Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Budidaya secara organik saat ini sedang gencar dilakukan oleh para pelaku pertanian.
Melihat target pasar yang banyak mencari produk organik dan harga produk organik yang jauh
lebih tinggi tentu akan menguntungkan bagi petani. Selain itu isu-isu tentang pertanian
kebelanjutan yang bertujuan untuk kelestarikan lingkungan membuat budidaya organik
semakin menarik dan banyak diminati. Budidaya organik perlu ada ketelatenan dan kesabaran
dalam melakukannya.
Secara garis besar cara budidaya organik dan anorganik sama, tapi input dan teknik
budidaya yang membedakan. Input budidaya organik harus berasal dari bahn-bahan organic
misalnya pemberian pupuk kompos sebagai pupuk dasar, pemberian pupuk organik cair
sebagai pupuk tambahan, pengunaan pestisida nabati untuk pengendalian OPT, penggunaan
agen hayati Trichoderma sp sebagai pengendalian penyakit yang ada ditanah, ataupun MOL
(mikrooranisme lokal) dapat digunakan sebagai pupuk tambahan dan biopestisida. Teknik
budidaya organic baiknya tidak monokultur (satu jenis tanaman saja) tetapi banyak tanaman
apakah mengunkan teknik tumpangsari atau multiple cropping. Hal ini untuk mengurangi
resiko kegagalan bercocok tanaman karena serangan OPT. Jika satu jenis tanaman saja maka
serangan OPT dapat tinggi karena makanan tersedia banyak, namun jika di tanam berbagai
tanaman dalam hamparan lahan yang sama maka serangan OPT tidak tertalu tinggi karena tiap
tanamn akan mengeluarkan bau-bau alami yang tidak disukai oleh OPT. Selain itu, dari
tanaman sekunder akan mendapatkan penghasilan tambahan serta penggunaan bahan-bahan
organik akan baik bagi lingkugan dan keberlanjutan bercocok tanam.
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman ataupun kotoran
hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Kompos berfungsi dalam
perbaikan struktur tanah, tekstur tanah, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air,
dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan air,
selain itu kompos dapat berfungsi sebagai stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar
tanaman.

Penggunaan

kompos

sangat

menguntungkan

karena

dapat

meningkatkan

produktivitas dan kesuburan tanah, ramah lingkungan serta mampu mengatasi kelangkaan
pupuk anorganik yang mahal.
Trichoderma spp merupakan salah satu jamur yang mempunyai potensi sebagai
jamur antagonis serta banyak diteliti kemampuannya dalam mengendalikan pathogen terbawa
tanah, seperti jamur Fusarium, jamur Pythophora dan jamur Phytium,

dengan cara

mengeluarkan racun (toksin) untuk membunuh jamur jamur tersebut. Tanaman yang diaplikasi
Trichoderma spp tumbuh dengan cepat dengan performa tanaman yang subur, waktu
pembungaan cepat dengan jumlah bunga banyak, dan jumlah polong yang juga lebih
banyak dibandingkan dengan tanaman yang tidak di aplikasi Trichoderma spp. Hasil tersebut
menjadi sebuah fenomena tersendiri yang menunjukkan kemampuan dari Trichoderma spp
untuk merangsang pertumbuhan tanaman.
Mikroorganisme lokal (MOL) adalah terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai
sebagai media hidup untuk berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat
penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan sebagai aktivator/ atau
tambahan nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja dikembangkan dari mikro organisme yang
berada di bahan-bahan tersebut. Cairan yang dihasilkan berupa zat yang dapat merangsang
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (fitohormon) seperti : giberlin, sitokinin, auxin, dan
inhibitor. Kegunaan MOL diantaranya sebagai penghancur bahan organik (dekomposer),
tambahan nutrisi bagi tanaman sehingga dapat tumbuh dengan baik dapat juga sebagai
biopestisida alami.
Pestisida nabati digunakan sebagi penganti pestisida sintetik yang digunakan pada
budidaya anorgaik. Keunggulan pestisida nabati yaitu lebih ramah lingkungan, bahan ada di alam
dan mudah dibuat. Tapi kelemahannya efek terhadap OPT lama dibandingkan dengan pestisida
sintetik, bahan baku terbatas jika dibutuhkan dalam jumlah besar. Kelemahan dari pestisida
nabati ini dapat disisati dengan teknik tanam komoditas tanaman .
Terung (Solanum melongena L.) termasuk famili Solanaceae, tanaman terung berbentuk
perdu. Tanaman ini berakar tunggang dengan akar samping yang dangkal, batangnya bercabang
banyak dan berbulu agak kasar, batangnya agak keras dan lebih kekar dari batang tomat.Terung
termasuk tanaman sayuran dataran rendah semusim. Terung berbunga sempurna dengan benang
sarinya tidak berlekatan (lepas) jumlah bunga terung dalam satu tandan berjumlah banyak.

