Anda di halaman 1dari 6

“Fusarium spp”

Mata Kuliah : Mikrobiologi


Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Hadi, MP

Disusun oleh : Lidya rizky damayani


Kelas : REG A
Jurusan : Sarjana Terapan Gizi Dan Dietetika

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES ACEH
SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2021
1. Klasifikasi dalam toksonomi
Posisi spesies Fusarium oxysporum menurut Agrios (2005) yang didasarkan pada sistem
klasifikasi konvensional ini adalah Kingdom : Fungi, Divisi : Ascomycota, Kelas :
Sordariomycetes (Pyrenomycetes), Bangsa : Hypocreales, Famili : Netriacceae, Marga (genus) :
Fusarium, Spesies : Fusarium oxysporum.

Berdasarkan klasifikasi modern ini, posisi spesies untuk Fusarium oxysporum adalah Kingdom :
Fungi, Sub kingdom : Dikarya, Filum : Ascomycota, Sub Filum : Pezizomycotina, Kelas :
Sordariomycetes, Sub Kelas : Hypocreomycetidae, Bangsa (ordo) : Hypocreales, Marga (genus)
: Fusarium, Spesies : Fusarium oxysporum.

2. Menyerang bahan makanan apa


Cendawan tular tanah, Fusarium sp., merupakan penyakit utama pada tanaman jagung, terutama
pada musim hujan. Cendawan ini menyebabkan penyakit busuk batang, busuk tongkol, dan
busuk biji. Gejala serangan: daun mendadak layu dan mengering, pangkal batang berubah warna
menjadi cokelat kekuningan, dan apabila cendawan mencapai tongkol atau biji akan
menyebabkan pembusukan biji. Spesies cendawan Fusarium yang dapat menginfeksi tanaman
jagung adalah F. moniliforme (verticillioides), F.oxysporum, F. proliferatum, F. solani, F.
equeseti, dan F. graminearum. Mikotoksin cendawan tular tanah Fusarium sp. bersifat toksik
pada manusia dan hewan, berupa senyawa Zearalenon, Fomonisin, Trikotezen (Deoksinivalenol,
toksin T2) dan Moniliformen. Infeksi Fusarium dan kontaminasi mikotoksin pada tanaman
jagung harus dikendalikan sejak awal melalui beberapa tahapan, mencakup pengelolaan tanaman
secara optimal, penggunaan varietas tahan, pengendalian penyakit fusarium secara kimiawi dan
hayati, penanganan panen dan penanganan pascapanen secara baik, dengan perhatian pada
penekanan senyawa mikotoksin pada biji.

Cendawan tular tanah, Fusarium sp., merupakan penyakit utama pada tanaman jagung selain
bulai, hawar daun, karat, dan busuk pelepah. Penyebaran penyakit ini sangat luas di negara
beriklim tropis dan subtropis diberbagai negara Asia, Eropa, dan Afrika (Oerke 2005).
Cendawan Fusarium dapat menginfeksi berbagai jenis tanaman, hewan, dan bahkan manusia.

3. Hasil serangan, bentuk serangan dan efek serangan


Gejala awal penyakit yang terinfeksi cendawan fusarium pada tanaman jagung adalah daun
mendadak layu. Setelah satu sampai dua hari, daun berubah warna menjadi kelabu dan
terkulai. Batang bagian bawah berwarna hijau kekuningan, dan apabila penularannya berat
warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Batang pada ruas paling bawah, empelurnya
membusuk dan terlepas dari kulit luar batang dan batangnya menjadi lembek. Kelayuan ini
dapat menghentikan semua transportasi hara ke biji, sehingga bobot biji menurun. Tanaman
yang terinfeksi busuk batang, akarnya membusuk, tanaman mudah rebah dan mudah dicabut.
Umumnya perbedaa n gejala penyakit fusarium bergantung pada komoditas tanaman.
Cendawan tular tanah Fusarium sp. juga menghasilkan toksin (Fusariotoksin) yang berbahaya
bagi konsumen karena dapat menyebabkan keracunan. Cendawan Fusarium sp. juga
mengeluarkan mikotoksin sebagai hasil biosintensis. Mikotoksin yang dihasilkan cendawan
Fusarium selain menginfeksi tanaman jagung, juga dapat menginfeksi berbagai macam
komoditas pertanian. Dibandingkan dengan cendawan Aspergillus sp. dan Penicillium sp. semua
spesies dari cendawan Fusarium sp. menghasilkan mikotoksin karena sering mengkontaminasi
bahan pangan dan pakan

