Anda di halaman 1dari 30

BAB.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tomat memiliki kandungan vitamin A dan C membuat permintaan tomat

semakin tinggi. Untuk itu para petani selalu berusaha untuk meningkatkan produksi

tanaman tomat. Namun sering terhambat oleh adanya serangan hama. Kendala

tersebut sering kali menyebabkan menurunnya produksi tanaman tomat, baik dari segi

kualitas maupun kuantitas, bahkan bila tidak segera di antisipasi dapat menyebabkan

gagal panen.

Produksi tomat di Nusa Tenggara Timur setiap tahunnya terlihat tidak stabil,

kadang produksinya meningkat, kadang menurun. Pada tahun 2020 produksi tomat di

NTT sebanyak 98.019 kwintal, kemuadian naik produksinya meningkat menjadi

105.440 kwintal, namun pada tahun 2022 produksinya menurun hingga 1.346 kwintal

(http://bps.ntt.co.id). Salah satu penyebab menurunnya produksi tomat di karenakan

adanya gangguan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1992 Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah

semua organisme yang dapat mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian

tumbuhan. Organisme tersebut berupa serangan hama yang dapat menjadi salah satu

penyebab menurunya produktivitas tanaman tomat. Adapun hama yang sering

menyerang tanaman tomat di antaranya yaitu ulat buah (Helicoverva armigera), ulat

tanah (Agrotis ipsilon hufnagel), lalat buah (Bractosera spp.), kutu kebul (Bemisia

tabaci gennadius), ulat grayak (Spodoptera litura fabricius), lalat penggorok daun

(Liriomyza huidoberensis blanchard) (Zulkarnain, 2013).

1
Lalat buah (Bactrocera spp). merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman

tomat dari sekian banyak hama yang menyerang tanaman tomat ( Monalisa, 2019). Lalat

buah memiliki intensitas serangan yang semakin meningkat pada buah-buahan dan

sayuran pada iklim yang sejuk, kelembaban tinggi dan angin yang tidak terlalu kencang.

Suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin serta pengaruh curah hujan juga cukup

penting dalam mempengaruhi serangan lalat buah (Susanto et al., 2017).

Selain lalat buah, ada juga hama ulat buah yang sering menyerang buah tomat. Ulat

Buah Tomat Helicoverpa (Heliothis) dewasa berupa ngengat berukuran sedang dengan

lebar sayap sekitar 25–35 mm, berwarna cokelat pucat hingga cokelat terang, kadang

memiliki semburat agak kehijauan. Sayap depan dengan variasi jelas, biasanya memiliki

bintik gelap samar di tengah dan pita terang di dalam pita gelap di sekitar ujungnya.

Sayap belakang berwarna putih kusam dan memiliki pita abu-abu gelap di sekitar

ujungnya. Spot terang terpencar di tengah pita gelap.

Saat menetas, larva ulat buah tomat berwarna putih krem dengan kepala hitam dan

tuberkel dan rambut hitam yang mencolok. Larva yang lebih besar warnanya

bervariasi dari hijau kekuningan hingga hampir hitam dan berkembang garis putih halus

di sepanjang tubuh tetapi mempertahankan bintik-bintik hitam di dasar rambut seperti

bulu. Larva yang lebih tua juga memiliki bercak duri pendek pada segmen tubuhnya yang

jauh lebih pendek daripada bulunya dan dapat dilihat paling baik dengan menggunakan

lensa tangan (UC IPM Program, 2022).

Telur ulat berukuran kecil dan bulat agak pipih di atasnya dengan guratan kasar atau

rusuk yang memanjang dari pangkal ke ujung. Telur hama ini mirip dengan telur ulat

jengkal, tetapi telur ulat jengkal memiliki guratan yang lebih halus. Telur ulat buah

diletakkan secara tunggal pada permukaan atas dan bawah daun, biasanya di bagian atas

tanaman. Saat pertama kali diletakkan, telur berwarna putih krem, tetapi berkembang

2
menjadi cincin coklat kemerahan setelah 24 jam dan menjadi gelap sebelum larva

menetas (UC IPM Program, 2022).

Ketika ada buah, lalat buah akan menyelesaikan perkembangan larvanya di dalam

buah. Larva tahap awal memasuki ujung tangkai buah ketika diameternya antara 19-50

mm. Selama perkembangan, ulat dapat muncul dari satu buah dan masuk ke buah yang

lain. Aktifitasnya makannya menghasilkan rongga internal yang berantakan, berair,

dan penuh dengan bekas kulit dan kotoran. Buah yang rusak akan matang sebelum

waktunya. Di akhir musim, larva kecil juga akan memasuki buah matang . Larva kecil

sulit untuk dideteksi dan, dengan demikian, mungkin menjadi masalah dalam memproses

tomat untuk pengalengan. Pada tomat pasar segar, setiap buah yang terserang tidak dapat

dipasarkan yang perlu dipisahkan saat panen atau saat pengemasan ( UC IPM Program,

2022).

Serangan lalat buah dan ulat buah mengakibatkan terjadi kerusakan pada buah

sehingga terjadi penurunan produksi dan mengakibatkan kerugian secara ekonomi,

maka dilakukanlah tindakan pengendalian guna mengurangi tingkat kerusakan pada

buah tomat.

Pengaruh tanaman refugia (kenikir) terhadap penurunan populasi hama pada

tanaman tomat khususnya fase produksi, mengingat tanaman kenikir sebagai sarang

predator (kumbang) yang menjadi musuh alami lalat buah serta aroma khas dari bunga

kenikir yang menjadi anti hama lalat buah.