Umumnya bunganya berwarna ungu, tetapi ada pula yang berwarna putih. Sementara buahnya
tunggal, tetapi ada pula varietas terung yang buahnya antara 2-3 setiap tandan. Bentuk buahnya
beranekaragam, diantaranya bulat, lonjong atau bulat panjang, warna buahnya ungu tetapi
adapula yang berwarna putih dan hijau bergaris putih, setelah tua, buah berwarna
kekuningkuningan dan berbiji banyak. Daging buah terung kenyal, tidak berair seperti tomat.
Didalamnya mengandung vitamin A, B dan C.
Tanaman terung dapat ditanam dimana saja mulai dari dataran rendah sampai dataran
tinggi. Perawatannya mudah, bahkan lebih mudah dari tanaman tomat karena lebih tahan
terhadap penyakit layu dan tahan terhadap banyaknya hujan. Waktu menanam tanaman terung
yang baik adalah pada awal musim kemarau atau pada musim hujan.
Budidaya cabai merupakan pilihan agribisnis bernilai ekonomis tinggi, untuk itu cara
menanam cabai yang tepat, baik cara pengendalian hama penyakit maupun teknik budidaya cabe
sangat menentukan keberhasilan budidaya.
1.2 TUJUAN
Untuk mengetahui cara dan teknik budidaya organik antara tumpangsari terung dan cabai
merah serta cara pembuatan dan aplikasi bahan-bahan organik (Kompos, MOL, Trichoderma sp)
yang mendukung budidaya secara organik.

BAB 2
METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1 ALAT DAN BAHAN
2.1.1 Pembuatan Kompos
Alat

Bahan

Cetakan kompos (Kayu Pencetak)

Kotoran sapi bercampur urin 50%

Sekop

Dedaunan 50%

Karung

Dedak 5%

Timbangan

Air Secukupnya

Ember

Konsorsium Bakteri kg

Gayung

Tong air

Plastik Hitam besar

Terpal

Termometer

Tali rafia

Pacul

2.1.2 Pembuatan Trichoderma


Alat

Bahan

Laminar Air flow

Media yaitu dedak dan serbuk gergaji

Autoklaf

Biakan Trichoderma

Bunshen

Alkohol

Jarum

Label dan plastik

2.1.3 Pembuatan Mol


Alat

Bahan

Toples Plastik

Sisa Sayuran

Selang ukuran kecil

Gula putih

Botol plastic bekas

Air kelapa

Pisau

Air sisa cucian beras

Pengaduk

Air

2.1.4 Penanaman
Alat

Bahan

Cangkul

Pupuk Kompos

Kored

Thricoderma

Alat ukur jarak tanam (Caplakan)

