Anda di halaman 1dari 44

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tomat (Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan asli Amerika Tengah

dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tanaman tomat merupakan salah satu

jenis tanaman holtikultura yang bernilai tinggi, untuk itu diperlukan cara yang

baik untuk meembudidayakan tanaman tomat. Tanaman tomat termasuk

komuditas tanaman yang exis dan multi guna, selain sebagai konsumsi sayuran

dan buah, tomat juga dibudidayakan sebagai bahan dasar kosmetik dan obat-

obatan.

Tomat merupakan komponen penting dalam susunan menu sehari-hari,

diantaranya sebagai bahan baku untuk sayuran tumis, saos tomat, juice tomat dan

masih banyak lagi menu makanan yang menggunakan buah tomat. Beberapa

varietas tomat yang dibudidayakan oleh petani adalah tomat apel, tomat kentang,

tomat ceri dan tomat biasa. Luas areal penanaman tomat di Kalimantan timur

adalah 1,285 ha dengan tata-rata produksi pada tahun 2013 yaitu 11,647 ton,

samapai dengan tahun 2014 adalah 15,649 ton dengan pertumbuhan 34.73 ton per

tahun, hal ini dipengaruhi oleh curah hujan yang baik, serangan hama dan

penyakit tidak terlalu besar sehingga menyebabkan hasil produksi tomat tahun

2013 dan 2014 mengalami perkembangan yang sangat baik. (Badan pusat

statistik, 2014)

Budidaya tomat khususnya di Kabupaten Kutai Timur telah lama di

lakukan oleh masyarakat. Upaya untuk meningkatkan produksi tomat di daerah ini

mengalami kendala yaitu adanya serangan organisme penggangu tanaman (OPT).


2

serangan OPT dapat menyebabkan penurunan kualitas maupun kuantitas produksi,

yang secara langsung mempengaruhi pendapatan petani, salah satu jenis diantara

beberapa jenis OPT ini adalah dengan kelompok hama tanaman. Berikut

merupakan peningkatan dan penurun produksi tanaman tomat adalah disebabkan

gangguan hama. Hama penting yang dapat menurunkan hasil produksi seperti

ulat tanah, ulat buah, ulat grayak, lalat putih, lalat buah, tungau bercak daun, dan

siput. Hama penting jika tidak dikendalikan akan menurunkan hasil dari produksi

tomat hinggga 50% (Setiawati, 2005). Sedangkan peningkatan hasil produksi

tanaman tomat dapat dilakukan dengan cara penggunaan pestisida. Namun karena

pestisida adalah bahan kimia beracun, pemakaian pestisida berlebihan dapat

menjadi sumber pencemaran bagi bahan pangan, air, dan lingkungan hidup

(Admawijaya, 2004).

Hama merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat

menimbulkan kerusakan fisik sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi petani.

Hama sering mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen.

Pada tanaman yang terserang daun dan menjadi sobek, terpotong-potong dan

berlubang pada buah. Jika tidak segera diatasi maka buah dan daun tanaman

diareal pertanian akan habis, serangan hama pengganggu tanaman yang tidak

terkendali akan menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi para petani (Gusti

Ngurah Gede Dharma Putra 2013).

Pengendalian hama pada tanaman tomat, dapat dilakukan dengan

menggunakan pestisida nabati. Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan

dasarnya diperoleh dari tanaman yang dapat dibuat dengan teknologi sederhana.

Pestisida nabati dibuat berupa larutan, hasil perasan, rendaman, ekstrak hasil
3

olahan bagian tanaman, seperti daun, batang, akar, dan buah. Salah satu diantara

pestisida nabati ini adalah ekstrak akar tuba (Sarjan 2012).

Senyawa bio-aktif rotenone (C23H22o6) paling banyak tedapat pada akar tuba

(Derris elliptica). Rotenone diklasifikasikan oleh World Health Organization

sebagai insektisida kelas II dengan tingkat bahaya menengah. Rotenone sangat

cepat rusak di air dan di tanah, dalam waktu 2-3 hari dengan paparan sinar

matahari seluruh racun rotenone akan hilang. Namun, senyawa bio-aktif rotenone

tidak merusak lingkungan dan kesehatan manusia.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang ingin dijawab pada penelitian yang akan dilaksanakan.

Maka, dapat diperumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah aplikasi akar tuba mampu menekan intensitas serangan hama pada

tanaman tomat.?

2. Berapa konsentrasi akar tuba yang efektif dalam mengendalikan serangan

hama pada tanaman tomat.?

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh penggunaan larutan akar tuba terhadap intensitas

serangan serangan hama pada tanaman tomat.

2. Mengetahui konsentrasi akar tuba yang efektif dalam upaya mengendalikan

hama pada tanaman tomat.


4

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi

masyarakat dan instansi terkait tentang penggunaan akar tuba sebagai pengendali

hama pada tanaman tomat.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tanaman Tomat

Tomat (Lycopersicum Esculentum) adalah jenis sayuran buah tahunan yang

ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanaman tomat berasal dari

benua eropa. Setelah memakan waktu puluhan tahun, akhitnya tanaman tomat

mampu menyesuaikan diri dengan alam Indonesia. Tanaman tomat berbentuk

perdu, daunnya bercelah menyirip tersusun pada tangkai dan berwarna hijau.

Buah tomat bentuknya bulat, bulat pipih, adapula yang seperti bola lampu.

Tomat yang masak berwarna merah, yang masih muda berwarna hijau. Daging

buah banyak mengandung air dan menyimpan biji yang jumlahnya banyak. Buah

tomat yang masak banyak digemari orang karena rasanya enak, agak masam, dan

segar. Tomat banyak mengandung vitamin A, vitamin C, dan sedikit vitamin B.

Tomat bisa dikonsumsi sebagai minuman segar, bisa juga dimasak untuk

menambah cita rasa masakan.

Tomat akan tumbuh dengan baik di dataran tinggi atau daerah pegunungan.

Tetapi, bisa juga tumbuh di dataran rendah. Tomat bisa tumbuh dengan baik dan

optimal pada ketinggian 1000-2000 meter dari permukaan laut. Tomat akan

tumbuh ditanah yang subur, gembur dan banyak mengandung zat-zat organis.

Tomat sangat cocok dengan jenis tanah andosol dan tanah liat yang mengandung

pasir. Tanah yang tergenang air atau becek tidak cocok untuk ditanami tomat.

Derajat kemasaman (pH) tanah sebaiknya antara 5-7. Tanaman tomat

membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari, tetapi tidak tahan sinar matahari

yang terlalu panas tomat akan lebih baik pertumbuhannya jika berada di daerah
6

sejuk. Tomat tidak tahan terhadap hujan dan cuaca berawan karena dalam kondisi

ini tanaman tomat mudah terserang penyakit cendawan, busuk daun atau penyakit

lainnya.

Suhu tanah yang terlalu dingin menyebabkan biji tomat sulit tumbuh. Suhu

tanah sebaiknya berkisar antara 15-16⁰C suhu udara optimal untuk tanama tomat

adalah 16-25⁰C dalam keadaan cuaca cerah. Suhu tinggi yang diikuti dengan

kelembapan relatif (RH) tinggi bisa menyebabkan penyakit daun. Sebaiknya, jika

kelembaban udara terlalu rendah maka akan menyulitkan tanaman tomat untuk

berbuah (Neni Suhaeni, 2008 (19-21)).

