Anda di halaman 1dari 17

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang pengembangannya

terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut Dirjen Perkebunan

(2009), luas areal penanaman kakao terus mengalami peningkatan, pada tahun

2000 areal kakao seluas 749.917 ha dan meningkat menjadi 1.587.136 ha pada

tahun 2009 dengan produktivitas 822,43 kg/ha. Pengusahaan tanaman kakao

dilakukan oleh perkebunan besar negara dan swasta dan perkebunan rakyat.

Sentra penanaman kakao yang diusahakan perkebunan besar baik negara maupun

swasta berada di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur,

sedangkan sentra penanaman kakao rakyat di Provinsi Maluku, Irian Jaya,

Sulawesi Utara, Selawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur (Edy et.al., 2008).

Luas areal pertanaman kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat

sampai tahun 2012, yaitu mencapai 1,665,190 ha dan hampir 90% di antaranya

dikelola oleh rakyat. Peningkatan areal tersebut ternyata tidak diikuti dengan

peningkatan produktivitas. Produktivitas kakao di Indonesia menurun dari 1.065

kg/ha pada tahun 2003 menjadi 903 kg/ha pada tahun 2012 (Pusat Data dan

Informasi, 2013). Penurunan produktivitas kakao disebabkan oleh umur tanaman

yang sudah tua, menipisnya unsur hara, dan rusaknya kondisi lahan

(Maswadi, 2011)

Hama utama kakao adalah penggerek buah (Conopomorpha cramerella)

dan pengisap buah (Helopeltis antonii). Akibat serangan kedua hama ini dapat

menurunkan hasil mencapai 30%. Selama ini upaya pengendalian hama tersebut

umumnya menggunakan insektisida kimia yang terbukti menimbulkan efek


2

negatif bagi lingkungan dan menurunkan tingkat kesuburan lahan pertanaman

kakao (Chowdhury et.al., 2008).

Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi lahan pertanaman kakao

adalah melalui pengelolaan habitat yang dapat mengembalikan keseimbangan

agroekosistem, memperbaiki keadaan tanah, dan meningkatkan kuantitas hasil

kakao (Nurindah, 2006; Altieri, Nicholls, & Ponti, 2009). Pengelolaan habitat

merupakan upaya menciptakan agroekosistem yang sehat dengan mengelola areal

pertanaman dan lingkungan sekitarnya (Kumar et.al., 2013).

Upaya pengendalian C. Cramerella telah banyak dilakukan seperti cara

kimia, penyelubungan buah, rampasan buah, panen sering dan sistem

pemangkasan, namun tingkat keberhasilan belum dilaporkan. pengendalian cara

kimia ternyata kurang berhasil. Bahkan diduga cara kimia justru menambah luas

serangan karena berpindahnya C. Cramerella ke pertanaman sehat sekitarnya. Di

Malaysia di laporkan pengendalian cara kimiawi telah menimbulkan fenomena

resisten terhadap dosis anjuran (Lim et al.. 1992).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat dan mengetahui

daya predasi Oecophylla smaragdina terhadap Helopeltis theivora dan

Conopomorpha cramerella di Laboratorium.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Hama dan Penyakit

Tanaman Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.


3

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama Helopelthis theivora (Hemiptera: Miridae)

Helopeltis spp. termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Arthtropoda,

kelas Insecta, ordo Hemiptera, famili Miridae. Serangga ini bertubuh kecil

ramping dengan tanda yang spesifik yaitu adanya tonjolan berbentuk seperti jarum

pada mesuskutelum

Telur diletakkan secara berkelompok 2-3 butir dengan panjang telur 0,45

mm - 0, 50 mm dalam jaringan tanaman yang lunak seperti bakal buah, ranting

muda, bagian sisi bawah tulang, daun, tangkai buah, dan buah yang masih muda.