Berdasarkan hal tersebut, pada laporan ini penulis ingin menuliskan tentang

Teknik Pengendalian Lalat Buah pada tanaman tomat saat praktek berlangsung.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah :

1. Untuk mengetahui jenis hama yang menyerang buah tomat;

3
2. Untuk mengetahui teknik pengendalian hama lalat buah pada tomat.

1.3. Manfaat

Manfaat dari praktek kerja lapang ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan

mahasiswa di lapangan tentang bagaimana cara mengidentifikasi dan mengendalikan

serangan hama pada buah tomat.

4
BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)

Kedudukan tanaman tomat (Solanum lycopersicum) dalam taksonomi

(sistematika) tumbuhan dapat diklasifikasi sebagai berikut :

Divisi : spermatophyta

Subdivisi : angiosspermae

Kelas : dicotyledonae

Subkelas : metachlamidae

Ordo : solanales (tubiflorae)

Family : Solanaceae

Genus : lycopersicon (lycopersicum)

Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.Sinonim (Solanum lycopersicum).

Tomat dengan nama lain di berbagai wilayah diantaranya negara Belanda

(tomat): Prancis (pommeamut, tomate); Inggris love apple ; dan Italia (tomato) di

Indonesia tomat itu sendiri dikenal dengan beberapa nama daerah di Sumatra tomat

dikenal sebagai terung kulewat, rentang, rangam, terung bali, dan Kendari Tanaman

tomat (Solanum lycopersicum) memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar

serabut yang bewarna keputih-putihan dan berbau khas perakaran tanaman tidak

terlalu dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman akar dengan rata–rata 30–

40 cm, namun akar tanaman tomat dan juga dapat mancapai kedalaman hingga 60–

5
70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman serta

menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Oleh karena itu tingkat kesuburan

tanah dilapisan atas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi

buah, serta benih tomat yang di hasilkan (Cahyono., 2018).

Batang tanaman tomat memiliki berwarna hijau berbentuk persegi empat hingga

bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan di 8 antara

bulu-bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang dapat naik dan bersandar pada turus

atau merambat pada tali, namun harus dibantu dengan beberapa ikatan. Tanaman

tomat jika dibiarkan akan menjadi melata dan cukup rimbun hingga menutupi tanah.

Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu (Oskar Totong,

dkk., 2016).

Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20 – 30 cm. Tepi daun bergerigi dan

membentuk celah-celah yang menyirip. Antara daun-daun yang menyirip besar

terdapat sirip kecil dan ada pula yang bersirip besar lagi (bipinnatus). Umumnya,

daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna hijau, dan

berbulu. Daun tomat merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah 5-7 helai.

Pada daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1-2 daun yang berukuran kecil.

Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang seling atau tersusun spiral

mengelilingi batang tanaman (Oskar Totong, dkk., 2016).

Bunga tanaman tomat memiliki warna kuning dan kuntum bunganya terdiri dari

lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat

kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi

tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe

bunganya berumah satu, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi

6
penyerbukan silang. Bunga tersusun dalam dompolan dengan jumlah 5-10 bunga per

dompolan atau tergantung dari varietasnya (Oskar Totong, dkk., 2016).

Buah tomat memiliki bentuk bervariasi tergantung pada jenisnya ada yang bulat,

agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval), dan bulat persegi. Ukuran buah tomat

juga sangat bervariasi, dari yang mulai ukuran paling kecil seberat 8 gram hingga

yang berukuran besar seberat sampai 180 gram. Diameter buah tomat antara 2-15 cm,

tergantung varietasnya. Buah yang masih muda berwarna hijau dan berbulu serta

relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah, atau kuning, cerah dan

mengkilat, serta relatif lunak. Jumlah ruang di dalam buah juga bervariasi, ada yang

hanya dua seperti pada buah tomat cherry dan tomat roma atau lebih dari dua seperti

tomat marmade yang beruang delapan (Oskar Totong, dkk., 2016). Biji tomat berbentuk

pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan atau coklat muda. Biji saling

melekat, diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan dibatasi daging

buah. Panjangnya 3-5 mm dan lebar 2-4 mm. Jumlah biji setiap buahnya bervariasi,

tergantung pada varietas dan lingkungan, maksimum 200 biji per buah. Biji biasanya

digunakan untuk bahan perbanyakan tanaman. Biji tomat mulai tumbuh setelah

ditanam 5-10 hari.

Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah tanah yang

mengandung lempung (pH kisaran 5,5 sampai 6,5) dengan sistem tata air yang baik

(air tidak boleh tergenang), karena akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan

oksigen. Suhu optimum untuk tanaman tomat antara 20 oC dan 30oC (Oskar Totong,

dkk., 2016).

2.2. Hama Tanaman Tomat

7
Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktivitas

hidupnya, terutama aktivitas untuk memperoleh makanan. Hama tanaman memiliki

kemampuan merusak yang sangat hebat. Berikut adalah jenis hama yang menyerang

tomat, antara lain :

2.2.1. Lalat buah

Lalat buah tomat Helicoverpa (Heliothis) zea dewasa berupa ngengat

berukuran sedang dengan lebar sayap sekitar 25–35 mm, berwarna cokelat pucat

hingga cokelat terang, kadang memiliki semburat agak kehijauan. Sayap depan

dengan variasi jelas, biasanya memiliki bintik gelap samar di tengah dan pita terang

di dalam pita gelap di sekitar ujungnya. Sayap belakang berwarna putih kusam dan

memiliki pita abu-abu gelap di sekitar ujungnya. Spot terang terpencar di tengah

pita gelap.

