Anda di halaman 1dari 36

HAMA PENGGEREK BATANG PADI

(Scirpophaga innotata)

RIVEW JURNAL

Ditulis untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan

Oleh :

Nama NPM

1. Dimas Tri Sanjaya : 20210018

2. Faisal Saiful R : 22110001P

3. Fendy Afrizal : 20110006

4. Tri Saputra : 20110012

5. Wendi Alhabsi : 20210052

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN DHARMA WACANA METRO

2022
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang paling dibutuhkan oleh masyarakat

sebagai sumber makanan dan perekonomian. Kebutuhan masyarakat akan pangan semakin

tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Masyarakat dapat kekurangan

makanan pokok jika ketersediaan pangan tidak seimbang dengan tingkat kebutuhannya.

Konsumsi perkapita dari berbagai jenis pangan dapat meningkat dengan dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu fungsi tanaman padi

menjadi sangat penting untuk mengoptimalkan kebutuhan pangan.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dengan laju pertumbuhan sebesar

1,49 persen per tahun dan diiringi dengan besarnya konsumsi beras per kapita sebesar 135,01

kg/kapita/tahun maka kebutuhan bahan pangan beras di Indonesia dimasa akan datang

semakin meningkat (Anonim, 2013). Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan beras

tersebut, maka harus diimbangi dengan peningkatan produksi beras secara nasional. Di

laporkan bahwa Oryza sativa di Asia berdasarkan kondisi geografis memiliki tiga sub-spesies

yaitu indica, javanica dan japonica (sinica).

Petani-petani di Indonesia mengusahakan penanaman padi di manamana baik di sawah

maupun di ladang kering. Bahkan sebagian petani kadangkadang memaksa untuk menanam

padi di tempat-tempat sebenarnya tidak cocok untuk pertumbuhan padi. Peningkatan

produksi tanaman padi di Indonesia yang di kembangkan melalui ekstensifikasi dan

intesifikasi selalu mendapat penghambatan karena adanya serangan hama dan penyakit

terutama serangga-serangga hama.

Terdapat banyak jenis serangga yang dapat menyerang hampir semua bagian tanaman padi

mulai dari perkecambahan sampai panen bahkan pasca panen. Dale (1994), menyatakan

bahwa terdapat lebih dari 800 spesies serangga yang dapat merusak tanaman padi meskipun

2
sebagian besar dari serangga-serangga tersebut tidak mengakibatkan kerusakan yang berarti.

FAO mecatat hanya sekitar 63 jenis hama pada tanaman padi. Grists and Lever (1969)

melaporkan bahwa di daerah tropis hanya sekitar 20 spesies yang merupakan hama penting.

Ada yang menyerang daun, batang buah dan akar. Tanaman padi diserang oleh berbagai jenis

serangga dari ordo-ordo antara lain Lepidoptera, Coleoptera, Orthoptera, Diptera, Hemiptera

dan Homoptera.

Penggerek batang padi merupakan hama tanaman padi yang termasuk ordo lepidoptera dari

famili Noctuidae dan Pyralidae. Serangga ini umumnya tertarik pada lampu pada malam hari,

berbentuk kupu-kupu kecil yang disebut ngengat dan tersebar di daratan Asia, Amerika, dan

Australia.

Penggerek batang padi terdapat sepanjang tahun dan menyebar di seluruh Indonesia pada

ekosistem padi yang beragam. Intensitas serangan penggerek batang padi pada tahun 1998

mencapai 20,5% dengan luas daerah yang terserang mencapai 151.577 ha. Kehilangan hasil

akibat serangan PBP pada stadia vegetatif memang tidak besar karena tanaman masih dapat

mengkonpensasi dengan membentuk anakan baru (sampai dengan 30 %). Gejala serangan

pada stadia generatif menyebabkan malai yang muncul berwarna putih dan hampa tidak

berisi.

I.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara pengendalian hama wereng

Penggerek batang padi (Scirpophaga innotata) yang menyerang tanaman padi.

3
II. PEMBAHASAN

II.1. Klasifikasi Hama Penggerek Batang Padi

Penggerek batang padi (Scirpophaga innotata Walker, 1863) adalah ngengat yang termasuk

dalam suku Crambidae. Larva hewan ini menjadi hama penting dalam budidaya padi. Gejala

yang ditemukan sebelum padi berbunga disebut sebagai sundep dan gejala serangan yang

dilakukan setelah malai keluar dikenal sebagai beluk. Ia ditemukan di Asia tropika, seperti di

Indonesia, Pakistan, Filipina, maupun Australia tropika (di bagian utara).

Menurut Walker, 1863 Hama Penggerek Batang Padi diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subfilum : Hexapoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidopetra

Famili : Crambidae

Subfamili : Schoenobiinae

Genus : Scirpophaga

Spesies : S. Innotata

II.2. Penyebaran
Penggerek batang padi mempunyai daerah sebar yang luas, hampir di semua negara Asia

produsen padi. Penyebaran penggerek padi. terutama terdapat didaerah tropis, sedangkan di

daerah sub-tropis dibatasi suhu di atas 1O"C dan curah hujan di atas 1.000 mm (Pathak,

1967). Penyebaran penggerek batang padi terdapat di Pakistan, India, Afganistan, Nepal,

Cina, Hongkong, Taiwan, Jepang, Filipina, Vietnam, Kamboja, Muangthai, Burma,

4
Bangladesh, Srilangka, Malaysia, dan Indonesia (Banerjee dan Pramanik, 1969). Negara yang

sering mandapat serangan penggerek batang padi adalah Cina, India, Pakistan, Bangladesh,

Burma, Jepang, lndonesia dan Filipina. Jenis penggerek batang yang dominan di Jawa,

Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Lombok adalah penggerek batang padi kuning,

penggerek batang padi putih, penggerek batang merahjambu dan penggerek batang padi

bergaris (Siwi and Hattori, 1978da/amSoejitno, 1991).

II.3. Jurnal Yang Membahas Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi

Scirpophaga Sp

JURNAL 1

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BATANG PADI Scirpophaga sp YANG


MENYEBABKAN PENURUNAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
MASYARAKAT DESA PELAWI SELATAN KECAMATAN BABALAN

Desa pelawi selatan adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan babalan, Kabupaten
Langkat, Provinsi Sumatera Utara yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia maupun kelembagaan yang ditunjang sarana prasarana yang ada. Desa pelawi
selatan merupakan daerah daratan rendah yang berada pada 4 meter dari permukaan air laut.
Desa Pelawi Selatan terdiri dari 4 dusun yaitu dusun I, II, III, dan IV, mayoritas masyarakat
pelawi selatan beragama islam dan bersuku jawa. Desa pelawi selatan memiliki potensi
sebagai petani sawah yang komoditinya adalah padi, padi yang dimiliki petani di desa pelawi
selatan adalah padi tadah hujan yang dimana pengairannya hanya di dapatkan oleh hujan atau
mengharapkan hujan sehingga risiko kekeringan sering terjadi pada daerah tersebut pada
musim kemarau. Dilahan petani desa Pelawi darat ini pada sektor pertanian sawah ini petani
memiliki keluhan yang dimana keluhan tesebut adalah hama, hama yang mengganggu
tanaman padi milik petani desa pelawi selatan adalah penggerek batang padi (scirpophaga
sp). Petani desa pelawi selatan sangat mengharapkan program pengendalihan hama
scirpophaga sp dan penggerek batang padi yan di jumpai di desa pelawi darat adalah
penggerek batang padi putih dan kuning. Penggerek batang padi (scirpophaga sp) adalah

5
ngengat yang termasuk dalam suku Crambidae. Penggerek batang padi menyerang tanaman
padi dengan intensitas serangan sampai 90%s. Larva hewan ini menjadi hama penting dalam
budidaya padi. Gejala yang ditemukan sebelum padi berbunga disebut sebagai sundep dan
gejala serangan yang dilakukan setelah malai keluar.
Terjadinya serangan hama penggerek batang padi di pertanian tanaman padi di Desa pelawi
Selatan Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat dan bagaiamana cara pengendalian serangan
hama penggerek batang padi.
Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi bahan acuan dalam tahapan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) terlebih khusus untuk Hama Penggerek Batang Padi Kuning (S.
incertulas) pada tanaman padi (O. sativa L).
Dilahan petani desa Pelawi darat ini pada sektor pertanian sawah ini petani memiliki keluhan
yang dimana keluhan tesebut adalah hama, hama yang mengganggu tanaman padi milik
petani desa pelawi selatan adalah penggerek batang padi (scirpophaga sp). Pada padi usia 1
bulan mulai dari tanam hingga pindah tanam padi di desa pelawi selatan sangat lah subur
hijau dan gemuk, pada masa vegetatif ini padi sangat lah rentan terserang hama penggerek
batang padi dimana serangan oleh hama ini mulai dari masa sebelum vegetative hingga
berbuah dan mengakibatkan hasil buah tidak maksimal atau tanaman mati. Serangan dimulai
dengan larva ngengat merusak tanaman padi sebelum memasuki fase vegetatif (masa
pembungaan) dan gejalanya mulai terlihat ketika tanaman padi berumur 21 hari setelah
pindah tanam. Selanjutnya setelah 1 minggu, larva ngengat akan bertelur dan meletakkannya
pada batang tanaman padi, dan selang 4-5 hari telur akan menetas sekaligus merusak sistem
pembuluh tanaman yang terdapat pada batang padi. Padi yang sudah terserang hama
penggerek batang padi dampak visualnya yaitu pucuk batang padi menjadi kering kekuningan
serta mudah dicabut. Sedangkan untuk gejala beluk, serangannya terjadi pada fase generatif
(masa pembentukkan malai). Dampak serangan yang ditimbulkan menyebabkan bulir padi
menjadi hampa akibat proses pengisian bijinya tidak berjalan sempurna karena kerusakan
pada pembuluh batang padi.
Kesimpulan
1. .Penggerek batang padi adalah ngengat yang termasuk dalam suku Crambidae. Penggerek
batang padi menyerang tanaman padi dengan intensitas serangan sampai 90%.
2. Penggerek batang padi mengalami metamorfosis Holometabola atau metamorfosis
sempurna yaitu Telur -> Larva -> Pupa -> Imago.