Bibit cabai

Emrat

Bibit terung

Meteran

Pupuk POC

Ember

Alat tulis

Alat Dokumentasi

2.2 LANGKAH KERJA


2.2.1 Pembuatan Kompos
1. Menimbang bahan-bahan organik yang akan dijadikan kompos (dedaunan 50 kg,
kotoran sapi 45kg, dedak 5 kg)
2. Mencampurkan dedaunan, kotoran dan dedak sampai rata dan pada bagian bawah
dialasi terpal agar proses pengadukan mudah serta tidak tercampur dengan tanah.
3. Menyiapakan cetakan pengomposan
4. Memasukan bahan-bahan yang sudah dicampur rata ke dalam cetakan secara
berlapis-lapis (1 lapis kompos setebal 20cm)
5. Menyiramankan dekomposer yang sudah dilarutkan dengan air dan dicampur dengan
sedikit dedak pada setiap lapisan kompos secra merata sampai kira-kira lembab (bila
bahan kompos diperas oleh tangan akan keluar air 3 10 tetes) lalu memadatkannya
dengan diinjak-injak
6. Melakukan hal yang sama (pad point ke 4 dan 5) sampai bahan habis atau sampai
penuh cetakan.
7. Membuka cetakan kompos lalu menutup kompos dengan plastik hitam dan mengikat
dengan rapia agar dapat tertutup dengan rata.

8. Melakukan pengamatan setiap hari dengan mengukur suhu, dan karakteristik kompos
dan perawatan kompos dengan cara melakukan pembalikan kompos agar bahn-bahn
dapat melapuk dengan secra sempurna.
9. Melakukan penyiraman kembali jika kompos terlihat kurang lembab
10. Kompos yang telah matang dicirikan dengan suhu tumbpukan kompos selama 3
hari berturut-turut 35C tinggi tumpukan bahan kompos tinggal 35 60%.
11. Proses selanjutkan kompos yang sudah matang dikering angingkan selama1-3 hari
sampai kadar air 12% lalu dilakukan pengayakan untuk memisahkan kompos dan
bahan yang masih kasar.
2.2.2 Pembuatan Trichoderma
1. Membuat media tanam untuk Trichoderma yaitu campuran dedak dan serbuk gergaji
yang sudah disterilkan
2. Mensterilkan tangan dengan alkohol sebelum memegang alat dan bahan di LAF.
Fungsi pengerjaan di dalam LAF adalah untuk bekerja secara aseptis karena LAF
mempunyai pola pengaturan dan penyaring aliran udara sehingga menjadi steril dan
aplikasi sinar UV beberapa jam sebelum digunakan.
3. Mengambil petridish berisi biakan trichoderma sambil panaskan jarum inokulum
dengan bunshen. Kemudian memindahkan biakan trichoderma ke dalam plastik
berisi dedak + gergaji dengan menggunakan jarum inokulum. Jarum inokulum
berfungsi untuk memindahkan biakan untuk ditanam/ditumbuhkan ke media baru.
Jarum inokulum biasanya terbuat dari kawat nichrome atau platinum sehingga dapat
berpijar jika terkena panas.
4. Pengerjaan harus silakukan dengan setril dengan cara mendekatkan petridish biakan
trichoderma dan plastik berisi dedak + gergaji didekat bunshen.
5. Menutup plastik dan jarum inokulum dimasukkan ke dalam gelas berisi alcohol agar
steril kembali.
6. Menginkubasi biakan kurang lebih dua minggu sampai Trichoderma tumbuh
memenuhi semua media

2.2.3 Pembuatan Mol


1. Memotong-motong sisa sayuran kurang lebih ukuran 2 cm.
2. Memasukan sayuran ke dalam toples plastik
3. Menambahkan air kelapa
4. Menambhakan air cucian beras
5. Menambahkan satu sendok gula putih
6. Mengaduk semua bahan diatas sampai rata
7. Melubangi tutup toples seukuran selang kecil yang disambungkan ke botol plastik
yang berisi air dan menutup toplesnya.
8. Memberi label nama-nama kelompok
9. Kurang lebih 24 hari MOL sudah dapat digunakan.
2.2.4 Penanaman
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Membersihkan lahan dengan membuang sampah-sampah dan ranting yang
berserakkan hingga bersih
3. Membersihkan gulma yang tumbuh dengan mencabut atau memotong
4. Mencangkul dan membalikkan tanah
5. Menggemburkan tanah agar tanah tidak padat dan menjadi subur
6. Memberakan lahan agar terpapar sinar matahari selama satu minggu sehingga gulma
dan penyakit akan mati
7. Setelah satu minggu membuat bedengan untuk penanaman. Bedengan dibuat dengan
ukuran 3m x 1m dan jarak antar bedengan sebesar 20cm, dari ukuran tersebut
didapatkan 4 bedengan
8. Mencampurkan kompos dengan Trichoderma lalu menaburkannya dengan rata ke
seluruh areal pertanaman. Kompos dengan dosis 15 kg untuk seluruh areal
lahan(15m2) dan Trichoderma sebanyak 2 bungkus sesuia yang dibuat sebelumnya..
9. Membuat jarak tanam dan lubang tanam untuk penanaman tanaman terung dan
cabai. Jarak tanam tanaman terung yaitu 60cm x 60cm sehingga didapatkan 2 baris
tanaman dalam satu bedengan. Jarak tanam untuk tanaman cabai 60cm x 60cm dan