Setiap ekor serangga betina meletakkan telur rata-rata 18 butir (Karmawati, 2006)

Pada tanaman kakao, periode nimfa berkisar antara 11-13 hari. Lama

pergantian kulit pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah 2-3 hari, sedangkan

lama instar kelima 3-4 hari. Periode nimfa berkisar antara 11-13 hari. Instar

pertama berwarna coklat bening, yang kemudian berubah menjadi coklat. Untuk

nimfa instar kedua, tubuh berwarna coklat muda, antena coklat tua, tonjolan

toraks mulai terlihat. Nimfa instar ketiga tubuhnya berwarna coklat muda, antena

coklat tua, tonjolan pada toraks terlihat jelas dan bakal sayap mulai terlihat. Nimfa

instar keempat dan kelima ciri morfologinya sama (Karmawati et al, 2010).

Pada buah kakao,dari setiap 30 ekor nimfa yang menetas dapat diperoleh

24-29 ekor serangga dewasa, dengan perbandingan 1,30 betina dan 1 jantan. Lama

hidup serangga betina berkisar antara 10-42 hari, sedangkan jantan 8-52 hari

(Karmawati, 2006)
4

Gejala Serangan

Bagian tanaman yang diserang adalah daun muda, tangkai daun, pucuk,

dan buah. Pucuk yang terserang terutama yang masih lunak dan daun belum

membuka. Buah yang disenangi adalah yang masih muda dan yang mendekati

matang. Buah yang terserang menunjukkan bekas tusukan berupa bercak-bercak

hitam pada permukaan buah. Pada serangan berat, seluruh permukaan buah di

penuhi oleh bekas tusukan berwarna hitam dan kering, kulitnya mengeras serta

retak-retak (Karmawati et al, 2010).

Helopeltis theivora merupakan serangga hama yang bentuknya mirip

dengan walang sengit. Serangga muda (nimfa) dan dewasa (imago) Helopeltis

theivora menyerang tanaman kakao dengan cara menusukkan stiletnya kedalam

jaringan tanaman dengan menghisap cairan sel- sel didalamnya. Bersamaan

dengan menusukkan stilet tersebut, hama ini akan mengeluarkan cairan yang

bersifat racun dari dalam mulutnya yang dapat mematikan jaringan tanaman

disekitar tusukan (Karmawati, 2006)

Gejala serangan hama ini adalah munculnya bercak-bercak cekung

berwarna coklat muda yang lama kelamaan berubah menjadi kehitaman. Serangan

pada pucuk atau ranting menyebabkan tunas ranting mengalami bercak-bercak

cekung. Bercak mula-mula bulat dan berwarna cokelat kehitaman, kemudian

memanjang seiring dengan pertumbuhan tunas itu sendiri. Akibatnya, ranting

tanaman akan layu, kering dan mati (Karmawati et al, 2010).

Pengendalian

Untuk mengendalikan Helopletis spp. Dapat dilakukan beberapa cara telah

dilakukan antara lain:


5

Menggunakan semut hitam, Dolichoderus thoracicus. Semut hitam

mengganggu Helopeltis spp. semut ini pada permukaan buah menyebabkan

Helopeltiss hingga tidak bisa meletakkan telur atau mengisap buah karena

diserang oleh semut - semut tersebut. Peningkatan populasi semut dapat dilakukan

dengan meletakkan lipatan daun kelapa kering yang berfungsi sebagai sarang

semut. Selain dengan semut hitam,

Pengendalian hama ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan semut

rangrang (Oecophylla smaragdina) yang berwarna merah coklat. Untuk

menghadirkan semut rangrang dapat dilakukan dengan menempatkan atau

memindahkan koloni semut rangrang dari tempat lain atau dengan menaruh

bangkai binatang pada pohon untuk menarik semut rangrang. Pemanfaatan semut

hitam dan semut rangrang dalam pengendalian Helopeltis spp telah diaplikasikan

pada tanaman jambu mete dan hasilnya cukup memuaskan (Karmawati et al,

2004).