Tomat merupakan salah satu jenis tanaman holtikultura. Ciri-ciri tanaman

holtikultura adalah dipanen dan di manfaatkan dalam keadaan hidup, produksinya

mudah rusak serta komponen utama dari mutu ditentukan oleh kandungan air,

bukan oleh kandungan kering (dri matter). Selain itu, bersifat melimpah dan

kualitas produk sangat penting bagi konsumen. Jenis tanaman holtikultura

bukanlah sumber karbohidrat, melainkan sumber vitamin, mineral, dan zat-zat

yang dibutuhkan tubuh. Karena itu, perlakuan pascapanen sangat penting guna

menjaga agar produk bisa bertahan lebih lama. Berdasarkan aspek budidayanya,

tomat dibedakan menjadi dua, yakni tomat yang tidak dibudayakan (tomat liar)

dan tomat yang dibudidayakan. Disebut tomat liar karena jenis ini sulit

disilangkan dengan jenis tomat komersial atau bersifat peruvianum. Biasanya,

tomat ini buahnya berwarna hijau dan atau berwarna semburat merah kuning.

Sementara itu, tomat yang dibududayakan sering disebut esculentum yang berarti

pula mudah disilangkan dengan jenis tomat komersial. Jenis esculentum dibagi

menjadi beberapa spesies, yakni lycopersicum esculentum Mill., L.


7

pimpinellifolium (just) Mill., L. cheesmanii Riley, L. parviflorum, L. chmielewskii,

dan L.hirsutum Humb. Umumnya, jenis tomat ini buahnya berwarnah kuning

hingga merah. Buah tomat yang dikenal sehari-hari adalah dari spesies

lycopersicon esculentum Mill. Atau juga disebut lycopersicom lysopersicum (L.)

Karst.

Menurut ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), tomat di klasifikasikan ke dalam

golongan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) ; Divisi : Spermatophyta (tumbuhan

berbiji) ; Subdivisi : Angeospermae (berbiji tertutup) ; Kelas : Dicotyledonae (biji

berkeping dua) ; Ordo : Tubifloreae (solanales) ; Famili : Solanaceae (berbunga

seperti terompet) ; Genus : Lycopersicum (lycopersicon) ; Spesies : Lycopersicum

esculentum Mill./Syn; Solanum lisopersicum L.

Genus tanaman tomat dibedakan lagi menjadi dua subgenus yaitu, subgenus

Eulycopersicum yaitu memiliki buah berwarna merah atau kadang-kadang kuning,

sedikit berbulu, dan enak dimakan. Sedangkan subgenus Eriopersicon yaitu,

memiliki buah berwarna hijau keputih-putihan. Buahnya memiliki bulu dengan

warna ungu muda. Umumnya, penampilan buah dan bau cenderung tidak menarik.

(Tri Listyarini, 2007;22-26)

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang serta akar serabut

berwarna keputih-putihan dan berbau keras. Perakaran tanaman tidak terlalu

dalam, menyebar kesemua arah hingga kedalaman rata-rata 20-30cm, namun

dapat mencapai kedalaman hingga 60-70cm. akar tomat bermanfaat untuk

menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam

tanah. Oleh karena itu, tingkat kesuburan tanah bagian atas sangat berpengaruh
8

terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang

dihasilkan (Pitojo, 2005)

Batang tomat bentuknya bulat dan membengkak pada buku-buku. Bagian

yang mudah berambut biasa dan ada yang berkelenjar. Mudah patah, dapat naik

bersandar pada tunas atau merambat pada tali, namun harus dibantu dengan

beberapa ikatan. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu

(Rismunandar, 2001 (Anggiat Segala, 2009))

B. Budidaya Tanaman Tomat

1. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan yaitu meliputi land clearing atau pembersihan lahan,

pembajakan atau pencangkulan, dan pembuatan bedengan.

2. Pemupukan Awal

Pemupukan awal pada penanaman tomat meliputi pemupukan dengan

pupuk organik, pengapuran, serta pemupukan dengan pupuk makro dan mikro.

a. Pemupukan dengan pupuk kandang

Pemupukan dengan pupuk kandang yaitu 10-20 ton per hektar atau

tergantung dari tingkat kesuburan tanahnya. Aplikasi dilakukan dengan

menyebar pupuk kandang secara merata diatas bedengan dengan takaran 2-3

kg per 70 cm panjang bedengan. Setelah penebaran pupuk selesai, tanah

dicangkul lagi supaya pupuk tersebar merata di dalam tanah.

b. Pengapuran ………………………………………………………………..

Sebelum melakukan pengapuran, periksa terlebih dahulu kadar keasaman pH

tanah dengan mengambil beberapa contoh tanah secara acak pada kedalaman
9

30-50 cm dari permukaan tanah. Setelah tanah terkumpul, ambil sedikit

sampel dan masukan kedalam air. Aduk dan diamkan beberapa lama hingga

tanahnya mengendap. Setelah itu air dituang kedalam gelas lain tanpa

mengikutkan tanahnya, air inilah yang akan diuji dengan kertas lakmus.

Pengujian lain pH diketahui dengan menggunakan pH meter tang

ditancapkan ke dalam tanah. Aplikasi pengapuran dilakukan bersamaan

dengan pemberian pupuk kandang.

c. Pemupukan dengan Pupuk Kimia

Tanaman tomat membutuhkan pupuk makro dan pupuk mikro. Pupuk makro

yang diketahui adalah pupuk tunggal, seperti urea, Za, SP36, KCL, dan pupuk

majemuk seperti NPK. Pupuk mikro yang dipakai berupa boreta atau pupuk

daun yang disemprotkan ke tanaman.

3. Pembibitan

Pembibitan tomat menggunakan kantong plastik atau ditebar diatas tanah

yang telah digemburkan terlebih dahulu agar natinya tomat bisa tumbuh dengan

baik dan mudah untuk memindahkannya ke lahan atau bedengan.

4. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara langsung memasukan tanaman tomat

pada lubang yang sebelumnya sudah dibuat, sewaktu menanam bibit usahakan

daun tomat tidak menyentuh tanah atau tidak mengubur terlalu dalam karena

dapat menghambat pertumbuhan tomat bahkan gagal tumbuh akibat akar tidak

mendapatkan oksigen yang cukup dan usahakan tidak ada rongga di dalam tanah

yang mengakibatkan akar kepanasan.


10

5. Perawatan tanaman

a. Penyulaman

Bibit tomat yang telah ditanam tidak semuanya dapat hidup sempurna bahkan

beberapa diantaranya pasti ada yang mati. Faktor penyebabnya beragam,

antara lain faktor penanaman kurang sempurna, sinar matahari terlalu panas,

hujan yang terlampau besar, atau serangga hama dan penyakit.

b. Pemasangan Ajir

Pemasangan ajir atau turus juga diperlukan untuk menopang tanaman agar

batang tidak jatuh ketanah.

c. Pemupukan Susulan

Pemupukan susulan dilakukan pada saat pembentukan bunga, awal

pembentukan buah, dan proses pemasakan buah. Pupuk susulan yang

diberikan adalah NPK dan KNO3 pupuk ini diberikan dalam bentuk pupuk

daun dan pupuk buah.

d. Pengairan

Pengairan langsung diberikan dan disiramkan langsung ke bedengan agar

tanaman tidak mati akibat kekurangan air.

6. Pemangkasan

Bagian-bagian tanaman tomat yang dipangkas yaitu tunas air, daun tua,

daun yang terserang penyakit, buah yang cacat, buah yang rusak atau terserang

hama dan penyakit (Bernardinus, 2002).


11

C. Hama pada tanaman tomat

Hama adalah semua jenis tanaman yang mengganggu budidaya tanaman

tomat, sekaligus dapat menyebabkan kerusakan. Jenis hama yang menyerang

tanaman tomat cukup banyak. Karena itu, perlu penanganan yang tepat untuk bisa

mengatasi hama-hama tersebut. Cara penanganan yang kurang rapat, seperti

penggunaan pestisida yang berlebihan dan diagnosis hama yang salah dapat

menyebabkan produksi buah tomat berkurang.

