Anda di halaman 1dari 12

ORDO HOMOPTERA

Pengertian

Homoptera berasal dari kata homo (sama) dan pteron (sayap), serangga ini

biasanya bersayap seperti membran dan homoptera mempunyai dua bentuk yaitu

yang bersayap dan yang tidak bersayap. Anggota ordo Homoptera memiliki

morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya

antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan

rostumnya. Ordo ini mengandung satu kelompok serangga yang besar dan

beragam yang erat kaitannya dengan hemiptera.

Ciri Umum Ordo Homoptera

Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen,

bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat

membranus. Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul

dari   bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax

umumnya sama dengan anggota Hemiptera. Tipe metamorfose sederhana

(paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia: telur —> nimfa —>

dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama

tanaman. Ordo ini terbagi menjadi dua sub ordo yaitu Auchenorrhyncha dan

Sternorrhyncha (Mochamad, 2009).

Salah satu alasan mengapa serangga memiliki keanekaragaman dan

kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan reproduksinya yang tinggi, serangga

bereproduksi dalam jumlah yang sangat besar, dan pada beberapa spesies bahkan

mampu menghasilkan beberapa generasi dalam satu tahun.


Homoptera yang merupakan hama tanaman adalah kutu daun dan

sikadellida. Kutu daun (Phytophthires) adalah serangga yang kecil, yang

biasanya hidup berkelompok. Perkembangan cepat dalam musim kemarau. Kutu

daun memproduksi cairan yang manis (embun madu) yang dikeluarkan dan

disenangi oleh semut, yang biasanya rajin mengunjungi kelompok kutu daun; sisa

embun madu yang tidak dimakan oleh semut menjadi inang jamur jelaga, yang

menutup daun, mengganggu fotosintesa dan membuat temperatur daun tinggi

karena warna hitam. Banyak kutu daun membentuk lilin yang melindungi kutu

tersebut terhadap musuh. Kutu daun dibagi menjadi empat superfamili :

 Psylloidea (fam. Psyllidae)

Psylloidea adalah kutu daun yang aktif sekali, bergerak dengan melompat

dan terbang. Pejantan maupun betina mempunyai sayap. Nimfa bentuknya

datar dan kurang aktif daripada imago; sering hidup puru. Kutu ini

memproduksi embun madu. Kutu loncat pada lamtoro (Heteropsylla

cubana) dan vektor CVPD pada jeruk (Diaphorina citri) termasuk

superfamili ini.

 Aphidoidea (fam. a.l. Aphididae) Kutu aphis dapat bergerak secara bebas,

tetapi biasanya tidak mempunyai sayap. Kadang – kadang ada suatu

angkatan yang mempunyai sayap, terutama kalau lingkungan menjadi

kurang cocok. Di Indonesia tidak ada pejantan; yang betina melahirkan

dengan tidak kawin (parthenogenesis) dan tanpa telur (vivipar).

Aphidoidea mempunyai satu pasang sifon (semacam tanduk) pada segmen

abdomen, yang memproduksi lilin kalau kutu diserang oleh musuh. Juga

ada jenis yang tubuhnya dilapisi dengan lilin.


 Coccoidea (kutu perisai) (fam. a.l. Coccidae, Pseudococcidae,

Diaspididae)

Kutu perisai ada banyak di daerah tropis dan merupakan hama

yang berat. Larva yang muda masih bisa hidup dengan bebas, tetapi

kemudian mengikat diri dengan stilet pada tanaman dan tubuhnya ditutupi

oleh lilin atau damar atau bahan lain, yang melindunginya. Yang betina

biasanya tidak bergerak lagi. Yang pejantan mengalami perkembangan

yang normal dan mempunyai satu pasang sayap. 10 Seringkali hanya ada

sedikit sekali pejantan atau sama sekali tidak (parthenogenesis). Coccoidea

mengeluarkan embun madu.

