PENDAHULUAN
Latar Belakang
(2009), luas areal penanaman kakao terus mengalami peningkatan, pada tahun
2000 areal kakao seluas 749.917 ha dan meningkat menjadi 1.587.136 ha pada
dilakukan oleh perkebunan besar negara dan swasta dan perkebunan rakyat.
Sentra penanaman kakao yang diusahakan perkebunan besar baik negara maupun
swasta berada di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur,
Sulawesi Utara, Selawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur (Edy et.al., 2008).
sampai tahun 2012, yaitu mencapai 1,665,190 ha dan hampir 90% di antaranya
dikelola oleh rakyat. Peningkatan areal tersebut ternyata tidak diikuti dengan
kg/ha pada tahun 2003 menjadi 903 kg/ha pada tahun 2012 (Pusat Data dan
yang sudah tua, menipisnya unsur hara, dan rusaknya kondisi lahan
(Maswadi, 2011)
dan pengisap buah (Helopeltis antonii). Akibat serangan kedua hama ini dapat
menurunkan hasil mencapai 30%. Selama ini upaya pengendalian hama tersebut
kakao (Nurindah, 2006; Altieri, Nicholls, & Ponti, 2009). Pengelolaan habitat
kimia ternyata kurang berhasil. Bahkan diduga cara kimia justru menambah luas
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat dan mengetahui
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
TINJAUAN PUSTAKA
kelas Insecta, ordo Hemiptera, famili Miridae. Serangga ini bertubuh kecil
ramping dengan tanda yang spesifik yaitu adanya tonjolan berbentuk seperti jarum
pada mesuskutelum
Telur diletakkan secara berkelompok 2-3 butir dengan panjang telur 0,45
muda, bagian sisi bawah tulang, daun, tangkai buah, dan buah yang masih muda.
Setiap ekor serangga betina meletakkan telur rata-rata 18 butir (Karmawati, 2006)
Pada tanaman kakao, periode nimfa berkisar antara 11-13 hari. Lama
pergantian kulit pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah 2-3 hari, sedangkan
lama instar kelima 3-4 hari. Periode nimfa berkisar antara 11-13 hari. Instar
pertama berwarna coklat bening, yang kemudian berubah menjadi coklat. Untuk
nimfa instar kedua, tubuh berwarna coklat muda, antena coklat tua, tonjolan
toraks mulai terlihat. Nimfa instar ketiga tubuhnya berwarna coklat muda, antena
coklat tua, tonjolan pada toraks terlihat jelas dan bakal sayap mulai terlihat. Nimfa
instar keempat dan kelima ciri morfologinya sama (Karmawati et al, 2010).
Pada buah kakao,dari setiap 30 ekor nimfa yang menetas dapat diperoleh
24-29 ekor serangga dewasa, dengan perbandingan 1,30 betina dan 1 jantan. Lama
hidup serangga betina berkisar antara 10-42 hari, sedangkan jantan 8-52 hari
(Karmawati, 2006)
4
Gejala Serangan
Bagian tanaman yang diserang adalah daun muda, tangkai daun, pucuk,
dan buah. Pucuk yang terserang terutama yang masih lunak dan daun belum
membuka. Buah yang disenangi adalah yang masih muda dan yang mendekati
hitam pada permukaan buah. Pada serangan berat, seluruh permukaan buah di
penuhi oleh bekas tusukan berwarna hitam dan kering, kulitnya mengeras serta
dengan walang sengit. Serangga muda (nimfa) dan dewasa (imago) Helopeltis
dengan menusukkan stilet tersebut, hama ini akan mengeluarkan cairan yang
bersifat racun dari dalam mulutnya yang dapat mematikan jaringan tanaman
berwarna coklat muda yang lama kelamaan berubah menjadi kehitaman. Serangan
Pengendalian
Helopeltiss hingga tidak bisa meletakkan telur atau mengisap buah karena
diserang oleh semut - semut tersebut. Peningkatan populasi semut dapat dilakukan
dengan meletakkan lipatan daun kelapa kering yang berfungsi sebagai sarang
memindahkan koloni semut rangrang dari tempat lain atau dengan menaruh
bangkai binatang pada pohon untuk menarik semut rangrang. Pemanfaatan semut
hitam dan semut rangrang dalam pengendalian Helopeltis spp telah diaplikasikan
pada tanaman jambu mete dan hasilnya cukup memuaskan (Karmawati et al,
2004).
B. bassiana. Isolat yang digunakan adalah Bby – 725 dengan dosis 25-50 gram
spora/ha.
