Anda di halaman 1dari 13

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, budidaya kakao (Theobroma cacao L.) terus

dikembangkan seiring dengan meningkatnya permintaan konsumsi dalam

negeri maupun ekspor. Namun demikian pengembangan kakao mengalami hal-

hal yang kurang menguntungkan seperti rendahnya mutu biji dan produktivitas

yang disebabkan oleh Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella.

C. cramerella adalah hama yang sangat merusak pada tanaman kakao dan

dapat menurunkan produksi hingga 90% (Lim, 1992).

Sentra kakao di Indonesia tersebar di Sulawesi (63,8%), Sumatera

(16,3%), Jawa (5,3%), Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali

(4,0%), Kalimantan (3,6%), Maluku dan Papua (7,1%). Berdasarkan data sebaran

luas tanaman kakao tersebut, Sulawesi merupakan daerah penghasil kakao

terbesar di Indonesia saat ini yaitu mencapai sekitar 63 % produk kakao di

Indonesia (Nasaruddin, 2002).

Conopomorpha cramerella atau yang dikenal di Indonesia sebagai

Penggerek Buah Kakao (PBK) merupakan salah satu hama utama tanaman

kakao yang paling merusak. Serangan PBK menimbulkan kerugian ekonomi

sangat besar bagi petani. Serangan PBK dapat mengakibatkan kuantitas hasil

panen menurun. Kualitas hasil panen juga menurun akibat menurunnya mutu

fisik biji, meningkatnya kandungan sampah dan kandungan kulit ari,

menurunnya rendemen dan berat jenis biji kakao. Serangan PBK juga

mengakibatkan biaya panen meningkat (Maya et al., 2006).


2

Hama pengisap buah Helopeltis antonii merupakan kendala utama

selain PBK pada budidaya kakao di Indonesia. Hama ini menimbulkan

kerusakan dengan cara menusuk dan mengisap cairan buah maupun tunas-

tunas muda. Serangan pada buah muda umumnya menyebabkan matinya buah

tersebut. Serangan pada buah berumur sedang mengakibatkan pertumbuhan

buah yang abnormal. Akibatnya daya hasil dan mutu kakao menurun

(Nugrahaeni, 2011).

Untuk mengantisipasi kerugian akibat gangguan hama tersebut, maka

perlu dilakukan upaya pengendalian yang lebih aplikatif, ramah lingkungan

dan dapat menunjang Pembangunan Pertanian serta mendukung program

Pengendalian Hama Terpadu. Predator merupakan musuh alami yang memiliki

potensi besar untuk dikembangkan sebagai agensia pengendalian hama yang

ramah lingkungan (Anshary, 2002).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya predasi

semut rangrang Oecophylla smaragdina F., terhadap Helopeltis theivora dan

Conophomorpha cramella pada buah kakao di laboratorium.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari penulisan laporan sebagai salah satu syarat untuk

memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman

Perkebunan Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara serta sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan.


3

TINJAUAN PUSTAKA

Hama Penggerek Buah Kakao (Conophomorpha cramella)

Biologi Hama Penggerek Buah Kakao Conophomorpha cramella

Sistem klasifikasi PBK (Conopomorpha cramerella) dalam (Direktorat

Perlindungan Perkebunan, 2002) adalah sebagai berikut : Phylum : Arthropoda :

Kelas : Insecta : Ordo : Lepidoptera : Famili : Gracillariidae : Genus :

Conopomorpha : Species : Conopomorpha cramerella

Telur berbentuk oval dan berwarna kuning oranye pada saat baru

diletakkan. Larva yang baru keluar dari telur berwarna putih transparan dengan

panjang 1 mm. Dalam kondisi pertumbuhan penuh, panjang larva dapat

mencapai 12 mm dan berwarna hijau muda. Pupa berwarna kecokelatan panjang

7-8 mm dan lebar 1mm. Ngengat (serangga dewasa) memiliki panjang tubuh

7 mm dan lebar 2 mm, dengan panjang rentang sayap 12 mm. Warna dasar

ngengat adalah cokelat dengan warna putih berpola zig-zag sepanjang sayap

depan dan spot oranye pada ujung sayap (Nugrahaeni, 2011).