dibuat ditengah bedengan sebanyak satu baris tanaman diantara tanaman terung.
Dalam satu bedengan didapatkan 10 tanaman terung dan 4 tanaman cabai
10. Menanam bibit terung dan bibit cabai sebanyak satu bibit per lubang tanam pada
lubang tanam yang sesuai dengan tempatnya
11. Menutup bibit dengan tanah hingga pangkal batang
12. Memelihara tanaman setiap minggunya terdiri dari penyiraman, penyulaman bibit
yang tumbuh kurang baik, penyiangan gulma, penyemprotan POC dan pengendalian
OPT
13. Mengamati pertumbuhan dan mengukur tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah yang
sudah tanaman berbunga dan berbuah.

BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 KOMPOS
No. Tanggal

kegiatan
pengamatan

Pengamatan
15- Suhu dan
Mar-13 Karakteristik
Kompos

Karakteristik Kompos
Ukuran
Kelembaban Suhu (0C)
Warna
Bahan
(kualitatif)
masih
I. 38,70C
Coklat
kasar
Basah
Kehitaman
III. 34,80C

Keterangan

Masih utuh,
belum
terdekomposisi

IIII.38,60C
Rrata-rata=
37,60C

Pengukuran
18- Suhu
Mar-13

Coklat
Kehitaman

Pengukuran
20- Suhu
Mar-13

Coklat
Kehitaman

Pengukuran
25- Suhu
Mar-13

Pengukuran
03-Apr- Suhu
13

masih
kasar

Tidak
Begitu
Lembab

I.39,40C
II.43,20C
III.39,50C
Rata-rata=
40,70C

masih
kasar

Lembab

I.42,70C
II.41,40C
III.47,20C
Rata-rata=
43,70C

Coklat
Kehitaman

Kasar

Lembab

I.41,60C
II.44,50C
III.400C
Rata-rata=
42,030C

Coklat
Kehitaman

Kasar

Agak
Lembab

I.39,80C
II.37,30C
III.37,70C
Rata-rata=
38,260C

Terlihat
adanya Jamur,
dedaunan
masih kasar
atau besarbesar

Terlihat ada
jamur, tak
berbau, terlihat
adanya asap,
dan dedaunan
masih kasar
Masih terdapat
jamur, dan
adanya asap
panas di sekitar
kompos
Bagian bawah
sudah mulai
terdekemposisi,
namun yang
atas masih
kasar

Pengukuran
13-Apr- Suhu
13

Coklat
Kehitaman

Kasar

Cukup
Lembab

I.41,60C
II.44,50C
III.400C
Rata-rata=
42,030C

Pengukuran
20-Apr- Suhu
13

Coklat
Kehitaman

Kasar

Cukup
Lembab

I.39,80C
II.37,30C
III.37,70C
Rata-rata=
38,30C

Pengukuran
22-Apr- Suhu
13

Coklat
Kehitaman

Kasar

Cukup
Lembab

I.43,70C
II.42,10C
III.41,50C
Rata-rata=
42,430C

Terlihat jamur,
tercium bau
yang tak sedap,
kompos masih
panas
Terlihat jamur,
tercium bau
yang tak sedap,
kompos masih
panas
Terlihat jamur,
bau yang
semakin tak
sedap, kompos
masih panas

