Anda di halaman 1dari 4

A.

Hama Tanaman Jagung


Tanaman jagung atau Zea mays merupakan tanaman pangan dari famili
Graminaceae. Jagung sebagai tanaman pangan penting terutama di Indonesia
merupakan sumber karbohidrat kedua setelah padi. Produktivitas jagung di
Indonesia pada tahun 2021 yaitu 54,55 kwuintal/ha, sedangkan produksi jagung
(BPS, 2021). Produktivitas jagung dari tahun ke tahun selalu diupayakan
peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan
akan bahan pangan. Namun, terdapat kendala dalam budidaya jagung salah satu
permasalahannya yaitu serangan hama dan penyakit pada tanaman jagung.
Hama pada tanaman jagung sangat merugikan tanaman sehingga
menyebabkan penurunan kualitas bahkan kuantitas jagung sehingga merugikan
secara ekonomi. Ada banyak jenis hama yang menyerang tanaman jagung,
diantaranya ulat grayak atau Spodoptera frugiperda, penggerek tongkol atau
Helicoverpa armigera, penggerek batang atau Ostrinia furnacalis, belalang daun
atau Valanga nigricornis, dan lain-lain. Hama penggerek tongkol merupakan
hama yang paling merugikan karena menyerang tanaman yang bernilai ekonomis
yaitu bagian tongkol (Harahap, 2019).
Ulat Grayak atau Spodoptera frugiperda J.E. Smith (Lepidoptera:
Noctuidae) dilaporkan sebagai hama utama pada beberapa tanaman kelompok
pangan seperti padi, tebu, jagung, gandum, dan sorgum. S. frugiperda adalah
ngengat yang dapat bermigrasi dan bersifat polifag sehingga resiko
penyebarannya sangat tinggi (Goergen et al., 2016). S. frugiperda memiliki
kisaran inang sangat luas dan merupakan salah satu hama invasif berbahaya
karena siklus hidupnya pendek. Serangga betina dewasa dapat menghasilkan telur
900-1200 dalam siklus hidupnya dan populasi yang besar akan mengancam
tanaman budidaya di daerah tropis. Pengendalian hama ini cukup menyulitkan di
beberapa negara-negara Afrika, hama ini ditengarai resisten terhadap banyak
insektisida. Di lingkungan pertanaman, serangga ini memiliki fenologi sama atau
berbeda dengan daerah lain karena faktor iklim dan kisaran inangpada musim
tanam yang sama sepanjang tahun. Fenologi yang lain pada populasi padat,
kisaran inang yang saling berdekatan terkadang dapat mendorong perpindahan
atau tidak serangga hama ini ke antar tanaman.

1
S. frugiperda merusak tanaman jagung dengan cara larva mengerek daun.
Larva instar 2 dan 3 membuat lubang gerekan pada daun dan memakan daun dari
tepi hingga ke bagian dalam. Larva instar akhir dapat menyebabkan kerusakan
berat yang seringkali hanya menyisakan tulang daun dan batang tanaman jagung.
Kepadatan rata-rata populasi 0,2 - 0,8 larva per tanaman dapat mengurangi hasil
5-20% (Nonci et al., 2019). Imago dewasa muncul pada malam hari, dan biasanya
menggunakan periode praoviposisi alami untuk terbang sejauh beberapa kilometer
sebelum oviposisi, 8 kadang-kadang bermigrasi untuk jarak yang jauh (CABI,
2017).
Hama penggerek tongkol atau Helicoverpa armigera (Lepidoptera:
Noctuidae) merupakan hama yang paling merugikan secara ekonomi karena
menyerang tongkol jagung. Imago betina H. armigera meletakkan telur pada
rambut jagung. Imago betina akan meletakkan telur pada rambut tongkol jagung.
Imago betina dapat bertelur hingga 730 butir, telur tersebut menetas dalam tiga
hari setelah diletakkan. Larva H. armigera terdiri dari lima sampai tujuh instar.
Sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk ke dalam tongkol dan akan
memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan
menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung (Daha, 2017).
Hama penggerek Batang atau Ostrinia furnacalis Guen (Lepidoptera:
Noctuidae) menyerang tanaman jagung terutama pada bagian batang. Larva hama
ini memakan batang pada bagian alur bunga jantan. Setelah instar lanjut larva
menggerek batang. Karakteristik kerusakan tanaman jagung akibat dari serangan
larva hama ini yaitu adanya lubang kecil pada daun, lubang gerekan (batang,
bunga jantan, pangkal tongkol), gerekan pada tassel yang mudah patah, dan
tumpukan tassel menjdai rusak (Daha, 2017).
Belalang atau Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae) menyebabkan
kerusakan berupa bekas gigitan pada daun jagung dan pada serangan berat daun
robek dan hanya menyisakan tulang daun saja. Menurut Sarunaha (2020), hama
belalang merusak jagung dengan cara memakan bagian daun, kemunculan hama
belalang biasanya terjadi secara terus-menerus dari awal jagung ditanam sampai
musim panen. Belalang ini merusak tanaman jagung karena menggerek daun
jagung pada fase vegetatif dan regeneratif.