Hama yang menyerang tanaman tomat dibedakan nenjadi dua yaitu, bersifat

menetap dan bersifat tidak menetap. Hama yang bersifat menetap adalah hama

yang menyerang dan berkembang biak pada tanaman yang diserang. Sementara

itu, hama yang tidak menetap adalah hama yang menyerang sekali waktu dan

meninggalkan tanaman yang diserang, seperti unggas dan siput.

1. Ulat Tanah

Ulat tanah atau Agrotis ipsilon Hufn. Merupakan hama yang senang

menyerang sayuran muda, termasuk tomat. Inang utama ulat tanah adalah

kubis, tomat, kentang , jagung, tembakau dan kacang-kacangan. Ngengat ulat

buah berwarna coklat tua dengan beberapa titik putih bergaris dan dibagian

depannya berwarna abu-abu atau pucat. Panjang tubuhnya sekitar 2,2 cm. lama

hidupnya 7-14 hari. Ngengat muda mampu menghasilkan 500-2.500 butir telur

dan ulat ini senang menyerang tanaman tomat yang berumur 2-5 minggu

setelah tanam.
12

2. Ulat Buah

Ulat buah (Helicoverpa armigera Hubn.) memiliki daur hidup berkisar 52-

58 hari.ngengat bisa bertelur hingga 1.000 butir. Warna ulat berfariasi, mulai

dari hijau, hijau kekuningan, hijau kecoklatan, dan coklat kehitaman. Tampilan

ulat bagian samping memiliki garis bergelombang dan berwarna lebih muda.

Pada tubuhnya kelihatan banyak kutil dan berbulu. Panjang badan 1,5-2 cm dan

ulat ini menyerang daun, bunga, dan buah tomat.

3. Ulat Grayak

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) memiliki daur hidup mulai dari telur

hinga dewasa selama 30-61 hari. Telut memiliki warna putih mutiara dengan

bentuk bulat dan berdiameter 0,5 mm. Jumlah telur yang mampu dihasilkan

ulat grayak betina 2.000-3.000 butir. Ulat dewasa memiliki warna sedikit gelap

dengan garis agak putih pada sayap depannya.

4. Lalat Putih

Lalat putih (Bemisia tabaci) juga dikenal dengan kutu kebul. Lalat dewasa

memiliki dua pasang sayap berwarna putih kekuning-kuningan dengan panjang

1 mm. sayap tertutup lapisan tepung lilin berwarna putih. Memiliki mata

berwarna merah. Lalat betina memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada lalat

jantan. Hidup berkelompok dalam jumlah yang banyak.

5. Lalat Buah

Lalat buah (Dacus doralis Hend. Bactrocera spp.) memiliki sayap

transparan dengan panjang 5-7 mm, sementara panjang tubuh 6-8 mm. bagian

perut berwarna coklat muda dengan garis melintang berwarna coklat tua

dengan corak kuning tua putih


13

6. Tungau Bercak Daun

Tungau bercak daun (Tetranychus urticae Koch.) berbentuk oval, berkaki 8,

panjang tubuh 0,3-0,4 mm. selain itu, kedua sisi samping berwarna kuning

pucat dengan bercak hitam, sehingga disebut tungau bercak dua.\

7. Siput

Siput (Gastropoda) siput yang dapat menyerang tanaman tomat ada dua

jenis yakni, Achatina fulica Bowd dan Parmarion pupillaris Humb. Achatina

fulica Bowd memiliki cangkang sehingga sering disebut dengan bekicot.

Sementara itu, Parmarion pupillaris Humb. memiliki cangkang yang

berukuran kecil dan bagian lainnya tidak memiliki cangkan sama sekali,

sehingga dari luar tampak setengah telanjang (Tri Listyarini, 2007 (135-183)).

D. Tinjauan Umum Akar Tuba

Tuba di klasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae ; Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) ;

Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) ; Divisi : Magnoliophyta

(tumbuhan berbunga) ; Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua) ; Subkelas :

Rosidae ; Ordo : Fabales ; Family : Papilionaceae ; Genus : Derris ; Spesies :

Derris elliptica (Roxb) Benth

Tuba hidup merambat dan menjalar di pohon. Daun-daun tersebar dan

menyirip ganjil beranak daun 7-25 helai, bertangkai 13-23 cm, anak daun

bertangkai pendek, memanjang sampai berbentuk lanset atau bundar telur

berbentuk terbalik, 4-24×2-8 cm, dengan sisi bawah keabu-abuan atau kebiru-

biruan, daun yang masih muda berwarna coklat ungu, bunga terkumpul dalam
14

tandan, kelopak bunga berbentuk tawan, berambut coklat rapat, tinggi 6-8 mm,

hanya bunga bawah yang tumbuh sempurna, mahkota bunga hijau dengan warna

ros pucat berambut rapat dibagian luar, bundar telur sampai oval.

Buah polong berbentuk oval sampai memanjang, 3,5-7×2 cm bersayap

disepanjanng tepi buahnya, tidak membuka. Biji 1-2, jarang sampai memiliki 3

biji. Tumbuh liar didalam semak-semak dekat tepi hutan, tepi sungai dan kadang-

kadang ditanam di kebun atau pekarangan.

Tuba sudah digunakan sejak lama oleh nenek moyang orang Indonesia.

Akar tuba biasanya digunakan untuk menangkap ikan disungai, namun seiring

dengan perkembangan zaman akar tuba sudah digunakan sebagai pestisida nabati

untuk mengendalikan OPT. Dikalimantan sendiri akar tuba digunakan sebagai

sebagai racun anak panah. Menurut Ernawati, (2009), ekstrak akar tuba dengan

konsentrasi 50 g L-1 air efektif untuk mengendalikan hama pada tanaman tomat.
15

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pemikiran

Tanaman tomat sudah banyak ditanam oleh masyarakat karena selain

memiliki nilai ekonomi, tomat juga memiliki kandungan gizi yang baik untuk

kesehatan tubuh. Tomat memiliki kandungan nutrisi baik itu vitamin ataupun zat

gizi lain dalam buah tomat sangatlah baik untuk kekebalan tubuh dari bakteri

penyakit. Tetapi, dalam penanamannya petani mengalami banyak masalah dengan

organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama dapat merusak sejak fase vegetatif

dan fase generatif.

Karena masih rendahnya hasil tanaman tomat menyebabkan perlunya usaha

untuk meningkatkan hasil tanaman yaitu dengan cara mengendalikan hama, yang

merupakan hama penting pada tanaman tomat. Penggunaan pestisida sintetis dapat

berdampak negatif pada hasil panen, oleh sebab itu dicari cara lain yang lebih

ramah lingkungan yaitu penggunaan pestisida nabati ekstrak akar tuba dapat

digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama pada tanaman

tomat. Pemberian ekstrak akar tuba memberikan kegunaan bagi petani karena

kandungan racun yang terdapat pada akar tuba mudah hilang yaitu antara 2-3 hari

sehingga tidak merusak lingkungan dan juga kesehatan. Ekstrak akar tuba dapat

digunakan sebagai pestisida nabati. Akar tuba ini memiliki kandungan rotenone

sejenis racun kuat untuk serangga (insektisida) bahan aktif ini ditemukan pada

akar tuba dengan kadar antara 25,3 % paling banyak terkandung pada akar.

Tuba sudah digunakan sejak lama oleh nenek moyang orang Indonesia.