Kelas:Insecta, Ordo: Lepidoptera, Famili: Gracillariidae, Genus : Conopomorpha
Telur diletakkan pada permukaan kulit buah pada lekukan buah. Setelah
Lama stadia larva berkisar antara 14 – 18 hari. Telur berbentuk oval dengan
panjang 0,4-0,5mm dan lebar 0,2-0,3 mm, berwarna orange pada saat diletakkan
dan menjadi kehitaman bila akan menetas. Stadium telur berlangsung 2-7 hari.
(Anshari, 2003).
Pupa berwarna coklat dengan ukuran panjang berkisar antara 6-7 mm dan
lebar 1-1,5mm terbungkus dalam kokon berwarna transparan dan kedap air.
Stadium pupa berlangsung 5-8 hari. Menjelang berpupa, larva keluar dari buah
dan berpupa pada permukaan buah, pada daun, serasah atau di tempat lain yang
Imago aktif pada malam hari dan siang hari berlindung di tempat teduh.
hidupnya .Buah yang terserang ditandai dengan memudarnya warna kulit buah,
muncul warna belang hijau kuning atau merah jingga. Imago atau serangga
dewasa berupa ngengat berwarna hitam dengan bercak kuning berukuran panjang
7 mm, lama hidup berkisar antara 7-8 hari. Buah yang sudah tua apabila
Gejala Serangan
Pada permukaan kulit buah yang terserang terlihat bercak besar berwarna
kuning. Jika buah-buah yang menunjukkan gejala tersebut dibelah, kulit buah dan
tempat masuknya larva serta saluran (placenta) biji tempat larva mengambil
makanan terlihat berwarna coklat akibat serangan larva. Sedangkan daging buah
7
masih tetap berwarna putih. Pada serangan berat bagian dalam buah berwarna
Hama ini menyerang buah yang masih muda sampai dengan buah yang
sudah masak. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah
kakao hingga lebih dari 80% dan relatif sulit dikendalikan. Selain menurunkan
produksi serangan hama ini juga menyebabkan kualitas biji menjadi rendah .
Apabila buah muda yang terserang masih dapat berkembang menjadi buah
dewasa, pada permukaan kulit luar buah terdapat bercak besar berwarna kuning,
sedang bagian lainnya tetap berwarna hijau atau merah tergantung tipe kakaonya.
Jika buah tersebut dibelah akan terlihat jalur-jalur gerekan larva dan daging buah
berwarna kecoklatan. Pertumbuhan biji terganggu, dan biji satu sama lain
(Hadi, 2009).
Pengendalian
Sanitasi dilakukan pada buah terserang yang baru dipanen dengan cara
tanah setebal 20 cm. Hal ini dilakukan agar PBK yang ada pada buah tersebut
mati.
8
penaung pada awal musim hujan. Pemotongan cabang tanaman kakao dilakukan
terhadap cabang yang arahnya ke atas, diluar batas 3-4 m. Luka bekas potongan
perkembangan hama PBK. Panen dilakukan seminggu sekali terhadap buah yang
sudah masak baik masak sempurna maupun masak awal, kemudian segera dipecah
atau diproses.
ketahanan tanaman terhadap serangan PBK dengan jenis, dosis dan waktu yang
tepat.
menggunakan kantong plastik yang dilobangi bagian bawahnya agar air bisa
memasang lipatan daun kelapa kering atau daun kakao kering dan koloni kutu
Semut rangrang sudah dikenal oleh bangsa China pada tahun 304 Masehi
Semut Rangrang dikenal sebagai predator yang agresif dan aktif memburu
mangsa. Selain itu Rangrang juga dapat memangsa larva PBK yang akan berpupa,
semut ini merupakan agens hayati yang potensial untuk mengendalikan PBK.
Semut Rangrang menjadi musuh alami pada sekitar 16 spesies hama yang
menyerang tanaman yaitu kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga, eukaliptos dan
jeruk. Mangsa semut yang beraneka macam, mulai macam serangga, termasuk
PBK. Pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa semut ini juga sering ditemui
berkumpul dalam jumlah banyak pada buah kakao yang mempunyai populasi kutu
(Rahmiyati, 2006).
benda tidak tembus cahaya (di alam liar biasanya helai daun) guna mendapatkan
intensitas cahaya yang tepat, dijalin dengan menggunakan bahan benang sutera
yang dikeluarkan dari larva (sejenis sutera kepompong pada ulat daun), dicampur
10
feromon dari mulut semut Rangrang dewasa dan dikeringkan dengan bantuan
sinar matahari. Sarang bersifat polydomous, yang artinya satu koloni mendiami
banyak sarang dalam satu tempat atau dalam tempat yang berbeda dalam satu
13.00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Hama Dan Penyakit Tanaman
Conopomorpha cramerella, Buah kakao sebagai inang hama kakao, kain kasa
sebagai penutup toples, karet sebagai pengikat tutup toples, dan label sebagai
penanda.