Telur ulat berukuran kecil dan bulat agak pipih di atasnya dengan guratan

kasar atau rusuk yang memanjang dari pangkal ke ujung. Telur hama ini mirip

dengan telur ulat jengkal, tetapi telur ulat jengkal memiliki guratan yang lebih

halus. Telur ulat buah diletakkan secara tunggal pada permukaan atas dan bawah

daun, biasanya di bagian atas tanaman. Saat pertama kali diletakkan, telur berwarna

putih krem, tetapi berkembang menjadi cincin coklat kemerahan setelah 24 jam dan

menjadi gelap sebelum larva menetas (UC IPM Program. 2022).

Apabila ditemukan serangan ulat ini dilakukan penyemprotan dengan

insektisida. Perlakuan insektisida dilakukan pada saat ulat belum masuk ke dalam

buah tomat. Faktor yang mengurangi perkembangan ulat buah adalah hujan lebat

yang dapat menyapu sebagian telur yang berada di atas daun tanaman tomat.

2.2.2. Lalat pengorok daun

8
Lalat pengorok daun Liriomyza sp. termasuk sub famili Phyomyzinae, famili

Agromyzidae dan ordo Diptera (Spencer & Steyskal 1986). Liriomyza sp.

merupakan hama penting yang menyerang tanaman sayuran dan tanaman hias di

Indonesia. Hama ini diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1991-1992

melalui jalur pengiriman bunga potong krisan (Widya Almaida, 2013). Gejala

berupa liang korokan beralur warna putih bening pada bagian mesofil daun. Jumlah

alur korokan pada satu daun kedelai bervariasi, bergantung pada jumlah larva yang

menetas. Pada serangan lanjut, liang korokan berubah warna menjadi kecoklatan

dan di dalamnya larva berkembang. Gejala tersebut merupakan ciri khas serangan

lalat pengorok daun (UC IPM Program. 2022). Selama ini, upaya pengendalian yang

umumnya dilakukan terhadap hama lalat pengorok daun oleh petani adalah

penggunaan insektisida dengan frekuensi penyemprotan 2-3 kali perminggu (Widya

Almaida, 2013).

2.2.3. Kutu kebul

Kutu kebul (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan kelompok serangga yang

berukuran kecil berwarna putih dan bertubuh lunak. Kutukebul mampu

mengeluarkan lapisan lilin berwarna putih dari kelenjar khusus yang ada di bagian

abdomen. Nimfa maupun imago kutu kebul biasanya memiliki lapisan lilin dengan

berbagai bentuk. Lapisan lilin ini dapat digunakan untuk identifikasi karena

penampilan dan pola dari lapisan lilin dapat berbeda antara satu spesies dengan

spesies lain (Endjang Sujitno, 2014).

Serangga ini merupakan hama penting karena serangga ini tidak hanya dapat

menyebabkan kerusakan langsung, tetapi juga karena kerusakan tidak langsung.

Kerusakan langsung yang dimaksud adalah selain menghisap bahan makanan,

9
kutukebul juga menginjeksikan racun ke dalam jaringan tanaman (Endjang Sujitno,

2014). yang dapat menyebabkan tanaman inang layu, kerdil dan bahkan mati.

Sedangkan kerusakan tidak langsung adalah adanya beberapa spesies juga dapat

berperan sebagai vektor penyakit yang dapat menyebabkan tanaman inang

menguning dan mengeriting (Oskar Totong, dkk., 2016).

2.2.4. Penyakit Tanaman Tomat Hawar Daun (Phytophthora infestans)

Hawar daun merupakan penyakit yang penting, khususnya pada musim hujan.

penyakit ini disebabkan oleh P. infestans. Gejalanya adalah pada daun bercak hitam

kecoklatan mulai timbul pada anak daun, tangkai atau batang dan akan meluas

dengan cepat, sehingga dapat menyebabkan kematian. Bagian bercak paling luar

akan berwarna kuning pucat yang beralih ke bagian yang berwarna hijau biasa.

Perkembangan bercak akan terhambat bila kelembaban berkurang, tetapi bercak

akan berkembang kembali bila kelembaban meningkat. Pada buah, penyakit juga

dapat timbul pada semua stadia perkembangan. Bercak yang berwarna hijau

kebasah-basahan meluas menjadi bercak yang bentuk dan tidak beraturan (Endjang

Sujitno, 2014).

Usaha pengendalian penyakit di pegunungan hanya terbatas pada pemilihan

waktu tanam dan pemakaian fungisida. Sampai saat ini, belum ada varietas tomat

komersial yang mempunyai ketahanan cukup terhadap hawar daun. Serangan hawar

daun menurun pada musim kemarau (Endjang Sujitno, 2014).

2.2.5. Bercak cokelat (Alternaria solani)

Penyakit bercak cokelat, atau bercak kering, merupakan penyakit daun yang

umum dan tersebar luas di berbagai negara. Gejala yang ditimbulkan mula-mula

pada daun timbul bercak-bercak kecil, bulat atau bersudut cokelat tua sampai hitam

10
sebesar kepala jarum sampai diameter ±4 mm. Jaringan nekrotik sering tampak

seperti kulit, mempunyai lingkaran-lingkaran terpusat sehingga tampak seperti

papan sasaran (target board). Di sekitar bercak nekrotik biasanya terdapat jalur

klorotik (halo) sempit.