Akar tuba biasanya digunakan untuk menangkap ikan disungai, namun seiring
16

dengan perkembangan zaman akar tuba sudah digunakan sebagai pestisida nabati

untuk mengendalikan OPT. Di Kalimantan sendiri akar tuba digunakan sebagai

sebagai racun anak panah.

Tanaman Tomat

Hama tanaman tomat

Ekstrak Akar Tuba

Menekan intensitas hama


pada taman tomat

Mempertahankan
penghasilan tinggi

Gambar 1 : Bagan alur pemikiran pengaruh ekstrak akar tuba terhadap serangan
ulat buah pada tanaman tomat.
17

B. Hipotesis

1. Pemberian ekstrak akar tuba dapat menekan serangan hama pada tanaman

tomat

2. Konsentrasi akar tuba yang efektif untuk menekan serangan hama pada

tanaman tomat adalah 50 g L-1 air.


18

IV. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan sejak bulan Agustus sampai Oktober

2016 terhitung sejak pengolahan lahan sampai panen. Penelitian ini di lakukan di

Desa Kandolo, kecamatan Teluk Pandan, kabupaten Kutai Timur, Provinsi

Kalimantan Timur

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, arit, cangkul,

meteran, tali plastik, kayu atau bambu, saringan, hand sprayer, kain, lesung

berukuran sedang, tabel penelitian, alat dokumentasi, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat varietas

pertama (F1), pupuk kandang, unsur hara makro (urea dan KCL) dan mikro

(pupuk daun) , air, dan akar tuba, sabun/deterjen, serta bahan lain yang

mendukung penelitian ini.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri

atas enam perlakuan dan empat ulangan. Adapun perlakuannya adalah sebagai

berikut:

D0 = Tanpa perlakuan (Kontrol)

D1 = 12,5 g akar tuba L-1 air

D2 = 25 g akar tuba L-1 air

D3 = 37,5 g akar tuba L-1 air


19

D4 = 50 g akar tuba L-1 air

D5 = 62,5 g akar tuba L-1 air

D. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dibersihkan

dari rerumputan, kayu dan akar tumbuhan dengan menggunakan parang. Setelah

membersihkan lahan kemudian lahan dicangkul sebanyak dua kali untuk

menggemburkn tanah. Petak penelitian dibuat dengan ukuran 300 cm × 200 cm

sebanyak 24 petak. Jarak antar petak 100 cm dan jarak antara ulangan 100 cm.

2. Persemaian Benih

Benih disemai pada lahan berukuran 100 cm × 100 cm yang telah

digemburkan dan diberi abu bekas bakaran agar benih dapat tumbuh dengan baik.

Penyiraman dilakukan setiap hari, pagi dan sore hari. Benih akan dicabut untuk

dipindah setelah berumur 15-20 hari.

3. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan melubangi tanah menggunakan tugal kayu

atau bambu dengan kedalaman 4-10 cm. Bibit tomat yang berumur 15-20 hari dan

berdaun kira-kira 3-4 helai merupakan bibit yang sudah kuat untuk dipindahkan

ke pertanaman dan setiap petak terdiri dari 16 bibit tomat dengan jarak tanam

75×50 cm.

4. Tahap Ekstraksi Akar Tuba

Akar tuba yang akan diekstraksi dibersihkan terlebih dahulu dari sisa tanah

yang masih menempel, kemudian ditimbang 187,5 g akar tuba dan ditumbuk
20

hingga halus. Setelah itu, disaring dengan menggunakan kain. Setiap satu liter air

dicampur dengan 12,5 g, 25 g, 37,5 g, 50 g, 62,5 g akar tuba L-1 air, serta deterjen

bubuk 1 g dan didiamkan selama 30 menit. Larutan dimasukan kedalam hand

sprayer dan siap untuk disemprotkan.

5. Pemeliharaan

Dalam penelitian ini pemeliharaan dilakukan dengan, penyiraman,

pemupukan, penyulaman, pemasangan turus dan penyiangan,

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari atau disesuaikan dengan

kondisi lingkungan. Jika turun hujan maka tidak perlu dilakukan penyiraman

karena tanaman tomat menyukai lahan yang berair atau becek.

b. Pemupukan

Untuk meningkatkan kesuburan tanah dilakukan dengan menambahkan

pupuk dasar berupa pupuk kandang sebanyak 1000 kg ha-1 atau setara dengan

600 g petak-1. diaplikasikan pada saat pengolahan tanah. Pemberian pupuk

kandang dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah agar lebih gembur.

Pemupukan pertama menggunakan pupuk urea dengan dosis 250 kg ha-1 setara

dengan 150 g petak-1. Diberikan setelah tanaman berumur 10-15 hst.

Sedangkan pemupukan menggunakan pupuk KCL dengan dosis 200 kg ha-1,

setara dengan 120 g petak-1. Pemupukan kedua diberikan setelah tanaman

berumur 30 hst setelah tanam dengan menggunakan pupuk urea dan KCL

dengan dosis yang sama, dan pemupukan berikutnya diberikan setelah tanaman

berumur 45 hst.
21

c. Penyulaman

Penyulaman dilakukan 3 hari setelah tanam, karena tanaman akan kelihatan

jika mengalami pertumbuhan yang tidak normal atau mati. Cara menyulamnya

yaitu dengan cara mencabut tanaman yang mati kemudian diganti dengan bibit

yang baru.

d. Pemasangan turus

Setelah tanaman tomat tumbuh dan memiliki cabang yang banyak maka

perlu diberikan turus untuk menopang tanaman tetap berdiri dan tidak jatuh ke

tanah. Selain itu, pemasangan turus bertujuan untuk memudahkan dalam

perawatan dan pemanenan. Turus dapat menggunakan bambu atau kayu

berukuran panjang 150 cm. pemasangan turus dilakukan pada setiap tanaman.

e. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut rumput atau gulma, kemudian

dibenamkan kedalam tanah agar tidak tumbuh lagi.

6. Pengendalian Hama Tanaman Tomat

Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan ekstrak akar tuba dan

diaplikasikan pada sore hari. Aplikasi ekstrak akar tuba dilakukan setiap 7 hari

sekali mulai sejak fase vegetatif hingga memasuki fase generatif. Pengendalian

penyakit dilakukan jika terdapat gejala tanaman terserang penyakit tanaman tomat

dengan menggunakan fungisida Dithene M-45 sesuai dosis yang dianjurkan,

(Nurlinda 2012).
22

7. Pemanenan

Pemanenan buah tomat dilakukan jika buah tomat sudah berwarna agak

kekuningan atau merah.

E. Pengambilan Data

1. intensitas Serangan Pada Daun

Intensitas serangan hama pada tanaman tomat dihitung 1 minggu sekali,

sejak tanaman berumur 15 hst. Penghitungan intensitas serangan dilakukan

dengan cara:

∑ Daun terserang hama


Intensitas serangan = × 100 %
∑ Seluruh daun yang diamati

2. Intensitas Serangan Pada Buah

Pengamatan terhadap buah yang terserang hama dilakukan setelah panen

buah yang terserang hama. Pengamatan buah yang terserang hama dilakukan

dengan menggunakan rumus:

∑ buah yang terserang hama


Intensitas serangan = × 100 %
∑ seluruh buah yang diamati

Buah dianggap terserang apabila pada buah terdapat gigitan, berlubang, busuk

akibat bekas gigitan (kerusakan >20%)

3. Hasil tanaman tomat (Mg/Ha)

Hasil tanaman tomat dihitung dengan cara menimbang seluruh buah sehat

dari tanaman sampel, setiap tanaman dikonversikan dalam Mg Ha-1.