Gejala Serangan

Saat ini, serangan PBK sudah menyebar hampir di seluruh propinsi

penghasil kakao di Indonesia, mencapai luas kurang lebih 348.000 hektar

dengan kerugian milyaran rupiah. Penyebaran PBK dari provinsi ke provinsi

lain diduga melalui peredaran buah-buah kakao atau bahan tanaman lainnya

yang mengandung telur atau pupa hama ini (Maya et al., 2006).

Serangan PBK menyebabkan kematian jaringan plasenta biji sehingga

biji tidak dapat berkembang sempurna dan lengket. Serangan pada buah
4

muda mengakibatkan kehilangan hasil yang lebih besar sebab buah akan

mengalami masak dini sehingga buah tidak dapat dipanen (Fahlevi, 2010).

Pengendalian

Pengendalian PBK yang akhir - akhir ini dilakukan di luar negeri adalah

menggunakan senyawa atraktan untuk menarik perhatian serangga jantan.

Penggunaan senyawa atraktan dapat bertahan ± 2 bulan (Sulistyowati, 2006).

Hama Penghisap Buah Kakao Helopeltis theivora

Biologi Hama Kepik Pengisap Buah (Helopeltis theivora) (Hemiptera: Miridae)

Menurut Kalshoven (1981) Helopeltis spp dapat diklasifikasikan sebagai

berikut : Kingdom  :   Animalia,Filum :  Arthropoda, Kelas  : Insecta, Ordo :  

Hemiptera, Famili :  Miridae, Genus  :  Helopeltis, Spesies    :  Helopeltis spp

Serangga ini mempunyai tipe metamorfosa sederhana, terdiri dari telur,

nimfa dan imago.Telur berbentuk lonjong, berwarna putih, pada salah satu

ujungnya terdapat sepasang benang yang tidak sama panjangnya. Telur diletakkan

pada permukaan buah atau pucuk dengan cara diselipkan di dalam jaringan kulit

buah ataupucuk dengan bagian ujung telur yang ada benangnya menyembul

keluar. Stadium telur berlangsung antara 6-7 hari (Karmawati, 2006)

Nimfa mempunyai bentuk yang sama dengan imago tetapi tidak bersayap,

terdiri dari 5instar dengan 4 kali ganti kulit. Stadium nimfaberkisar antara 10-11

hari .Imago berupa kepik dengan panjang tubuh kurang lebih 10 mm. Seekor

imago betina mampu meletakkan telur hingga 200 butir selama hidupnya

(Karmawati et al, 2010).

Gejala Serangan
5

Selain menyerang buah, serangga ini juga menyerang pucuk tanaman

kakao dengan cara menghisap cairan bagian tanaman tersebut. Serangan pada

buah tua tidak terlalu merugikan, sedangkan serangan pada buah muda dan pucuk

dapat menyebabkan kematian pucuk dan buah muda tersebut. Perkembangan dari

telur hingga menjadi dewasa 21-24 hari. Telur berwarna putih berbentuk lonjong,

diletakkan pada tangkai buah, jaringan kulit buah, tangkai daun, buah atau ranting.