6
3. .Setelah dilakukannya pengendalihan hama penggerek batang padi menggunakan metode
penyemprotan insektisida pada tanaman, penggerek batang padi ( Scirpophaga sp ) pada
tanaman padi di desa pelawi selatan sebagian mati keluar dari batang padi dan jatuh.
4. Regent adalah insektisida berbahan kimia fipronil yang mana mampu mengendalikan atau
membasmi hama penggerek batang padi yang dimana dapat berkerja secara sistemik yang
dapat secara efektif mengendalikan hama penggerek batang padi.(Rifai et al., 2020)

JURNAL 2

PEMBIAKAN PARASITOID UNTUK PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA


PENGGEREK BATANG PADI SAWAH PADA PETANI

Pengelolaan tanaman pangan yang dilaksanakan oleh petani adalah padi sawah, jagung dan
Tomat, tetapi yang paling utama adalah padi sawah karena merupakan sumber pendapatan
petani. Adanya tanaman padi sawah yang dikelolah oleh petani di desa Amongena
disebabkan adanya fasilitas percetakan sawah. Desa Amogena terletak di Kecamatan
Langowan Timur dengan ketinggian tempat sekitar 650 m dari permukaan laut. Sarana jalan
yang ada di Desa Langowan sudah cukup baik dan akses pasar berjarak kurang lebih 2 – 3
km. Wilayah ini cukup strategis untuk menyampaikan transfer teknologi pengendalian hama
tanaman padi sawah disebabkan luas lahan cukup memadai dan berjarak ± 60 km dari ibu
kota Provinsi Sulawesi Utara. Penduduk di desa Amongena sebagian besar bekerja sebagai
petani. Selain sebagai petani masyarakat di desa Amogena bekerja sebagai pegawai, swasta
dan tukang. Hasil usaha tanaman padi sawah untuk hasil panen sebagian kebutuhan keluarga
dan dijual dipasar. Umumnya petani sudah bergabung dalam kelompok tani dengan nama
kelompok tani Kaloloran. Kegiatan kelompok tani berjalan dengan baik, tetapi belum
berkembang dalam dinamika kelompok tani dalam pengelolaan hama dan penyakit tanaman
padi sawah. Informasi dan pengamatan langsung pada tanaman padi sawah terdapat cukup
banyak hama dan penyakit yang menimbulkan kerusakan tanaman padi sawah di desa
Amongena, tetapi hama penggerek batang padi sawah merupakan masalah serius di desa
Amongena dan menimbulkan kerusakan tanaman padi setiap musim tanam. Informasi
petani bahwa bila hama tersebut telah menyerang tanaman padi sawah hanya menghasilkan
gabah tergolong kurang, sering tidak memperoleh hasil panen bila kerusakan sangat berat
pada tanaman padi sawah. Hama penggerek batang, Scirpophaga innotata dan S. incertulas
merupakan hama utama padi sawah di Sulawesi Utara, akibat serangan hama ini tanaman

7
padi sawah dapat menjadi puso atau gagal panen. (Sembel, dkk, 2000). Beberapa penulis dan
peneliti telah menginfromasi mengenai Bioekologi tentang hama penggerek batang dan
pengendalian (Dale 1994; Heindrichs & Barrion 2004; Kalshoven, 1981; Sembel, 2014:
Suharto dan Usyati, 2009 ). Hasil hasil penelitian yang telah dilaporkan belum disampaikan
kepada petani untuk memecahkan masalah hama dan penyakit tanaman padi sawah.
Informasi diperoleh dari petani untuk menekan dan pengendalian populasi hama penggerek
batang tanaman padi sawah masih mengandalkan dengan insektisida, karena belum ada
teknologi lainya yang mampu mengendalikan populasi hama penggerek batang. Aplikasi
insektisida yang dilakukan oleh petani berulang-ulang kali dan mencampur beberapa jenis
insektisida untuk mengendalikan hama penggerek batang padi agar produksi dapat
dipertahankan. Tanpa disadari bahwa penggunaan insektisida oleh petani pada tanaman padi
sawah telah menimbulkan dampak negatif seperti terjadi pencemaran lingkungan, produk
terkontaminasi dengan insektisida, hama menjadi resisten, resurgensi, terbunuhnya musuh
alami dan terjadi pencemaran lingkungan. Dalam eras pasar bebas, produksi tanaman padi
sawah harus ditingkatkan dan bebas dari residu insektisida (Anonim, 2013). Parasitoid telur
dikembangkan untuk mengendalikan serangga hama Lepidoptera. Parasitoid telur mampu
mengendalikan hama sebelum hama tersebut merusak tanaman padi sawah. Parasitoid telur
hama penggerek batang yang dimampu dibiakkan dan transfer kepada petani adalah
parasitoid telur Trichogramma. japonicum. Untuk memecahkan masalah pada mitra dapat
digunakan parasitoid T. japonicum. Pengendalian hama dengan parasitoid T. japonicum
ramah dengan lingkungan, biayanya relatif murah dibandingkan dengan insektisida dan tidak
memiliki efek samping seperti insektisida. Parasitoid tersebut memarasit telur penggerek
batang padi sawah dan telah ada pada ekosistem tanaman padi sawah di Sulawesi Utara
(Sembel, 2000; Rimbing dkk, 2005). Teknologi cara perbanyakan parasitoid T. japonicum
dapat digunakan inang alternatif Coryra cephalonica (Sembel dan Rimbing, 1991). Petani di
desa Amongena Kecamatan Langowan Timur belum pernah mendapatkan bimbingan untuk
mengatasi masalah hama penggerek batang padi dari instasi yang terkait. Untuk
meningkatkan pengetahuan teknologi dan menjadi trampil perbanyakan parasitoid T.
japonicum untuk pengendalian hama penggerek batang padi sawah dilaksanakan beberapa
bertahapan yang harus ditempuh, yakni identifikasi morfologi penggerek batang, C
cephalonica, parasitoid telur T. japonicum. Melalui kegiatan pengabdian masyarakat
memberikan dan meningkatkan motivasi penggunaan agen hayati parasitoid T. japonicum
untuk pengendalian hama penggerek batang padi, memberikan keterampilan cara identifikasi

8
penggerek batang, parasitoid dan C. cephalonica serta memberikan pengetahuan serta
ketrampilan pembiakan C.cephalonica dan cara perbanyakan parasitoid T. japonicum.
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan pada salah satu rumah kelompok tani yang menjelaskan
tentang biologi hama penggerek batang, morfologi C. cephalonica, morfologi parasitoid,
pembiakan C. cephalonica pada media beras jagung sampai penangkaran parasitoid T.
japonicum. Sebelum penyampaian materi kepada petani terlebih dahulu dilakukan cara
pengambilan contoh telur hama penggerek batang pada tanaman padi sawah. Materi yang
cukup penting yang disampaikan adalah perubahan telur C. cephalonica terparasit. Telur C.
cephalonica yang terparasit oleh parasitoid berubah warna kuning keputihan menjadi warna
hitam. Telur yang sudah berwarna hitam sudah siap untuk dilepas ke pertanaman padi sawah.
Kegiatan pengabdian masyarakat telah ditanggapi positif oleh anggota kelompok tani,
sehingga semua program yang direncanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Adanya pemberian leflet tentang morfologi hama penggerek batang, C. cephalonica dan
parasitoid T. japonicum serta model perbanyakan parasitoid peserta menjadi lebih aktif
karena adanya interaktif antara tim Iptek dengan kelompok tani. Dalam penyuluhan telah
disampaikan kepada petani bahwa tidak semua serangga yang terdapat pada tanaman padi
dapat merugikan tanaman padi sawah seperti parasitoid T. japonicum dan laba-laba sebagai
predator yang memangsa hama tanaman. Hampir semua petani terlihat dalam diskusi atau
tanya jawab terkait materi penyuluhan, untuk melengkapi tanya jawab dilakukan demonstrasi
oleh petani mengatakan siap untuk dilakukan demonstrasi. Dalam kegiatan penyuluhan telah
disampaikan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT). Pengendalian hama
terpadu adalah cara pengelolaan pertanian yang bertujuan untuk meminimalisasi serangan
organisme pengganggu tanaman, terutama hama penggerek batang padi secara alami,
sekaligus mengurangi bahaya yang ditimbulkan terhadap penggunaan bahan kimiawi (pupuk
dan pestisida) terhadap manusia, tanaman dan lingkungan. Pertemuan ditindaklajuti melalui
kegiatan demonstrasi identifikasi dan penagkaran parasitoid T. japonicum dengan
menggunakan inang telur C. cephalonica. Kegiatan ini tidak lagi dilakukan pada salah satu
rumah anggota kelompok tani, tetapi pada lapangan dengan membuat tenda agar lebih leluasa
dalam melaksanakan demonstrasi. Sebelum pelaksanaan demonstrasi kemudian melakukan
review kembali tentang materi yang telah diberikan terdahulu, karena waktu pelaksanaan
penyuluhan dan demonstrasi kurang seminggu. Dalam review tersebut sebagian petani
mengetahui secara garis besar tentang perbanyakan C. cephalonica dan parasitoid meskipun
masih sangat terbatas.
Kesimpulan

9
1. Tingkat partisipasi kelompok tani mengikuti program pengabdian masyarakat tergolong
tinggi, hal ini terlihat adanya diskusi dalam penyuluhan dan demonstrasi.
2. Kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilaksanakan pada kelompok petani telah
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembiakkan parasitoid untuk pengandalian
hama penggerek batang padi.
3. Dalam kegiatan ini telah memberikan motivasi kepada petani untuk menggunakan
parasitoid T. japonicum dalam pengendalian hama penggerek batang padi, dan menekan
penggunaan insektisida yang aplikasi tidak tepat sasaran serta memberikan dampak
negatif. (Rimbing et al., 2019)

JURNAL 3

KERAGAMAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PADA


TANAMAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) DAN VARIETAS LOKAL
PADA PERCOBAAN SEMI LAPANGAN

Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada tanaman padi apabila tidak ditangani
dengan serius akan menurunkan produktivitas tanaman secara signifikan. Keragaman OPT
yang menyerang tanaman padi varietas lokal dan varietas unggul baru (VUB) sangat penting
untuk diketahui agar dapat dilakukan tindakan pengendalian yang lebih efektif dan efisien.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2018, di Teaching Farm
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Metode yang digunakan pada
percobaan semi lapangan ini dengan mengamati secara langsung jenis OPT yang menyerang
rumpun tanaman padi, gejala serangan yang ditimbulkan serta menghitung persentase
serangan. Pengamatan dilakukan setiap hari, sejak tanaman berumur ± 30 hari setelah tanam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa OPT yang menyerang VUB dan varietas lokal yaitu
Locusta migratoria. L, Sesamia inferens, Cnaphalocrosis medinalis serta patogen penyakit
hawar daun bakteri (HDB). Persentase serangan tertinggi terdapat pada VUB Inpari 16 dan
Inpari 42 yang terserang HDB mencapai 50% sedangkan varietas lokal Kamba memiliki
reaksi ketahanan yang lebih baik dengan persentase serangan ≤25%. Serangan Nilaparvata
lugens hanya ditemukan pada varietas Inpari 16. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi
dan sumber informasi agar pengelolaan dan tehnik pengendalian dapat dilakukan secara tepat,
cepat, efisien dan efektif.
Kesimpulan