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛


Intensitas serangan = ×
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚 1.000.000
23

F. Metode Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka data dianalisis dengan sidik

ragam dan bila terdapat perbedaan yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji

BNT 5%.
24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat umur 15 hari setelah

tanam (HST)

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak

akar tuba terhadap rata-rata intensitas serangan pada daun tomat umur 15 hst

berbeda tidak nyata (Lampiran 3).

Hasil pengamatan pengaruh aplikas ekstrak akar tuba terhadap rata-rata

intensitas serangan hama pada tanaman tomat pada umur 15 hst (data awal dan

data transformasi ke Arc sin-1 √×) dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata intensitas serangan
hama pada daun tomat umur 15 hst.
Rata-rata intensitas serangan hama
Perlakuan data awal (%) data transformasi ke
Arc sin-1 √×
(D0) 0 g L-1 air 10,20 19,86
(D1) 12,5 g L-1 air 8,89 19,03
-1
(D2) 25 g L air 10,57 20,87
-1
(D3) 37,5 g L air 6,99 16,65
-1
(D4) 50 g L air 7,23 17,16
(D5) 62,5 g L-1 air 7,21 16,74
25

2. Intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat umur 22 hari setelah

tanam (HST)

Hasil sidik ragam nenunjukkan bahwa pengaruh kontsentrasi ekstrak akar

tuba terhadap rata-rata intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat pada

umur 22 hst berbeda sangat nyata (Lampiran 4).

Hasil pengamatan pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata

intensitas serangan hama pada tanaman tomat umur 22 hst (data awal dan data

transformasi ke Arc sin-1 √×) dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata intensitas serangan
hama pada daun tomat umur 22 hst.
Rata-rata intensitas serangan hama
Perlakuan data awal (%) data transformasi ke
Arc sin-1 √×
(D0) 0 g L air 21,97 23,38c
(D1) 12,5 g L air 9,65 19,95bc
(D2) 25 g L air 9,91 20,38bc
(D3) 37,5 g L air 8,11 18,27ab
(D4) 50 g L air 6,26 16,08ab
(D5) 62,5 g L air 5,34 14,31a
Keterangan = Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji BNT taraf 5% (BNT=4,36)
Berdasarkan uji BNT taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan D0 (kontrol)

berbeda tidak nyata dengan perlakuan D1 dan D2. Perlakuan D1 berbeda tidak

nyata dengan perlakuan D2, D3 dan D4, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D5.

Perlakuan D3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan D4 dan D5.


26

3. Intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat umur 29 hari setelah
tanam (HST)

Hasil sidik ragam nenunjukkan bahwa pengaruh kontsentrasi ekstrak akar

tuba terhadap rata-rata intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat pada

umur 29 hst berbeda sangat nyata (Lampiran 5).

Hasil pengamatan pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata

intensitas serangan hama pada tanaman tomat umur 29 hst (data awal dan data

transformasi ke Arc sin-1 √×) dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata intensitas serangan
hama pada daun umur 29 hst.
Rata-rata intensitas serangan hama
Perlakuan data awal (%) data transformasi ke
Arc sin-1 √×
(D0) 0 g L air 11,43 21,8d
(D1) 12,5 g L air 10,01 20,13cd
(D2) 25 g L air 8,49 18,79bcd
(D3) 37,5 g L air 7,49 17,49bc
(D4) 50 g L air 5,91 15,61ab
(D5) 62,5 g L air 4,44 13,41a
Keterangan = Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
nyata pada uji BNT taraf 5% (BNT =3,95)
Berdasarkan uji BNT taraf 5% menunjukkan perlakuan D0 (kontrol)

berbeda tidak nyata dengan perlakuan D1 dan D2. Perlakuan D1 berbeda tidak

nyata dengan perlakuan D2 dan D3. Perlakuan D2 berbeda tidak nyata dengan

perlakuan D3 dan D4. Perlakuan D4 berbeda tidak nyata dengan perlakuan D5.
27

4. Intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat umur 36 hari setelah
tanam (HST)

Hasil sidik ragam nenunjukkan bahwa pengaruh kontsentrasi ekstrak akar

tuba terhadap rata-rata intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat pada

umur 36 hst berbeda sangat nyata (Lampiran 6).

Hasil pengamatan pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata

intensitas serangan hama pada tanaman tomat umur 36 hst (data awal dan data

transformasi ke Arc sin-1 √×) dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata intensitas serangan
hama pada daun tomat umur 36 hst.
Rata-rata intensitas serangan hama
Perlakuan data awal (%) data transformasi ke
Arc sin-1 √×
0 g L air (D0) 12,05 22,55d
12,5 g L air (D1) 8,41 18,64c
25 g L air (D2) 8,02 18,20c
37,5 g L air (D3) 6,92 16,91bc
50 g L air (D4) 5,85 15,52ab
62,5 g L air (D5) 4,63 13,79a
Keterangan = Angka reta-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji BNT taraf 5% (BNT=2,60)
Berdasarkan uji BNT taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan D0 berbeda

nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan D1 berbeda tidak nyata dengan

perlakuan D2 dan D3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D4 dan D5. Perlakuan

D4 berbeda tidak nyata dengan perlakuan D5.


28

5. Intensitas serangan hama pada buah tomat

Hasil sidik ragam nenunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi ekstrak akar

tuba terhadap rata-rata intensitas serangan hama pada buah tomat berbeda nyata

(Lampiran 7).

Hasil pengamatan pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata

intensitas serangan hama pada buah tanaman tomat (data awal dan data

transformasi ke Arc sin-1 √×) dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata intensitas serangan
hama pada buah tomat.
Rata-rata intensitas serangan hama
Perlakuan data awal (%) data transformasi ke
Arc sin-1 √×
(D0) 0 g L air 39,59 42,93c
(D1) 12,5 g L air 35,48 40,18bc
(D2) 25 g L air 31,17 37,55bc
(D3) 37,5 g L air 28,27 34,63abc
(D4) 50 g L air 24,01 32,46ab
(D5) 62,5 g L air 21,54 29,43a
Keterangan = Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji BNT taraf 5% (BNT=7,76)
Berdasarkan uji BNT taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan D0 (kontrol)

berbeda tidak nyata dengan perlakuan D1, D2 dan D3. Perlakuan D1 berbeda tidak

nyata dengan perlakuan D2, D3, dan D4 tetapi, berbeda nyata dengan perlakuan

D5. Perlakuan D3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan D4 dan D5.


29

6. Hasil tanaman tomat

Berat buah per tanaman (g) dan hasil buah per Hektar (Mg ha-1).

Hasil sidik ragam nenunjukkan bahwa pengaruh perlakuan konsentrasi

ekstrak akar tuba terhadap berat buah per tanaman dan hasil buah per hektar

berbeda sangat nyata (Lampiran 8-9).

Hasil pengamatan pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata

berat buah per tanaman dan hasil buah per hektar tanaman tomat dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh aplikasi ekstrak akar tuba terhadap rata-rata berat buah per
tanaman (g) dan hasil buah per hekta (Mg ha-1).
Rata-rata berat buah
Perlakuan Per tanaman (g) Per hektar (Mg ha-1)
(D0) 0 g L air 109a 2,90a
(D1) 12,5 g L air 125,68a 3,09a
a
(D2) 25 g L air 127,06 3,38a
(D3) 37,5 g L air 338,24b 8,41b
(D4) 50 g L air 415,81c 11,08c
(D5) 62,5 g L air 536,68d 14,34d
Keterangan = Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak
nyata pada uji BNT taraf 5% (BNT berat buah per taman = 58,66) dan
BNT hasil buah per hektar = 1,89.

