Kalium 5,7
Kusuma, 2014
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei Juli 2018 di Laboratorium
Rekayasa Sumber Daya Air dan Laboratorium Daya Alat dan Mesin Pertanian,
Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah wadah persemaian,
sprayer, ember, balok kayu, timbangan digital, oven, mistar , cawan, penyemprot,
gelas ukur, EC meter, pH meter, thermometer, RH meter, pipa PVC 3 inch, pipa
PVC 4 inch, kawat, jaring, ayakan, kain flanel, gergaji pipa, camera digital, dan
alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
benih tomat, larutan pupuk AB Mix, arang sekam, limbah baglog jamur tiram,
dan, air.
12
13
Mulai
Pembuatan Nutrisi
Selesai
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan kombinasi komposisi media tanam, yaitu:
A0 : Tanah
A1 : Limbah baglog + Arang sekam (1:1)
A2 : Limbah baglog + Arang sekam (1:2)
A3 : Limbah baglog + Arang sekam (2:1)
14
Perlakuan Ao A1 A2 A3
Ulangan
1 Ao1 A11 A21 A31
2 Ao2 A12 A22 A32
3 Ao3 A13 A23 A33
4 Ao4 A14 A24 A34
Media Tanam yang digunakan adalah pencampuran limbah baglog dan arang
sekam.Sebelum dijadikan media tanam, limbah baglog harus dicuci dengan bersih
menggunakan saringan dan dicuci di air yang mengalir selama 2 kali pencucian
untuk mengurangi kandungan kapur yang ada pada limbah baglog. Kemudian
rendam baglog yang sudsh dicuci kedalam air panas selama 15 menit untuk
menghilangkan jamur-jamur yang tersisa. Setelah itu keringkan dibawah terik
matahari hingga benar-benar kering. Ketika sudah kering campurkan limbah
baglog dengan arang sekam dan cetak sesuai dengan perlakuan menggunakan
PVC yang telah diukur
Penyemaian tomat ini di lakukan sejak tomat masih dalam bentuk biji. Kemudian
biji tomat tersebut di keringkan dan di semai dalam media semai yaitu plastik dan
rockwoll. Proses penyemaian bibit tomat ini berlangsung selama kurang lebih 2
bulan atau hingga bibit tomat mencapai ketinggian 15 cm
15
3.5.5 Penanaman
Jika bibit sudah cukup umur (maksimal 25 hari setelah semai), selanjutnya bibit
dipindah tanam dari persemaian ke dalam cup atau netpot . Lepaskan polybag
semai dengan hati-hati, jangan sampai media semai pecah/rusak supaya bibit tidak
stres saat dipindah tanam. Kemudian media tanam disiram larutan nutrisi sampai
basah atau langsung ditempatkan pad tendon yang telah diberi nutrisi
3.5.7 Pemanenan
Buah tomat bisa dipanen ketika terlihat sudah matang 80-90% yaitu ditandai
ketika warna kulit buah sudah memerah. Biasanya buat tomat dapat mulai dipanen
pada umur 60-90 hari setelah tanam tergantung varietas.
Data dari hasil pengukuran tanaman tomat yaitu pH nutrisi tanaman, EC nutrisi
tanaman,, suhu dan RH lingkungan, tinggi tanaman, jumlah daun, berat hasil
brangkasan (hasil panen), warna, tekstur, dan penampilan dianalisis dengan
menggunakan analisis ragam (ANOVA), apabila berpengaruh dilakukan uji lanjut
BNT pada taraf 5%. Data yang telah diuji disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
17
DAFTAR PUSTAKA
Chazali S dan Pratiwi PS, 2009. Usaha Jamur Tiram Skala Rumah Tangga.
Penebar Swadaya. Jakarta
Fetmi silvina dan Syafrinal, 2008. Penggunaan Berbagai Medium Tanam dan
Konsentrasi Pupuk Organik Cair pada Pertumbuhan dan Produksi
Mentimun Jepang (Cucumis sativus) Secara Hidroponik.
Pekanbaru:Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Indrawati, R., D. Indradewa dan S.N.H. Utami, 2012. Pengaruh Komposisi Media
dan Kadar Nutrisi Hidroponik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat
(Lycopersicon esculentum Mill). UGM, Yogyakarta.
Kusuma W. 2014. Kandungan Nitrogen (N), Fospor (P), Kalium (K) Limbah
Jamur Tiram (Rleurotusostreatus) dan Jamur Kuping (Auricularia
auricular) Guna Pemanfaatannya sebagai Pupuk. Skripsi, Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin.
18
Prihmantoro, Heru dan Yovita Hety Indriani. 2005. Hidroponik Sayuran Semusim
Untuk Hobi dan Bisnis. Jakarta : Penebar Swadaya.
Putri AI. 2008. Pengaruh media organik terhadap indeks mutu bibit cendana
(Santalum album). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 21 (1):1-8.
Rahmah, N.L., Anggarini, S., Pulungan, M.H., Hidayat, N dan Wignyanto. 2014.
Pembuatan Kompos Limbah Log Jamur: Kajian Konsentrasi Kotoran
kambing dan EM4 Serta Waktu Pembalikan. Jurnal Teknologi Pertanian. 15:
59 66.
19
Trisnawati, Yani dan Ade Iwan Setiawan. 1993. Tomat, Pembudidayaan Secara
Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yuliastuti dan S. Adhi. 2003. Studi Kandungan Nutrisi Limbah Media Tanam
Jamur Tiram Putih Untuk Pakan Ternak.http://www.ut.ac.id/ html/ jmst/
jurnal_2003.1/Eko_Yuliastuti_ES/Studi_Kandungan_Nutrisi_Limbah_M
edia_Tanam.HTML(Diakses pada tanggal 07 November 2013).