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kompos yang dibuat gagal
atau tidak berhasil. Hal tersebut dikarenakan tidak dilakukan pembalikan setiap minggunya,
sehingga bahan-bahan kompos tidak terdekomposisi dengan baik dan tercium bau yang tak
sedap. Selain itu warna komposnya pun coklat kehitaman dan kelembaban (kadar air) yang
tinggi sehingga kompos tersebut ditumbuhi patogen yaitu jamur, serta suhu komposnya pun
tidak turun menjadi suhu kamar.
Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh
warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air
rendah dan sesuai suhu ruang. Hasil pengomposan berbahan baku sampah dinyatakan aman
untuk digunakan bila sampah organik telah dikomposkan dengan sempurna. Salah satu
indikasinya terlihat dari kematangan kompos yang meliputi karakteristik fisik (bau, warna,
dan tekstur yang telah menyerupai tanah, penyusutan berat mencapai 60%, pH netral, suhu
stabil). (Endah, N Mashita, Devi N, 2007).
Oleh karena itu, kompos yang telah dibuat pun tidak digunakan untuk praktikum
selanjutnya, yaitu budidaya tanaman organik. Sehingga kompos yang digunakan di lahan
percobaan atau praktikum adalah kompos yang dibeli di toko.
3.2 TRICHODERMA
Trichoderma sp yang kami buat berhasil terlihat dari tumbuhnya koloni lain
Trichoderma sp ke seluruh media tanam (serbuk gergaji dan sekam) dan tidak terlihat ada

kontaminan. Pengaplikasiannya yaitu satu minggu seblum bibit tanaman terung dan cabai
ditanam dengan cara mencampurkan rata dengan kompos yang digunakan dan ditabur ke
bedengan yang sudah dibuat secara merata. setelah penanaman sampai akhir pengamatan
tanaman tumbuh dengan baik dan normal, tapi ada 5 tanaman yang mati dan pertumbuhannya
kurang baik. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh Trichoderma sp yang kami aplikasikan
tapi faktor tanah menurut kami yang sangat berpengaruh, karena dengan perlakuan yang
sama hampir semua tanaman yang ditanaman pada tanah ini (di bedengan 1)
pertumbuhannya berbeda dengan tanaman di 3 bedengan lainnya.
Cara jamur Trichoderma sp bekerja dalam mengendalikan patongen yaitu proses
kolonisasi dengan cepat mendahului pathogen kemudian berkompetisi secara agresif atau
menyerang tempat yang belum ditempati Fusarium oxysporum. Klamidospora umumnya
ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal,
umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar,dkk., 1999 dalam Tindaon,
2008). Setelah 7 14 hari, cendawan Trichoderma sp siap diaplikasikan. Indikatornya media
berubah warna hijau tua kehitaman dan tidak berbau busuk.
Hasil penelitian Sivan dan Chet dalam Hersanti dkk, (2000) membuktikan bahwa
jamur Trichoderma spp mampu mengurangi intensitas serangan penyakit layu Fusarium pada
tanamangandum 83%, pada tanaman kapas, tomat 80%, dan 60% pada tanaman melon.Hasil
penelitian Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (2002) menyimpulkan bahwa
Trichoderma spp ternyata juga memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan vegetatif dan
perkembangan genetatif tanaman serta hasil panen.
3.3 Mikroorganisme Lokal (MOL)
Dalam praktikum yang dilakukan di laboratorium, pembuatan MOL yang dilakukan
kelompok kami menunjukan hasil yang kurang maksimal (tidak berhasil) sehingga MOL
tidak kami gunkan untuk praktikum penanaman. Seharusnya dua-tiga minggu MOL sudah
jadi dicirikan dengan bau dari gas yang dihasilkan yang sudah tidak tercium dan dapat
digunkan tapi MOL berbau. Hal ini disebabkan oleh kurangnya glukosa/gula yang kami
gunakan. Glukosa digunakan sebagai sumber energi bagi organisme untuk dapat merombak
bahan organik dan berkembangbiak/tumbuhnya mikrooranisme tersebut. Mikroorganisme
kekurangan energy sehingga tidak mampu merombak bahan organik yang sudah membusuk