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum adalah toples untuk tempat
cramerella, alat tulis untuk pengambilan data, kamera untuk mengambil gambar.
Prosedur Praktikum
setiap toples.
setiap toples.
Diamati tingkat mortalitas hama dan gejala yang ditimbulkan hama setiap hari
selama 1 minggu
PBK (Conopomorpha cremerella) yang mati dilakukan setiap hari setelah satu
P= a
x 100 %
b
Keterangan:
Hasil
1 0 100 - - - - 100
2 40 20 20 20 - - 100
3 40 20 40 - - - 100
1 100 - - - - - 100
2 100 - - - - - 80
3 100 - - - - - 60
Pembahasan
mortalitas Kepik penghisap polong (H. theivora) dan PBK (C. Cramerella) Hal
ini menunjukkan predator semut rangrang dapat memangsa tingkat instar muda
hingga tua. Hal ini sesuai dengan literatur Dinas Pertanian (2008) yang
menyatakan bahwa Semut Rangrang menjadi musuh alami pada sekitar 16 spesies
hama yang menyerang tanaman yaitu kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga,
menghabiskannya. Daya makan nya cukup baik. Hal ini sesuai dengan literature
Dinas Pertanian (2008) yang menyatakan bahwa Semut Rangrang dikenal sebagai
menyukai Helopelthis theivora. Hal ini terlihat pada pengamatan yaitu perlakuan
imago dengan predator semut rangrang, persentase mortalitas terlihat cepat. Hal
ini dikarenakan semut hitam lebih tertarik pada larva yang berwarna putih,
larva. Hal ini sesuai dengan literatur dari Edy dkk (2008) yang menyatakan bahwa
faktor fisik yang lain yang mempengaruhi predatisme adalah warna mangsa,
warna telur orange, pupa coklat kehitaman dan larva putih kultur, kemungkinan
memiliki tingkat mortalitas yang tinggi di hari pertama. Kemungkinan hal ini
dapat terjadi karena semut rangrang yang aktif memangsa larva sebelum larva
menggerek buah kakao. Hal ini sesuai dengan literatur Rahmiyati (2006) yang
tampak apabila rangrang bertemu dengan ulat pemakan daun atau mangsa Iainnya.
15
KESIMPULAN
menghabiskannya
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, A. 2003. Potensi Klon Kakao Tahan Penggerek Buah
Conopomorpha cramerella Dalam Pengendalian Hama Terpadu. Risalah
Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor
Cadapan, E.P; M. Moezir dan A.A. Prihatin. 1990. Semut Hitam. Berita
Perlindungan Tanaman Perkebunan
Dinas Pertanian. 2008. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan.
Hadi, M. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Graha Ilmu, Yokyakarta
Horn, D. J. 1988.Ecological Approach to Pest Management. The Guildford Press,
New York.
Karmawati, E., Z. Mahmud, M. Syakir, J. Munarso, K. Ardana dan Rubiyo. 2010.
Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan
Karmawati, E. 2006. Peranan Faktor Lingkungan Terhadap Populasi Helopeltis
Spp Dan Sanunus Indecora Pada Jambu Mete. Jurnal Littri 12 (4) : 129-
134.
Kardinan A. 2002. Botanical Pesticide; Formulasi Dan Aplikasi. Jakarta,
Indonesia. : PT.Penebar Swadaya.
Nasaruddin, 2002. Kakao, Budidaya dan Beberapa Aspek Fisiologisnya. Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Naughton, M. C. S. J dan Wolf, L.L. 1990. Ekologi Umum. Edisi Kedua,
Penerjemah Drs. S. Pringgoseputro dan Ir. B. Srigondon, Msc. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Siswanto Dan Elna Karmawati. 2012. Pengendalian Hama Utama Kakao
(Conopomorpha cramerella Dan Helopeltis Spp.) Dengan Pestisida Nabati
Dan Agens Hayati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Bogor.
Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, Sri-Sukamto, S. Wiryadiputra, L. Winarto dan N.
Primawati. 2003. Analisis status penelitian dan pengembangan PHT pada
pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT
Perkebunan Rakyat. Bogor
Suwondo, 2001. Upaya pengendalian hama PBK di Sulawesi Tenggara.
Pertemuan Teknis Pengendalian Hama PBK.Kendari
17