10
Perbedaan potensi serangan OPT pada tanaman padi VUB dan varietas lokal sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman itu sendiri, faktor lingkungan (keberadaan
gulma dan jenis tanaman lain di sekitar lokasi penelitian) serta dipengaruhi oleh kondisi
iklim. Serangan OPT L. migratoria, S. inferens, N. lugens dan penyakit hawar daun bakteri
(HDB) pada tanaman padi terjadi pada saat fase pertumbuhan vegetatif sedangkan C.
medinalis menyerang pada saat fase pertumbuhan generatif (fase pembungaan). Persentase
tingkat serangan tertinggi terdapat pada VUB Inpari 16 dan Inpari 42 yang terserang HDB
sebesar 50,62% dan 40,74% sedangkan varietas lokal Kamba yang diamati memiliki reaksi
ketahanan yang agak baik terhadap serangan berbagai OPT dengan persentase serangan
≤25%. Pengendalian sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan, jika
belum melewati ambang batas serangan sebaiknya pengendalian secara kimiawi tidak
direkomendasikan. Penanaman varietas padi perlu dipertimbangkan dengan mengikuti
rekomendasi teknologi spesifik lokasi dan musim untuk tiap varietas, namun apabila terjadi
perubahan iklim yang ekstrim perlu diantisipasi dengan menyiapkan teknologi yang tepat dan
cepat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan sumber informasi untuk mengetahui
keragaman OPT pada kultivar yang berbeda serta bagaimana tehnik pengendalian secara
efektif dan efisien yang berwawasan lingkungan dalam percobaan semi lapangan.(Sudewi et
al., 2020)

JURNAL 4

SERANGAN HAMA PENGGEREK BATANG PADI KUNING (Scirpophaga incertulas


Wlk.) PADA TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) di DESA LIWUTUNG II
KECAMATAN PASAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Poaceae merupakan salah satu tanaman
pangan yang sangat penting bagi Indonesia sebab makanan pokok bagi sebagian besar
penduduknya adalah beras. Bahkan tanaman padi merupakan bahan makanan yang paling
penting bagi miliaran penduduk di Asia, Afrika dan Amerika latin (Anonim,1985) di perkiran
setiap tahun bertambah sekitar 50 juta orang penduduk dunia yang makan nasi (Zeigler,
2009). Petani-petani di Indonesia mengusahakan penanaman padi di manamana baik di sawah
maupun di ladang kering. Bahkan sebagian petani kadangkadang memaksa untuk menanam
padi di tempat-tempat sebenarnya tidak cocok untuk pertumbuhan padi. Peningkatan
produksi tanaman padi di Indonesia yang di kembangkan melalui ekstensifikasi dan

11
intesifikasi selalu mendapat penghambatan karena adanya serangan hama dan penyakit
terutama serangga-serangga hama. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia
dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun dan diiringi dengan besarnya
konsumsi beras per kapita sebesar 135,01 kg/kapita/tahun maka kebutuhan bahan pangan
beras di Indonesia dimasa akan datang semakin meningkat (Anonim, 2013). Untuk
mengimbangi peningkatan kebutuhan beras tersebut, maka harus diimbangi dengan
peningkatan produksi beras secara nasional. Di laporkan bahwa Oryza sativa di Asia
berdasarkan kondisi geografis memiliki tiga sub-spesies yaitu indica, javanica dan japonica
(sinica) (Heinrichs, 1994). Terdapat banyak jenis serangga yang dapat menyerang hampir
semua bagian tanaman padi mulai dari perkecambahan sampai panen bahkan pasca panen.
Dale (1994), menyatakan bahwa terdapat lebih dari 800 spesies serangga yang dapat merusak
tanaman padi meskipun sebagian besar dari serangga-serangga tersebut tidak mengakibatkan
kerusakan yang berarti. FAO mecatat hanya sekitar 63 jenis hama pada tanaman padi. Grists
and Lever (1969) melaporkan bahwa di daerah tropis hanya sekitar 20 spesies yang
merupakan hama penting. Ada yang menyerang daun, batang buah dan akar. Tanaman padi
diserang oleh berbagai jenis serangga dari ordo-ordo antara lain Lepidoptera, Coleoptera,
Orthoptera, Diptera, Hemiptera dan Homoptera. Scircpophaga incertulas (PBP Kuning)
merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman padi yang sangat merugikan di
Indonesia dan beberapa negara di Asia. Kemunculan serangan penggerek batang padi kuning
selalu dilaporkan hampir di seluruh daerah di Indonesia dan beberapa daerah bahkan
menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari waktu ke waktu (Kalshoven, 1981; Hatori
& Siwi, 1986; Urip, 2009). Penggerek batang padi terdapat sepanjang tahun dan menyebar di
seluruh Indonesia pada ekosistem padi yang beragam. Intensitas serangan penggerek batang
padi pada tahun 1998 mencapai 20,5% dengan luas daerah yang terserang mencapai 151.577
ha. Kehilangan hasil akibat serangan PBP pada stadia vegetatif memang tidak besar karena
tanaman masih dapat mengkonpensasi dengan membentuk anakan baru (sampai dengan 30
%). Gejala serangan pada stadia generatif menyebabkan malai yang muncul berwarna putih
dan hampa tidak berisi (Anonim, 2009). Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga
incertulas Wlk.) memiliki pola sebaran mengelompok, sehingga dapat menyebabkan
kehilangan hasil yang lebih tinggi dibandingkan penggerek batang padi yang lain. Serangan
Scirpophaga incertulas Wlk. Dapat mencapai 5-10%, setara dengan 25 juta ton beras di Asia
pada tahun panen 1995 (Ghareyazie et al., 1997). Berdasarkan survei lokasi lahan yang akan
digunakan penelitian telah ditemukan hama penggerek batang padi, khususnya penggerek
batang padi kuning (Scirpophaga incertulas Wlk). Di pertanaman padi sawah milik petani di

12
Desa Liwutung II Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara namun intensitas
serangan penggerek batang padi kuning masih belum di ketahui oleh sebab itu dilakukan
penelitian.
Penelitian ini bertujuan mengetahui serangan Hama Penggerek Batang Padi Kuning yang ada
pada pertanaman padi (Oryza sativa L.) di Desa Liwutung II Kecamatan Pasan Kabupaten
Minahasa Tenggara.
Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi bahan acuan dalam tahapan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) terlebih khusus untuk Hama Penggerek Batang Padi Kuning (S.
incertulas) pada tanaman padi (O. sativa L.)
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat di ambil kesimpulan bahwa serangan
terbanyak terdapat pada Petak Sawah B dengan intensitas serangan yaitu 15.4 %, Petak
Sawah A 14,9 % dan intensitas serangan yang paling rendah terdapat pada Petak Sawah C
dengan intensitas serangan rata-rata yaitu 5.4 %.(Julio et al., 2020)

JURNAL 5

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK SILIKA PADA BEBERAPA VARIETAS PADI


SAWAH (Oryza sativa L.) TERHADAP SERANGAN HAMA PENGGEREK BATANG

Tanaman padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi.
Kendala yang dihadapi dalam peningkatan produksi pertanian termasuk padi, beberapa
diantaranya ialah gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) baik hama maupun
patogen penyebab penyakit (Sodiq, 2009). Penggerek batang padi merupakan hama penting
yang perlu dikendalikan karena intensitas serangannya cukup tinggi (Baehaki, 2013).
Berdasarkan data Direktorat Perlindungan Tanaman (2018) luas serangan penggerek batang
padi di Indonesia pada musim tanam periode Januari-Juli tahun 2018 yaitu 62.153 hektar dan
luas Puso 73 hektar dari luas tanam keseluruhan 9.389.392 hektar. Luas serangan penggerek
batang padi di Provinsi Jambi pada periode Januari-Juli tahun 2018 seluas 170 hektar,
sedangkan pada musim kemarau periode April-Juli luas serangannya mencapai 95 hektar,
paling tinggi dibandingkan OPT lainnya. Secara keseluruhan pada tahun 2018 penggerek
batang padi merupakan OPT yang paling tinggi serangannya di Indonesia dibanding OPT
padi lainnya. Penggerek batang padi yang terdapat di Provinsi Jambi terdiri dari lima spesies
yaitu penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas Walker), penggerek batang padi

13
putih (Scirpophaga innotata Walker), penggerek batang padi kepala hitam (Chilo polychrysus
Meyrick), penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis Walker), dan penggerek batang
padi merah jambu (Sesamia inferens Walker) (Wilyus et al., 2013). Serangan penggerek
batang padi yang terjadi pada fase vegetatif menimbulkan sundep dengan gejala titik tumbuh
tanaman muda mati sedangkan pada fase generatif menimbulkan beluk, cirinya malai mati
dengan bulir hampa yang kelihatan berwarna putih (Baehaki, 2013). Tinggi rendahnya
populasi hama di lapangan dipengaruhi oleh faktor luar maupun faktor dalam, seperti suhu,
kelembaban, curah hujan, varietas, penggunaan insektisida dan populasi musuh alaminya.
Sedangkan faktor dalam yaitu sifat biologi hama (keperidian, perbandingan jantan: betina,
migrasi dan mortalitas) (Widiastuti, 2009 ; Trisnaningsih dan Kurniawati, 2015).
Prawirodihardjo (1984) mengemukakan bahwa perkembangan hama tanaman juga
dipengaruhi oleh unsur hara, misalnya penambahan unsur silika (SiO2) memiliki manfaat
yang signifikan pada tanamantanaman graminae, terutama padi. Tanaman yang mengandung
cukup Si memiliki daun yang keras, tanaman menjadi tidak mudah rebah, batang tanaman
menjadi lebih kuat, sehingga lebih tahan terhadap serangan penggerek batang.
Pembahasan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi varietas dan dosis pupuk silika
terhadap persentase sundep pada pengamatan 8 mst. Hasil anova menunjukkan bahwa faktor
varietas berpengaruh nyata terhadap persentase sundep pada pengamatan 9 mst dan 13 mst.
Sedangkan fakfor pupuk silika tidak berpengaruh nyata terhadap persentase sundep. Hasil
penelitian pada Gambar 1 menunjukkan bahwa serangan sundep mulai muncul pada 4 mst.
Lamanya waktu kemunculan gejala dikarenakan imago membutuhkan waktu untuk dapat
meletakkan telur dipertanaman padi sebagai tanaman inang hingga telur menetas menjadi
larva. Telur penggerek batang padi membutuhkan 4-8 hari untuk menetas sejak awal
diletakkan (Suharto dan Usyati, 2009). Selanjutnya dibutuhkan waktu oleh larva instar awal
masuk kedalam batang dan menimbulkan gejala sundep. Hasil penelitian Kamal (2019)
menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu paling cepat kurang lebih 10 hari bagi larva instar 1
untuk menimbulkan gejala sundep. Berdasarkan data pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa
persentase sundep tergolong rendah. Hal ini diduga akibat perubahan kondisi iklim dan
lingkungan yang berlangsung selama penelitian seperti meningkatnya suhu udara dan curah
hujan yang rendah, yang berdampak pada berkurangnya sumber air dan mengakibatkan
keadaan disekitar areal penelitian yang mengalami kekeringan. Secara keseluruhan persentase
sundep dan beluk rendah, tetapi pada varietas Ciherang persentase serangan lebih tinggi
dibandingkan varietas PB42 dan Inpari 13. Menurut Carsono et al. (2017) varietas Ciherang