Perkembangan cendawan Fusarium dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kelembaban,
curah hujan, media tumbuh, suhu di lingkungan pertanaman. Cendawan ini dapat menginfeksi
tanaman jagung pada semua fase perkembangan sejak menginfeksi biji, melalui luka gigitan
serangga vektor dan sumber inokulum, kemudian menginfeksi pada fase prapanen hingga
pascapanen (Munkvold et al. 1997). Mekanisme penularan infeksi cendawan Fusarium ke
tanaman jagung pertama kali melalui lubang alami seperti hidatoda, nekta r, stomata atau
luka , kemudian berkembang ke dalam jaringan tanaman dan menetap serta berkembang dalam
jaringan pembuluh tanaman sehingga menghambat kelancaran pengangkutan air dan hara terlarut
dari akar ke seluruh bagian tanaman. Selain itu, Fusarium juga dapat menginfeksi biji secara
sistemik, dengan cara membentuk konidia atau miselia yang berasal dari dalam atau permukaan
biji, kemudian berkembang pada tanaman muda membentuk akar dan batang, selanjutnya
menginfeksi bagian tongkol dan biji.

Oleh karena itu, dalam pengendalian penyakit Fusarium diperlukan strategi pengendalian sejak
awal melalui pengelolaan pertanaman secara baik, yang meliputi penggunaan varietas toleran,
pengendalian kimiawi dan hayati secara terpadu, serta penanganan panen dan pascapanen.

4. Bentuk/warna koloni
Menurut Poerwanto, dkk. (2017) warna koloni untuk setiap kelompokFusarium spp. tipe koloni
didominasi oleh tipe seperti kapas dan tipis. Pada masing masing isolat Fusarium spp. terdapat
sporodokium. Menurut Wibowo, dkk. (2008)sebagian besar isolat Fusarium spp. memiliki
koloni yang berwarna putih atau disertai warna ungu atau merah muda pada pusat koloninya.
Pada isolat yang membentuk sporodokium dalam jumlah yang banyak, koloni akan berubah dari
putih menjadi oranye. Hasil pengamatan secara makroskopis ini juga menunjukkan
bahwabeberapa isolat mampu membentuk koloni dengan warna yang berbeda jikaditumbuhkan
pada medium yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jamur ini tidak stabil dan mudah sekali
mengalami berubahan, dengan demikian warna koloni tidak bisa digunakan sebagai parameter
untuk identifikasi Fusarium spp.

5. Bentuk dibawah mikroskop


(a). Fusarium spp (b). Identifikasi morfologi jenis jamur Fusarium spp

6. Suhu optimum pertumbuhan


Menurut Tondok (2003) dalam Wiyono (2007) bahwa Fusarium oxysporum yang merupakan
penyebab penyakit moler/twisting disease pertumbuhan optimum in vitro adalah pada suhu 25-
30 º C. Suhu yang tinggi umumnya tanaman lebih stres dan lebih rentan
terhadap Fusarium oxysporum.