Lama periode telur 6-7 hari (Karmawati, 2006)

Kepik penghisap buah (Helopeltis spp) merupakan anggota dari ordo

hemiptera dengan tipe mulut haustelata dan metamorphosis paurometabola. Pada

umumnya bagian yang diserang adalah bagian buah. Hama ini bertubuh kecil

ramping, betina dewasa meletakkan telur 67-229 butir. Haina ini merusak daun

muda, tangkai daun, pucuk, dan buah yang mendekati matang. Gejala berupa

bekas tusukan berwarna hitam, kulit buah mengeras dan kering, serangan pada

buah muda, buah kering dan mudah rontok. Buah kakao yang terserang tampak

bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman dengan ukuran bercak relatif

kecil (2-3 mm) dan letaknya cenderung di ujung buah. Serangan pada buah muda

menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika buah tumbuh terus, permukaan

kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk. Bila serangan pada pucuk atau

ranting menyebabkan daun layu, gugur kemudian ranting layu mengering dan

meranggas (Karmawati et al, 2010)

Pengendalian

Pestisida alami merupakan pestisida yang memiliki spektrum

pengendalian yang luas. Dengan kata lain dapat mengendalikan berbagai

jenis OPT. Namun karena racun yang dihasilkan sangat cepat terurai dan
6

sebagian besar merupakan racun lambung dan saraf, pengaruh pestisida

nabati di lapangan hanya terlihat pada serangga perusak tanaman

(Nugrahaeni, 2011).

Serangga Predator Semut Rangrang Oecophylla smaragdina F.

Biologi Predator

Semut rangrang biasanya berwarna merah atau coklat, dewasa bisa

bersayap atau tanpa sayap, aktif pada malam hari, pada siang hari bersembunyi

dalam tanah atau dalam bagian tanaman. Semut rangrang memangsa telur, larva

dan nimfa serta imago serangga yang badannya lembut (Deptan, 2008).

Menurut Skelley (2007) semut rangrang diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia ; Filum : Arthropoda ; Kelas : Insecta ; Ordo :

Hymenoptera ; Famili : Forficulidae ; Genus : Oecophylla ; Spesies : Oecophylla

smaragdina F.

O. smaragdina dapat menghasilkan 50 – 90 telur masing- masing memiliki

panjang 1,5 mm, diletakan di atas permukaan tanah pada seresah sisa-sisa

tanaman. Stadia telur selama 10 hari, betina akan menjaga telur-telur didalam

sarangnya. Setelah kopulasi jantan akan meninggal (Deptan, 2008).

Nimfa pengembangan meliputi 4 instar, lamanya stadia nimfa 40-50 hari .

Nimfa instar 1 dan 2 menghabiskan waktu di atas permukaan tanah dan masih

dalam pengawasan semut rangrang dewasa. Pada instar 3 dan 4 mulai menyebar

pada lingkungan sekitar (Skelley, 2007).

O. smaragdina dewasa memiliki panjang 12-15 mm , Memiliki dua pasang

sayap (satu pasang seperti berkulit, dan satu pasang membran). Mengalami
7

metamorfosis tidak sempurna. Tipe mulut menggigit lamanya siklus hidup 1 tahun

(Choate, 2001).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Predator

1. Habitat

 Faktor iklim, seperti curah hujan, suhu, angin yang tidak mendukung.

 Tanaman inang, berpengaruh terhadap ketahanan atau kepekaan terhadap

serangga hama.

 Kompetisi dengan spesies lain.

 Pengaruh pestisida.

2. Inang

 Sebagian besar generasi inang tidak sinkron dengan musuh alami

 Terjadinya strain atau biotipe baru dari inang atau mangsa

 Stadia inang tertentu yang tidak cocok

3. Musuh alami

 Adanya migrasi atau diapause

 Reproduksi musuh alami rendah

 Musuh alami bersifat kurang baik

Kemampuan predator dalam memakan mangsanya dapat terjadi kenaikan

yang tajam hal ini dikarenakan mangsa yang terlalu jarang dimangsa, hingga

sampai pada suatu titik yang menggambarkan keadaan predator yang telah jenuh

dalam memakan mangsanya (Horn, 1988).