Pengendalian hama ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan jamur

B. bassiana. Isolat yang digunakan adalah Bby – 725 dengan dosis 25-50 gram

spora/ha.

Biologi Hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella)

Conopomorpha cramerella dapat

diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom :  Animalia,  Filum : Arthropoda,

Kelas:Insecta, Ordo:  Lepidoptera, Famili: Gracillariidae, Genus : Conopomorpha

Spesies : C. cramerella (Kalshove, 1981)

Telur diletakkan pada permukaan kulit buah pada lekukan buah. Setelah

menetas larva menggerek masuk ke dalam buah. Larva berwarna putih


6

kekuningan atau kehijauan dengan panjang maksimum 11 mm terdiri dari 5 instar.

Lama stadia larva berkisar antara 14 – 18 hari. Telur berbentuk oval dengan

panjang 0,4-0,5mm dan lebar 0,2-0,3 mm, berwarna orange pada saat diletakkan

dan menjadi kehitaman bila akan menetas. Stadium telur berlangsung 2-7 hari.

(Anshari, 2003).

Pupa berwarna coklat dengan ukuran panjang berkisar antara 6-7 mm dan

lebar 1-1,5mm terbungkus dalam kokon berwarna transparan dan kedap air.

Stadium pupa berlangsung 5-8 hari. Menjelang berpupa, larva keluar dari buah

dan berpupa pada permukaan buah, pada daun, serasah atau di tempat lain yang

agak tersembunyi, bahkan pada kendaraan yang digunakan untuk mengangkut

hasil panen (Hadi, 2009).

Imago aktif pada malam hari dan siang hari berlindung di tempat teduh.

Seekor betina mampu meletakkan telur antara 50-100 butir selama

hidupnya .Buah yang terserang ditandai dengan memudarnya warna kulit buah,

muncul warna belang hijau kuning atau merah jingga. Imago atau serangga

dewasa berupa ngengat berwarna hitam dengan bercak kuning berukuran panjang

7 mm, lama hidup berkisar antara 7-8 hari. Buah yang sudah tua apabila

diguncang tidak berbunyi karena bijinya saling melekat (Suwondo, 2001).

Gejala Serangan

Pada permukaan kulit buah yang terserang terlihat bercak besar berwarna

kuning. Jika buah-buah yang menunjukkan gejala tersebut dibelah, kulit buah dan

tempat masuknya larva serta saluran (placenta) biji tempat larva mengambil

makanan terlihat berwarna coklat akibat serangan larva. Sedangkan daging buah
7

masih tetap berwarna putih. Pada serangan berat bagian dalam buah berwarna

coklat kehitaman (Suwondo, 2001)

Hama ini menyerang buah yang masih muda sampai dengan buah yang

sudah masak. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah

kakao hingga lebih dari 80% dan relatif sulit dikendalikan. Selain menurunkan

produksi serangan hama ini juga menyebabkan kualitas biji menjadi rendah .

Pengerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella ( Gracillariidae: Lepidoptera)

menyerang tanaman kakao hampir di seluruh daerah utama penghasil kakao di

Indonesia (Sulistyowati et al, 2003).

Apabila buah muda yang terserang masih dapat berkembang menjadi buah

dewasa, pada permukaan kulit luar buah terdapat bercak besar berwarna kuning,

sedang bagian lainnya tetap berwarna hijau atau merah tergantung tipe kakaonya.

Jika buah tersebut dibelah akan terlihat jalur-jalur gerekan larva dan daging buah

berwarna kecoklatan. Pertumbuhan biji terganggu, dan biji satu sama lain

(Hadi, 2009).

