Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung adalah tanaman pangan penting kedua di Indonesia setelah padi.

Pertama kali dikenalkan sejak abad 15 oleh bangsa Portugis. Tanaman ini berasal

dari benua Amerika yang telah lama dikenal dan dibudid ayakan sejak ribuan tahun

silam oleh manusia. Di Indonesia, jagung tersebar di berbagai wilayah yaitu

Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nusa

Tenggara, Sulawesi Utara dan Selatan sampai Maluku. Daerah Jawa Timur

merupakan 8 produsen utama jagung, sekitar 40% dari hasil nasional. Produksi

jagung secara nasional, selama lima tahun terakhir rata-rata mencapai 9.740.600

ton, dengan lahan 3.750.000 ha dengan kenaikan 5,1%. Meskipun demikian,

Indonesia masih mengimpor jagung rata-rata 1-2 juta ton/tahun karena kebutuhan

jagung terutama untuk bahan baku pakan ternak terus meningkat (Rohman, 2014)

Pada lima tahun terakhir, yaitu dari tahun 2013-2017 produksi jagung

nasional terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 Indonesia mampu

memproduksi jagung sebesar 18,51 juta ton dan pada tahun 2017 produksinya

sudah mencapai 27,95 juta ton. Daerah yang paling banyak menyumbangkan

produksi jagung adalah Jawa Timur, yaitu sebesar 6,18 juta ton pada tahun 2017.

Peringkat selanjutnya adalah daerah Jawa Tengah yang menyumbangkan produksi

sebesar 3,51 juta ton. Secara keseluruhan produksi jagung tahun 2017 meningkat

18,55% dari tahun sebelumnya (Yonida, 2018).

1
Banyak faktor yang menyebabkan penurunan produksi, antara lain adanya

gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). OPT yang terdiri dari hama,

penyakit, dan gulma merupakan kendala utama dalam budi daya tanaman.

Organisme pengganggu tanaman mengganggu pertumbuhan tanaman yang

dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman akan merusak dan bersaing

mendapatkan makanan dan tempat perlindungan. Hama yang umum ditemukan

pada pertanaman jagung di semua lokasi pengamatan adalah penggerek jagung O.

furnacalis, penggerek tongkol H. armigera., ulat grayak M. separata, Dalbulus

sp. dan Aphis spp. Selain itu,saat ini ditemukan hama yang sering menimbulkan

kerusakkan ekonomi yang cukup parah yaitu hama FAW yang berperan sebagai

hama baru yang menyerang tanaman jagung hingga menimbulkan kerusakkan

yang parahdan sangat sulit dikendalikan (Nonci, 2013).

Fall Armyworm (FAW) atau ulat grayak (Spodoptera frugiperda J.E. Smith)

merupakan serangga asli daerah tropis dari Amerika Serikat hingga Argentina.

Larva FAW dapat menyerang lebih dari 80 spesies tanaman, termasuk jagung,

padi, sorgum, jewawut, tebu, sayuran, dan kapas. FAW dapat mengakibatkan

kehilangan hasil yang signifikan apabila tidak ditangani dengan baik. Hama ini

memiliki beberapa generasi per tahun, ngengatnya dapat terbang hingga 100 km

dalam satu malam (Nonci et al., 2019).

Serangga S. frugiperda dapat menyerang seluruh stadia tanaman jagung

mulai dari fase vegetatif sampai fase generatif (Prasanna et al., 2018) dan tingkat

kerusakan yang tertinggi banyak ditemukan pada fase vegetatif

(Trisyono et al., 2019). Berkenan dengan hal tersebut maka peneliti bermaksud

2
meneliti uji beberapa bahan aktif pestisida kimia pada larva FAW di Labolaturium

untuk mengetahui salah satu jenis bahan aktif pestisida kimia yang dapat menekan

populasi hama Spodoptera frugiperda J.E. Smith.

1.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bahan aktif kimia yang

berpengaruh dalam menekan populasi larva Spodoptera frugiperda yang berasal

dari tanaman jagung.

1.2 Manfaat Penilitian

Kegunaan dari penelitian ini Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi ilmiah kepada pembaca dan Secara Praktis Memberikan

informasi pada masyarakat dan petani tentang adanya hama baru yang muncul dan

menyerang tanaman jagung hingga mengakibatkan kerusakan yang parah, dimana

hama tersebut adalah larva Spodoptera frugiperda.