Berdasarkan uji BNT taraf 5% hasil buah tomat per hektar menunjukkan

bahwa perlakuan D0 (kontrol) berbeda tidak nyata dengan perlakuan D1 dan D2,

tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D3, D4, dan D5. Perlakuan D3 berbeda nyata

dengan perlakuan D4 dan D5. Perlakuan D4 berbeda nyata dengan perlakuan D5.

Perlakuan D5 berbeda nyata dengan semua perlakuan.


30

7. Identifikasi Hama Yang di Jumpai di Lapangan

Berdasarkan pengamatan hama-hama yang menyerang tanaman tomat

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hama-hama yang menyerang tanaman tomat yang dijumpai di lapangan


pada umur tanaman 7 hst – Panen.
Umur (hari) Nama hama Keterangan

7 – 15 Kumbang daun (Epilachna sp) Fase vegetatif

16 -25 Kumbang daun (Epilachna sp) Fase vegetatif

Ulat grayak (Spedoptera litura F.)

26 – 36 Kutu daun (Aphis gossypi Clover.) Fase vegetatif

Ulat grayak (Spedoptera litura F.)

40 – 55 Ulat grayak (Spedoptera litura F.) Fase pembungaan

56 – Panen Ulat grayak (Spedoptera litura F.) Fase pembentukan buah

Ulat jengkal (Crysodeixis chalcites)

Lalat buah (Dacus cucurbitae)

B. Pembahasan

1. Intensitas Serangan Hama Pada Daun Tomat

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan

ekstrak akar tuba terhadap intensitas serangan hama pada tanaman tomat berbeda

tidak nyata pada umur 15 hst. Hal ini dikarenakan serangan hama sudah terlihat

sejak umur 4 hst, sedangkan pengaplikasian ekstrak akar tuba di lakukan setelah
31

tanaman berumur 8 hst. Hal ini mengakibatkan serangan hama berbeda tidak

nyata pada setiap perlakuan.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan

ekstrak akar tuba terhadap intensitas serangan hama pada daun tanaman tomat

berbeda nyata pada umur 22, 29 dan 36 hst. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak

akar tuba yang diaplikasikan mampu menekan intensitas serangan hama (ish).

Tinggi rendahnya ish tergantung pada konsentrasi ekstrak akar tuba yang

diaplikasikan. Menurut kardinan (2002) bahwa pestisida nabati pada umumnya

memiliki kandungan bahan aktif yang dapat menghambat hama untuk menyerang

tanaman.

Dari uji BNT 5% menunjukkan bahwa pada umur 22 dan 29 hst perlakuan

kontrol (D0) cenderung memperlihatkan intensitas serangan hama yang tertinggi,

bahkan pada umur 36 hst terlihat serangan tertinggi terdapat pada perlakuan D0

(kontrol). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan kontrol (D0) tanaman tomat

tidak mendapat perlakuan ekstrak akar tuba sehingga hama dapat lebih muda

menyerang tanaman tomat, akibatnya populasi dan jenis hama pada perlakuan

tersebut cukup banyak. Menurut Novizan (2002) bahwa pada kenyataannya dalam

jangka waktu yang pendek dapat terlihat perbedaan antara tanaman yang

diberikan perlakuan insektisida nabati dengan tanaman yang tanpa perlakuan

insektisida nabati.

Tingkat serangan hama pada perlakuan D1, D2, D3 dan D4 berbeda tidak

nyata. Hal ini disebabkan oleh tingkat konsentrasi aplikasi ekstrak akar tuba yang

diaplikasikan pada tanaman tomat dengan konsentrasi yang rendah lebih mudah
32

hilang dan tercuci oleh air hujan dan paparan sinar matahari langsung. Ekstrak

akar tuba dengan perlakuan D1, D2, D3 dan D4 tidak mampu bertahan lama pada

permukaan daun, sehingga kurang efektif dalam mengendalikan serangan hama,

sehingga walaupun ada serangan hama belum menunjukkan adanya perbedaan

tingkat serangan yang nyata antara setiap perlakuan. Rata-rata intensitas serangan

hama terendah cenderung terdapat pada perlakuan D5. Hal ini disebabkan karena

konsentrasi ekstrak akar tuba pada perlakuan tersebut lebih tinggi, sehingga

meskipun ada pencucian oleh air hujan tetapi masih ada residu yang tersisa

sehingga lebih mampu menekan ish pada tanaman tomat dibanding konsentrasi

lain. Rotenon yang terkandung di dalam ekstrak akar tuba selain merupakan racun

kontak dan racun perut juga mampu mengurangi keinginan makan dari serangga

hama. Lama-kelamaan populasi hama akan berkurang dan intensitas serangan

menjadi rendah.

Menurut Novizan (2002), akar tuba mengandung senyawa rotenon yang

merupakan racun sel yang sangat kuat sehingga mengakibatkan respirasi sel yang

berdampak pada jaringan saraf dan otot yang menyebabkan serangga berhenti

makan walau hanya tercium. Rotenon yang terkandung dalam akar tuba memiliki

bau yang khas seperti bau pesing sehingga hama tidak menyukai bau ini dan tidak

mendekati tanaman. Selanjutnya menurut Kardinan (2002) senyawa rotenon yang

terkandung di dalam ekstrak akar tuba bersifat racun kontak dan racun perut.

Semakin tinggi kandungan ekstrak akar tuba yang diaplikasikan, maka semakin

tinggi pula kandungan racunnya, dengan demikian kemampuan dalam

mengendalikan intensitas serangan hama juga semakin besar.


33

2. Intensitas Serangan Hama Pada Buah Tomat

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan

ekstrak akar tuba terhadap intensitas serangan hama pada buah berbeda nyata. Hal

ini menunjukkan bahwa ekstrak akar tuba yang diaplikasikan mampu menekan

intensitas serangan hama pada tanaman tomat. Intensitas serangan pada buah

tergantung pada konsentrasi ekstrak akar tuba yang diaplikasikan pada buah

tomat.

Dari uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (D0) berbeda

tidak nyata dengn perlakuan D1, D2, dan D3. Hal ini diduga disebabkan oleh

rendahnya kandungan rotenon yang diaplikasian pada perlakuan tersebut sehingga

belum terlihat perbedaan yang nyata. Perlakuan kontrol (D0) pada tanaman tidak

mendapat perlakuan ekstrak akar tuba sehingga serangan hama pada perlakuan D0

cenderung paling besar tingkat serangannya. Hama yang menyerang buah pada

tanaman tomat secara terus menerus akan berpengaruh terhadap hasil produksi

buah tomat. Menurut Abdullah (2008) bahwa suplai makanan yang cukup

merupakan syarat mutlak bagi perkembangan hama dimana unsur-unsur yang

menentukan dalam makanan berpengaruh dalam perkembangan serangga.

Tingkat serangan hama pada perlakuan D4, dan D5 berbeda tidak nyata.

Hal ini diduga karena tingkat konsentrasi pada perlakuan D3, D4 dan D5 cukup

tinggi sehingga jika terjadi pencucian oleh air hujan dan paparan sinar matahari

kandungan racun rotenon masih banyak yang tersisa, sehingga menyebabkan


34

tingkat serangan hama pada buah cukup rendah, intensitas serangan hama yang

terendah cenderung terdapat pada perlakuan D5.

3. Hasil Tanaman Tomat

Berdasarkan sidik ragam menunjukkan rata-rata berat buah pertanaman (g)

atau hasil buah perhektar (Mg ha-1) berbeda nyata. Berdasarkan uji BNT taraf 5%

rata-rata berat buah pertanaman (g) dan hasil buah perhektar (Mg ha-1) terendah

cenderung terdapat pada kontrol (D0) yaitu 109 g dan 2,90 Mg ha-1. Hal ini

disebabkan pada kontrol (D 0) tanaman mengalami serangan hama yang lebih

berat sejak fase vegetatif sampai dengan fase generatif.