14
termasuk dalam kategori varietas yang rentan. Maulana et al. (2017) melaporkan bahwa
varietas Inpari 13 menunjukkan intensitas serangan terendah terhadap serangan hama
penggerek batang. Suharto dan sembiring (2007) mengatakan bahwa belum ada varietas yang
benar-benar tahan terhadap penggerek batang dan beberapa varietas padi hanya tergolong
moderat tahan. Varietas mempengaruhi preferensi imago penggerek batang padi dalam
meletakkan telur. Meskipun hasil penelitain ini menunjukkan bahwa faktor pupuk silika tidak
berpengaruh nyata terhadap persentase sundep dan beluk namun gejala serangan lebih lambat
muncul. Data yang disajikan pada Gambar 2 diketahui bahwa pada perlakuan silika 300
kg/ha lebih lambat menimbulkan serangan sundep. Serangan sundep meningkat pada 8 mst,
kemudian cenderung menurun pada minggu selanjutnya. Hal tersebut diduga semakin tinggi
dosis silika yang diberikan pada tanaman mempengaruhi proses serangan penggerek batang,
dalam hal ini ialah proses makan, sehingga gejala lebih lambat muncul. Menurut
Abdulrachman (2010), larva yang memakan tanaman dengan kandungan silika yang semakin
tinggi akan menyebabkan alat mulutnya menjadi aus, sehingga tanaman terhindar dari
serangan. Pemberian pupuk pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap persentase sundep. Berdasarkan data jenis larva pada Gambar 5 diketahui bahwa
hanya satu jenis penggerek batang yang dijumpai yaitu spesies Chilo suppressalis. Hal ini
diduga karena Chilo suppressalis merupakan salah satu spesies penggerek batang yang
mampu berkembang baik dengan perubahan iklim dan lingkungan yang terjadi selama
penelitian berlangsung. Spesies penggerek batang padi yang beradaptasi pada suatu
agroekosistem akan menjadi spesies yang dominan (Suharto dan Usyati, 2015). Jumlah larva
yang ditemukan setiap satu anakan (sundep) atau satu tangkai malai (beluk) berbeda-beda.
Pada kombinasi perlakuan perlakuan varietas Ciherang tanpa pupuk silika (Tabel 2)
ditemukan 8 ekor larva Chilo suppressalis pada satu tangkai malai. Banyaknya jumlah larva
yang ditemukan pada perlakuan tersebut dapat diakibatkan oleh rendahnya dosis silika yang
diberikan. Menurut Noviar (2007) dalam Saragih (2008) kelimpahan populasi serangga pada
suatu habitat ditentukan oleh kelimpahan pakan dan kenaekaragaman maupun sumberdaya
lain yang tersedia pada habitat. Faktor varietas pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa varietas
Ciherang memiliki rata-rata diameter batang cenderung kecil, sedangkan pada varietas PB42
dan varietas Inpari 13 memiliki rata-rata diameter batang yang lebih besar. Namun demikian,
persentase serangan sundep dan beluk lebih tinggi pada varietas Ciherang, sedangkan pada
dua varietas lainnya persentase sundep dan beluk cenderung rendah.
Kesimpulan

15
1. Tingkat serangan dan populasi penggerek batang ketika penelitian berlangsung tergolong
rendah, paling banyak hanya 6 satuan percobaan yang terserang pada setiap pengamatan.
2. Tidak terdapat interaksi antara pupuk silika dan varietas padi dalam mengurangi serangan
penggerek batang padi.
3. Persentase sundep pada perlakuan pupuk silika dosis 300 kg/ha cenderung lebih rendah
dibandingkan perlakuan pupuk silika 150 kg/ha dan tanpa pemberian pupuk silika.
4. Persentase sundep dan beluk pada varietas Ciherang lebih tinggi dibandingkan varietas
PB42 dan Inpari 13.(Ofori et al., 2020)

JURNAL 6

PENGARUH KONDISI CUACA TERHADAP SERANGAN HAMA PENGGEREK


BATANG PADA TANAMAN PADI DI DESA CIARUTEUN ILIR, KEC.
BUNGBULANG, KAB. BOGOR

Perubahan iklim akibat pemanasan global berdampak pada berbagai aspek kehidupan,
termasuk sektor pertanian. Perubahan pola curah hujan, meningkatnya frekuensi iklim
ekstrim, dan kenaikan suhu udara adalah dampak serius yang dihadapi di Indonesia. Pertanian
merupakan salah satu sektor yang rentan terhadap perubahan iklim. Hal ini berdampak pada
produktivitas tanaman, baik tanaman pangan, holtikultura maupun perkebunan. Dampak
perubahan iklim terhadap pertanian tidak hanya berupa banjir dan kekeringan, tetapi
berdampak juga terhadap populasi hama yang merupakan bagian dari Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT). Perkembangan hidup hama sangat dipengaruhi oleh suhu, curah hujan,
maupun kelembaban udara. Berdasarkan pelaporan data OPT jenis penggerek batang pada
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura provinsi Jawa Barat pada tahun 2017
sebanyak 14,517 hektar dan pada tahun 2018 sebanyak 12,713 hektar, faktor penyebabnya
adalah iklim sebagai parameter dan variabel penting dalam peramalan serangan hama dan
penyakit tanaman khususnya tanaman padi. kondisi iklim saat ini membuat sejumlah lahan
pertanian padi di 4 kecamatan di Kabupaten Bogor (Cibungbulang, Ciawi, Ciampea, dan
Cibinong) diserang hama ngengat atau penggerek batang padi putih, berbagai upaya yang
dilakukan oleh Balai Proteksi Tanaman Pangan & Holtikultura propinsi Jawa Barat,
subwilayah Kab. Bogor dalam mencegah serangan dan penyebaran hama telah dilakukan.
Namun sampai saat ini, prediksi hanya dilakukan berdasarkan pengalaman dari tahun ke
tahun. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diusulkan suatu sistem yang mampu melakukan

16
prediksi serangan hama tanaman padi menggunakan data klimatologi (berupa suhu, curah
hujan, kelembaban udara) agar dapat mengidentifikasi dan memantau kemunculan serangan
hama pada tanaman sehingga serangan hama dapat diantisipasi dengan baik. Perhitungan
prediksi dilakukan menggunakan metode Naïve Bayes dengan studi kasus yang dilakukan di
Desa Ciaruteun Ilir, Kec. Cibungbulang, Kab. Bogor, sedangkan hama tanaman yang akan
dianalisis yaitu hama penggerek batang. Berikut adalah Jurnal penelitian utama yang
dijadikan sebagai referensi utama dalam melakukan penelitian, berikut adalah penjelasannya:
Ramazan Bayindir, Mehmet Yesilbudak, Medine Colak, Naci Genc (2018) [1] melakukan
penelitian tentang model prediksi energi fotovoltaik yang diusulkan mencapai kinerja yang
efektif dan efisien dengan nilai sensitifitas 98,305% dan nilai akurasi 82,1917%. Selain itu,
model yang diusulkan membantu pengguna mengevaluasi dampak dari atribut surya lain pada
generasi energi fotovoltaik. Metode yang digunakan Classifier Naïve Bayes dengan data set
suhu rata-rata harian, total durasi sinar matahari sehari-hari, jumlah radiasi surya global
harian dan parameter pembangkit energi fotovoltaik total harian. Selanjutnya Luise Suada
(2016) [2] melakukan penelitian menegenai tingkat persentase keakuratan dari Sistem Pakar
Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Tebu Menggunakan Metode Naïve Bayes ini
setelah dilakukan pengujian mendapat nilai akurasi sebesar 90%. Metode Naïve Bayes untuk
mendiagnosis hama dan penyakit pada tanaman tebu. Teguh Wahyono, Subanar (2017) [3],
[4] melakukan penelitian mengenai penerapan algoritma Naïve Bayes dapat memprediksi ada
atau tidaknya kemungkinan serangan hama berdasarkan data historis klimatologi dengan
tingkat akurasi yang sangat tinggi, yaitu mencapai 83-100% dengan ratarata tingkat akurasi
mencapai 91,7%. Sistem peringatan dini ini dikembangkan dengan aplikasi SMS Gateway
yang menggunakan aplikasi NowSMS. Dalam penelitian ini, aplikasi tersebut dapat
memberikan peringatan dini berbasis SMS baik sebagai notifikasi pada saat registrasi calon
member baru maupun sebagai warning pada saat permintaan informasi ada atau tidaknya
serangan OPT oleh member. Rifai, Mochamad Farid; Jatnika, Hendra; Valentino, Bowval
(2019) [5] [6] Naive Bayes ini mampu memprediksi peluang tingkat kelulusan di masa
depan sehingga mempermudah dalam peserta memilih program sertifikasi yang tepat.
Sistem ini dapat membantu peserta untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat
kelulusan peserta berdasarkan kriteria yang dimiliki dan memudahkan peserta untuk
menentukan program yang dipilih sehingga efektif dan efisien.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan, antara lain:

17
1. Aplikasi ini memberikan informasi kepada pihak balai dalam memprediksikan akan
adanya serangan hama penggerek batang di kabupaten Bogor sebagaimana tugasnya
dalam melakukan pengawasan, peramalan, dan proteksi tanaman pangan dan holtikultura
terhadap organisme pengganggu tanaman seperti hama.
2. Aplikasi ini memberikan kemudahan penyuluh dalam memberikan informasi kepada
petani mengenai ramalan serangan hama dalam upaya mengantisipasi kerugian yang
diakibatkan oleh hama.
3. Pengaplikasian metode Naïve Bayes dalam aplikasi prediksi yang dibangun memiliki
nilai keakuratan yang cukup tinggi terhadap probabilitas class ADA yaitu sebesar
96.76%.(Rifai et al., 2020)

JURNAL 7

APLIKASI PESTISIDA BIORASIONAL TERHADAP PENGGEREK BATANG DAN


HAWAR DAUN BAKTERI PADI

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas perangkap feromon untuk


mengendalikan serangga penggerek batang padi kuning (PBPK) (Scirpophaga. incertulas)
dan menguji efektifi tas agen biokontrol yang terdiri atas campuran kultur bakteri endofi tik
(Bacillus fi rmus E65 and Burkholderia sp E76) dan patogen serangga (Serratia marcescens,
SKM) berbasis bioformulasi kaolin untuk mengendalikan penyakit HDB. Pengujian
dilakukan pada kondisi lahan organik petani di Cianjur Jawa Barat dengan cara memasang
feromon untuk menangkap serangga jantan pada petak percobaan, dan melakukan aplikasi
formulasi biopestisida berbasis kaolin (2,5 g/L). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi perangkap feromon dengan mengguna-kan 100 perangkap pada area seluas 10 Ha,
menyebabkan populasi serangga jantan yang tertangkap menurun kurang dari 40 ngengat per
bulan, dan serangan hama penggerek batang juga menurun menjadi nol infestasi, sementara
serangan hama penggerek batang pada petak yang tidak diaplikasi feromon menunjukkan
<10% infestasi. Pengaruh bioformulasi pada kultivar nonSintanur terhadap hama minor
lainnya juga menurun dibandingkan dengan kontrol (cv. Sintanur). Bioformulasi berbasis
kaolin menunjukkan penurunan penyakit hawar daun bakteri sekitar 84,7% dibandingkan
dengan petak tanpa perlakuan (tanpa bioformulasi).
Kesimpulan

18
Aplikasi biorational pestisida dengan feromon dan bioformulasi mikroba ber pengaruh
terhadap penekanan hama penggerek dan penyakit HDB. Aplikasi 100 perangkap feromon
pada lahan padi seluas 10 Ha dapat menurunkan populasi serangga jantan yang ditangkap
kurang dari 40 ngengat per bulan. Serangan hama penggerek batang padi kuning juga
menurun menjadi nol infestasi, sementara infestasi hama penggerek batang pada petak yang
tidak diaplikasi sebesar <10%. Formulasi mikroba berbasis kaolin yang mengandung isolat
bakteri menunjukkan rerata penurunan penyakit HDB sekitar 84,7% dibandingkan dengan
perlakuan kontrol (tanpa aplikasi bioformulasi). (Samudra et al., n.d.)