Meskipun bercak sangat terbatas, tampak bahwa penyakit mempunyai

pengaruh fisiologi di luar bercak, daun akan cepat menjadi tua, layu, atau gugur

sebelum waktunya (Endjang Sujitno, 2014). Cendawan A. solani mempertahankan

diri dari musim ke musim pada tanaman sakit, sisa-sisa tanaman sakit, atau biji. Di

dalam jaringan daun sakit miselium dapat bertahan selama satu tahun atau lebih.

Dalam suhu kamar konidium dapat tetap hidup selama 17 bulan. Konidium dapat

berkecambah pada suhu 6-34°C. Suhu optimumnya adalah 28-30ºC, didalam air

pada suhu ini konidium sudah berkecambah dalam waktu 35-45 menit. A. solani

menginfeksi daun atau batang dengan langsung menembus kutikula. Pembentukan

konidium terjadi pada bercak yang bergaris tengah ±3 mm dan diperlukan banyak

embun atau hujan yang sering (Endjang Sujitno, 2014).

Tanaman harus diberi pupuk yang seimbang agar menjadi lebih tahan. Untuk

mencegah terbawanya penyakit oleh biji dan agar tidak terjadi banyak infeksi pada

bibit, pembibitan jangan terlalu lembap atau rapat (Endjang Sujitno, 2014).

2.2.6. Penyakit layu Fusarium (Fusarium oxysporum)

Di Indonesia penyakit layu Fusarium mulai mendapat perhatian pada tahun

1970-an. Gejala pertama dari penyakit ini adalah menjadi pucatnya tulang-tulang

daun, terutama daun-daun sebelah atas, kemudian dengan tangkai merunduk dan

akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan (Sulfiani, 2018). Kadang-kadang

kelayuan didahului dengan menguningnya daun, terutama daun bagian bawah. Jika

11
tanaman sakit itu dipotong dekat pangkal batang atau dikelupas dengan kuku atau

pisau akan terlihat suatu cincin cokelat dari berkas pembuluh. Pada serangan berat,

gejala terdapat pada bagian tanaman bagian atas juga. F. oxysporum dapat bertahan

lama dalam tanah. Tanah yang sudah terinfestasi sukar dibebaskan kembali dari

jamur ini. Cendawan menginfeksi pada akar, terutama melalui luka-luka, lalu

menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Akibatnya, pengangkutan air dan

hara tanah terganggu yang menyebabkan tanaman menjadi layu (Endjang Sujitno,

2014).

Penyakit berkembang pada suhu tanah 21-33°C. Suhu optimumnya adalah

28°C. Kelembaban tanah yang membantu tanaman, ternyata juga membantu

perkembangan patogen. Seperti kebanyakan F. oxysporum, patogen ini dapat hidup

pada pH tanah yang luas variasinya (Endjang Sujitno, 2014).

2.2.7. Penyakit Kuning

Penyakit kuning pada tanaman tomat disebabkan oleh Tomato yellow leaf

curl virus (TYLCV) yang termasuk genus patogen Geminivirus. Virus ini ditularkan

oleh kutukebul Bemisia tabaci. Gejala penyakit kuning berupa daun muda menjadi

kekuningan dan keriting, sedangkan daun yang lebih tua akan menggulung ke atas

dan mengalami malformasi. Gejala kuning berkembang dari bagian atas ke bagian

bawah tanaman. Pada umumnya daun yang terserang menjadi kerdil dan buah akan

masak lebih awal. Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan berat pada

pertanaman tomat di Indonesia, dengan persentase kehilangan hasil berkisar antara

20-100% (Sulfiani, 2018). Peningkatan epidemiologi penyakit kuning di lapangan

disebabkan oleh beberapa faktor seperti transportasi bagian tanaman yang terinfeksi

12
ke lokasi baru, ekstensifikasi pertanian ke area baru, serta migrasi vektor yang dapat

menularkan virus dari satu tanaman ke tanaman lainnya (Sulfiani, 2018).

Pengelolaan penyakit ini, lebih ditekankan pada pengelolaan vektor B. tabaci.

Beberapa teknik pengendalian B. tabaci yang dapat dilakukan adalah secara budi

daya dengan cara sanitasi lahan, penggunaan mulsa plastik, dan varietas resisten

(kerapatan bulu daun rendah). Parasitoid yang berpotensi mengendalikan B. tabaci

antara lain: Encarsia formosa, E. lutea, Eretmocerus mundus, dan E. haldemani.

Sedangkan predator yang cukup potensial adalah dari famili Anthocoridae dan

Miridae (Hemiptera), Chrysopa (Chrysopidae), Syrphidae, Formicidae,

Coccinellidae, dan Araneida (laba-laba). Cendawan entomopatogen yang berpotensi

sebagai musuh alami B. tabaci antara lain: Verticillium lecanii, Paecilomyces

fumosoroseus, P. farinosus, dan Beauveria bassiana (Indah Mayasari, 2018).

2.2.8. Penyakit Klorosis

Penyakit klorosis telah menyebabkan kehilangan hasil yang cukup signifikan

karena kualitas buah tomat menjadi menurun dan masak sebelum waktunya. Gejala

awal penyakit klorosis yakni terdapatnya warna klorosis dan kekuningan di jaringan

antara tulang daun, kemudian berkembang menjadi bintik-bintik nekrotik kecil dan

berwarna keunguan (Sulfiani, 2018). Pada gejala lanjutan daun akan menjadi kaku

dan agak menggulung ke bawah. Perkembangan gejala dimulai dari bagian bawah

ke bagian atas tanaman. Penyakit klorosis disebabkan oleh patogen berupa virus,

yaitu TICV (Tomato infectious chlorosis virus) dan ToCV (Tomato chlorosis virus).