Menurut Suyanto (1994), Produksi tanaman dipengaruhi oleh kondisi

tanaman pada fase vegetatif dan fase generatif. Serangan ulat dan kutu pada fase

vegetatif mengakibatkan kerusakan pada daun. Daun yang terserang hama luas

permukaannya menjadi lebih kecil, bahkan tinggal tulang daunnya saja, pada

akhirnya mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman.

Perbedaan berat buah pertanaman (g) dan hasil buah perhektar (Mg ha-1)

pada perlakuan D1, D2, D3, D4 dan D5 dikarenakan oleh kerusakan yang

ditimbulkan oleh hama mulai dari fase vegetatif hingga fase generatif. Meskipun

demikian serangan hama pada fase generatif sangat berpengaruh terhadap hasil

pada tanaman tomat. Hal ini dikarenakan jika terjadi serangan hama pada buah

maka akan mengurangi hasil produksi buah secara langsung. Rata-rata berat buah

pertanaman (g) dan hasil buah perhektar (Mg ha-1) tertinggi terdapat pada

perlakuan D5 yaitu sebesar 536,68 g dan 14,34 Mg ha-1. Meskipun intensitas


35

serangan hama pada buah tanaman tomat yang mendapat perlakuan D5 berbeda

tidak nyata dengan perlakuan D4 namun intensitas serangan hama pada buah yang

mendapat perlakuan D5 cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan D4.

Kondisi serangan pada fase vegetatif dan generatif inilah yang menyebabkan hasil

tanaman tomat pada perlakuan D5 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

lainnya. Pada fase vegetatif daun pada tanaman berfungsi sebagai tempat

berlangsungnya proses fotosintesis dalam pertumbuhan tanaman. Proses

fotosintesis harus berlangsung dengan baik karena produksi suatu tanaman juga

ditentukan oleh kegiatan yang berlangsung dalam sel jaringan tanaman yaitu

fotosintesis (Basri, 2005).

Pada pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat serangan

hama yang terjadi pada fase generatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

serangan hama yang terjadi pada fase vegetatif. Serangan hama yang terjadi pada

fase generatif merupakan serangan hama yang tidak dapat diperbaiki

kerusakannya karena hama menyerang langsung pada buah yang merupakan hasil

dari tanaman. Pada tingkat serangan yang berat menyebabkan buah menjadi busuk

dan rontok/berguguran, sehingga buah tomat yang diperoleh lebih sedikit.

(Rukmana, 1997). Sedangkan serangan hama yang terjadi pada fase vegetatif juga

dapat menyebabkan turunnya produksi buah pada tanaman tomat akan tetapi,

serangan yang terjadi hanya menghambat proses fotosintesis bukan kerusakan

langsung pada buah. Soegiarto (1996) menyatakan bahwa, kerusakan yang berat

pada daun akan menyebabkan proses fotosintesis terganggu karena daun

mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan hasil panen.


36

4. Hama Yang Dijumpai Di Lapangan

Hama yang dijumpai di lapangan pada setiap fase pertumbuhan tanaman

tomat ditemukan berbagai jenis hama, mulai dari fase vegetatif sampai dengan

fase generatif. Adapun jenis hama yang dominan pada fase vegetatif adalah

kumbang daun (Epilachna sp.), kutu daun (M. persicae), ulat gerayak (S. litura)

dan ulat jengkal (Chysodeixis chalcites) sedangkan hama yang dominanpada fase

generatif adalah ulat buah (D. dorsalis). Hama ini merupakan hama yang penting

yang menyerang tanaman tomat (Rukmana, 1997).

Kumbang daun (Epilachna sp.), merupakan hama utama pada tanaman

tomat yang menyerang tanaman dari fase vegetatif. Kumbang daun ini pada fase

larva daun stadium serangan dewasa menyerang tanaman dengan cara menggigit

atau memakan daun permukaan dan bagian bawah. Akibat dari serangan ini daun

rusak atau berlubang tidak teratur. Pada tingkat serangan yang berat menyebabkan

semua jaringan daun rusak dan hanya tinggal tulang-tulang daun saja (Tjahjadi,

1989).

Kutu daun (M. persicae), merupakan hama yang poliphag (perasaan lapar

dan ingin makan terus) dan kosmopolotan (menyerang semua bagian tanaman

mulai dari daun, batang dan buah), sehingga apabila populasinya tinggi dapat

menyebabkan kerusakan pada tanaman. Kutu daun menyerang dengan cara

menghisap cairan kuncup (daun-daun muda), bunga, batang muda dan buah,

sehingga menimbulkan gejala keriting daun dan terhambatnya pembentukan buah.

Pada tingkat serangan berat dapat menyebapka pertumbuhan tanaman menjadi


37

kerdil. Menurut Rukmana (1997), kutu daun dapat menghasilkan embun madu

dan dapat menjadi vektor beberapa penyakit.

Ulat jengkal (Chysodeixis chalcites), dan ulat grayak (S. litura), juga

merusak daun tanaman tomat, baik tanaman yang masih muda maupu tanaman

yang sudah tua. Daun yang terserang ulat jengkal dan ulat grayak hanya tersisa

tulang daun saja. Akibatnya, tanaman menjadi kerdil karena tidak sempurna

melakukan fotosintesis (Titian setianingsih dkk, 1996).

Lalat buah (D. dorsalis), merupakan hama yang menyerang buah tomat.

Lalat buah menyerang dengan cara merusak dinding buah, sehingga menyebabkan

dinding buah bercak-bercak berwarna kecoklatan sampai hitam. Bagian buah

menjadi busuk, berlubang dan di dalamnya terdapat larva (ulat). Pada tingkat

serangan berat menyebabkan buah rontok dari pohonnya atau berguguran

(Rukmana, 1997). Lalat buah juga memiliki penciuman yang sangat tajam

antenanya dengan indera penciuman ini, lalat buah dapat mengenali bau pada

tanaman melalui aroma yang semerbak dari tanaman.dengan adanya aroma yang

semerbak dari tanaman tersebut, mengundang lalat buah betina untuk datang dan

bertelur sehingga kerusakan yang ditimbulkan dapat nenyebabkan penurunan hasil

(Kalie, 1999).

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


38

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Ekstrk akar tuba (Derris elliptica) mampu menekan intensitas serangan hama

pada tanaman tomat.

2. Perlakuan konsentrasi 62,5 g akar tuba L-1 air (D5) cenderung lebih efektif

menekan intensitas serangan hama serta memberikan hasil tanaman yang

tertinggi yaitu 14,34 Mg ha-1.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Pengendalian hama dengan menggunakan ekstrak akar tuba dapat digunakan

sebagai salah satu alternatif dalam pengendalian hama pada tanaman

holtikultura, khususnya pada tanaman tomat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, tentang pengaruh aplikasi ekstrak akar

tuba terhadap hama pada komoditas lain.

DAFTAR PUSTAKA
39

Adharini G. 2008. Uji Kemampuan Ekstrak Akar Tuba (Derris eliptica (Roxb.)
Benth) Untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren.Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Admawijaya, 2004.Peningkatan produksi tanaman tomat menggunakan pestisida
kimia. Jakarta.
Arsin., A.A, Ishak., H, Jayadipraja.,A.E., 2012. UJi Efektivitas Ekstrak Akar
Tuba (Derris elliptica) Terhadap Mortalitas Larva Anopheles Sp. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Bagus,Tri Listyarini. Panduan lengkap budidaya tomat. PT. Agromedia Pustaka,


Jakarta 2007

Basri, H.J. 2005. Dasar-dasar agronomi.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bernadius, T. Wahyu Wiyanta. Bertanam tomat. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta,


2002.