3
II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian (Willing Bagariang et al., 2020 ) tentang Efektifitas

Insektisida Berbahan Aktif Klorantraniliprol terhadap Larva (Spodoptera

frugiperda JE Smith) menunjukkan hasil bahwa Insektisida berbahan aktif

klorantraniliprol dosis 2 cc/l mampu menekan populasi larva S. frugiperda dengan

mortalitas sebesar 100% pada 5 hari setelah aplikasi. Intensitas serangan di

lapangan menurun setelah diaplikasi dengan klorantraniliprol, dan bobot tongkol

lebih tinggi dari yang lainnya.

Penelitian tentang uji beberapa bahan aktif kimia spinoteram, deltametrin,

kerbaril dan abamectin yang merupakan golongan baru insektisida selektif

(Anthranilic diamides) terhadap S. frugiperda pada tanaman jagung masih belum

dilaporkan di Indonesia. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian ini

dengan tujuan untuk mengetahui salah satu bahan aktif pestisida kimia yang

digunakan yang efektif dalam menekan populasi S. fugiperda dilabolaturium.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Spodoptera frugiperda

Klasifikasi ilmiah dari Spodoptera frugiperda yaitu, kingdom : Animalia;

Phylum : Arthropoda ; Class : Insecta ; Ordo : Lepidoptera ; Family : Noctuidae;

Genus : Spodoptera ; Spesies : Spodoptera frugiper (Kementrian Pertanian, 2019).

4
2.2.2 Biologi hama Ulat grayak (Spodoptera frugiperda)

S.frugiperda adalah hama yang berasal dari Amerika Serikat dan

menyebar ke Argentina. S.frugiperda merupakan serangga hama yang kuat dan

mampu terbang sejauh 100 km perhari dengan bantuan angin. Hal ini telah

dilaporkan dari hampir semua negara bagian Timur Pegunungan Rocky.

Jangkauan sebaran hama ini cenderung ke negara bagian Tenggara. Pada tahun

2016 dilaporkan untuk pertama kalinya masuk ke Afrika Barat dan Tengah

sehingga pada saat itu mengancam negara-negara di Afrika dan Eropa

(Nonci, et al 2019).

2.2.3 Siklus Hidup Ulat grayak (Spodoptera frugiperda)

Menurut (Nonci et al, 2019), Siklus hidup Spodoptera frugiperda dibagi ke

dalam empat tahap, yaitu :

Ngengat betina S. frugiperda meletakkan telur di bagian atas atau bawah

permukaan daun jagung. Telur diletakkan secara berkelompok. Pada awalnya

berwarna putih bening atau hijau pucat saat baru diletakkan, pada hari berikutnya

berubah warna menjadi hijau kecoklatan, dan pada saat akan menetas berubah

menjadi coklat, terkadang ditutupi dengan bulu-bulu halus yang berwarna putih

hingga kecoklatan. Telur akan menetas dalam 2-3 hari.

Setelah telur menetas kemudian terbentuk larva instar 1 (neonatus) yang

akan terpencar mencari tempat berlindung dan tempat makan. Larva S. frugiperda

terdiri dari 6 instar stadia.

5
Larva instar 1 hingga 5. Larva muda berwarna pucat, kemudian menjadi

cokelat hingga hijau muda, dan berubah menjadi lebih gelap pada tahap

perkembangan akhir. Lama perkembangan larva adalah 12 hingga 20 hari, mulai

dari larva neonatus hingga menjadi larva instar akhir, tergantung kondisi

lingkungan sekitar (suhu dan kelembaban).

Larva instar akhir (stadia 6) atau larva instar 3 yang paling mudah

diidentifikasi. Umumnya dikarakterisasi oleh tiga garis kuning di bagian

belakang, diikuti garis hitam dan garis kuning di samping. Terlihat empat titik

hitam yang membentuk persegi di segmen kedua dari segmen terakhir, setiap titik

hitam memiliki rambut pendek. Kepala berwarna gelap; terdapat bentukan Y

terbalik berwarna terang di bagian depan kepala.