TICV ditularkan ke dalam jaringan tanaman oleh kutu kebul Trialeurodes

vaporariorum (Endjang Sujitno, 2014), sedangkan vektor ToCV adalah B. tabaci, T.

13
abutilonea (Sulfiani, 2018), dan T. vaporarium. TICV dan ToCV dapat menginfeksi

tanaman tomat secara tunggal maupun bersamaan (Endjang Sujitno, 2014).

2.3. Pengendalian OPT

Pada umumnya, pengendalian OPT dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pengendalian secara konvensional dan pengendalian bersifat ramah lingkungan.

Pengendalian OPT dengan cara konvensional yaitu hanya menggunakan pestisida

kimia sintetis sedangkan pengendalian OPT yang bersifat ramah lingkungan yaitu

teknik yang lebih memperhatikan keamanan lingkungan dalam pengendalian, dengan

membatasi penggunaan pestisida sintetis serta memadukannya dengan pengendalian

hayati (Sulfiani, 2018).

Terdapat beberapa keuntungan maupun kerugian dari kedua tindakan

pengendalian tersebut. Pada pengendalian OPT secara konvensional, keuntungannya

yaitu mudah dalam mengaplikasikan, ampuh dalam menurunkan populasi hama,

serta mudah diperoleh, sedangkan kerugiannya antara lain: dapat menimbulkan

resistensi hama sasaran terhadap pestisida, mematikan organisme bukan sasaran,

mencemari lingkungan, serta dapat menimbulkan keracunan bagi manusia. Tindakan

pengendalian OPT yang bersifat ramah lingkungan memiliki beberapa keuntungan

antara lain: tidak mencemari lingkungan, dapat melestarikan agroekosistem, serta

keuntungan hasil yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan

pestisida kimia sintetis, sedangkan kerugiannya yaitu sulit memastikan akan

keberhasilannya, memerlukan waktu untuk memperlihatkan keberhasilannya, serta

terbatas penyebarannya. Konsep PHT merupakan perpaduan yang serasi dari

berbagai macam metode pengendalian yang bertujuan untuk mengelola populasi

hama dalam tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi. Strategi PHT lebih

14
menekankan pada penerapan teknik pengendalian nonkimiawi. Menurut Sulfiani

(2018), strategi atau langkah dari beberapa metode pengendalian dapat dilakukan

yaitu: (1) penggunaan varietas resisten, (2) penggunaan kultur teknis dengan

memanipulasi ekologi melalui pergiliran tanaman, sanitasi selektif, pengelolaan air

dan (3) penggunaan musuh alami berupa predator dan parasitoid. Pengembangan dan

penerapan PHT memerlukan tiga komponen utama yaitu teknologi PHT, jalinan

informasi, dan proses pengambilan keputusan. Teknologi PHT meliputi berbagai

teknik yang diterapkan untuk mengelola agrosistem agar sasaran PHT dapat tercapai.

Proses pengambilan keputusan pengendalian hama harus dilakukan dengan

menggunakan informasi yang cukup lengkap, monitoring dan memperhatikan

ambang pengendalian (Endjang Sujitno, 2014). Preferensi petani dalam pengendalian

organisme pengganggu tanaman merupakan bagian penting dalam keberhasilan

pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.

15
BAB. III

METODE PELAKSANAAN PKL

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL

Kegiatan praktek kerja lapang ini dilaksanakan dari bulan juli sampai agustus

2023 di lahan Agribisnis Universitas Tribuana Kalabahi yang terletak di Areal

Kampus (Batunirwala).

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengendalian hama lalat buah pada tanaman

tomat dalam kegiatan PKL ini adalah :

- Sprayer

- Ember

- Sendok

- Pengaduk

- Pestisida “alika”

- Air

16
Selain menggunakan pestisida secara kimiawi, pengendalian hama ramah lingkungan

juga dilakukan yaitu penanaman tanaman kenikir sebagai sarang predator maupun

aroma khas yang dikeluarkan oleh bunga kenikir sebagai anti lalat buah.

3.3. Metode Pelaksanaan PKL

Metode yang di gunakan adalah :

1. Metode Partisipasi yaitu terlibat melakukan secara langsung seluruh kegiatan

budidaya tanaman tomat di lapangan.

2. Observasi yaitu kegiatan yang dilakukan dengan cara mengamati dan

menidentifikasi proses budidaya tanaman tomat.

3. Wawancara yaitu kegiatan yang dilakukan dengan cara berdiskusi dan tanya jawab

dengan dosen pendamping lapangan.