Kesukaan predator sangat kuat dipengaruhi oleh efisiensi pencarian

makanan yang dihubungkan dengan bagian mangsa yang potensial. Kesukaan


8

predator tergantung pada kualitas mangsa dan energi yang dikeluarkan untuk

menangkap mangsa (Naughton dan Wolf, 1990).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 22 September 2017 pukul

16:00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Hama Dan Penyakit Tanaman

Perkebunan, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Oecophylla smaragdina

sebagai predator yang akan memangsa Helopelthis theivora dan Conopomorpha

cramerella, buah kakao sebagai inang hama kakao, label sebagai penanda

perlakuan, kain kasa sebagai penutup toples, karet gelang sebagai pengikat kain

kasa pada mulut toples.

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 6 buah toples

sebagai tempat predator Oecophylla smaragdina dan hama Helopelthis theivora

dan Conopomorpha cramerella.

Prosedur Praktikum

1. Disiapkan 6 buah toples, kain kasa dan buah kakao sesuai kebutuhan.

2. Dimasukkan serangga hama kedalam toples, Helopelthis theivora dan

Conopomorpha cramerella masing-masing sebanyak 3 ekor setiap toples.

3. Dimasukkan predator (Oecophylla smaragdina) sebanyak 5 ekor.


9

4. Diamati tingkat mortalitas hama dan gejala yang ditimbulkan hama setiap hari

selama 3 hari.

5. Dihitung persentase mortalitas hama dengan menggunakan rumus:

Mortalitas Hama = Jumlah Hama Mati/ Total Hama X 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan Persentase Mortalitas Hama

Ke Helopelthis theivora Conopomopha cramerella

1 77.78 % 94.45 %

2 100 % 94.45 %

3 100 % 94.45 %

Pembahasan

Dari hasil pengamatan hari pertama menunjukkan bahwa daya predasi

predator Oecophylla smaragdina lebih tinggi pada hama PBK (94,45%) dibanding

hama penghisap buah kakao (77,78%). Daya predasi semut rang-rang pada kedua

hama ini dapat dikatakan berhasil karena dalam waktu satu hari mortalitas hama

telah mencapai lebih dari 50%. Hal ini sesuai dengan literatur (Hall dan Ehler

1979 dalam Hagen et al., 1999) yang menyatakan bahwa predator tidak hanya

memangsa satu stadia perkembangan hama seperti larva, pupa dan imago dan

dapat memangsa secara berkelanjutan sepanjang hidupnya. Predator memiliki

keunggulan tertentu yakni tidak membutuhkan sinkronisasi dalam satu tahap

rentan dari siklus hama.

Dari hasil pengamatan proses memangsa predator diawali dengan

pengenalan terhadap mangsanya, dengan cara mendekati, menggerakkan


10

antenanya dan melakukan pemangsaan dengan melumpuhkan mangsa dengan

capit yang terdapat dibagian mulut semut rang-rang. Kemudian mulai memakan

tubuh larva. Hal ini sesuai dengan literatur Fitriani (2011) yang menyatakan

perilaku predator dalam memangsa didahului dengan pengenalan berupa gerakan

predator yang untuk berjalan mendekati mangsa kemudian menjahuinya dengan

beberapa kali.

Dari hasil pengamatan larva instar 2 pada umumnya habis dimakan oleh

semut rang-rang karena tubuh yang masih lunak. Bahkan semut rang-rang telah

menghabiskan larva PBK pada hari kedua (100%). Hal ini sesuai dengan

pernyataan Flinn et al. (1985) yang menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan

untuk menangkap dan mengkonsumsi adalah proporsional terhadap ukuran tubuh

hama sebab predator membutuhkan waktu lebih lama untuk memakan inang yang

lebih besar. Setelah memakan mangsa yang berukuran besar, predator

membutuhkan waktu lebih lama untuk istrahat sebelum memangsa mangsa lain

akibat kekenyangan.