Larva instar 6 yang berwarna coklat tua selanjutnya akan membentuk pupa

di dalam tanah. Pupa berwarna coklat gelap, pupa sangat jarang ditemukan pada

batang. Perkembangan pupa dapat berlangsung selama 12-14 hari, sebelum tahap

dewasa muncul.

Ngengat memiliki lebar bentangan sayap antar 3-4 cm. Sayap bagian depan

berwarna cokelat gelap sedangkan sayap belakang berwarna putih keabuan.

Ngengat hidup selama 2-3 minggu sebelum mati.

2.2.4 Gejala Serangan Ulat Grayak (Spodoptera frugiperda).

S. frugiperda merusak tanaman jagung dengan cara larva mengerek daun.

Larva instar 1 awalnya memakan jaringan daun dan meninggalkan lapisan

epidermis yang transparan. Larva instar 2 dan 3 membuat lubang gerekan pada

daun dan memakan daun dari tepi hingga ke bagian dalam. Larva FAW

6
mempunyai sifat kanibal sehingga larva yang ditemukan pada satu tanaman

jagung antara 1-2, perilaku kanibal dimiliki oleh larva instar 2 dan 3. Larva instar

akhir dapat menyebabkan kerusakan berat yang seringkali hanya menyisakan

tulang daun dan batang tanaman jagung. Kepadatan rata-rata populasi 0,2 - 0,8

larva per tanaman dapat mengurangi hasil 5 - 20% (Nonci et al,2019).

Kerusakan pada tanaman biasanya ditandai dengan bekas gerekan larva,

yaitu terdapat serbuk kasar menyerupai serbuk gergaji pada permukaan atas daun,

atau disekitar pucuk tanaman jagung. Gejala Awal dari serangan FAW mirip

dengan gejala serangan hama-hama lainnya pada tanaman jagung. Jika larva

merusak pucuk, daun muda atau titik tumbuh tanaman, dapat mematikan tanaman.

2.3 Tanaman Jagung (Zea mays)

2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman jagung (Zea mays)

Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput - rumputan dengan

spesies Zea mays L. Secara umum klasifikasi dan sistematika tanaman

jagung sebagai berikut yaitu, Regnum: Plantae ; Divisio: Spermatophyta;

Classis: Monocotyledone; Ordo: Poales; Familia: Poaceae/ Gramineae; Genus:

Zea Spesies: Zea mays L. (Tjitrosoepomo, 2013).

Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar

seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar

yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan

melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar

seminal akan berhenti pada fase V3. Perkembangan akar jagung (kedalaman dan

7
penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia

tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator

toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium. Tanaman yang toleran

aluminium, tudung akarnya terpotong dan tidak mempunyai bulu-bulu akar

(Rinaldi, 2009).

2.3.2 Hama yang Menyerang Tanaman Jagung (Zea mays)

Hama yang umum ditemukan pada pertanaman jagung di semua lokasi

pengamatan adalah penggerek jagung O. furnacalis, penggerek tongkol

H armigera., ulat grayak M. separata, Dalbulus sp. dan Aphis spp,

(Nonci.N., 2013).

Hama yang paling penting adalah O. furnacalis, ditemukan pada semua

lokasi pengamatan dengan populasi rata-rata 1,2-7,3 ekor per tanaman. Hama ini

merupakan hama penting pada tanaman jagung di Indonesia dan sejumlah Negara

Asia. Hama penting berikutnya adalah D. maidis, R. maidis, dan N. viridula.

Secara ekonomi, D. maidis sangat merugikan karena disamping fungsinya sebagai

hama, juga berfungsi sebagai vector penyakit maize stunt spiroplasma dan maize

stunt mycoplasma dan maize rayado vino virus (Nonci.N., 2013).

Hama baru yang muncul menyerang tanaman jagung yaitu ulat grayak

( Spodoptera frugiperda). Fall Armyworm (FAW) atau ulat grayak (Spodoptera

frugiperda) merupakan serangga asli daerah tropis dari Amerika Serikat hingga

Argentina. Hama ini mempunyai daya jelajah tinggi, kecepatan reproduksi tinggi

serta daya rusak yang kuat (Nonci et al, 2019).