3.3. Jadwal Kegiatan PKL

Tabel. 1. Pelaksanaan PKL

Bulan

No Jenis Kegiatan Juli Agustus

I II III IV I II III IV

1 Merencanakan Persiapan Kegiatan

PKL

2 Persiapan lokasi PKL

3 Pembuatan bedengan PKL

4 Penyemaian benih Tomat,

perawatan tomat persemaian

5 Pemindahan bibit tomat, Perawatan

tanaman di lahan : penyiraman,

17
pembersihan gulma dan pembuatan

ajir tanaman serta pengendalian

hama dan penyakit tomat

3.4. Uraian Kegiatan

Tabel 2. Uraian Kegiatan Praktek Kerja Lapang

NO Hari/Tanggal Kegiatan yang di lakukan

1. Senin 10 Juli 2023 Pengenalan lokasi dan pendamping lapangan

2. Selasa 11 Juli 2023 Perawatan tanaman tomat dibedengan

3. Rabu 12 Juli 2023 Pengadaan bambu dan pohon pinang untuk prmbutan pondok

dan bale-bale (tempat duduk)

4. Kamis 13 Juli 2023 Pembuatan pondok dan bale-bale (tempat duduk)

5. Jumad 14 Juli 2023 Penyiangan pada tanaman yang ada di lahan/bedengan tomat

6. Senin 17 Juli 2023 Pembuatan tempat semai dan penyemaian benih kenikir

7. Rabu 19 Juli 2023 Perawatan bibit kenikir di persemaian

8. Selasa 25 Juli 2023 Pembuatan kokeran

9. Rabu 26 Juli 2023 Pemindahan bibit kenikir ke kokeran

10. Selasa 18 Juli 2023 Identifikasi hama pada tanaman di lahan praktek

11. Kamis 20 Juli 2023 Pemindahan kenikir ke polibag

12. Jumad 21 Juli 2023 Pembersihan gulma di lahan

13. Selasa 1 Agustus 2023 Pembuatan ajir tomat.

14. Selasa dan Jum’ad (1, 4, 8, Pengendalian hama dan penyakit tomat

18
11, 15 dan 18 Agustus 2023

15. Selasa 8 Agustus 2023 Penanaman Kenikir

BAB. IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi PKL

Kebun Agribisnis merupakan lahan milik yang terletak di Batunirwala pada

Universitas Tribuana Kalabahi yang terletak dalam areal kampus, luasnya mencapai

40 m2. Kebun ini di buka sejak tahun 2017 silam, dan digunakan untuk penanaman

tanaman hortikultura dengan menggunakan irigasi tetes. Lahan ini intens digunakan

pada tahun 2019 untuk praktek dan penelitian mahasiswa maupun dosen. Jenis

tanaman yang pernah dibudidayakan di lahan ini adalah melon, cabe, tomat,

kangkung, sawi, terung, melon, bunga matahari, serei, ubi jalar, bayam. Juga

dilakukan pembuatan kompos di lokasi tersebut.

Dalam pengelolaannya, selalu mengalami kendala karena ketersediaan sumber

daya yang belum memadai seperti ketersediaan modal, air dan tenaga kerja. Perlahan-

lahan lewat percakapan bapak/ibu dosen dan mahasiswa bahwa beberapa keubutuhan

diupayakan untuk dipenuhi agar dapat melancarakan kegiatan praktek dan penelitian

yang dilakukan di lahan ini. Barang-barang tersebut berupa gembor, drum dan tandon

19
untuk penampungan, pacul, linggis, selang dan beberapa kebutuhan untuk budidaya

tanaman.

4.2. Hama Buah Tomat

Selama pelaksanaan PKL dilakukan pengamatan pada buah tomat dan teridentifikasi

serangan hama sebagai berikut :

1. Lalat Buah

Hasil pengamatan dilapangan saat melakukan PKL, ditemukan adanya

kerusakan pada buah tomat, gejala serangan lalat buah bisa dilihat dari struktur

buah yang diserang oleh hama. Lalat buah ini biasanya menyerang pada buah yang

berkulit tipis, mempunyai daging yang lunak. Gejala serangan pada daging buah

membusuk dan terdapat larva. Serangan lalat buah sering ditemukan pada buah

yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan terlihatnya noda–noda kecil

berwarna hitam bekas tusukan ovipositor. Kemudian karena perkembangan hama

di dalam buah noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva lalat memakan

daging buah, sehingga buah busuk sebelum masak.

Apabila daging buah dibelah terdapat larva-larva kecil. Pada daging buah

terjadi perubahan warna dan pada bagian yang terserang menjadi lunak. Buah akan

gugur sebelum masak jika terserang lalat ini. Buah yang gugur ini, apabila tidak

segera dikumpulkan atau dimusnahkan bisa menjadi sumber infeksi atau

perkembangan lalat buah generasi berikutnya.

Pengamatan yang dilakukan pada saat melakukan PKL seperti pada gambar

dibawah ini :

20
Gambar 1 : Buah Tomat Terserang Lalat Buah (Data Pribadi, 2023)

Jenis lalat buah yang menyerang buah di Indonesia adalah dari genus

Bactrocera. Berbagai spesies yang termasuk dalam Bactrocera dorsalis compleks

Hendel diketahui bertanggung jawab atas kehilangan hasil dari yang ringan

sampai 100%. Bactrocera papayae Drew, actrocera carambolae, Bactrocera

cucurbitae Coquillett., dan Bactrocera umbrosus Fabricius merupakan spesies

yang banyak ditemukan pada berbagai sentra produksi buah di Indonesia (Kaurow

et al, 2015).

Lalat buah merusak dengan cara meletakkan telurnya dalam lapisan

epidermis yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik pada buah dan dapat

menyebabkan buah menjadi busuk. Sehingga secara tidak langsung dapat

mengurangi kuantitas dan kualitas hasil produksinya yang menyebabkan buah

akan gugur sebelum waktunya. Luas serangan lalat buah di Indonesia mencapai

4.790 ha dengan kerugian mencapai 21,99 miliar rupiah (Sulfiani, 2018).

