Anda di halaman 1dari 5

BUKLET PENYULUHAN PERTANIAN

HAMA DAN PENYAKIT 


PADA TANAMAN PEPAYA

META INDRIANA, SP

BPP KECAMATAN WARINGINKURUNG


DINAS PERTANIAN
KABUPATEN SERANG
2022
I. PENDAHULUAN

Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi
5–10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas.
Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah.
Bentuknya dapat bercangap ataupun tidak. Pepaya kultivar biasanya bercangap dalam.
Pepaya adalah monodioecious' (berumah tunggal sekaligus berumah dua) dengan tiga
kelamin: tumbuhan jantan, betina, dan banci (hermafrodit). Tumbuhan jantan dikenal sebagai
"pepaya gantung", yang walaupun jantan kadang-kadang dapat menghasilkan buah pula secara
"partenogenesis". Buah ini mandul (tidak menghasilkan biji subur), dan dijadikan bahan obat
tradisional. Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai atau
duduk pada batang. Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang. Bunga
biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk.
Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah
ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning. Bentuk buah membulat
bila berasal dari tanaman betina dan memanjang (oval) bila dihasilkan tanaman banci. Tanaman
banci lebih disukai dalam budidaya karena dapat menghasilkan buah lebih banyak dan buahnya
lebih besar. Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah,
tergantung varietasnya. Bagian tengah buah berongga. Biji-biji berwarna hitam atau kehitaman
dan terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) untuk mencegahnya dari kekeringan. Dalam
budidaya, biji-biji untuk ditanam kembali diambil dari bagian tengah buah.

II. HAMA PADA TANAMAN PEPAYA

Salah satu faktor penentu dalam usaha tani pepaya adalah hama yang tidak hanya mengakibatkan
kemerosotan kuantitas dan kualitas produksi tetapi juga membuat buah menjadi busuk bahkan matinya
tanaman.  Pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit harus direncanakan dan dilaksanakan dengan
serius

A. Lalat Buah (Bactocera papayae Drew&Hancock, Diptera: Tephritidae)

Lalat buah telah dikenal luas sebagai hama penting pada tanaman buah-buahan. Hama ini
menyebabkan kerusakan yang serius pada berbagai buah yang tumbuh di Indonesia (Astriani, 2011).
Dampak akibat serangan lalat buah ini adalah kehilangan panen hingga 100%, buah yang tak layak
konsumsi dan buah yang tak layak jual atau ekspor.

Umumnya lalat buah yang menyerang tanaman pepaya adalah Bactrocera papayae
Drew&Hancock. Lalat buah ini bersifat polifag, mempunyai sekitar 26 jenis inang seperti belimbing
manis, jambu biji, tomat, cabai merah, melon, apel, nangka, mangga, dan jambu air. (Kalie, 1994). 

Gambar 1. Lalat Buah Bactrocera papayae (foto oleh: Rahman H)

Buah pepaya yang terserang hama ini memiliki gejala pada buah yang hampir masak terdapat
bintik-bintik hitam bekas tusukan ovipositor lalat buah betina ketika memasukan telur ke dalam
jaringan buah. Pada gejala lebih lanjut buah menjadi cepat busuk sehingga buah berwarna coklat,
tidak menarik dan terasa pahit bila dimakan, hal ini disebabkan oleh enzim yang dihasilkan larva
lalat buah guna melunakkan daging buah sehingga dapat dicerna larva lalat buah (Indriani, 2008).
Siklus hidup lalat buah dewasa berkisar 30 hingga 90 hari, pada usia 8 hingga 18 hari setelah
fase pupa lalat buah melakukan kawin. Telur yang diletakkan di permukaan kulit buah dapat
menetas setelah 37-48 jam, fase larva biasanya berkisar antara 7-16 hari dan Fase pupa berlangsung
7 sampai 13 hari di dalam tanah (Christenson dan Foote, 1960 dalam Affandi, 2006).

Pengendalian Bactrocera papaye

Menurut Indryani (2008) pengendalian hama lalat buah ini bisa dilakukan dengan
pembungkusan buah sejak buah kecil, penngumpulan buah yang busuk dan terserang lalat buah dan
dipndam dengan kedalam minimal 30 cm, pendangiran tanah untuk mematikan pupa, penggunaan
mulsa untuk mencegah pupa masuk ke dalam tanah, Penggunaan perangkap Methyl Eugenol (ME)
atau Cue Lure (CU), Pemanfaatan musuh alami Biosteres arisanus, B. longicaudatus dan Opius sp.

Selain metode pengendalian di atas penerapan peraturan Karantina secara ketat yang melarang
pemasukan buah yang terserang dari endemi lalat buah (Affandi, 2006)

B. Kutu Putih Pepaya (Paracocus marginatus Williams and Granara de Willink, Hemiptera:
Pseudococcidae)

Hama kutu putih merupakan hama yang memiliki kisaran inang yang cukup luas. Hama ini
memiliki lebih dari 25 suku tanaman yang bernilai ekonomi sebagai inangnya, di antaranya tanaman
pepaya, ubi kayu, jarak pagar, tomat, alpukat melon, dan kembang sepatu. Selain itu, hama ini juga
menyerang tanaman jambu, jagung dan akasia (Miller dan Miller 2002 dalam Pramyudi 2012).