Pengendalian

Menurut Karmawati et al (2010), pengendalian PBK

(Conopomorpha cramerella ) Pengendalian hama PBK dapat dilakukan dengan

beberapa cara antara lain:

Sanitasi dilakukan pada buah terserang yang baru dipanen dengan cara

menimbun buah–buah terserang tersebut ke dalam lobang tanah kemudian ditutup

tanah setebal 20 cm. Hal ini dilakukan agar PBK yang ada pada buah tersebut

mati.
8

Pemangkasan dilakukan untuk mengatur kondisi lingkungan pertanaman

kakao agar tidak terlalu lembab sehingga tidak mendukung perkembangan

populasi PBK. Pemangkasan dilakukan terhadap tanaman kakao maupun tanaman

penaung pada awal musim hujan. Pemotongan cabang tanaman kakao dilakukan

terhadap cabang yang arahnya ke atas, diluar batas 3-4 m. Luka bekas potongan

harus ditutupi dengan obat penutup luka.

Panen sering dilakukan dengan tujuan untuk memutus siklus

perkembangan hama PBK. Panen dilakukan seminggu sekali terhadap buah yang

sudah masak baik masak sempurna maupun masak awal, kemudian segera dipecah

atau diproses.

Pemupukan dilakukan setelah pemangkasan, untuk meningkatkan

ketahanan tanaman terhadap serangan PBK dengan jenis, dosis dan waktu yang

tepat.

Sarungisasi dilakukan untuk mencegah serangan PBK, dengan

menggunakan kantong plastik yang dilobangi bagian bawahnya agar air bisa

keluar dan tidak lembab sehingga tidak terjadi pembusukan. Penyarungan

dilakukan pada saat buah berukuran 8-10 cm.

Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan semut

predator, jamur Beauveria bassiana dan parasitoid telur Trichogrammatoidea spp.

Peningkatan populasi semut khususnya semut hitam dapat dilakukan dengan

memasang lipatan daun kelapa kering atau daun kakao kering dan koloni kutu

putih.Penyemprotan jamur B. bassiana sebaiknya dilakukan pada buah kakao

muda dengan dosis 50-100gram spora / ha sebanyak 5 kali


9

Predator Semut Rangrang Oechophylla smaragdina

Semut rangrang sudah dikenal oleh bangsa China pada tahun 304 Masehi

untuk mengendalikan hama kutu-kutuan pada tanaman jeruk. Perilaku agresif

semut rangrang dalam mempertahankan daerah kekuasaannya barangkali menjadi

salah satu pertimbangan bagi para petani untuk menggunakannya sebagai

“penjaga” tanaman terhadap gangguan hama.

Semut Rangrang dikenal sebagai predator yang agresif dan aktif memburu

mangsa. Selain itu Rangrang juga dapat memangsa larva PBK yang akan berpupa,

Rangrang dapat mengganggu imago PBK untuk meletakkan telurnya sehingga

semut ini merupakan agens hayati yang potensial untuk mengendalikan PBK.

Semut Rangrang menjadi musuh alami pada sekitar 16 spesies hama yang

menyerang tanaman yaitu kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga, eukaliptos dan

jeruk. Mangsa semut yang beraneka macam, mulai macam serangga, termasuk

PBK. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa semut ini juga sering ditemui

berkumpul dalam jumlah banyak pada buah kakao yang mempunyai populasi kutu

putih (Dinas Pertanian, 2008).

Sernut rangrang (Oecophvlla smaragdina F), memiliki sifat morfologik

sebagai pemangsa, keberadaan rangrang sebagai pemangsa juga tampak apabila

rangrang bertemu dengan ulat pemakan daun atau mangsa Iainnya

(Rahmiyati, 2006).

Semut rangrang juga mampu membentuk sarang sendiri dari beberapa

benda tidak tembus cahaya (di alam liar biasanya helai daun) guna mendapatkan

intensitas cahaya yang tepat, dijalin dengan menggunakan bahan benang sutera

yang dikeluarkan dari larva (sejenis sutera kepompong pada ulat daun), dicampur
10

feromon dari mulut semut Rangrang dewasa dan dikeringkan dengan bantuan

sinar matahari. Sarang bersifat polydomous, yang artinya satu koloni mendiami

banyak sarang dalam satu tempat atau dalam tempat yang berbeda dalam satu

koloni (Cadapan et al., 1990).