Lalat buah memiliki intensitas serangan yang semakin meningkat pada

buah-buahan dan sayuran pada iklim yang sejuk, kelembaban tinggi dan angin

yang tidak terlalu kencang. Suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin serta

pengaruh curah hujan juga cukup penting dalam memengaruhi tingkat intensitas

serangan lalat buah (Susanto. A, 2017). Sifat khas lalat buah adalah hanya dapat

21
bertelur di dalam buah, larva (belatung) yang menetas dari telur tersebut akan

merusak daging buah, sehingga buah menjadi busuk dan gugur.

Hasil penelitian Setlight et al (2019) mengemukakan bahwa serangan hama

lalat buah B. dorsalis mengalami peningkatan dan penurunan setiap minggunya.

Hal tersebut dipengaruhi oleh umur tanaman. Semakin bertambah umur tanaman

semakin banyak pula produksi buah dipohon dan serangan hama juga meningkat.

2. Ulat Buah (Helicoverpa armigera Hubn)

Hasil pengamatan dilapangan saat melakukan PKL, ditemukan adanya

kerusakan pada buah tomat, gejala serangan larva melubangi buah tomat, buah

yang terserang busuk dan jatuh ke tanah dan kadang larva juga menyerang pucuk

tanaman dan melubangi cabang-cabang tomat.

Pengamatan yang dilakukan pada saat melakukan PKL seperti pada gambar

dibawah ini :

Gambar 2 : Buah Tomat Terserang Ulat Buah (Data Pribadi, 2023)

3. Cara Pengendalian Lalat Buah

a. Cara Pengendalian saat Praktek

22
Berdasarkan hasil praktek diketahui bahwa serangan lalat buah pada

tomat dapat dilihat dari buah yang terdapat bintik coklat kehitaman yang

terdapat pada kulit buah, hal ini di sebabkan karena bekas suntikan lalat buah

pada saat akan meletakan telurnya pada buah tomat. Lubang bekas suntikan

lalat buah sangat kecil sehingga hampir tidak dapat terlihat dengan mata

telanjang, jikalau warna bekas suntikn itu tidak berwarna mencolok coklat

kehitaman. Sedangkan serangan ulat buah dapat dilihat dengan jelas secara

langsung karena lubang yang disebabkan oleh ulat buah ada buah tomat terlihat

agak besar dan sangat jelas dilihat dengan mata telanjang.

Pengendalian yang dilakukan saat praktek yaitu dengan cara teknik

refugia dan Teknik penyemprotan pestisida alika.

b. Pengendalian Refugia

Pengendalian yang dilakukan dengan cara refugia yaitu menanam

tanaman kenikir, tanaman ini ditanam pada saat tanaman tomat setelah berumur

bunga kenikir yang mana dapat mengundang predator lalat buah maupun ulat

buah. Sehingga serangan hama tersebut dapat di tekan.

Pesemaian bibit kenikir hingga penanaman di lahan tomat yang dilakukan

pada saat melakukan PKL seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 3 : Penanaman Tanaman Kenikir di Lahan Tomat

23
(Data Pribadi, 2023)

Penanaman bibit tanaman kenikir seperti pada gambar 3 diatas ke lahan

tomat dilakukian setelah bibit berumur 3 minggu dan pada saat itu tanaman

tomat sudah mulai berproduksi (berbuah).

c. Pengendalian Menggunakan Pestisida

Pengendalian hama menggunakan pestisida pada saat praktek berlangsung

diwaktu tanaman mulai berbuah (fase produksi) yang dilakukan 2 (dua) kali

seminggu, selama 3 (tiga) minggu di bulan Agustus 2023 adalah dengan cara

penyemprotan menggunakan pestisida “alika” dengan perbandingan dosis : 2 :

1 artinya bahwa 2 sendok makan “alika” dicampurkan dalam 1 liter air dengan

system aplikasinya seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 4 : Penyemprotan Pestisida Alika terhadap Buah Tomat yang terserang


Hama (Data Pribadi, 2023)

d. Cara Pengendalian Hama yang sering dilakukan

Pengendalian yang umum dilakukan untuk mengatasi serangan ulat

buah pada tanaman tomat antara lain :

1. Eradikasi, yaitu memusnahkan tanaman yang terinfestasi hama dengan cara

membuang dan membakarnya.

2. Pengumpulan hama, yaitu mengumpulkan telur dan ulat H. armigera untuk

dibuang dan dibunuh.

24
3. Penanaman varietas tahan, yaitu menggunakan varietas tomat tahan hama,

seperti Gustafi F1.

4. Penggunaan mulsa plastik yang berfungsi untuk mencegah perkembangan

pupa hama pada permukaan tanah.

5. Penanaman tanaman refugia sebagai tempat berlindung bagi serangga

predator dan parasitoid yang dapat mengendalikan hama, termasuk hama

walang sangit. Beberapa contoh tanaman refugia yang dapat digunakan

adalah bunga matahari, tagetes, dan kenikir.

6. Penanaman serentak pada satu hamparan atau area untuk mengurangi

kesempatan hama menyebar pada tanaman.

7. Penggunaan pestisida nabati untuk mengendalikan hama, seperti ekstrak

nimba dan ekstrak bawang putih.

8. Penggunaan agens hayati Beauveria bassiana dan Metarhizium sp. sebagai

pengendalian alami terhadap hama ulat buah.