JURNAL 8

EFEKTIVITAS EKSTRAK BATANG BRATAWALI I (Tinospora crispa L.) DAN


DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP MORTALITAS HAMA
PENGGEREK BATANG PADI (Scirphopaga innotata)

Padi merupakan komoditas pertanian terpenting dalam kelangsungan hidup masyarakat


Indonesia. Menurut Reflis (2011), sekitar 95% penduduk Indonesia menjadikan beras yang
dihasilkan tanaman padi sebagai bahan makanan pokok yang dikonsumsi dengan jumlah
berkisar 108-137 kg perkapita. Menurut survei Sosial Ekonomi Nasional oleh Badan Pusat
Statistik (2017), konsumsi beras masyarakat Indonesia semakin meningkat sampai tahun
2017 adalah sebesar 114,6 kg per kapita per tahun. Peningkatan konsumsi beras bagi
masyarakat Indonesia menyebabkan petani terus membudidayakan tanaman padi. Akan
tetapi, pada pembudidayaan padi sering ditemukan kendala seperti hama dan penyakit yang
menyebabkan penurunan produktivitas padi. Menurut Susetyo dan Purwanto (2008), salah
satu kendala yang berhubungan erat dengan peningkatan produksi padi adalah serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT). Terdapat banyak jenis hama yang dapat menyerang
tanaman padi. Menurut Suryanto (2010), hama yang menyerang tanaman padi dapat berupa
tikus, penggerek batang (Scirpophaga innotata), kupu-kupu (Nyimphula depunctalis),
Homoptera jenis Nilapervata lugens, wereng hijau (Nephotettix apicalis), walang sangit
(Leptocorixa acuta), lembing hijau (Nezara viridula), dan hama ganjur (Pachydiplosis
oryzae). Berdasarkan jenis hama tersebut, penggerek batang (Scirpophaga innotata)
merupakan varietas hama yang pertumbuhannya harus dikendalikan karena hama ini
mempunyai tingkat intensitas penyerangan yang cukup tinggi. Gejala serangan yang
disebabkan oleh penggerek batang padi yaitu pada fase vegetatif hama yang dikenal sebagai

19
hama penyakit (deadhearts) dapat menimbulkan gejala titik tumbuh tanaman yang
menyebabkan tanaman padi mudah mati. Gejala lain dari serangan penggerek terdapat pada
fase generatif. Pada tahap ini, penggerek batang (Schirpopaga innonata) atau biasa disebut
beluk (whiteheads) menyebabkan gejala mati dengan bulir padi hampa yang kelihatan
berwarna putih. Menurut Aryantini, dkk. (2015), struktur populasi penggerek batang padi
antara telur, larva, pupa dan imago berfluktuasi setiap stadia. Perkembangan tanaman dan
mencapai puncaknya yaitu umur padi 2 minggu setelah tanam pada stadia telur, 4 minggu
setelah tanam pada stadia larva dan imago, 5 minggu setelah tanam pada stadia pupa dengan
kelimpahan populasi tertinggi 250 mdpl sehingga kelimpahan populasi mempunyai
hubungan yang linear dengan persentase serangan penggerek batang padi. Gejala yang terjadi
pada hama penyakit berupa ulat kupu-kupu dapat diamati mulai dari hari ke-4 setelah larva
penggerek masuk kemudian melewati beberapa proses hingga berubah menjadi ngengat
dengan menghabiskan 6-15 batang padi. Akibatnya, proses pengisian bulir padi akan
terhambat, sehingga banyak gabah hampa (Baehaki, 2013). Menurut Chandra (2014),
kerusakan dan kerugian besar diderita para petani karena serangan penggerek batang
Scirpophaga innotata. Hama yang dominan mengganggu padi di daerah Sulawesi Selatan
merupakan hama penggerek batang padi putih. Hal ini disebabkan karena penggunaan
pestisida kimia yang berlebihan dan sistem tanam padi yang lebih dari sekali setahun
menyebabkan periode persediaan makanan hama cukup panjang sehingga terdapat beberapa
daerah di Pulau Sulawesi terancam gagal panen akibat hama penggerek batang padi
(Schirpopaga innotata). Kasus lainnya yaitu 80 hektar daerah sawah di Mimika, Papua
terancam gagal panen akibat serangan hama (Nauly, 2015). Solusi yang dilakukan oleh petani
untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan cara konvesional menghancurkan telur
Scirpophaga innotata dan membunuh larva-larvanya yang baru menetas pada lingkungan
persemaian. Selain itu, petani juga menggunakan tindakan preventif dengan mencelupkan
bibit tanaman padi pada larutan insektisida atau melakukan penyemprotan dengan insektisida
yang tahan lama. Petani juga bisa melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi,
penanaman varietas padi yang tahan, pengaturan jarak tanam dan pemupukan berimbang
(Suryanto, 2010). Solusi penanganan untuk membasmi penggerek batang Schirpopaga
innonata yang telah direkomendasikan dari pemerintah untuk masyarakat yaitu melalui
penggunaan pestisida kimia yang mampu membasmi hama. Akan tetapi, penggunaan residu
kimia tersebut dapat mengakibatkan hama lain seperti walang sangit mengalami resistensi,
resurjensi hama, meningkatkan residu pada hasil, mencemari lingkungan dan gangguan bagi
kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, petani saat ini masih kesulitan terhadap upaya

20
pengendalian yang baik serta ramah lingkungan untuk membasmi hama tersebut. Salah satu
pestisida yakni insektisida alami yang ramah lingkungan terdapat pada sumber daya alam
berupa tanaman brotowali (Tiospora crispa). Tanaman brotowali (Tiospora crispa)
merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dengan wilayah penyebaran yang cukup
luas meliputi wilayah Indo Cina, Semenanjung Melayu, Pulau Jawa, Bali dan Sulawesi
sehingga untuk mendapatkan tanaman brotowali sangat mudah karena banyak dijual di pasar-
pasar tradisional, tumbuh di daerah tropis sehingga mudah tumbuh liar di hutan bahkan
banyak masyarakat yang menanamnya di pekarangan rumah (Kresnady dan Tim Lentera,
2003). Tanaman ini mengandung senyawa alkaloid, glikosida, dan triterpenoid. Berdasarkan
hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa senyawa triterpenoid bersifat antimakan (antifedant)
karena rasanya yang pahit sehingga serangga menolak untuk makan (Sukadana, 2007).
Menurut Desmiaty (2013), hasil penetapan parameter mutu ekstrak batang brotowali telah
memenuhi persyaratan parameter mutu yang telah ditetapkan. Kadar flavonoid total dari
ekstrak etanol 96 % batang bratawali adalah sebesar 0,52 % dan kadar apigenin 0,03645 %.
Berdasarkan hasil penelitian Septian (2013), ekstrak batang brotowali efektif untuk
membasmi hama. Namun, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menguji kombinasi
ekstrak batang brotowali untuk menguji efektivitasnya dengan agen hayati lainnya dalam
mengendalikan hama. Penelitian lainnya yaitu menurut Kurniawati (2015), pemberian
beberapa ekstrak tanaman bratawali efektif mampu mengendalikan beberapa hama pada
tanaman padi. Namun, perlu dilakukan suatu penelitian lebih lanjut tentang frekuensi aplikasi
ekstrak batang brotowali terhadap hama di lapangan untuk melihat keefektifan dan
keefesiannya setelah aplikasi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berinisiatif untuk
memformulasikan ekstrak batang bratawali dengan daun sirsak karena memiliki kandungan
yang kompleks yaitu kandungan senyawa triterpenoid pada batang bratawali dapat
menyerang sistem saraf sedangkan kandungan senyawa flavonoid dan saponin serta senyawa
acetogenin dapat menyerang metabolisme dan sistem pencernaan yang efektif untuk
membasmi hama penggerek batang padi putih. Sehingga disusunlah penelitian dengan judul
efektivitas ekstrak batang bratawali (Tinospora crispa L.) dan daun sirsak (Annona muricata
L.) terhadap mortalitas hama penggerek batang padi (Scirpophaga innotata).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh perlakuan yang paling
efektif yaitu perlakuan D dengan perbandingan ekstrak 75% batang bratawali dan 25% daun
sirsak. Hal tersebut terbukti dengan jumlah kematian hama penggerek batang padi putih yang
lebih banyak dan lebih signifikan dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu pada

21
ulanganke-1, jumlah hama penggerek batang padi putih yang mati adalah 7 ekor, pada
ulangan ke-2 sebanyak 5 ekor dan ulangan ke-3 sebanyak 10 ekor. Hal ini disebabkan karena
kandungan triterpenoid pada batang bratawali yang bersifat antimakan dapat menurunkan
aktivitas makan serangga akibat masuknya senyawa yang menstimulasi kemoreseptor yang
dilanjutkan ke sistem saraf. Kemudian kandungan daun sirsak saponin, falvonoid, dan
acetogeninyang dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan larva terutama pada hormon
ekdison yang menghambat proses molting dan hormon pertumbuhan sehingga metabolisme
serangga terganggu dan menyebabkan kematian. (Irawan et al., 2019)

JURNAL 9

PENGARUH DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP SERANGAN HAMA


PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (SCIRPOPHAGA INNOTATA WALKER)

Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang paling dibutuhkan oleh masyarakat
sebagai sumber makanan dan perekonomian. Kebutuhan masyarakat akan pangan semakin
tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Masyarakat dapat kekurangan
makanan pokok jika ketersediaan pangan tidak seimbang dengan tingkat kebutuhannya.
Konsumsi perkapita dari berbagai jenis pangan dapat meningkat dengan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu fungsi tanaman padi
menjadi sangat penting untuk mengoptimalkan kebutuhan pangan (Prayoga et al., 2018).
Provinsi Aceh memperoleh hasil produksi padi sekitar 1,71 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG) pada tahun 2019. Produksi paling tinggi yaitu pada bulan Maret sebesar 385,74 ribu
ton dan produksi paling rendah yaitu pada bulan Januari sebesar 42,46 ribu ton. Produksi padi
terjadi peningkatan dibeberapa kabupaten di Aceh diantaranya Kabupaten Aceh Utara, Aceh
Tamiang, dan Bireuen. Sedangkan dibeberapa kabupaten lain produksi padi menurun yaitu di
Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Aceh Jaya, Aceh Besar, dan Aceh Timur (BPS,
2020). Kebutuhan pupuk bagi tanaman padi merupakan salah satu faktor yang sangat penting
pada budidaya tanaman padi. Nitrogen adalah unsur hara yang paling dibutuhkan tanaman
padi dibandingkan unsur lainnya, dan Nitrogen juga sebagai faktor pembatas bagi
produktivitas tanaman padi. Produksi tanaman padi dapat meningkat karena pengaruh
pemberian pupuk Nitrogen. Dosis rekomendasi pupuk Nitrogen pada tanaman padi sebesar
90-120 kg/Ha atau sama dengan 200-260 kg urea/Ha (Distan, 2018). Beberapa hasil