F. Dien,Desi dkk. Penggunaan pestisida botanis untuk mengendalikan hama pada


tanaman tomat.Diakses 2 Agustus 2016.

Gusti nyurah gede dharma putra, 2013. Pestisida nabati ramuan dan aplikasi.
Penebar swadaya Jakarta.

Herlinda, S. Daha dan A.Rauf. Biologi dan pemanfaatan insektisida parasitoid


telur Trichogramma chilonis ishii untuk pengendali Helcovera armigera
pertanaman kedelai dan tomat. Diakses 2 desember 2012.

Phutu Dharma. Tropika pemantauan populasi imago Spedoptera litura dan


Helicoverpa armigera menggunakan perangkap seks Feromon. Agromedia
Jakarta 2013.

Pitojo, 2005. Budidaya tanaman tomat dan cabai besar. PT. Gramedia Pustaka
Umum, Jakarta.

Kalie,M.B, 1999. Mengendalikan hama dan penyakit tanaman, Agromedia


Pustaka. Jakarta.

Kardinan, 2002. Pestisida nabati ramuan dan aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta
2004.

Novizan, 2002. Membuat dan memanfaatkan pestisida ramah lingkungan. PT.


Agromedia Pustaka, Jakarta.

Rismunandar. Memupuk tanaman sayur. Penebar Swadaya, Jakarta 2001.

Rukmana, R. 1997. Hama tanaman dan tehnik pengendalian Kanisius,


Yogyakarta.
40

S. Neni.2008. Cara budidaya tanaman tomat. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sarjan, 2012. Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman tomat. Gadjah Mada
University Press, Yokyakarta.

Setiawati, 2005. Budidaya tanaman tomat. Jakarta 2005.

Setiawati,1991. Daur hidup ulat buah tomat Heliothis armigera pada tanaman
tomat. Diakses 2 desember 2013.

Soegiarto, B. 1986. Pengaruh kehilangan daun terhadap hasil dan komponen hasil
tanaman kedelai. Desertasi Instilasi Pertanian Bogor.

Suyanto, A. 1994. Hama sayur dan buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Winarti, dkk. “Pestisida organik” Langkah mudah meramu pestisida organik


sendiri.Lily Publisher, Yogyakarta 2015.

Tjahjadi, N. 1989. Hama dan penyakit tanaman, Kanisius. Yokyakarta

Tugiono, 1996. Bertanam tomat. Penebar swadaya. Jakatra.

L. try, 2007. Jenis-jenis siput yang dapat menurunkan produksi tanaman. Dalam
jurnal syamsuddin, makassar 2015.

Daftar Lampiran
41

Lampiran 1: Sidik ragam rata-rata intensitas serangan hama pada daun (%)
tanaman tomat umur 15 hari setelah tanam (HST).
Sumber keragaman db JK KT F. Hitung F. Tabel
5% 1%
tn
Kelompok 3 36,88395 12,29465 0,568622 3,29 5,42
Perlakuan 5 63,91993 12,78399 0,591254tn 2,9 4,56
Galat 15 324,3275 21,62183
Total 23 425,1314
KK : 25,28 %
tn
) Berbeda tidak nyata
*) Berbeda nyata
**) Berbeda sangat nyata

Lampiran 2 : Sidik ragam rata-rata intensitas serangan hama pada daun (%)
tanaman tomat umur 22 hari setelah tanam (HST).
Sumber keragaman db JK KT F. Hitung F. Tabel
5% 1%
tn
Kelompok 3 14,13907 4,713022 0,561083 3,29 5,42
Perlakuan 5 210,3097 42,06194 5,007454** 2,9 4,56
Galat
15 125,998 8,399866
Total 23 350,4467
KK : 15,47 %
tn
) Berbeda tidak nyata
*) Berbeda nyata
**) Berbeda sangat nyata

Lampitan 3 : Sidik ragam rata-rata intensitas serangan hama pada daun (%)
tanaman tomat umur 29 hari setelah tanam (HST).
Sumber keragman db JK KT F. Hitung F. Tabel
5% 1%
Kelompok 3 11.40662 3.802206 0.552704 3.29 5.42
Perlakuan 5 186.7826 37.35652 5.430295 2.9 4.56
Galat 15 103.1892 6.87928
Total 23 289.9718
KK : 14,65 %
tn
) Berbeda tidak nyata
*) Berbeda nyata
**) Berbeda sangat nyata

Lampitan 4 : Sidik ragam rata-rata intensitas serangan hama pada daun (%)
tanaman tomat umur 36 hari setelah tanam (HST).
42

Sumber keragaman db JK KT F. Hitung F. Tabel


5% 1%
tn
Kelompok 3 4,3883 1,462767 0,489819 3,29 5,42
Perlakuan 5 180,8202 36,16404 12,10982** 2,9 4,56
Galat 15 44,7951 2,98634
Total 23 230,0036
KK : 9,81 %
tn
) Berbeda tidak nyata
*) Berbeda nyata
**) Berbeda sangat nyata

Lampiran 5 : Sidik ragam rata-rata intensitas serangan hama pada buah (%)
tanaman tomat.
Sumber keragaman db JK KT F. Hitung F. Tabel
5% 1%
tn
Kelompok 3 20,30617 6,768722 0,254781 3,29 5,42
*
Perlakuan 5 491,6222 98,32444 3,701029 2,9 4,56
Galat 15 398,5018 26,56679
Total 23 910,4301
KK: 14,17 %
tn
) Berbeda tidak nyata
*) Berbeda nyata
**) Berbeda sangat nyata

Lampiran 6 : Sidik ragam hasil buah per tanaman (g).


Sumber keragaman db JK KT F. Hitung F. Tabel
5% 1%
tn
Kelompok 3 10117,26 3372,418 2,225039 3,29 5,42
Perlakuan 5 656171,3 131234,3 86,58515** 2,9 4,56
Galat 15 22735 1515,667
Total 23 689023,5
KK : 14.13 %
tn
) Berbeda tidak nyata
*) Berbeda nyata
**) Berbeda sangat nyata

Lampiran 7 : Sidik ragam hasil buah per hektar (Mg Ha)


Sumber keragaman db JK KT F. Hitung F. Tabel
43

5% 1%
tn
Kelompok 3 7,792801 2,5976 1,739134 3,29 5,42
Perlakuan 5 469,6378 93,92757 62,88598** 2,9 4,56
Galat 15 22,40426 1,493617
Total 23 499,8349
KK : 16,96 %
tn
) Berbeda tidak nyata
*) Berbeda nyata
**) Berbeda sangat nyata

Lampiran 8 . Deskripsi tanaman tomat varietas pertama F1


44

Asal tanaman : Purwakarta

Jenis : Hibrida

Tipe tanaman : Determinate

Warna buah muda : Hijau

Warna buah tua : Merah

Rasa buah : Manis, tekstur danging renyah

Bentuk buah : Oval dan keras

Bobot buah : 40-60 g/buah

Ukuran buah : - Panjang : 4-5 cm

- Diameter : 5,5-6 cm

Umur panen : 70-80 hst

Hasil tanaman : 3 kg/Tanaman

Potensi per hektar : 50-70 ton/ha

Rekomendasi : Dataran rendah (0-900 m dpl)

Kebutuhan benih : 100 g ha-1 – 150 g ha-1

Sifat khas : - Toleran terhadap layu bakteri, TMV

- Tahan genangan air


- Tahan simpan/Transportasi jauh

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tingkat I Kal-Tim

Anda mungkin juga menyukai