(setegah terurai) tidak dapat terurai secara sempurna sehingga menimbulkan bau yang tidak
sedap.
Menurut Hadinata (2008), secara terperinci bahan utama dari MOL terdiri dari 3
jenis komponen antara lain adalah karbohidrat yang berasal dari air cucian beras,nasi
basi,singkong,dll selain itu mengandung glukosa yang berasal dari gula merah,gula pasir,dan
air kelapa dan mengandung sumber bakteri seperti sayuran yang telah membusuk atau kulit
buah-buahan.
Tanda/ciri MOL yang terjadi:
1. Permukaan dipenuhi miselium
2. Bila dibau,seperti spiritus/alcohol
3. Warna coklat tua/kehitaman
4. Sayuran yang terdapat di dalam mulai hancur
5. Bila hendak digunakan perlu disaring,cairannya sebagai MOL
6. Ampasnya dapat digunakan sebagai pupuk
7. Dapat disimpan lama
3.4 PENANAMAN
Pemeliharaan yang dilakukan dalam budidaya tanaman terung dan cabai organik
ini yaitu penyulaman, penyiangan gulma, penyiraman dan pengendalian OPT. Pemeliharaan
tersebut dilakukan setiap minggu secara rutin. Penyulaman dilakukan pada dua minggu
pertama, dilakukan karena terdapat tanaman yang layu atau pun tidak tumbuh. Penyulaman
dilakukan dengan menggantikan tanaman layu tersebut dengan bibit tanaman yang baru.
Pada minggu pertama terdapat 1 tanaman terung yang mati dan 4 tanaman cabai yang mati,
sedangkan pada minggu kedua jumlah tanaman yang disulam yaitu 5 tanaman terung dan 1
tanaman cabai. Penyulaman dilakukan dengan tujuan agar jumlah tanaman yang ditanam
tidak berkurang dan dilakukan pada awal pertanaman agar pertumbuhannya dapat mengikuti
pertumbuhan tanaman yang tidak disulam.
Penyiangan gulma dilakukan setiap minggu, tujuan dari penyiangan gulma yaitu
agar tidak terjadi kompetisi antara tanaman yang dibudidayakan dengan gulma. Persaingan
tersebut terjadi pada perebutan unsur hara, cahaya matahari, ruang tumbuh dan air.
Penyiangan gulma terus dilakukan setiap minggunya karena gulma yang tumbuh pada areal

pertanaman sangat banyak dengan berbagai jenis gulma. Penyiangan dilakukan dengan cara
mencabut gulma-gulma yang tumbuh kemudian membuangnya jauh dari areal pertanaman
agar tidak tumbuh lagi, selain itu dapat juga dilakukan dengan memotong gulma dengan
menggunakan kored sambil menggemburkan tanah.
Penyiraman merupakan pemeliharaan yang paling utama dilakukan karena
tanaman sangat membutuhkan asupan air yang cukup terutama pada fase vegetatif.
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari setiap harinya namun pada kegiatan ini
penyiraman tidak dilakukan dengan intensif. Penyiraman dilakukan pada semua tanaman
baik tanaman terung maupun tanaman cabai juga pada tanah disekitar pertanaman.
Untuk menyuburkan tanaman dan mengendalikan OPT dilakukan pemeliharaan
dengan memberikan pupuk organik cair. POC ini berperan sebagai pupuk dan pestisida
nabati. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menyemprotkan POC tepat pada daun tanaman
terung dan cabai dengan dosis 4ml/liter. Tujuan dari pemberian POC yaitu sebagai pupuk
tambahan serta berfungsi juga sebagai biopestisida.
Pengendalian OPT yang kami lakukan yaitu secara fisik dengan membuang
langsung tanaman yang terserang OPT atau mematikan serangga yang terlihat pada tanaman.
Pestisida nabati tidak digunakan karena tanaman yang terserang OPT hanya sedikit. jumnlah
tanaman yang tingkat serangannya tinggi ada 4 tanaman dan langsung disulam dengan
tanamn baru, jumlah tanaman yang tingkat serangangnya sedang ada 14 tanaman tapi dapat
tumbuh dengan baik sampai akhir pengamatan. Tanaman yang terserang kebanyakan
tanaman utama yaitu terung. Hal ini disebabkan curah hujan yang cukup besar ketika awal
penanaman.
Tabel 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman (setelah 3MST) setiap Bedengan
Tanaman