22
penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pupuk Nitrogen dosis tinggi menyebabkan
meningkatnya serangan hama pada tanaman padi (Haryatun, 2006). Hal ini karena tanaman
padi yang dipupuk dengan Nitrogen yang tinggi akan meningkatkan protein yang tinggi,
sehingga tanaman tersebut lebih disukai oleh hama (Ratih et al., 2014). Hama penting dalam
budidaya tanaman padi salah satunya yaitu penggerek batang padi putih (Scirpophaga
innotata). S. innotata merusak tanaman dari awal pembibitan hingga fase produktif. Hama
penggerek batang padi putih dapat merugikan masyarakat sehingga sangat penting untuk
diperhatikan (Larioh et al., 2018). Gejala hama penggerek batang padi putih yang menyerang
pada fase vegetatif yaitu tanaman muda berubah menjadi warna coklat, kering kemudian mati
dikenal sebagai sundep (deadhearts). Pada fase generatif gejala berupa matinya malai
sehingga malai berwarna coklat, dan bulir padi menjadi kosong atau dikenal dengan istilah
beluk (whiteheads) (Sudewi et al., 2020). S. innotata menyerang bagian pangkal batang
tanaman padi tempat tumbuh malai yang menyebabkan matinya malai sehingga banyak bulir
yang hampa dan hasil panen menjadi berkurang. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka
perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh informasi pengaruh dari pemberian pupuk
Nitrogen dengan berbagai tingkat dosis terhadap serangan hama penggerek batang padi putih
(Scirpophaga innotata). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk
Nitrogen terhadap persentase serangan hama penggerek batang padi putih dan dampaknya
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Kesimpulan
Tanaman padi yang diberi pupuk Nitrogen dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh
yang nyata terhadap tingkat serangan hama penggerek batang padi putih, jumlah anakan
produktif dan produksi tanaman padi. Dosis pupuk Nitrogen yang terbaik adalah 138 kg/Ha
karena mampu menghasilkan padi sebanyak 11,93 ton/Ha yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan Nitrogen 184 kg/Ha. (Studi et al., 2022)

JURNAL 10

EKSPLORASI PENGGEREK BATANG PADI DAN PARASITOID DI BALAI BENIH


INDUK (BBI) SUKAJAYA

Penggerek batang padi merupakan hama yang paling sering ditemukan di pertanaman padi
dan menjadi salah satu hama penting tanaman padi di Indonesia, Supartha (2001).
Selanjutnya Suharto (2007) menyatakan kehilangan hasil pada padi sawah akibat serangan

23
hama ini dapat berkisar antara 60-90%. Penggerek batang merupakan hama penting karena
dapat menyerang disemua fase pertanaman padi, baik di fase vegetatif maupun generatif.
Penggerek batang menimbulkan gejala sundep jika menyerang tanaman padi yang belum
berbunga (fase vegetatif) mengakibatkan pucuk batang padi menjadi kering, berwarna
kuning, dan mudah dicabut. Apabila batang padi digerek pada waktu tanaman berbunga (fase
generatif), malai akan mati dan tetap tegak, berwarna abu-abu putih dan bulir padi menjadi
hampa disebut gejala beluk Tjahjadi, (1996); Harahap dan Tjahjono, (1999). Balai Benih
Induk (BBI) Padi sebagai Lembaga selalu berupaya untuk mengembangkan dan
menyebarluaskan benih-benih yang bermutu. Sasaran yang diharapkan adalah meningkatkan
ketersediaan benih padi. BBI Padi Sukajaya dengan luas lahan 34 ha, dimana 10 ha
diantaranya merupakan luas lahan sawah. Namun kondisi pengairan di BBI saat ini hanya
bisa untuk mengairi kurang lebih 6 ha luas sawah. Target untuk memproduksi 18 hektar
setiap tahun memaksa penerapan pola tanam secara berkesinambungan yaitu 3 kali musim
tanam dalam satu tahun, BBI (2010). Artinya ditempat ini pertanaman padi selalu ada setiap
saat. Kondisi seperti ini akan membuat serangan hama penggerek batang cukup tinggi.
Jumlah hama ini bertambah besar bila terjadi beberapa kali panenan setiap tahunnya, karena
hama penggerek batang selalu mendapat makanan yang tetap dari tanaman padi, Pracaya
(2008). Informasi mengenai ketersediaan parasitoid sangat berguna dalam mengembangkan
strategi Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), dan pemanfaatan parasitoid tersebut dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengendalikan hama tersebut secara hayati.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah eksplorasi dan identifikasi parasitoid yang
potensial menyerang hama penggerek batang. Masalah penting di BBI yaitu belum ada
informasi tentang jenis dan persentase serangan penggerek batang sertah ketersediaan
maupun kelimpahan parasitoid penggerek batang. Oleh sebab itu untuk mendapatkan
beberapa informasi yang dapat mendukung penerapan konsep PHT ini, diawali dengan
kegiatan eksplorasi untuk mengetahui keberadaan dan keragaman jenis penggerek batang dan
parasitoidnya di lapangan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut, Jenis penggerek batang yang
ditemukan yaitu Scirpophaga incertulas Walker, Scirpophaga innotata Walker, Chilo
supressalis Walker, Sesamia inferens Walker dan Chilo polycrhysus Meyrick. Jenis parasitoid
telur yang ditemukan yaitu Tetrastichus schoenobii Ferriere, Telenomus rowani Gahan dan
Trichogramma japonicum Ashmead. Jenis parasitoid larva yang ditemukan yaitu Stenobracon
nicivillei Bingham. Berdasarkan persentase serangan penggerek batang di BBI, pertanaman

24
padi pada fase vegetatif dinyatakan masih dibawah ambang ekonomi (20%) yaitu 11,94%
sedangkan pada fase generatif harus segera dilakukan tindakan pengendalian karena berada di
atas ambang ekonomi (10%) yaitu 11,60%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
disarankan untuk meminimalisir penggunaan insektisida sintetik serta mengubah pola pikir
dan mengubah sistem pengendalian sesuai dengan prinsip-prinsip sistem pengelolaan hama
terpadu (PHT). Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan uji efektivitas parasitoid
di lapangan dan kesesuaian parasitoid terhadap habitat di BBI dengan upaya konservasi dan
augmentasi. (Armando et al., 2020)

JURNAL 11

BIONOMI PENGGEREK BATANG PADI DAN ALTERNATIF


PENGENDALIANNYA

Di lahan pasang sum! khususnya Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah penggerek
batang padi yang dominan adalah dari spesies penggerek batang padi putih (P BP P).
Intensitas kerusakan yang diakibatkan oleh penggerek batang padi putih sangat bervariasi
yaitu gejala sundep berkisar antara 33-41% dan gejala beluk 25-45%. Untuk menunjang
konsep PHT tersebut dalam rangka pengllrangan penggunaan insektisida perlu dicari
alternatif pengendalian yang bersifat ramah lingkungan. Penelitian tentang penggunaan
ekstrak tumbuhan "purun tikus" (Eleocharis dulcis) dan beberapajenis tumbuhan lainnya
bukan merupakan bahan yang bersifat meracun tetapi sehagai zat penarik (attraktan) bagi
imago betina penggerek batang padi puiih dalam meletakkan telurnya. Pada daerah yang
terdapat purun tikus, kerusakan padi hanya berkisar antara 0-1, O%. Larva penggerek batang
padi putih mampu menyelesaikan siklus hidupnya pada rumput purun tikus dengan rentang
hidup berkisar antara 38-42 hari. Sampai saat ini belum ada varietasyang memiliki ketahanan
tinggi terhadap penggerek batang padi. Rumput purun tikus berperan sebagai tanaman
perangkap penggerek batang padi terutama dalam memerangkap kelompok telur, dan telur-
telur yang terperangkap pada rumput pllrIm tikus tersebut terparasit oleh parasitoid telur
berkisar antara 1-/-60%. Disamping itu pula purun tikus tersebut berfungsi sebagai habitat
bag! musuh alami terutama dari jenis parasitoid dan predator. Ekstrak purun tikus berpotensi
sebagai attraktan hagi penggerek batang padi putih dalam meletakkan telurnya. Cendawan

25
Beauveria bassianaberpotensi sebagai agensia pengendali penggrek batang padi. Penggunaan
silikat dan kalium dapat menckan intensitas serangan penggerek batang padi berkisar antara
5,/o-12,5%. Penggunaan feromon seks cukup membantu dalam pengendalian hama
penggerek batang padi putih.
Kesimpulan
1. Larva penggerek batang padi putih mampu menyelesaikan siklus hidupnya pada rumput
purun tikJs dengan rentang hidup berkisar antara38-42 hari.
2. Sampai saat ini belum ada varietas yang memiliki ketahanan tinggi terhadap penggerek
batang padi.
3. Rumput purun tikus berperan sebagai tanaman perangkap penggerek batang padi terutama
dalam memerangkap kelompok telur, dan telur-telur yang terperangkap pada rumput
purun tikus tersebut terparasit oleh parasitoid telur berkisar antara 14-66%. Disamping itu
pula purun tikus tersebut berfungsi sebagai habitat bagi musuh alami terutama dari j enis
parasitoid dan predator.
4. Ekstrak purun tikus berpotensi sebagai attraktan bagi penggerek batang padi putih dalam
meletakkan telurnya.
5. Cendawan Beauveria bassinia berpotensi sebagai agensia pengendali penggrek batang
padi.
6. Penggunaan silikat dan kalium dapat menekan intensitas serangan penggerek batang padi
berkisar antara 5, 16-12,5%.
7. Penggunaan feromon seks cukup membantu dalam pengendalian hama penggerek batang
padi putih. (Suarsana et al., 2020)

JURNAL 12

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BATANG PADI KUNING


TERHADAP KEHILANGAN HASIL VARIETAS UNGGUL PADI DI BALI

Penggerek batang padi (PBP) merupakan salah satu hama utama tanaman padi yang selalu
muncul dan menyerang tanaman di lapangan. Hama ini dapat menyebabkan kerusakan
tanaman dan hilangnya hasil gabah dari musim ke musim. Hama PBP tersebar luas di
negaranegara penghasil beras di Asia dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada tanaman
padi dataran rendah dan dataran tinggi mulai dari pembibitan hingga panen. Ada enam jenis
PBP yang diketahui menyerang tanaman padi di Indonesia, lima jenis dari famili Pyralidae

26
yaitu Scirpophaga incertulas Walker (PBP kuning), Scirpophaga innotata Walker (PBP
putih), Chilo suppressalis Walker (PBP bergaris), Chilo auricilius (PBP mengkilap), Chilo
polycrhrysus Meyrick (PBP berkepala hitam) dan satu jenis dari famili Noctuidae yaitu
Sesamia inferens Walker (PBP merah jambu). Namun dari enam PBP yang terdapat di
Indonesia, hanya empat jenis yang sering menyerang tanaman padi yaitu S. incertulas, S.
innotata, C. suppressalis dan S. inferens. Penggerek batang padi kuning (S. incertulas) paling
dominan dan paling banyak tersebar di Indonesia (Aryantini et al., 2015; Baehaki, 2015; Hadi
et al., 2015; Kakde dan Patel, 2014). Ramadhan et al. (2020) melaporkan bahwa ada empat
jenis penggerek batang padi di Bali, yaitu S. incertulas, S. inferens, C. Suppressalis dan C.
polychrysus. Gejala serangan yang disebabkan oleh semua spesies penggerek batang padi
memiliki kesamaan yaitu fase vegetatif disebut “sundep” (dead hearts) dan pada fase
generatif disebut “beluk” (white ear heads) (Baehaki, 2015). Kemampuan larva yang baru
menetas untuk masuk ke dalam batang dan berkembang menjadi pupa pada tanaman padi
menyebabkan pengendalian menggunakan pestisida kurang efektif (Pallavi et al., 2017).
Sejak tahun 2001-2010 luas serangan PBP di Bali masing-masing mencapai 1105; 1672,2;
1689; 1872; 1724,5; 2673,5; 1265,15; 823,55; 1223,25 dan 763,55 ha dengan intensitas
serangan ringan hingga berat (BPTPH, 2011). Larva penggerek selalu keluar masuk batang
padi, sehingga satu larva yang menjadi ngengat dapat memakan 6-15 batang padi (Baehaki,
2013). Hingga saat ini, penggunaan pestisida kimia secara tidak bijaksana masih menjadi
kebiasaan petani dalam pengendalian hama, tidak terkecuali untuk hama penggerek batang
padi (Rahmawati et al., 2020). Astuti dan Nuryanti (2014) melaporkan bahwa pestisida kimia
berbahan aktif Abamektine dan Spinetoram mempunyai efikasi tinggi dan terbaik di kelasnya
dalam mengendalikan hama penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas) dengan
persentase serangan terendah. Kondisi ini sangat berisiko karena penggunaan pestisida kimia
yang tidak bijaksana secara terus menerus berdampak negatif terhadap lingkungan (Hasyim
et al., 2015), hama menjadi resisten, memicu terjadinya resurjensi atau ledakan hama
sekunder, membunuh organisme bukan target antara lain parasitoid dan predator serta residu
insektisida (Baehaki, 2013). Salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia
tersebut ialah dengan penggunaan varietas unggul yang merupakan salah satu komponen
teknologi dasar dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Rahmawati et al., 2020).
Varietas unggul baru umumnya selalu ditujukan untuk berproduksi tinggi dan tahan terhadap
serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Syahri, 2016; Chairiyah et al., 2020).
Penggunaan varietas unggul (VU) padi sebagai upaya meminimalisir kehilangan hasil akibat
serangan PBP di Bali memiliki peluang yang sangat besar. Varietas Ciherang sangat

27
mendominasi penggunaan varietas unggul di Bali hingga lebih dari 95% kawasan sentra
produksi padi di Bali (Sari et al., 2020 a, b ), padahal masih banyak varietas unggul lain yang
dapat dibudidayakan seperti Inpari 16, Inpari 24, Inpari 28, Inpari 30, Inpari 40, Towuti dan
Situ Bagendit yang dibudidayakan dalam penelitian ini. Selain adanya ketersediaan berbagai
varietas unggul, diharapkan penggunaan VU ini dapat diadopsi oleh petani karena
penerapannya yang praktis. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui tingkat serangan
hama penggerek batang padi kuning terhadap kehilangan hasil varietas unggul padi yang
dibudidayakan di Bali.
Kesimpulan
Hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa seluruh varietas unggul bereaksi tahan terhadap
hama penggerek batang padi kuning dengan kategori tidak ada serangan kecuali varietas
Ciherang yang mengalami serangan ringan. Produktivitas varietas unggul Inpari 40
merupakan yang tertinggi khususnya terhadap varietas Ciherang yaitu 6,93 ton/ha dengan
selisih 46,66% didukung dengan tingkat serangan hama penggerek batang padi kuning
terendah yaitu hanya 1% sehingga berpeluang untuk dikembangkan sebagai pengganti
varietas Ciherang. Perlu dilakukan pengamaan persentase serangan hama penggerek batang
padi lebih lanjut dimulai saat tanaman berumur 2 minggu (fase vegetative) setiap 2 minggu
sekali hingga menjelang panen (fase generative) untuk dapat mengetahui persentase serangan
hama penggerek batang padi dan tindakan pengendaliannya sedini mungkin agar
mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Selain itu, perlu juga dilakukan pengamatan
penetasan telur, perkembangan larva, aktivitas terbang dan bertelur hama penggerak batang
padi pada musim hujan dan kemarau.(Retna et al., 2022)

JURNAL 13

HAMA-HAMA PADA TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KELURAHAN


MAKALONSOW KECAMATAN TONDANO TIMUR KABUPATEN MINAHASA

Kelurahan Makalonsow merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Tondano
Timur Kabupaten Minahasa. Secara umum, wilayah Kecamatan Tondano Timur dapat
dibedakan dalam tiga satuan geomorphologi yakni dataran/sawah, perbukitan/ladang dan
pegunungan/hutan. Luas areal pertanian di Kelurahan Makalonsow yaitu 153 ha yang teridiri
dari 94 ha sawah dan 59 ha perkebunan/ladang. Areal persawahan terdiri dari 73 ha sawah
tadah hujan dan 21 ha sawah irigasi teknis (Pelealu, 2015). Usaha pertanian padi sawah sudah

28
dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Makalonsow sejak dari nenek moyang secara turun-
temurun kepada anak, cucu, cece, cicit, bahkan sampai saat pelaksanaan penelitian ini.
Kegiatan usaha padi sawah masih dilakukan secara konvensional dan belum banyak
mengadopsi teknologi pertanian modern. Kegiatan budidaya tanaman padi sawah masih
dilakukan secara gotong royong (Pelealu, 2015). Sampai saat ini ternyata usaha tani padi
sawah di Kelurahan Makalonsow banyak mengalami kendala di lapangan, terutama serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT) yang meliputi hama dan penyakit tanaman. Hama-
hama yang banyak ditemui menyerang tanaman padi sawah antara lain penggerek batang padi
(Sesami ainferens, Chilo supresalis, Triporiza innotata, Nympula depuntalis dan Scircophaga
incertulas. ), hama wereng coklat dan hijau (Nilaparvat alugens dan Nepotetix apicalis),
walang sangit (Leptocorixa acuta), hama lembing hijau (Nezaraviridula), keong mas
(Pomacea canaliculata), tikus (Ratus-ratus sp) dan hama unggas (burung) (Kalshoven, 1981;
Pathak, 1977; Sembel, dkk., 2000). Sama halnya dengan kegiatan bercocok tanam yaitu
penyiapan benih, penyemaian, peng- olahan tanah, penanaman, pemupukan penyiangan dan
panen yang masih didominasi oleh cara konvensional, pengendalian hama dan penyaikit juga
masih dilakukan secara konvensional yaitu hanya mengandalkan pengendalian kimia yaitu
penggunaan kimia sintetis yang dapat mencemari lingkungan (tanah, air, udara, dan
tanaman), menyebabkan hama menjadi resisten, dan terjadi resurgensi hama. Belum
dilakukan pengendalian hama yang ramah lingkungan yaitu pengendalian hama secara
terpadu (PHT) sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit pada tanaman
padi sawah masih tinggi (Southwood and Woy, 1970; Flint and van den Bosch, 1981;
Heinrichs, 1994; Oka, 1995; Roja, 2009; Untung, 2001; Guntoro, 2011). Penelitian ini sangat
urgen dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai hamahama dan musuh
alamiah hama tanaman padi sawah karena sangat membantu petani Kelurahan Makalonsow
dalam mengatasi permasalahan dalam usaha tani padi sawah yaitu menyusun cara dan srategi
pengendalian, terutam hama tanaman padi sawah. Tujuan penelitian adalah mengetahui jenis-
jenis hama pada tanaman padi sawah di Kelurahan Makalonsow Kecamatan Tondano Timur
Kabupaten Minahasa.
Kesimpulan
Hama-hama pada tanaman padi sawah di Kelurahan Makalonsow Kecamatan Tondano Timur
Kabupaten Minahasa yaitu penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata), penggerek
batang padi bergaris (Chilo suppressalis), hama putih (Nymphula depunctalis), penggerek
batang padi ungu (Sesamia inferens), wereng coklat (Nephotettix virescens), wereng hijau
(Nilaparvata lugens), walang sangit (Leptocorisa acuta), kepik hitam (Pareaucosmetus sp.),

29
bubuk beras (Sitophilus oryzae), keong emas (Pomacea caniculata), hama burung padi sawah
(Passer spp.), dan hama tikus padi sawah (Ratus argentiventer). Selain hama, ditemukan juga
organisme lain yang berperang sebagai musuh alami yaitu belalang sembah (Mantis sp.),
capung (Sympetrum flaveolum), kumbang Coccinelid (Coccinella septempunctata), dan laba-
laba pemburu (Pardosa sp). (Manueke et al., 2018)

JURNAL 14

PENGGUNAAN BEBERAPA PERANGKAP UNTUK MENGENDALIKAN HAMA


PENGGEREK BATANG PADI PANDANWANGI (Oryza sativa var. Aromatic)

Padi Pandanwangi merupakan salah satu padi lokal Cianjur yang memiliki ciri khas yang
mana padi ini memiliki aroma pandan dan tergolong pada jenis padi javanica (bulu).
Pandanwangi memiliki umur yang panjang yaitu 155 hari, tinggi tanaman 168 cm.
Panjangnya umur tanam menjadi salahsatu fator yang mengakibatkan peluang besar untuk
penggerek batang padi dapat terus berkembang dan mengakibatkan resiko gagal panen yang
cukup besar. Kehilangan hasil setiap tahun yang disebabkan oleh penggerek batang padi
dapat mencapai 10-30%, bahkan dapat menyebabkan tanaman padi menjadi puso (Idris, 2008
dalam Ratih, 2014). Selain dari pada itu intensitas serangan hama yang cukup tinggi,
khususnya daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah hama penggerek batang padi.
Serangan penggerek batang padi pada tahun 2012 terjadi di Jawa Barat tepatnya di daerah
Karawang disebabkan oleh spesies penggerek batang padi kuning dengan serangan berkisar
15.000 ha (Baehaki, 2013). Di Indonesia terdapat lima spesies penggerek batang padi yang
menyerang tanaman baik itu di lahan irigasi ataupun lahan lebak dan pasang surut, adapun
lima spesies tersebut adalah penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas),
penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata), Chilo suppresalis, Chilo polychysus dan
Sesamia infers (Baehaki, 2013). Pengendalian penggerek batang padi disarankan mengikuti
konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian hama tanaman secara terpadu

30
(PHT) bertujuan untuk mengurangi bahkan meniadakan penggunaan pestisida sintetis. PHT
merupakan konsep pengendalian hama dengan menggunakan lebih dari satu komponen
pengendalian, dengan tujuan populasi hama selalu berada dalam kondisi yang tidak
merugikan secara ekonomis, dan aman terhadap lingkungan. Di Indonesia pelaksanaan PHT
didukung oleh UU No. 12 tahun 1992, tentang sistem budidaya tanaman PP No. 6 tahun 1995
tentang perlindungan tanaman (Laba, et al 2014). Beberapa komponen PHT salahasatunya
adalah pengendalian dengan bakar tanaman yang terkena penyakit, cabut tanaman yang
terkena penyakit, gropyokan, perangkap lampu, perangkap feromon, perangkap perekat dan
lain-lain (Laba, et al 2014). Perangkap lampu dengan beberapa unit alat pembunuh serangga,
mampu menarik berbagai jenis serangga (nocturnal) yang tertarik pada cahaya lampu
(Widaningsih, 2016), begitu pula dengan perangkap kuning berperekat dapat menarik
serangga untuk datang. Ketertarikan serangga terhadap warna adalah salah satu cara adaptasi
serangga di alam (Hakim et al, 2016). Perangkap feromon (pheromone) adaSlah senyawa
kimia yang digunakan untuk berkomunikasi oleh individu dalam satu spesies (Wilson, 1971
dalam Martono, 1997). Penggunaan perangkap feromon seks (sintetik) sangat efektif, efisien
dan ramah lingkungan untuk mengendalikan hama penggerek batang padi, sebagai alat
perangkap masal, maka penggunaan perangkap berferomon akan menurunkan tingkat
populasi serangga jantan yang mana secara tidak langsung akan menekan jumlah serangga
berkopulasi (kawin) sehingga akan menurunkan tingkat populasi serangga hama berikutnya
(Samudra, 2011). Penelitian penggunaan beberapa perangkap seperti perangkap lampu (light
trap), sticky trap, Methyleugenol (Petrogenol) dan perangkap ber-feromon untuk menangkap
hama penggerek batang padi di areal penanaman padi pandanwangi belum pernah dilakukan,
maka dianggap perlu adanya penelitian akan hal tersebut.
Kesimpulan
Penggunaan beberapa perangkap berpengaruh terhadap populasi penggerek batang padi yang
terperangkap yang mana perangkap yang paling banyak memerangkap penggerek batang padi
adalah perangkap lampu dan di teruskan oleh perangkap feromon, sedangkan untuk
perangkap lain seperti perangkap methyleugenol dan yellow sticky trap kurang tepat untuk
memerangkap hama penggerek batang padi. Sedangkan perangkap yang berpengaruh
terhadap spesies penggerek batang padi hanya berpengaruh terhadap spesies penggerek
batang padi kuning S.incertulas, selain daripada penggerek batang padi kuning yang
terperangkap ada pula hama penggerek batang padi merah jambu S.inferes yang
terperangkap, namun untuk spesies ini tidak ada pengaruh perhadap penggunaan perangkap
yang digunakan kerena hanya ada sedikit populasinya. (Oryza, 2019)

31
JURNAL 15

PENGARUH SERANGAN HAMA PENGGEREK BATANG DAN PENYAKIT


TUNGRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SEMBILAN VARIETAS PADI DI
LOKAPAKSA, BALI

Penelitian bertujuan untuk menguji sembilan varietas tanaman padi (Oryza sativa L.)
terhadap serangan hama penggerek batang dan penyakit tungro. Penelitian dilaksanakan
tanggal 4 September sampai dengan 12 Desember 2019, di Laboratorium Peramalan Hama
Penyakit (LPHP) Tangguwisia, di Subak Umadesa, Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt,
Kabupaten Buleleng. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Varietas
padi yang berbeda (9 jenis) ditetapkan sebagai perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali
sehingga pada pengujian ini terdapat 27 unit perlakuan dengan jenis varietas padi yang
digunakan yaitu: PB 64, Mikongga, Sentani, Ciherang, Inpari 30, Tropiko, Cigeulis, Inpari 4
dan Cibogo. Parameter yang diamati adalah produktivitas hasil ubinan. Hasil pengamaan dan
analisis menunnjukkan bahwa: 1. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang
menyerang: Penyakit tungro dan hama penggerek batang; 2. Serangan penyakit tungro sangat
rendah dan berbeda tidak nyata, sehingga tingkat ketahanan varietas yang diuji tidak dapat
ditentukan. 3. Serangan hama penggerek batang berbeda tidak nyata. Tingkat ketahanan
varietas terhadap hama penggerek batang belum bisa ditentukan karena serangan masih
dibawah ambang batas ekonomis (<10%); dan 4. Produksi antar perlakuan menunjukkan
hasilnya yang tidak berbeda nyata. Produktivitas tertinggi terdapat pada varietas Ciherang,
yaitu 11,41 ton ha -1 dan terendah pada varietas Cigeulis yaitu 9,52 ton ha -1 .
Kesimpulan
Organisme Pengganggu di Subak Umadesa, Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt adalah
penyakit tungro dan hama penggerek batang. Tumbuhan (OPT) yang menyerang pada
pengujian varietas tanaman padi Serangan penyakit tungro di Subak Umadesa, Desa
Lokapaksa, Kecamatan Seririt sangat rendah, sehingga tingkat ketahanan varietas yang diuji
tidak dapat ditentukan. Serangan hama penggerek batang pada varietas yang diuji belum
menunjukkan tingkat serangan yang tinggi, sehingga tingkat ketahanan varietas terhadap
hama penggerek batang belum bisa ditentukan karena serangan masih dibawah ambang batas
ekonomis (<10%). Varietas yang menunjukkan produktivitas paling tinggi adalah varietas
Ciherang sebesar 11,41ton ha -1 sedangkan produktovitas terendah ditunjukkan oleh varietas

32
Cigeulis dengan produktivitas 9,52 ton ha -1 , meskipun secara statistik produktivitas antar
varietas tidak berbeda nyata. (Suarsana et al., 2020)

33
III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan
1. Di Indonesia terdapat lima spesies penggerek batang padi yang menjadi kendala di

lahan irigasi maupun lahan lebak dan pasang surut. Penggerek batang padi tersebut

adalah penggerek batang padi kuning Scirpophaga (Tryporyza) incertulas (Walker)

(Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi putih Scirpophaga (Tryporyza)

innotata (Walker), Chilo suppressalis (Walker), Chilo Polychrysus (Meyrick), dan

Sesamia inferens (Walker).

2. Penggerek batang padi menyerang pertanaman padi mulai dari persemaian sampai

waktu tanaman berbunga. Gejala yang ditimbulkan pada fase vegetatif disebut sundep

dan pada fase generatif disebut beluk.

3. Pengendalian hama penggerek pada saat terjadi ledakan tidak dapat dilaksanakan

dengan teknologi saja, tetapi yang ampuh adalah melalui triangle strategy dengan

menerapkan SOP pengendalian penggerek, membangun kebersamaan di masyarakat,

dan dukungan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.

34
DAFTAR PUSTAKA

Armando, R., Yusnaini, & Yunita, W. (2020). Eksplorasi Penggerek Batang Padi dan
Parasitoid di Balai Benih Induk ( BBI ) Sukajaya. Gema Agro, 25(01), 53–63.
Irawan, P., Qayyimah, D., Ahmad, M. islamiah, Amir, R. A., & Alghifari, R. M. (2019).
Efektivitas ekstrak batang bratawali (Tinospora crispa L.) dan daun sirsak (Annona
muricata L.) terhadap mortalitas hama penggerek batang padi (Scirphopaga innotata).
Indonesian Journal of Fundamental Science (IJFS), 5(1), 47–58.
Julio, O., Uguy, R., Montong, V., & Kaligis, J. (2020). SERANGAN HAMA PENGGEREK
BATANG PADI KUNING ( Scirpophaga incertulas Wlk .) PADA TANAMAN PADI
SAWAH ( Oryza sativa L . ) di DESA LIWUTUNG II KECAMATAN ( Attack of Yellow
Stem Borer ( Scirpophaga incertulas Wlk . ) On Rice Paddy Plants ( Oryza sativa L .) i.
Manueke, J., Assa, B. H., & Pelealu, E. A. (2018). HAMA-HAMA PADA TANAMAN
PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KELURAHAN MAKALONSOW KECAMATAN
TONDANO TIMUR KABUPATEN MINAHASA. Eugenia, 23(3), 120–127.
https://doi.org/10.35791/eug.23.3.2017.18964
Ofori, D. A., Anjarwalla, P., Mwaura, L., Jamnadass, R., Stevenson, P. C., Smith, P., Koch,
W., Kukula-Koch, W., Marzec, Z., Kasperek, E., Wyszogrodzka-Koma, L., Szwerc, W.,
Asakawa, Y., Moradi, S., Barati, A., Khayyat, S. A., Roselin, L. S., Jaafar, F. M.,
Osman, C. P., … Slaton, N. (2020). No Title. Molecules, 2(1), 1–12.
Oryza, P. (2019). MENGENDALIKAN HAMA PENGGEREK BATANG PADI. 1(1), 10–19.
Retna, A., Sari, K., Bagus, I., Suastika, K., & Nyoman, A. (2022). Tingkat Serangan Hama
Penggerek Batang Padi Kuning terhadap Kehilangan Hasil Varietas Unggul Padi di
Bali. 6(1), 789–798.
Rifai, M. F., Jatnika, H., Purwanto, Y. S. S., & Karmila, S. (2020). Pengaruh Kondisi Cuaca
Terhadap Serangan Hama Penggerek Batang Pada Tanaman Padi Di Desa Ciaruteun Ilir,
Kec. Bungbulang, Kab. Bogor. Petir, 13(2), 201–211.
https://doi.org/10.33322/petir.v13i2.1041
Rimbing, J., Memah, V. V., & Engka, R. A. G. (2019). Pembiakan Parasitoid untuk
Penerapan Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi Sawah pada Petani. Techno
Science Journal, 1(1), 1–7.
Samudra, I. M., Susilowati, D., & Suryadi, Y. (n.d.). Aplikasi Pestisida Biorasional Terhadap
Penggerek Batang Dan Hawar Daun Bakteri Padi (the Application of Biorational
Pesticides …. Journal.Uny.Ac.Id.

35
https://journal.uny.ac.id/index.php/saintek/article/view/23420%0Ahttps://
journal.uny.ac.id/index.php/saintek/article/download/23420/12191
Studi, P., Tanaman, P., Pertanian, F., & Kuala, U. S. (2022). Program Studi Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. 7, 593–605.
Suarsana, M., Parmila, P., Wahyuni, P. S., & Suarmika, I. G. M. (2020). Pengaruh Serangan
Hama Penggerek Batang dan Penyakit Tungro terhadap Produktivitas Sembilan Varietas
Padi di Lokapaksa, Bali. Agro Bali : Agricultural Journal, 3(1), 84–90.
https://doi.org/10.37637/ab.v3i1.461
Sudewi, S., Ala, A., Baharuddin, B., & BDR, M. F. (2020). Keragaman Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Padi Varietas Unggul Baru (VUB) dan
Varietas Lokal pada Percobaan Semi Lapangan. Agrikultura, 31(1), 15.
https://doi.org/10.24198/agrikultura.v31i1.25046

36

Anda mungkin juga menyukai