 Aleyroidea (lalat putih) (fam. Aleyrodidae)

Mempunyai dua pasang sayap (jarak sayap maksimal 5 mm) yang

warnanya putih dan dihamburi dengan tepung yang halus. Telur

bertangkai. Larva yang muda berjalan bebas, kemudian kakinya hilang,

bentuknya menjadi datar dan ada benang – benang lilin. Ada semacam

fase berkepompong di bawah perisai. Lilin dan kulit larva tertinggal agak

lama pada tanaman. Juga lalat putih memproduksikan embun madu.

(Bemisia tabaci; Aleurodicus destructor)

Hama Kutu Loncat Heteropsylla cubana (Homoptera:Psyllidae)


Gejala Serangan

Tanaman yang diserang hama ini jelas adalah Lamtoro. Tanaman yang

terserang pada bagian tangkai, kuncup daun muda. gejala serangan pada

umumnya tunas menjadi keriting sehingga menghambat pertumbuhan apabila

serangan cukup parah maka bagian tersebut akan mati. Dewasa dan nimfa

menghisap getah daun, tunas dan daun dari tanaman inang yang mengurangi

bunga dan produksi benih dan menyebabkan tunas baru serta daun menjadi kerdil

cacat. Selain itu sekrsesi yang dihasilkan oleh serangga ini dapat menyebabkan

tumbuhnya jamur jelaga (Gambar 3) yang mencegah cahaya mencapai permukaan

daun sehingga menyebabkan berkurangnya fotosintesis dan produksi tanaman.

Serangan berulang-ulang menyebabkan layu, defoliasi, cabang dieback atau

kematian pohon inang.

Pengendalian

Usaha pengendalian kutu loncat lamtoro dilakukan dengan cara

mendatangkan predator, Curinus coeruleus. Sifat biologi C. coeruleus adalah

tidak  "host specific" yaitu tidak spesifik inang. Kumbang ini dapat juga

memangsa serangga lain selain kutu loncat lamtoro.

Perkembangan hidup C. coeruleus dipengaruhi oleh jenis kutu tanaman

yang dimangsanya.Yang dapat menjadi predator bagi kutu loncat lamtoro adalah

imago  C. coeruleus serta larvanya. Namun yang paling efektif menjadi

pemangsaadalah larvanya karena larva paling banyak memakan kutu loncat

untuk  pertumbuhannya.

Selain itu pengendalian menggunakan cara biologis dengan memanfaatkan

parasit dari nimfa tetrastichus radiatus dan diaphorenxyrtus aligarhensis, apabila


serangan kutu loncat diatas ambang kewajaran maka pengendalian menggunakan

insektisida dapat dilakukan.

Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. (Homoptera: Delphacidae)

Gejala Serangan

Wereng batang cokelat (WBC), Nilaparvata lugens Stål adalah

serangga hama utama pada tanaman padi. WBC merusak dengan cara mengisap

cairan tanaman sehingga tanaman menjadi layu, mengering, dan akhirnya

tampak seperti terbakar (hopperburn). WBC juga dapat merusak tanaman

padi dengan cara menularkan virus kerdil rumput dan virus kerdil hampa,

virus yang menyebabkan tanaman padi menjadi kerdil dan berbulir hampa

(Heong dan Hardy, 2009).

Pada awalnya, gejala hopperburn muncul pada ujung daun yang terlihat

menguning kemudian berkembang meluas ke seluruh bagian tanaman (daun dan

batang). Hama WBC dapat mengakibatkan kehilangan hasil dan berpotensi

menyebabkan puso pada tanaman padi sawah akibat dari serangan yang

dilakukannya.
Pengendalian

Menanam padi secara serentak dalam areal yang luas tidak dibatasi oleh

batas administrasi.  Wereng coklat imigran terbang bermigrasi tidak dapat

dihalangi oleh sungai atau lautan.  Penggunaan varietas tahan disesuaikan dengan

keberadaan biotipe wereng coklat yang ada di lapangan. Saat ini, biotipe wereng

coklat yang berkembang di lapang didominasi oleh biotipe 3 dan dibeberapa

tempat telah ada biotipe 4 sehingga memerlukan varietas unggul baru (VUB) yang

memiliki ketahanan terhadap biotipe tersebut. Memasang lampu perangkap

sebagai alat untuk menentukan kapan datangnya wereng imigran. Lampu

perangkap dipasang pada ketinggian 150-250 cm dari permukaan tanah.

Penggunaan insektisida yang berbahan aktif Pymetrozine, dinotefuran dilakukan

saat air embun tidak ada antara pukul 08.00 pagi sampai pukul 11.00, dilanjutkan

sore hari. Insektisida harus sampai pada batang padi , tepat dosis dan jenisnya.

Tonggeret Cicadidae (Homoptera:Cicadidae)


Gejala Serangan

Nympha tonggeret (serangga muda) hidup di dalam tanah dan menghisap

carian akar/batang tebu sehingga tanaman kering dan mati. Serangan tonggeret

pada tebu muda dapat menyebabkan tanam ulang.

Tonggeret mudah dikenali dari suara nyaring serangga jantan saat musim kawin.

Setelah kawin serangga betina akan meletakkan telur pada ibu tulang daun tebu

sebelah bawah. Pada bagian tersebut tampak seperti “bekas jahitan”. Saat menetas

nympha muda akan menjatuhkan diri ke tanah, masuk ke dalam tanah dan mulai

menghisap cairan batang/akar tebu.

Pengendalian

        Pengelolaan air antara lain melalui sistem irigasi dan drainase dapat

digunakan untuk mengendalikan hama yang ada dalam tanah atau di permukaan

tanah.

        Rotasi tanaman adalah menanam suatu lahan pada musim yang berbeda

dengan jenis tanaman yang bukan inang hama yang menyerang tanaman yang

ditanam pada musim sebelumnya.

       Pemberaan lahan untuk mengosongkan lahan sehingga hama tidak

menjumpai   makanan yang sesuai, sehingga populasi hama menurun dan kurang

membahayakan bagi pertanaman yang akan ditanam berikutnya.

Penanaman serentak dianjurkan dilakukan pada suatu hamparan yang

sama, dimaksudkan agar tersedianya makanan yang sesuai bagi hama menjadi

lebih pendek dan suatu saat saat akan terjadi periode tidak ada pertanaman

sehingga perkembangan populasi hama dapat dihambat.


      Pengaturan jarak tanam dapat menguntungkan perkembangbiakan hama-

hama tertentu, tetapi juga dapat merugikan bagi perkembangbiakan jenis hama

yang lain.

Menghalangi peletakan telur agar tidak memungkinkan bagi serangga

meletakkan telurnya dengan baik dan hal ini dapat mengurangi laju peningkatan

populasi hama berikutnya.

       Pengendalian hayati atau biologi pada dasarnya adalah pemanfaatan dan

penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan.

Pengendalian kimiawi adalah pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida.

Kutu Daun Myzus persicae (Homoptera:Aphididae)

Gejala Serangan

Pada tanaman kentang, kutu daun persik lebih berperan sebai vektor virus

penggulung daun kentang (Potato Leaf Roll Virus / PLRV) dan PVY (Potato

Virus Y) dibading perannya sebagai serangga hama tanaman. Gejala awal berupa

bercak kering pada daun dan menyebabkan tanaman mengering, keriput, tumbuh

kerdil, warna daun kekuningan, terpelintir, layu dan mati. Kutu daun persik

biasanya berkelompok di bawah permukaan daun, menusuk dan mengisap cairan

daun muda serta bagian tanaman yang lebih muda (pucuk tanaman).
Pengendalian

Pengendalian M. persicae dilakukan setelah koloni kutu terlihat pada

tunas, yakni dengan insektisida yang mengandung bahan aktif Methidathion

(Supracide 40 EC), Dimethoate ( Prefekthion, Rogor 40 EC dan Cygon), Diazinon

(Basudin 60 EC, Basazinoon 30 EC), Phosphamidon (Dimecron 50 SCW),

Melathion (Gisonthion 50 EC), Confidor, dan Afugan. Sementara itu,

pengendalian hayati dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami, seperti

Larva lalat Syrphidae dan lembing  Chilomenes sexmaculatus dari Coccinellidae

(Pracaya, 2007). Menurut Kalshoven (1982) larva Syrphidae dan larva

Menochilus sp dari Coccinellidae sangat efektif sebagai musuh alami dari hama

M. persicae.

Kutu Kebul Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae)

Gejala Serangan

Kutu kebul / kutu putih serangannya hampir mirip dengan serangan

tungau, akibat cairan daun yang dihisapnya, menyebabkan daun menjadi

melengkung ke atas, keriting (kadang memelintir ke samping), dan belang-belang.

Daun seringkali menjadi layu, menguning, dan akhirnya rontok. Berbeda dengan

tungau, kutu kebul / kutu putih memiliki kemampuan berkembang biak sangat

cepat, karena selain dapat memperbanyak diri dengan perkawinan biasa, hama ini

juga mampu bertelur tanpa pembuahan.


Secara umum, serangan kutu kebul atau kutu putih menimbulkan sejumlah

dampak berikut pada tanaman: Daun melengkung ke atas, keriput, atau

memelintir, daun berbintik-bintik, daun menguning, layu, dan rontok,

pertumbuhan terhambat, tanaman menjadi kerdil, tunas dan percabangan tidak

berkembang, dan tanaman gagal berbunga, sehingga produktivitas/hasil panen

sangat rendah

Pengendalian

1. Gunakan bibit yang sehat dan terbebas dari virus, serta varietas tahan virus

2. Cegah kutu kebul sejak persemaian dengan menggunakan sistem persemaian

tertutup.

3. Sanitasi lahan dengan menjaga kebersihan lahan dari gulma yang bisa

menjadi inang.

4. Berikan pupuk kompos yang mengandung Trichoderma saat pemupukan

dasar

5. Kutu kebul tertarik dengan warna kuning, sehingga gunakan perangkap

kuning yang terbuat dari kertas yang diolesi dengan stempet atau silinder. Hal

ini sangat membantu mengurangi populasi. Pemasangan perangkap akan

efektif jika dilakukan secara bersama-sama.

6. Gunakan tanaman perangkap seperti jagung. Caranya, dengan menanami

pinggir lahan dan beberapa baris di tengah lahan cabai dengan jagung.

Usahakan tanaman jagung sudah tumbuh setinggi minimal 20 cm, ketika bibit

cabai akan ditanam. Tanaman lain juga bisa menjadi perangkap. Ingat, jangan

gunakan tanaman yang menjadi inang virus.


7. Gunakan musuh alami untuk kutu kebul seperti kumbang koksi dan lady

beetle.

8. Lakukan rotasi/pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus

(terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang,

tembakau dan famili cucurbitaceae seperti mentimun).

9. Secara kimiawi dapat dikendalikan dengan mengaplikasikan pestisida yang

sudah terdaftar. Pestisida tersebut yang berbahan aktif tiametoksam (Actara

25 WG), tiosiklam hydrogen oksalat (Eviset 50 SP), pimetrozin (Plenum 50

WG), imidakloprid (Movento Energy 240 SC).

10. Hindari peak season hama vector (escape in time). Jika telah diketahui pada

bulan-bulan tertentu populasi kutu kebul berada pada puncaknya, sebaiknya

waktu tanam diundur atau dimajukan. Usahakan saat populasi kutu kebul

tinggi, kondisi tanaman sudah berbuah sehingga relatif tahan terhadap

serangan virus dari kutu kebul.


DAFTAR PUSTAKA

Nuraeni, Y. 2015. Hama Utama Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala


(Lam.) de Wit) dan Aspek Pengendaliannya Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Bogor.

Heong, K.L. and B. Hardy. 2009. Planthoppers: New threats to the sustainability
of intensive rice production systems in Asia. International Rice
Research Institute. Los Banos, Philippines.

Kalshoven, L.G.E.1981.The Pests of Crops in Indonesia. Jakarta: P.T IchtiarBaru.


Hal 156

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta. Penerbit : PS


PenebarSwadaya.

Susetyo, H.P. 2016. Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada
Tanaman Kentang. Direktorat Perlindungan Hortikultura.

Soelarso, B. 1996.Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Yogyakarta: Kanisius. Hal 13-


15

Anda mungkin juga menyukai