7. Enzim yang dihasilkan/diproduksi


Salah satu spesies Fusarium, yaitu F. venetatum merupakan bahan pangan kaya protein yang
dikonsumsi manusia sejak tahun 1960-an. Di Eropa dan Amerika Serikat, F. venetatum telah
diproduksi sebagai sumber mikoprotein dan diperdagangkan dengan merek
Quorn. Golongan Fusarium non-patogen diketahui dapat dimanfaatkan untuk melindungi
tanaman tertentu dari serangan cendawan lain. Salah satu contohnya adalah
tanaman selada (Lepidium sativum) yang terlindung dari cendawan Pythium ultimum karena
adanya sintesis senyawa fungitoksik berupa benzil isotiosianat dengan
bantuan enzim mirosinase dari spesies Fusarium patogen.

8. Keuntungan dan kerugian kehadiran mikroba


Pemanfaatan mikroba endofit sebagai agens pengendali hayati patogen tanaman telah lama
diterapkan. Kemampuan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi, memproduksi senyawa antibiotik
menjadi hal mendasar dalam penggunaan mikroba endofit sebagai agens hayati pengendali
patogen tanaman. Beberapa spesies mikroba endofit yang ditemukan pada tanaman jagung dari
golongan cendawan, bakteri maupun actinomycetes di antaranya Trichoderma spp., PenIicillium
sp., Bacillus spp., dan Altenaria alternata. Mikroba tersebut telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti akan keefektifannya dalam menekan perkembangan patogen Fusarium spp. yang
menyebabkan busuk batang, tongkol dan biji jagung. Dengan demikian, mikroba endofit
memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai salah satu komponen pengendalian penyakit
tanaman jagung yang murah dan ramah lingkungan.

Upaya pengendalian yang telah dilakukan selama ini di antaranya penggunaan varietas tahan,
eradikasi, dan aplikasi pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia mampu menurunkan
serangan Fusarium spp., namun terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan, salah
satunya tidak jaminan keamanan produk yang menjadi tuntutan konsumen saat ini. Residu
pestisida kimia yang melekat pada produk pertanian dapat menjadi indikator penurunan kualitas
produk sehingga harga lebih rendah. Dengan demikian, perlu adanya inovasi pengendalian yang
tepat, murah, dan aman bagi kesehatan manusia.

Fusarium sp. Juga menghasilkan toksin (Fusariotoksin) yang berbahaya bagi konsumen karena
dapat menyebabkan keracunan. Cendawan Fusarium sp. juga mengeluarkan mikotoksin sebagai
hasil biosintensis. Mikotoksin yang dihasilkan cendawan Fusarium selain menginfeksi tanaman
jagung, juga dapat menginfeksi berbagai macam komoditas pertanian. Dibandingkan dengan
cendawan Aspergillus sp. dan Penicillium sp. semua spesies dari cendawan Fusarium sp.
menghasilkan mikotoksin karena sering mengkontaminasi bahan pangan dan pakan. Menurut
Bhat dan Miller (1991), diperkirakan bahwa setiap tahunnya antara 25-50% komoditas pertanian
di dunia terkontaminasi oleh mikotoksin. Mikotoksin cendawan Fusarium yang bersifat toksik
mulai dikhawartirkan sejak ditemukan kandungan aflatoksin yang menyebabkanTurkey X
disease pada tahun 1960 (Maryam 2002). Mikotoksin ini menyebabkan kematian 100.000 ekor
kalkun di Inggris. Sejak itu mulai diteliti mengenai adanya jenis-jenis mikotoksin yang
berbahaya bagi manusia dan hewan. Oleh karena itu, dalam pengendalian penyakit Fusarium
diperlukan strategi pengendalian sejak awal melalui pengelolaan pertanaman secara baik, yang
meliputi penggunaan varietas toleran, pengendalian kimiawi dan hayati secara terpadu, serta
penanganan panen dan pascapanen.
Daftar pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Fusarium#Manfaat

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/22601/BAB%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y
http://eprints.umm.ac.id/47092/3/BAB%20II.pdf
http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/09-iptek11012016Soenartiningsih.pdf
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT/article/download/47889/28671/
http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/05-iptek11022016Suriani.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/60303-ID-none.pdf

Anda mungkin juga menyukai