Dari hasil pengamatan tingkat mortalitas antara H. theivora dan C.

cramerella terjadi tak begitu lama. Daya makan semut rang-rang yang cukup baik,

terutama imago betina nya mampu menghabiskan larva ham. Hal ini sesuai dengan

literatur (Untung 2001 dalam Adnan dan Handayani 2010) yang menyatakan bahwa

keunggulan sifat predator antara lain terlihat pada kecepatan bergerak, kekuatan yang

lebih besar dan ukuran tubuh yang lebih besar dari mangsanya.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semut rang-rang lebih menyukai

hama PBK. Dikarenakan semut rang-rang lebih tertarik pada kondisi fisik larva

instar dua. Hal ini sesuai dengan literatur dari Edy et al., (2008) yang menyatakan
11

bahwa faktor fisik yang lain yang mempengaruhi predatisme adalah warna

mangsa, warna telur orange, pupa coklat kehitaman dan larva putih kultur,

kemungkinan besar warna putih lebih menarik bagi semut rang-rang

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Daya predasi semut rang-rang lebih besar pada hama penghisap buah

kakao.

2. Daya predasi semut rang-rang mencapai 100% pada penghisap buah kakao

dan 94.45% pada PBK.

3. Proses orientasi mangsa oleh predator cecopet diawali dengan perilaku

predator dalam melakukan pengenalan terhadap mangsanya.

4. Semut rang-rang mempredasi hama dengan memakan mangsanya.

5. Semut rang-rang lebih menyukai larva PBK karena fisiknya yang lunak.

Saran

Diharapkan untuk percobaan selanjutnya, praktikan lebih giat dalam

pengamatan dan pengambilan data.


12

DAFTAR PUSTAKA

Anshary. A. 2002. Karakteristik Tanaman Kakao yang Resisten Terhadap


Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen). Disertasi.
Program Pascasarjana Unhas. Makassar. 230 hal.

Atmadja, W.R. 2003. Status Helopeltis antonii sebagai Hama pada Beberapa
Tanaman Perkebunan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian
22 (2) 2003.

Balai Penelitian Perkebunan Bogor. 1988. Pedoman Pengenalan dan


Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Departemen
Pertanian. Jakarta.

Balitbang Pertanian. 2005. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian Hama dan


Penyakit Tanaman Kakao. Departemen Pertanian. Bogor

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah


Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Choate, P.M,. 2001. The earwigs (Dermaptera) of Florida and eastern United
States.

Chairunnisa, A. 2011. Kumbang koksi (Coccinella septempunctata). FP.UGM


Yogyakarta.

Deptan., 2008. Penyebaran Hama Kelapa di Beberapa Wilayah.


http://www.pustaka-deptan.go.id/publication/wr281066.pdf.

Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2002. Musuh Alami, Hama dan


Penyakit Tanaman Kakao. Departemen Pertanian. Jakarta.

Fahlevi, R.W. 2010. Penggerek Buah Kakao. http://budakponti


fahlevi.blogspot.com/2010/03/bab-i-pendahuluan-1.html.Diakses tanggal
16 Agustus 2010.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru


Van Hoeve, Jakarta.
13

Maya,D.I.T., Priyono, Ruzelfin, dan Abiyoso. 2006. Pedoman Teknis


Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Tanaman
Kakao. Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian.

Nugrahaeni F., 2011. Efektivitas Ekstrak Biji Mahkota Dewa (Phaleria


Macrocarpa) Dan Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus Erosus) Dalam
Pengendalian Hama Buah Kakao. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Lim, G. T. 1992. Biology, Ecology, and Control Of Cocoa Pod Borer,
Conopomorpha cramerella pp.85-100. In. Keane P.J. and C.A.J.
Putter. (eds.) Cocoa pest and Diseases Management in Sotheast
Asia and Australasia. FAO Plant Production and Protection Paper. FAO
United Nations. Rome.

Sulistyowati, Wardani, dan Mufrihati. 2006. Pengembangan Teknik Pemantauan


Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. Pelita
Perkebunan vol. 21(3) hal: 159-168

Skelley, PE., 2007. European earwig Oecophylla smaragdina. Featured Creatures.


EENY-32.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crop in Indonesia. P.T.Ichtiar Baruvan Hoeve,


Jakarta. P.85.

Pracaya. 1995. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai