Anda di halaman 1dari 8

II. 2.

Hasil Pengumpulan Data dan Pembahasan


Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditi pangan nasional yang penting di
Indonesia. Komoditas yang termasuk dalam tanaman serealia ini memiliki peranan penting
dan strategis dalam pembangunan nasional. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan,
jagung juga digunakan sebagai bahan pakan ternak hingga bahan industri, bahkan di era
modern sekarang jagung dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif atau biofuel. Jagung
yang menjadi bahan baku di berbagai bidang mengalami peningkatan permintaan oleh
industri pakan, pangan dan industri berbasis jagung mengakibatkan petani melakukan
perluasan areal tanam dan meningkatkan produktivitas seperti penggunaan bibit unggul,
pemupukan secara spesifik, serta perbaikan teknologi pasca panen. Namun dalam usaha
peningkatan produksi jagung petani dihadapkan pada berbagai permasalahan, salah satunya
adalah permasalahan penyakit yang menjadi kendala hingga saat ini. Shurtleff (1980)
mengemukakan bahwa sebanyak 9,4% hilangnya hasil jagung diakibatkan adanya infeksi
penyakit dalam skala dunia.
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman rumput-rumputan dan berbiji
tunggal (monokotil). Jagung merupakan tanaman rumput kuat, sedikit berumpun dengan
batang kasar dan tingginya berkisar 0,6-3 m, tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan
musiman dengan umur ± 3 bulan. Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar,
yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar
yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang semula
berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif
yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah Batang jagung tidak bercabang
dan kaku. Bentuk cabangnya silinder dan terdiri atas beberapa ruas serta buku ruas. Adapun
tingginya tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-250 cm.
Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna
pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit(< 5 cm), sempit
(5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm). Bunga
jagung juga termasuk bunga tidak lengkap karena tidak memiliki petal dan sepal. Alat
kelamin jantan dan betinanya juga berada pada bunga yang berbeda sehingga disebut bunga
tidak sempurna (Shurtleff, 1980)
Salah satu petani di desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman membudidayakan
tanaman jagung di lahan seluas 500 meter persegi dan hasil produksi jagung hanya dijadikan
sebagai penghasilan sampingan sebab petani tersebut juga berprofesi sebagai salah satu
karyawan di perusahaan swasta. Dengan lahan jagung seluas 500 meter persegi tersebut
menghasilkan pendapatan bersih sebesar kurang lebih Rp.800.000,00-. Dalam
pengembangannya secara luas, petani jagung masih menghadapi hambatan antara lain oleh
adanya serangan hama dan penyakit. Hal ini disebabkan banyak tanaman yang diusahakan
oleh petani kurang dirawat sehingga rentan terhadap serangan hama. Selain itu, petani juga
belum mengetahui adanya musuh alami dari tiap hama. Minimnya pengetahuan petani
disebabkan kurangnya perhatian dari pemerintah setempat. Menurut Adnan (2009), hama
jagung diketahui menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman jagung, baik vegetatif
maupun generatif. Hama yang biasa ditemukan pada tanaman jagung adalah penggerek
batang (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), dan pemakan daun
(Spodoptera litura). Salah satu hama yang menjadi kendala utama pada budidaya tanaman
jagung adalah ulat grayak (Spodoptera litura.).
Tabel 1.1 Daftar hama dan status serangan yang ditimbulkan pada tanaman jagung
Hama Status serangan
Spodoptera litura Berat (pra-masak)
Sedang (masak)
Ostrinia furnacalis Berat
Helicoverpa armigera Sedang

Ulat grayak (Spodoptera litura.) ini menjadi hama yang cukup sering ditemukan pada
tanaman pertanian di Asia Tenggara dan terdapat di hampir keseluruhan Asia tropis dan Asia
Sub tropis, Australia, dan pulau-pulau di Pasifik. Ulat grayak merupakan serangga
polipagous. Tanaman inang pada ulat grayak lebih dari satu jenis tanaman selain jagung di
antaranya yaitu tomat, kapas, tembakau, padi, kakao, jeruk, ubi jalar, kacang tanah, jarak,
kedelai, kentang, kubis, dan bunga matahari (Adnan, 2009). Spodoptera litura menyerang
tanaman jagung semi dengan memakan daunnya. Hama ini menyerang pada fase larva yaitu
dengan memakan daun hingga daun menjadi sobek, berlobang hingga daun tampak
transparan. Larva kecil merusak daun serta menyerang secara serentak bergerombol dengan
meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan bahkan tinggal tulang daunnya saja.
Biasanya larva berada di permukaan bawah daun (Santosa dan Sumarmi, 2015).
Penggerek batang jagung dapat mengakibatkan kehilangan hasil jagung oleh infestasi
penggerek batang jagung berkisar antara 20 – 80%. Serangan hama penggerek batang jagung
mulai muncul pada tanaman jagung sejak tanaman bermur 3-4 minggu dan berakhir sampai
masaknya tongkol. Gejala serangan penggerek jagung pada batang jagung yaitu adanya
lubang gerekan disertai kotoran penggerek jagung berupa serbuk gergaji yang keluar dari
lubang gerekan tersebut. Hama ini menjadi hama utama pada jagung dan paling berbahaya
karena Hama ini merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung , jadi hama ini
merusak menyerang setiap fase pertumbuhan tanaman, dan fase vegetatif aktif sampai fase
pembentukan biji (Ar-Rachman, 2015).
Penggerek tongkol jagung merupakan salah satu hama pada fase generatif tanaman
yang banyak menimbulkan kerusakan pada hasil pertanian. Hama penggerek tongkol jagung
(Helicoverpa armigera) merupakan serangga dari kelompok ngengat yang larvanya menjadi
salah satu hama penting pada pertanaman kapas dan jagung. Menurut Ompusunggu et al.
(2015) cit Fauriah dan Anas (2019), hama pengerek tongkol jagung (H. armigera) merupakan
hama yang sering dijumpai pada pertanaman jagung. Di Sulawesi Tengah, serangga ini
menyerang lahan pertanian pada setiap musim penanaman jagung, dengan intensitas serangan
hingga 69%. Penggerek tongkol jagung (H.armigera) merupakan hama yang bersifat
polifagous karena tanaman inangnya banyak dan dapat ditemukan di mana-mana, serta belum
ada varietas yang tahan terhadap serangan hama ini. Telur diletakkan ngengat betina secara
tunggal pada seluruh bagian tanaman, daun dan batang. Paling banyak diletakkan pada waktu
tanaman sudah keluar rambut (silk). Kurang lebih 1500 telur dapat diletakkan oleh ngengat
betina selama 14 hari dengan puncak peletakkan telur selama 7 hari. Stadia larva 2- 3
minggu. Pupa diletakkan di tanah, stadia pupa 16-20 hari, sehingga siklus hidupnya dapat
mencapai 5-7 minggu. H. armigera termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, dikenal
sebagai penggerek tongkol jagung, walaupun menyerang juga daun. Tanaman jagung pada
masa vegetatif, umumnya telur ditemukan pada permukaan daun, sedangkan pada tanaman
masa generatif telurnya diletakkan pada rambut/ jambul tongkol. Untuk melakukan
pengamatan sebaiknya dilakukan setelah masa vegetatif dan setelah rambut tongkol keluar.
(Fauriah dan Anas, 2019)
Hama pada tanaman jagung dapat ditekan populasinya dengan memanfaatkan musuh
alami. Penggerek batang jagung dapat dikendalikan dengan cendawan Beauveria bassiana
dan Aspergillus species, pada penggerek tongkol dapat dikendalikan dengan memanfaatkan
protozoa Microsporidia (Nosema heliothis). Ulat grayak pada jagung dapat ditekan
populasinya dengan memanfaatkan Metarhizium anisopliae (Sutrisno, 2015).
Petani melakukan pengendalian secara kimiawi hanya jika mendapati tanaman
mereka diserang oleh hama dengan menggunakan insektisida fenite 150 OD dengan dosis
yang hanya sesuai dengan perkiraan petani, penyemprotan dilakukan hanya sekali selama
musim tanam tanaman jagung. Petani tidak melakukan pengoplosan pestisida dengan bahan
kimia lainnya. Petani biasanya selalu melindungi diri dengan menggunakan masker, sarung
tangan, dan sepatu boots selama proses penyemprotan pestisida. Sisa penggunaan insektisida
di simpan dalam kantong plastik dan diletakkan di gudang rumah petani. Petani yang
melakukan penyemprotan sudah mengikuti kegiatan pelatihan dan penyuluhan tentang
penyemprotan pestisida yang biasanya diadakan sebanyak satu kali dalam sebulan. Biasanya
setelah melakukan penyemprotan, petani merasakan keluhan seperti mual namun tidak
melapor ke pusat kesehatan.
Sebagai pembudidaya salah satu komoditas pangan di Indonesia, Ibu Sri Lestari
selaku salah satu petani jagung berharap bahwa pemerintah bersama masyarakat dapat
menemukan formula baru yang tepat untuk menangani hama dan penyakit yang menganggu
pertumbuhan komoditas kakao di desa Selomartani sehingga hasil produksi bebas penyakit,
terjadi peningkatan produksi. Hal ini dikarenakan, petani merasa bahwa pemerintah setempat
kurang memperhatikan komoditas yang ditanam di daerah tersebut sehingga penyuluhan yang
dilakukan kurang efektif dan efisien. Petani jagung ini juga memiliki harapan pada
mahasiswa yang lebih memiliki ilmu dibandingkan dengan mereka untuk mau meneruskan
budidaya kakao maupun komoditas lainnya.
Fall Armyworm (FAW) atau ulat grayak (Spodoptera frugiperda J.E. Smith)
merupakan serangga asli daerah tropis dari Amerika Serikat hingga Argentina. Larva FAW
dapat menyerang lebih dari 80 spesies tanaman, termasuk jagung, padi, sorgum, jewawut,
tebu, sayuran, dan kapas. FAW dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang signifikan
apabila tidak ditangani dengan baik. Larva FAW dapat merusak hampir semua bagian
tanaman jagung (akar, daun, bunga jantan, bunga betina serta tongkol). S. frugiperda merusak
tanaman jagung dengan cara larva mengerek daun. Larva instar akhir dapat menyebabkan
kerusakan berat yang seringkali hanya menyisakan tulang daun dan batang tanaman jagung.
Kepadatan rata-rata populasi 0,2 - 0,8 larva per tanaman dapat mengurangi hasil 5 - 20%.
Kerusakan pada tanaman biasanya ditandai dengan bekas gerekan larva, yaitu terdapat serbuk
kasar menyerupai serbuk gergaji pada permukaan atas daun, atau disekitar pucuk tanaman
jagung. Gejala Awal dari serangan FAW mirip dengan gejala serangan hama-hama lainnya
pada tanaman jagung (Nonci et al., 2019).

PEREDARAN DAN PERDAGANGAN PESTISIDA

Kios pestisida yang dianalisis yaitu Toko Sari Tani yang beralamat di Kemusuk Lor,
Argomulyo, Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Toko ini menyediakan keperluan
pertani mulai dari bibit tanaman, obat-obatan pertanian, pestisidan dan peralatan pertanian
dengan lengkap dan harga yang murah. Toko ini memiliki berbagai jenis pestisida yang
berlabel resmi dari pemerintah. Macam – macam pestisida yang ada telah terdafat di buku
Pestisida Pertanian. Produk yang dijual bukan produk eceran, dan harus membelinya dalam
kemasan yang seharusnya. Toko ini tidak menjual jenis makanan dan minuman apapun
karena tidak etis jika berjualan makanan dan minuman bersama dengan keperluan pertanian.
Belakangan ini, penanaman padi meningkat karena musim hujan. Dengan begitu, keperluan
pestisida maupun lainnya pada tanmaan padi dapat meningkat.

Pelatihan tentang peredaran dan penggunaan pestisida juga diperoleh dari pemerintah
dan instansi pestsida tertentu secara berkala. Penjelasan informasi terkait dengan pestisida
dilakukan pada saat pembeli yang menanyakan produk tertentu, baru dijelaskan produk yang
paling efektif dan penggunaannya. Masalah yang kerap timbul adalah pasokan dari
pemerintah yang terkadang terlambat sehingga para petani menanyakan dan menunggu
suplai tersebut. Namun, permasalahan ini dapat diatasi dengan menghemat suplai dari
pemerintah. Pengendalian yang paling praktis memang menggunakan pestisida sehingga
banyak diminati meskipun harganya yang cukup mahal. Infromasi pengendalian hama dapat
dari pemerintah, namun yang paling banyak adalah penjual yang lain dan petani. Karena telah
sering berkecimpung dalam pertanian secara langsung dan memliki pengalaman yang lebih.
Harapan kedepannya, pemerintah dapat memberikan suplai pestisida secara berkala dan
sesuai jadwal sehingga memenuhi kebutuhan petani dan penjual.

Pestisida yang sering digunakan oleh petani dalam mengendalikan populasi ulat
grayak Spodoptera frugiperda pada tanaman jagung adalah fenite 150 OD yang memiliki
bahan aktif emamektin benzoat (75g/l) dan lufenuron (75g/l). Pesisida ini termasuk jenis
Insektisida yang menimbulkan racun kontak dan lambung berbentuk pekatan yang dapat
diemulsikan berwarna cokelat muda untuk mengendalikan hama ulat grayak. Pestisida ini
banyak dipakai karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu. Cara kerja obat unik, ulat yang
terpapar insektisida ini mengalami effect stop feeding yaitu ulat tidak mau makan lagi.
Double bahan aktif, emamektin benzoat dan Iufenuron. Daya bunuh ulat lebih cepat. Aman
untuk tanaman dan yang peling peting tidak menyebabkan resistensi (Abdi Tani, 2020).
Bahan aktif emamektin benzoat termasuk insektisida dalam golongan avermektin yang
merupakan hasil fermentasi mikroorganisme tanah yaitu Streptomyces avermitilis.
Emamektin benzoat merupakan racun perut dan digunakan untuk mengendalikan hama
Spodoptera exigua, Spodoptera litura, Heliothis sp dan Thrips, dan H.armigera (Yudha et.al.,
2017). Adapun bahan aktif Iufenuron terbukti efektif dalam pengendalian hama Spodoptera
exigua dan ulat grayak. Terutama pada fase larva dengan waktu yang cepat (Moekasan,
2004).

Pengendalian ulat grayak tidak hanya mengandalkan pestsida, tetapi juga dapat
memanfaatkan benih dan varietas yang tahan, waktu tanam yang sesuai, tumpang sari,
memperkuat kondisi ekosistem, monitoring dan teknik lainnya. Tanam serempak dan
tumpang sari dapat menurunkan populasi dan kerugian ulat grayak pada jagung. Perkuatan
ekosistem dapat menunjang populasi dari musuh alami dan membantu menekan populasi
hama. Deteksi dini populasi hama juga diperlukan karena meminimalisir ledakapn populasi
yang menimbulkan kerugian yang besar dan tidak dapat dikendalikan dengan mudah. Agen
pengendali hayati yang berupa musuh alami ulat grayak terdiri dari parasitoid telur dan larva,
predator, semut, burung dan kelelawar. Beberapa ekstrak tumbuhan juga dapat digunakan
sebagai pestisida alami. Ekstrak tumbuhan seperti mimba, Azadirachta indica; Melia
azadirach; Tanacetum cinerariifolium; akasia, Acacia sp; Tephrosia vogelii; marigold dan
lainnya (Nonci et al., 2019).

Biopestisida dan pemanfaatan mikroorganisme dapat menjadi alternatif pengendalian


hama ini. Biopestisida lebih efektif mengendalikan hama target dan tidak mengganggu
populasi musuh alami. Contohnya Beauveria bassiana strain R444 dan Baculovirus. Selain
itu pupuk organik limbah cair tapioka terbukti dapat megendalikan hama ulat grayak, ulat
penggerek batang jagung (Ostrinia furcanalis) dan penggerek tongkol jagung (Heliotthis
armigera). Serangannya terlihat di bagian batang yaitu adanya lubang bekas gerekan pada
batang. Sedangkan penggerek tongkol terlihat pada tongkol jagung saat panen dengan gejala
bibi-biji jagung rusak karena gerekan hama yang dimulai dari ujung pucuk tongkol.
Penggunaan limbah tapioka ini tidak mengurangi populasi musuh alami. Selain itu, pupuk ini
dapat meningkatkan hasil pada jagung karena kondisi tanah yang subur dan memiliki banyak
unsur hara (mustikawati dan Arief, 2015).
III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dan analisis pada hasil dari berbagai narasumber dapat
disimpulkan bahwa:

1. Jenis hama dan tingkat serangan hama terhadap tanaman jagung yaitu ulat grayak,
ulat penggerek batang jagung (Ostrinia furcanalis) dan penggerek tongkol jagung
(Heliotthis armigera). Dengan tingkat yang sama – sama sedang.
2. Cara pengendalian yang dilakukan yaitu dengan memanfaatkan musuh alami,
memperkuat ekosistem, pola tanam serempak, pestisida dan biopestisida.
3. Masalah yang dihadapi petani adalah
4. Peredaran pestsida terkontrol dan diawasi pemerintah pada Toko Sari Tani dengan
pestisida resmi dan berlabel
5. Cara penggunaan pestisida yaitu dengan
6. Petani jagung dalam pengaplikasiannya memiliki kendala dalam

III. 2 Saran

Sebaiknya, suplai pestisida pemerintah lebih diperhatikan lagi sehingga kebutuhan


petani dan penjual mencukup dan hasil pertanian dapat terjaga jumlahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, A. M. 2009. Teknologi penanganan hama utama tanaman jagung. Prosiding Seminar
Nasional Serealia vol 1 (1): 454-469
Ar-Rachman, A. 2015. Pemanfaatan pestisida biologi pada pengendalian hama penggerek
batang jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia vol 1(1): 362-374
Fauriah, R dan S. Anas. 2019. Pengaruh jarak tanam dan varietas terhadap tingkat serangan
hama utama pada tanaman jagung. Buletin Penelitian Tanaman Serealia 3(2):9-14
Fidali, N dan H.S. Nugroho. 2019. Perencanaan Tata Guna Lahan Dusun Sambirejo Desa
Selomartani Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Seminar Hasil Pengabdian
Masyarakat. Yogyakarta, 30 November 2019
Moekasan, T.K. 2004. Pencampuran spodoptera exigua nuclear polyhedrosis virus dengan
insektisida kimia untuk mortalitas larva Spodoptera exigua hbn. di laboratorium.
Jurnal Hortikultura, 14(3):178-187.
Mustikawati, D. R. dan R. W. Arief. 2015. Kajian aplikasi pupuk organik limbah cair tapioka
pada tanaman jagung terhadap serangan penggerek batang dan penggerek tongkol.
Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan, 2 (1): 209-212
Nonci, N., S. H. Kalqutny, H. Mirsam, A. Muis, M. Azrai, dan M. Aqil. 2019. Pengenalan
Fall Armyworm. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Disease. Second Ed. The American
Phytopathological Society, USA.
Santosa, S. J., dan Sumarmi. 2015. Pengaruh dosis pupuk hayati terhadap intensitas
kerusakan hama ulat pada tanaman jagung semi. JOGLO vol XXVIII(1): 30-41
Yudha, I K. W., I W. Susila, dan I M. M. Adnyana. Pola interaksi parasitoid larva Diadegma
semiclausum hellen (hymenoptera: ichneumonidae) dengan Plutella xylostella l.
(lepidoptera: plutellidae) pada tanaman kubis yang diperlakukan dengan insektisida
berbahan aktif emamectin benzoat 5,7%. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 6 (4):
433-443.

Anda mungkin juga menyukai