Terung (cm)

Cabai (cm)

Minggu Ke

Bedeng 1

3.5

4.4

6.1

8.9

10.8

8.8

13.7

15.9

19.1

22.5

Bedeng 2

4.4

5.2

7.2

9.9

12.5

9.7

12.7

15.9

20.2

23

Bedeng 3

3.8

5.2

7.6

12.7

17.3

9.8

14.8

20.7

28

33.2

Bedeng 4

4.4

5.4

9.7

12.8

15.4

7.9

11

13.5

19.5

23.7

Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Daun (setelah 4MST) setiap Bedegan


Tanaman

Terung

Cabai

Migggu ke-

Bedengan 1

4.7

5.5

6.2

14

16

17.5

22.5

Bedengan 2

5.7

6.2

8.5

18

21

26

28.5

Bedengan 3

6.2

6.5

8.2

28

35.5

47.5

51.5

Bedengan 4

5.5

8.2

10

12.2

13.5

26

37.5

54

Dari tabel 1 dan 2 menunjukan pertumbuhan tanaman cabai dan terung yang baik berada
pada bedengan 3 dan bedengan 4 dengan rata-rata tinggi dan jumlah daun yang banyak.
Pertumbuhan tanaman bedegan 1 kurang baik disebabkan olah tanah yang kurang subur
walaupun diberikan perlakuan yang sama. Tanah pada bedengan 1 berada di awal teras, secara
logika lapisan tanah yang subur (top soil) diperkirakan sedikit sehingga tanah tidak subur.
Biasanya dengan adanya pembuatan teras-teras pada suatu lahan membuat tingkat kesuburan
tanah tidak rata dan tanah yang berada di awal teras kesuburan kurang karena top soil tanah
dipindahkan ke areal yang miring sebagi konsekuensi perataan tanah.
Sampai akhir pengamatan tanaman belum dapat dipanen hasilnya. Umur panen tanaman
cabai dan terung 3 bulan setalah tanam. Alhir pengamatan umur tanaman baru 2 bulan, tapi
sudah terlihat beberapa tanaman yang sudah berbunga. Tanaman terung yang sudah berbunga
sebanyak 14 tanaman dari 40 tanaman, tanaman cabai yang sudah berbunga 3 tanaman dari 12
tanaman.

BAB 4
KESIMPULAN
Budidaya organik harus mengunkan input-input produksi berbahan organik. Agar
pembutan input produksi dapat maksimal perlu mengetahui teknik pembuatan dan perawaran

DAFTAR PUSTAKA
______. 2012. Teknis Bercocok Tanaman Terung. BPP Kaliasin Kabupaten Tangerang. Diakses
di

http://bpp-kaliasin.blogspot.com/2012/03/materi-penyuluhan-teknis-bercocok-

tanam.html diakses tanggal 15 juni 2013


Aep,

S.

2011.

Terung.

Kumpulan

materi

pertanian.

Diakses

di

http://aepsaeful.blogspot.com/2011/03/terung.html diakses tanggal 15 juni 2013


Hadinata,I.2008.Membuat Mikroorganisme Lokal.Http://ivanhadinata.blogspot.com. Diakses 12
Juni 2013
http://hardiyanti1992.wordpress.com/2012/08/07/laporan-praktikum-trichoderma/
http://penyuluhthl.wordpress.com/2011/10/01/peranan-trichoderma-sp/
Peni Wahyu Prihandini et Teguh Purwanto. 2007. PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN
KOTORAN SAPI. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian.
Bogor
Purwasasmita,M.2009.Mengenai SRI (System of Rice Intensification). http://sukatanibanguntani.blogspot.com . Diakses 12 Juni 2013
Simanungkalit,et al. 2006. Kompos Dalam Bab II Buku Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.Balai
Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id.
Diakses 12 Juni 2013
Syaifudin,Ahmad.,Mulyani,Leny.,Sulastri,Endang.,Pemberdayaan

Mikroorganisme

local

sebagai upaya peningkatan kemandirian petani. le3n1.blog.uns.ac.id. Diakses 12 Juni


2013
Tufik.

2011.