2
B. Penyakit pada Tanaman Jagung
Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomi
serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini karena kedudukan jagung
sebagai sumber energi utama karbohidrat dan protein setelah beras, juga sebagai
sumber pakan (Wahyudin et. al., 2016). Upaya peningkatan produksi jagung
masih menghadapi berbagai kendala sehingga produksi jagung dalam negeri
belum mampu mencukupi kebutuhan nasional. Salah satu kendalanya yaitu
patogen penyebab penyakit.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah semua organisme yang
dapat menyebabkan dan menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan
biokimia, serta kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Salah satu OPT pada
tanaman jagung yaitu patogen. Ada banyak jenis patogen yang menyebabakan
penyakit pada tanaman jagung, diantaranya Puccinia polysora penyebab penyakit
karat daun, Pantoea stewartii pv. stewartii penyebab penyakit hawar stewart,
Peronodospora spp. penyebab penyakit bulai, Helminthosporium sp. penyebab
penyakit hawar daun, Ustilago maydis penyebab penyakit gosong bengkak, dan
lain-lain (Agustina, 2017).
Penyakit karat dan disebabkan oleh jamur Puccinia polysora. Penyakit
karat menimbulkan gejala dominan tampak pada daun tanaman jagung dibanding
dengan bagian tanaman lainnya. Gejala penyakit karat daun yaitu terdapat bitnik
kecil yang berwarna kecoklatan seperti besi berkarat serta terdapat serbuk yang
berwarna kuning kecoklatan. Karat tersebut memiliki bentuk bulat sampai lonjong
berwarna coklat kemerahan ukuran ±2 mm. Karat menghasilkan spora yang
disebut teliospora, tersebar pada permukaan daun dan akan berubah warna
menjadi hitam kecoklatan setelah teliospora berkembang. Pada tingkat serangan
berat daun menjadi kering (Agustina, 2017).
Penyakit layu stewart disebabkan oleh baktri Pantoea stewartii subsp.
stewartii. Penyakit layu stewart tergolong sulit dikendalikan, karena menyerang
tanaman pada berbagai fase pertumbuhan, bersifat tular benih dan tular serangga.
Bakteri P.stewartii pertama kali dilaporkan keberadaanya di New York pada
tahun1897. Penyakit ini juga dikenal sebagai layu bakteri atau hawar daun bakteri

3
(bacterial leaf blight). Penyakit layu stewart pada jagung tennasuk penting karena
dapat menyebabkan kehilangan hasil dari 40% - 100% (Rahma, 2013).
Penyakit bulai disebabkan oleh jamur Peronodospora spp. Di Indonesia
baru teridentifikasi tugas spesies penyebab penyakit bulai yaitu
Peronosclerospora maydis, P. Phillippinensis, dan P. Sorghi (Khoiri et al., 2021).
Penyakit bulai akan mudah menyerang tanaman jagung pada suhu udara di atas
27°C dan dalam keadaan udara yang lembab. Menurut Khoiri et al. (2021), bahwa
gejala khas pada tanaman jagung berupa klorofit memanjang sejajar tulang daun
tanaman yang terserang penyakit bulai pertumbuhannya terhambat. Pada pagi hari
terdapat tanda penyakit berupa tulisan tepung putih di bawah permukaan daun.
Gejala penyakit hawar daun jagung disebabkan oleh jamur
Helminthosporium sp. Gejala penyakit hawar daun yaitu terlihat adanya bercak
kecil berwarna kelabu kebasahan-basahan dan berbentuk jorong. Gejala awal H.
turcicum ditandai dengan adanya bercak kecil berbentuk jorong berwarna abu-abu
kehijauan hingga bercak berwarna cokelat pada bagian bawah daun. Kemudian
lama-kelamaan bercak membesar dan mempunyai bentuk khas seperti perahu atau
kumparan. Bercak memiliki ukuran panjang 2,45 cm sampai 15,24 cm. Beberapa
bercak dapat bersatu membentuk bercak yang sangat besar. Serangan berat
mengakibatkan tanaman tampak kering. Serangan awal biasanya terdapat pada
daun bagian bawah. Serangan Helminthosporium sp. relatif lebih tinggi pada
daerah dataran tinggi (Nwanosike et al. 2015). Suhu optimum untuk pembentukan
Helminthosporium sp. 20-26 ºC. Infeksi memerlukan waktu 6 sampai 18 jam pada
suhu 18-27 ºC. Penyakit hawar daun tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap
kuantitas yang diperoleh jika tidak terlalu berat dan terjadi setelah pengisian
tongkol sempurna.
Penyakit gosong bengak (corn smut) pada jagung disebabkan oleh jamur
Ustilago maydis. Jamur ini menyebabkan pembengkakan serta terbentuknya
kelenjar. Pembengkakan akan menyebabkan kelobot rusak dan kelenjar pecah
hingga spora Ustilago maydis dapat menyebar (Normawardah, 2019). Upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah infeksi penyakit corn smut yang terpenting yaitu
pemilihan varietas unggul yang sehat dan bebas dari sumber inokulum penyakit
corn smut.

Anda mungkin juga menyukai