8
Larva S. frugiperda ditemukan pada pucuk tanaman. Pucuk tanaman yang

terserang bila daun belum membuka penuh (kuncup) tampak berlubang dan

terdapat banyak kotoran fases larva. Jika daun sudah terbuka maka akan terlihat

banyak bagian daun yang rusak, berlubang bekas gerekan larva. Larva biasanya

menetap pada pucuk tanaman. Namun gejala serangan S. frugiperda pada pucuk

tanaman jagung mirip dengan gejala yang disebabkan oleh larva Mythimna

separata (Lepidoptera: Noctuidae). Sehingga penentuan serangan S. frugiperda

menjadi bias jika tidak diamati secara langsung keberadaan larva serangga yang

menyebabkan kerusakan pada pucuk tanaman jagung (Nonci et al, 2019).

2.4 Bahan Aktif Pestisida Kimia

2.4.1 Klorantiniprol

Klorantraniliprol merupakan insek- tisida selektif dari grup anthranilic

diamides yang tidak berbahaya bagi serangga bermanfaat seperti parasitoid,

predator maupun pollinator (Dinter et al., 2008; Brugger et al., 2010). Kloran-

traniliprol bekerja dengan mengaktivasi ryanodine reseptor (RyR) sehingga

menye- babkan terjadinya pelepasan kalsium dari sarkoplasma retikulum pada

serangga yang mengakibatkan terjadinya perge- rakan otot yang tidak beraturan,

kelum- puhan dan diakhiri dengan kematian. Klorantraniliprol efektif

mengendalikan Diptera dan Lepidoptera tertentu yang dapat bekerja sebagai racun

kontak dan racun perut (Brugger et al., 2010; Liu et al., 2017), sehingga dapat

diaplikasikan langsung pada daun, atau pada larva atau pada keduanya.

9
2.4.2 Spinoteram

Menurut (Irac, 2018) spinoteram bekerja sebagai racun saraf. Spinoteram

merupakan turunan insektisida alami yang berasal dari hasil hasil fermantasi

aktinomiset saccharopolyspora spinosa ( Crouse et al. 2012 ).

2.4.3 Deltametrin

Deltametrin adalah insectisida piretroid sintetik dan salah satu yang paling

banyak digunakan dalam perlindungan tanaman. Produk ini banyak digunakan

untuk aplikasi pada berbagai tanaman dan didalam ruangan terhadap hama seperti

Lepidoptera, Hemiptera, Coleoptera dan Diptera. Deltametrin adalah insectisida

spectrum luasbertindak sebagai racun kontak dan racun perut (Dietz et al.2009;

Bhanu et al. 2011). Deltametrin mempengaruhi system pariferal dan saraf pusat

serangga melalui kerja saluran sodium, memperpanjang pembukaan saluran

sodium, menstimulasi sel saraf untuk menghasilkan repetitive discharge,

menyebabkan paralisis ( disebut juga sebagai knockdown pada serangga ) dan

akhirnya serangga mati (Matsumura 1985; Davies et al. 2007 cit Garcia

2011;Bhanu et al. 2011 ).

2.4.4 Karbaril

Karbamat merupakan insektisida yang bersifat sistemik dan berspektrum

luas sebagai nematosida dan akarisida (Bonner et al., 2005; Tejada et al., 1990;

Cogeger et al., 1998). Golongan karbamat pertama kali disintesis pada tahun 1967

di Amerika Serikat dengan nama dagang Furadan (Cornell University, 2001).

Umumnya karbamat digunakan untuk membasmi hama tanaman pangan dan

10
buah-buahan pada padi, jagung, jeruk, alfalfa, ubi jalar, kacang-kacangan dan

tembakau (Risher et al., 1987; Bonner et al., 2005; TOBIN, 1970; Tejada et al.,

1990; FAO, 1997). Dengan dilarangnya sebagian besar pestisida golongan

organokhlorin (OC) di Indonesia (Mentan, 2001), maka pestisida golongan

organofosfat (OP) dan karbamat menjadi alternatif bagi petani di dalam

mengendalikan hama penyakit tanaman di lapangan ( Sadjusi dan Lukman, 2004)

melaporkan bahwa insektisida golongan karbamat yang banyak digunakan di

lapangan terdiri dari jenis karbofuran, karbaril dan aldikarb. Sementara itu,

beberapa jenis pestisida golongan karbamat yang umum digunakan pada lahan

sawah irigasi dan tadah hujan di Jawa Tengah antara lain karbaril (Sevin™),

karbofuran (Furadan™ dan Curater™), tiodikarb (Larvin™) dan BPMC/Butyl

Phenyl-n-Methyl Carbamate (Bassa™, Dharmabas™ dan Baycarb™)

(Jatmiko et al., 1999).