APLIKASI

RIZOBAKTERI

DAN

Trichoderma

spp.

TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN DAN KEJADIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL


BATANG DAN KUNING PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.). Seminar
Tahunan Sulawesi Selatan
Ulfa Nurulita et Budiyono. 2012. Lama Waktu Pengomposan Sampah Rumah Tangga
Berdasarkan Jenis Mikro Organisme Lokal (MOL) dan Teknik Pengomposan.Seminar
Hasil-hasil penelitian-LPPM UNIMUS 2012. Semarang (diakses pada 13 juni 2013)
Wang Jo.2013. Mikro Organisme local. http://wang-jou.blogspot.com. Diakses 12 Juni 2013

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data pengamatan Tanaman Cabai dan terung setelah 3 MST
6 Mei 2013
(4MST)
Bedengan
Ke1
2
3
4

Tinggi Tanaman Terung


(cm)
1
4
5
4.1
5

2
3.5
4.5
3.6
4.8

3
3.7
4
3.5
4.7

4
2.9
4.2
4
3.2

Rata-rata
Tinggi
Terung
(cm)
3.5
4.4
3.8
4.4

Tinggi
Tanaman
Cabai (helai)
1
2
10.6
7
7.5
12
7
12.6
8.7
7.2

13 Mei 2013 (5 MST)


Bedengan
Terung
keTinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai)

1
2
3
4

4.5
5.3
4.5
7.5

5
5.5
5.7
4.5

3.5
4.5
3.8
5.8

4.8
5.6
6.9
4

6
4
5
7

5
6
7
3

20 Mei 2013 (6 MST)


Bedengan
terung
ketinggi tanaman (cm)

1
2
3
4

4
4
6
7

4
6
7
5

Rata-rata
Tinggi
cabai
(cm)
8.8
9.7
9.8
7.9

Cabai
Tinggi
Jumlah daun
tanaman
(helai)
(cm)
15.7 11.8 18
10
9.5 15.9 10
26
10.7 18.9 38
18
12.5 9.5
20
7

Cabai

5
7
8
6

Tinggi
Jumlah
Tanaman
Daun(helai)
(cm)
16.9
15
20
12
15.5 16.3
12
30
15.7 25.7
44
27
14
13
22
30

terung
tinggi tanaman (cm)
jumlah daun (helai)

Cabai
tinggi
jumlah daun

7.1
6
6.5
18.4

7
4
7.3 5.5
8
7
6.1 7.8

6.5
10
9
6.5

jumlah daun
(helai)
7
5
5
15

5
6
7
4

5
5
6
8

27 Mei 2013 ( 7
MST)

12.8 9.9

5.7

7.2

7.7

9.5

7.5 15.2

3
4

9.5
22

16
7.5

10
14

6
20

7
4

7
10

8
6

15.5
8.3

tanaman
20.
2 18.1
23.
17
5
22
34
17
22

22

13

14

38

52
26

43
49

3 Juni 2013 (8
MST)
terung
tinggi tanaman (cm)
jumlah daun(helai)

1
2
3
4

16 11
9
9.5
12 23
27.5 7

9
10
13
19

7.5
21.5
22
8

8
6
8
22

Lampiran 2 Desain Tanam di Lapang

Lampiran 3. Dokumentasi Praktikum


Trichoderma spp

6
7
10
9

8
7
8
10

6
14
7
8

cabai
tinggi
tanaman
(cm)
24
21
25.5 20.5
40
26.5
21
26.5

jumlah
daun
(helai)
30
15
42
15
60
43
43
65

Anda mungkin juga menyukai