9. Penggunaan pestisida sintetik apabila populasi hama sudah melewati ambang

ekonomi. Beberapa insektisida yang dapat digunakan mengandung bahan

aktif emamektin benzoat dan Cyantraniliprole. Rotasi bahan aktif pestisida

juga diperlukan untuk mencegah terbentuknya biotipe baru hama. Perlu

diperhatikan bahwa pestisida Antracol dan Avidor tidak direkomendasikan

untuk mengendalikan hama ulat buah ini karena kedua pestisida tersebut

memiliki target hama dan penyakit yang berbeda.

Selain itu, untuk mengurangi terjadinya serangan hama dapat dilakukan

dengan budidaya tanaman yang sehat, seperti menggunakan benih sehat dan

berkualitas, pemupukan yang seimbang, serta pengaturan jarak tanam yang

sesuai.

25
BAB. V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Jenis hama yang menyerang buah tomat pada saat praktek adalah lalat buah

(Bractosera spp.);

2. Teknik pengendalian lalat buah pada tomat yang dilakukan pada saat praktek kerja

lapangan (PKL) adalah Teknik refugia dan penggunaan pestisida sintetik “Alika”.

5.2. Saran

1. Disarankan agar dalam melakukan budidaya tomat agar menjaga kelembaban di

sekitar tanaman agar dapat mencegah serangan hama dan melakukan pengendalian

hama sedini mungkin sehingga tidak merugikan secara ekonomi.

2. Dapat dilakukan penelitian teknis terhadap pengendalian refugia dalam

mengendalikan hama pada tomat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Agustina Elita, dkk. 2013. Perkembangan Metamorphosis Lalat Buah (Drosophilla


melanogaster) pada Media Biakan Alami Sebagai Referensi Pembelajaran pada
Matakuliah Perkembangan Hewan. Aceh: Jurnal Pendidikan Biologi FITK IAIN
Ar-Ranyri. Vol 1. No. 1.

Cahyono, 2018. Usaha Tani Tomat dan Penanganan Pasca Panen (Edi

Endjang Sujitno, Taemi Fahmi1, I Djatnik. 2014. Usahatani Tumpang Sari Tanaman
Tomat dan Cabai di Dataran Tinggi Kabupaten Garut Balai Penelitian Tanaman
Hias Segunung.

Erna Halid, dkk. 2021. Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Tomat (Lycopersium Esculentum
Mill.) Pada Pemberian Berbagai Dosis Bubuk Cangkang Telur

Evan Purnama Ramdan. dkk. 2021 Yayasan Kita Menulis, Hama dan Penyakit Tanaman

Kaurow, H.A., Tulung, M., & Pelealu, J. (2015). Identifikasi dan populasi lalat buah
Bactrocera spp. pada areal tanaman cabe, tomat, dan labu siam. Eugenia, 21(3):
105–110.

Mayasari, Indah. 2018. Efektifitas metil eugenol terhadap penangkapanlalat buah (diptera:
tephritidae) pada pertanaman cabai (capsicum annuum l.)Di kabupaten
tanggamus (skripsi) oleh fakultas pertanian universitas lampung Bandar
Lampung.

27
Monalisa Debora Setlight, dkk. Jenis dan serangan hama lalat buah (bactroceradorsalis)
Pada tanaman tomat (solanumlycopersicum.l) di desa taraitak kecamatan
langowan utara kabupaten minahasa

Oskar Totong, Abdul Hadid, Hidayati Mas’ud. 2016. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill) Pada Berbagai Media Tumbuh Dengan
Interval Penyiraman Air Kelapa Yang Berbeda The Growth And Yield Of
Tomato (Lycopesicum Esculentum Mill) On Various Planting Media With
Different Coconut Watering Intervals). Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako.
Palu.

Patty JA. 2018. Efektivitas Metil Eugenol Terhadap Penangkapan Lalat Buah (Bactrocera
dorsalis) Pada Pertanaman Tomat. Agrologia. 1(1): 69–75.

Rahmawati Arma, dkk., Jurnal Agrominansia, Desember 2018. Identifikasi Hama Lalat
Buah (Bactrocera Sp) pada Tanaman Cabe, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
Muhammadiyah Sinjai
Setlight, M.D., Meray, E.R.M., & Lengkong, M. (2019). Jenis dan serangan hama lalat
buah (Bactrocera dorsalis) pada tanaman tomat (Solanum lycopersicum L.) di
desa Taraitak kecamatan langowan utara kabupaten Minahasa. COCOS, 2(6): 1–
7.

Sulfiani. 2018. Identifikasi Spesies Lalat Buah (Bactrocera Spp) Pada Tanaman
Hortikulura Di Kabupaten Wajo. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
Pungrimaggalatung Sengkang.

Susanto, A., Yadi Supriyadi., Tohidin., Nenet Susniahti.,Vickri Hafizh. 2017. Fluktuasi
Populasi Lalat Buah Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) pada Pertanaman
Cabai Merah (Capsicum Annuum) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Universitas Padjadjaran. Bandung. Jurnal Agrikultura 2017, 28 (1): 32-38 ISSN
0853-2885

UC IPM Program. 2022. Identifying Natural Enemies of Fruitworms. Agriculture and


Natural Resources, University of California

28
Widya Almaida, 2013. Pengenalan Dan Penanganan Hama Penyakit Pada Tanaman
Tomat, Makalah Perlindungan Tanaman. Universitas Brawijaya Malang.

Zulkarnain, 2013.Budidaya Sayuran Tropis.Jakarta. Bumi Aksara. 219 hal.

LAMPIRAN – LAMPIRAN :

29
30

Anda mungkin juga menyukai