2.4.5 Abamectin

Menurut ishaaya (2001 ) dalam Widyawati ( 2012 ), abamectin merupakan

insectisida kelompok avamectin yang termasuk golongan senyawa laktona

makrosiklik. Abamektin memiliki sifat racun kontak dan racun perut

( Djojosumarto, 2008 ). Insektisida yang bersifat racun kontak masuk dalam tubuh

serangga sasaran lewat kulit ( kutikula ) dan ditranslokasikan kebagian tubuh

serangga tempat insektisida aktif bekerja. Serangga akan mati jika bersinggungan

langsung dengan insektisida tersebut.

11
Insektisida umunnya memasuki tubuh serangga melalui bagian yang

dilapisi oleh kutikula yang tipis, seperti selaput antar luas, saleput persendian pada

pangkal embelan dan kemoreseptor pada tarsus ( Dono et al. 2010 ).

Insektisida yang bersifat racun perut ( stomatch poison ) adalah insektisida

yang membunuh serangga sasaran jika termakan termasuk dalam organ

pencernaan. Selanjutnya insketisida tersebut diserap dinding saluran pencernaan

makanan. Kemudian dibawa oleh cairan tubuh serangga ketempat aktifnya

insektisida tersebut. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang

sudah disemprot dengan insectisida dalam jumlah yang cukup umtuk

membunuhnya ( Dono et al. 2010 ). Abamectin diketahui efektif terhadap beurpa

kutu daun Aphis pomi, ulata grayak ( spodoptera litura F. ), penggerek daun

(Phyilocnistis citrella, Liriomyza huidoprensis,), thrips ( Thrips palmi )

( Prabaningrum 2012 ).

Contoh insektisida yang memiliki kandungan abamektin adalah Bamex 18

EC. Bamex 18 EC merupakan jenis insektisida berbahan aktif abamektin

sebanyak 18 g/L. insektisida ini memeiliki daya kerja luas dan hanya dengan dosis

rendah tapi berdaya kerja cepat dalam mengendalikan hama. Mempunyai daya

berantas tinggi dan konsisten terhadap hama sasaran ( Prabaningrum, 2012 ).

2.5 Hipotesis

Terdapat salah satu perlakuan bahan aktif kimia yang berpengaruh dalam

menekan populasi hama Spodoptera frugiperda.

12
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian

Universitas Tadulako. Kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan November

sampai bulan Desember 2020 .

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan petri, gunting, pinset,

kertas saring, kaca preparat, wadah kecil, hand sprayer, Cutter, alat tulis menulis

dan alat dokumentasi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Larva Spodoptera

frugiperda, Abamectin, Klorantraniliprol, Karbaril, Deltametrin, Spinoteram.

3.3 Metode penelitian

Peneltian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan

yang dicobakan adalah dosis bahan aktif kimia yang terdiri dari 6 perlakuan yakni

P0= kontrol, P1= bahan aktif klorantiniprol 2 ml/l, P2= bahan aktif spinoteram 1

ml/l, P3= bahan aktif deltametrin 1 ml/l, P4= bahan aktif karbaril 1 gram dan P5=

bahan aktif abamectin 0,5 ml/l. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga

terdapat 20 unit percobaan.

13
III.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengambilan Sampel serangga Spodoptera frugiperda

Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu melakukan pensurveian di

lapangan lahan jagung bertepat di Desa Sidondo Kecamatan Biromaru untuk

mengumpulkan ulat grayak Spodoptera frugiperda yang akan digunakan dalam

penelitian. Serangga yang telah diperoleh kemudian dibawa ke Laboratorium.

3.5 Parameter Pengamatan

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan, maka dilakukan

pengamatan Mortalitas serangga uji S. frugiperda pada berbagai perlakuan ekstrak

bahan alami. Rumus mortalitas yaitu:

a
I = × 100 %
b

Keterangan :

I = Intensitas Serangan (%)

a = Jumlah Kematian Larva

b = Jumlah Larva Keseluruhan

14
3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam

dan jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata

Jujur (BNJ).

15

Anda mungkin juga menyukai