Gambar 2. Serangan Hama Kutu Putih (Sumber www.teca.fao.org)

Hama ini merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya
di Indonesia. Serangga ini diketahui keberadaannya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman
pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Rauf, 2013). Hingga akhir 2008 persebaran hama ini di
Indonesia masih terbatas di Bogor dan sekitarnya seperti Jakarta, Tangerang, Sukabumi, dan Cianjur.
Pada pertengahan 2009, kutu putih pepaya dilaporkan telah menyebar ke Jawa Tengah, Yogyakarta,
Bali, Lampung, Riau, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara. Kini hama ini telah ditemukan
diseluruh wilayah Nusantara, termasuk Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak
dengan cara mengisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari buah sampai pucuk.
Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga
menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga sehingga tanaman yang
diserang akan berwarna hitam (Pramyudi, 2012).

 
Gambar 3. Imago Kutu Putih Pepaya P. Margnatus

Pada keadaan serangan berat, seluruh permukaan bawah daun pepaya penuh ditutupi kutu
yang menyebabkan daun mengering dan akhirnya tanaman mati. Serangan berat pada buah dapat
menyebabkan buah tidak laku dijual atau dimakan karena terbentuknya lapisan lilin tebal pada
permukaan buah (Rauf, 2013).

Pengendalian Paracocus marginatus

Meurut Rauf (2013) kutu putih umumnya sulit dikendalikan dengan insektisida. Ada
beberapa karakteristik biologi yang membuat pengendalian kimiawi kurang efektif: Lapisan lilin
menutupi stadia telur sampai dengan imago. Hanya nimfa instar-1 yang relatif bebas dari lilin. Lilin
ini mampu melindungi kutu dari insektisida yang diaplikasikan. Kutu putih kadangkala ditemukan
pada tempat yang terlindung seperti di balik buah atau rangkaian pucuk dimana insektisida yang
diaplikasikan tidak dapat mengenainya.

Kutu putih bersifat polifag dengan inang mencakup berbagai jenis gulma yang tumbuh di
sekitar pertanaman. Dengan demikian, tanaman yang telah disemprot dapat dengan segera
mengalami infestasi ulang.

Pengendalian kutu putih lebih mudah dilakukan pada populasi hama yang masih sedikit
dengan menyemprotkan air sabun (diterjen) dengan konsentrasi 1-2%. Pengendalian mekanis ini
lebih baik lagi bila menggunakan semprotan yang bertekanan tinggi sehingga hama ini dapat
terlepeas dari buah (Rauf, 2013).

III. PENYAKIT PADA TANAMAN PEPAYA

A. Busuk Bakteri (Erwnia papayae, Enterobacteriales: Enterobacteriaceae)

Menurut Vawdrey (2011) Erwinia papaye termasuk dalam ordo Enterobacteriales dan
famili Enterobacteriacea. Bakteri ini tergolong dalam bakteri gram negatif yang berbentuk batang
(rod). Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri ini biasanya disebut penyakit busuk pucuk, kanker
batang dan penyakit rebah.

Metode penyebaran utama Erwinia papayae adalah melalui percikan air hujan. Bakteri ini
dapat menyerang tanaman sehat melalui lubang alami atau luka pada tanaman (Obero 1980 dalam
Vawdrey, 2011). Penyakit ini juga dilaporkan dapat menular melalui biji (seed borne). Erwinia
papaye tidak dapat bertahan lama pada akar tanaman sakit yang membusuk dalam tanah, namun
apabila terdapat inang alternativ seperti kacang tunggak, belewah dan tomat bakteri ini dapat hidup
lebih lama (Webb, 1985).

Pepaya yang terserang bakteri ini menunjukkan gejala berupa tangkai daun dan batang
yang masih hijau terdapat bercak kebasah-basahan.

 
Gambar 4. Daun dan tangkai daun muda terserang E. papayae

Pada tanaman muda daun menguning dan membusuk. Setelah beberapa lama bagian
tunas-tunas muda mangalami kematian. Pada helain daun yang besar terdapat bercak-bercak
kering yang bentuknya tidak teratur, selanjutnya meluas sepanjang tulang-tulang daun. Jika
penyakit telah meyerang batang, batang akan membusuk, semua daunnya akan gugur dan pada
akhirnya diikuti oleh matinya seluruh tanaman (Indriyani dkk., 2008).

Penyakit akibat serangan Erwinia papayae ini memiliki arti penting karena dapat
menurunkan hasil panen, rusaknya kualitas buah dan hingga kematian pada tanaman.

Gambar 5. Pucuk tanaman yang terserang E. papayae

Pengendalian Penyakit Busuk Erwnia papayae

Beberapa metode pengendalian untuk penyakit ini adalah: Pembongkaran Tanaman Sakit
sebelum memasuki musim hujan, penggunaan pestisida dengan bahan aktif tembaga hidroksida,
penggunaan benih yang bebas Erwnia papayae dan penggunaan varietas pepaya yang tahan akan
serangan bakteri ini adalah jalan terbaik penegndalian penyakit ini.

Anda mungkin juga menyukai