11

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa , 12 September 2017 pukul

13.00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Hama Dan Penyakit Tanaman

Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah semut Oecophylla

smaragdina sebagai predator yang akan memangsa Helopelthis theivora, dan

Conopomorpha cramerella, Buah kakao sebagai inang hama kakao, kain kasa

sebagai penutup toples, karet sebagai pengikat tutup toples, dan label sebagai

penanda.

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum adalah toples untuk tempat

predator Oecophylla smaragdina dan hama Helopelthis theivora, Conopomorpha

cramerella, alat tulis untuk pengambilan data, kamera untuk mengambil gambar.

Prosedur Praktikum

 Disiapkan toples, kain kasa dan buah kakao sesuai kebutuhan

 Dimasukkan serangga hama Helopeltis theivora kedalam 3 toples sebanyak 5 ekor

setiap toples.

 Dimasukkan ulat Conopomorpha cramerella ke dalam 3 toples sebanyak 5 ekor

setiap toples.

 Kemudian diinokulasi kan predator semut Oecophylla smaragdina yang sebanyak

5 ekor pada tiap toples.


12

 Diamati tingkat mortalitas hama dan gejala yang ditimbulkan hama setiap hari

selama 1 minggu

 Pengamatan terhadap Kepik Penghisap Buah Kakao (Helopeltis theivora) dan

PBK (Conopomorpha cremerella) yang mati dilakukan setiap hari setelah satu

hari aplikasi hingga 6 kali pengamatan. Persentase mortalitas dilakukan dengan

menghitung larva yang mati dengan menggunakan rumus:

P= a
x 100 %
b

Keterangan:

P = Persentase mortalitas hama

a = Jumlah hama yang mati

b = Jumlah hama yang diamati keseluruhan


13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan mortalitas Helopelthis thaivera selama 6 HSI terhadap


predator Oecophylla smaragdina
Persentase mortalitas (%)
Toples
1 2 3 4 5 6 Total

1 0 100 - - - - 100

2 40 20 20 20 - - 100

3 40 20 40 - - - 100

Tabel 2. Hasil Pengamatan mortalitas PBK (Conopomorpha cramerella) selama 6


HSI terhadap predator Oecophylla smaragdina
Persentase mortalitas (%)
Toples
1 2 3 4 5 6 Total

1 100 - - - - - 100

2 100 - - - - - 80

3 100 - - - - - 60

Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil tingkat

mortalitas Kepik penghisap polong (H. theivora) dan PBK (C. Cramerella) Hal

ini menunjukkan predator semut rangrang dapat memangsa tingkat instar muda

hingga tua. Hal ini sesuai dengan literatur Dinas Pertanian (2008) yang

menyatakan bahwa Semut Rangrang menjadi musuh alami pada sekitar 16 spesies

hama yang menyerang tanaman yaitu kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga,

eukaliptos dan jeruk.


14

Dari hasil pengamatan diperoleh hasil tingkat mortalitas antara Helopeltis

theivora dan Conopomorpha cramerella terjadi tak begitu lama. Semut

Oecophylla smaragdina dengan sergap memakan mangsa nya dan

menghabiskannya. Daya makan nya cukup baik. Hal ini sesuai dengan literature

Dinas Pertanian (2008) yang menyatakan bahwa Semut Rangrang dikenal sebagai

predator yang agresif dan aktif memburu mangsa.

Dari hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa predator semut rangrang

menyukai Helopelthis theivora. Hal ini terlihat pada pengamatan yaitu perlakuan

imago dengan predator semut rangrang, persentase mortalitas terlihat cepat. Hal

ini dikarenakan semut hitam lebih tertarik pada larva yang berwarna putih,

dibandingkan dengan imago yang memiliki morfologi lebih keras dibandingkan

larva. Hal ini sesuai dengan literatur dari Edy dkk (2008) yang menyatakan bahwa

faktor fisik yang lain yang mempengaruhi predatisme adalah warna mangsa,

warna telur orange, pupa coklat kehitaman dan larva putih kultur, kemungkinan

besar warna putih lebih menarik.

Dari hasil pengamatan diperoleh hasil pada Conopomorpha cramerella

memiliki tingkat mortalitas yang tinggi di hari pertama. Kemungkinan hal ini

dapat terjadi karena semut rangrang yang aktif memangsa larva sebelum larva

menggerek buah kakao. Hal ini sesuai dengan literatur Rahmiyati (2006) yang

memyatakan bahwa sernut rangrang (Oecophvlla smaragdina F), memiliki sifat

morfologik sebagai pemangsa, keberadaan rangrang sebagai pemangsa juga

tampak apabila rangrang bertemu dengan ulat pemakan daun atau mangsa Iainnya.
15

KESIMPULAN

1. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil tingkat

mortalitas Kepik penghisap polong (H. theivora) dan PBK (C.

Cramerella) Hal ini menunjukkan predator semut rangrang dapat

memangsa tingkat instar muda hingga tua.

2. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil tingkat mortalitas antara Helopeltis

theivora dan Conopomorpha cramerella terjadi tak begitu lama. Semut

Oecophylla smaragdina dengan sergap memakan mangsa nya dan

menghabiskannya

3. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa predator semut rangrang

menyukai Helopelthis theivora.

4. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil pada Conopomorpha cramerella

memiliki tingkat mortalitas yang tinggi di hari pertama.


16

DAFTAR PUSTAKA
Anshari, A. 2003. Potensi Klon Kakao Tahan Penggerek Buah
Conopomorpha cramerella Dalam Pengendalian Hama Terpadu. Risalah
Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor
Cadapan, E.P; M. Moezir dan A.A. Prihatin. 1990. Semut Hitam. Berita
Perlindungan Tanaman Perkebunan
Dinas Pertanian. 2008. Budidaya dan  Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.
Hadi, M. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Graha Ilmu, Yokyakarta
Horn, D. J. 1988.Ecological Approach to Pest Management. The Guildford Press,
New York.
Karmawati, E., Z. Mahmud, M. Syakir, J. Munarso, K. Ardana dan Rubiyo. 2010.
Budidaya dan  Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan
Karmawati, E. 2006. Peranan Faktor Lingkungan Terhadap Populasi Helopeltis
Spp Dan Sanunus Indecora Pada Jambu Mete. Jurnal Littri 12 (4) : 129-
134.
Kardinan A. 2002. Botanical Pesticide; Formulasi Dan Aplikasi. Jakarta,
Indonesia. : PT.Penebar Swadaya.
Nasaruddin, 2002. Kakao, Budidaya dan Beberapa Aspek Fisiologisnya. Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Naughton, M. C. S. J dan Wolf, L.L. 1990. Ekologi Umum. Edisi Kedua,
Penerjemah Drs. S. Pringgoseputro dan Ir. B. Srigondon, Msc. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Siswanto Dan Elna Karmawati. 2012. Pengendalian Hama Utama Kakao
(Conopomorpha cramerella Dan Helopeltis Spp.) Dengan Pestisida Nabati
Dan Agens Hayati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Bogor.
Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, Sri-Sukamto, S. Wiryadiputra, L. Winarto dan N.
Primawati. 2003. Analisis status penelitian dan pengembangan PHT pada
pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT
Perkebunan Rakyat. Bogor
Suwondo, 2001. Upaya pengendalian hama PBK di Sulawesi Tenggara.
Pertemuan Teknis Pengendalian Hama PBK.Kendari
17

Wagiman, F. X. 2006. Pengendalian Hayati Hama Kutu Perisai Kelapa

Dengan Predator Chilocorus politus.Gadjah

Anda mungkin juga menyukai