1 Aspergillus flavus
Sumber syaifurissal arif
Menurut Samson and Pitt (2000), klasifikasi Aspergillus flavus adalah
sebagai berikut:
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Aspergillus flavus tersebar luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi
konidia yang dapat tersebar melalui udara (airborne) dengan mudah maupun
melalui serangga. Komposisi atmosfir juga memiliki pengaruh yang besar
terhadap pertumbuhan kapang dengan kelembaban sebagai variabel yang paling
penting. Tingkat penyebaran Aspergillus flavus yang tinggi juga disebabkan oleh
kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang keras sehingga cendawan
tersebut dapat dengan mudah mengalahkan organisme lain dalam mengambil
substrat dalam tanah maupun tanaman. Aspergillus flavus dan Aspergillus
parasiticus merupakan bagian grup Aspergillus yang sudah sangat dikenal karena
peranannya sebagai patogen pada tanaman dan kemampuannya untuk
menghasilkan aflatoksin pada tanaman yang terinfeksi. Kedua spesies tersebut
merupakan produsen toksin paling penting dalam grup Aspergillus flavus yang
mengkontaminasi produk agrikultur. Aspergillus flavus dan Aspergillus
parasiticus mampu mengakumulasi aflatoksin pada berbagai produk pangan
meskipun tipe toksin yang dihasilkan berbeda. Aspergillus sp. umumnya mampu
tumbuh pada suhu 6-60°C dengan suhu optimum berkisar 35- 38°C. Sauer (1986)
menyatakan bahwa Aspergillus flavus tidak akan tumbuh pada kelembaban udara
relatif di bawah 85% dan kadar air di bawah 16%. Penyebaran Aspergillus flavus
yang merata sangat dipengaruhi oleh iklim dan faktor geografis Pertumbuhan
Aspergillus flavus dipengaruhi oleh lingkungan seperti kadar air, oksigen, unsur
makro (karbon, nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium) dan unsur mikro (besi, seng,
tembaga, mangan dan molibdenum). Faktor lain yang juga berpengaruh antara lain
cahaya, temperatur, kelembaban dan keberadaan kapang lain. Temperatur yang
optimal untuk pertumbuhan Aspergillus flavus berkisar pada 30°C (Fente, et, al,.
2001).
6.2 Fusarium sp
Fusarium sp. adalah jamur patogen yang dapat menginfeksi tanaman dengan
kisaran inang sangat luas. Jamur ini menyerang jaringan bagian vaskuler dan
mengakibatkan kelayuan pada tanaman inangnya dengan cara menghambat aliran
air pada jaringan xylem (De Cal et. al., 2000).
Kingdom :Fungi
Filum :Deuteromycota
Kelas :Deuteromycetes
Ordo :Moniliales
Family :Tuberculariaceae
Genus :Fusarium
Spesies : Fusarium sp
Cendawan Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah yang dapat bertahan
hidup relatif lama dalam tanah dengan membentuk miselium atau spora tanpa
inang, konidia atau sporanya disebarkan melalui angin, air hujan dan nematoda
atau serangga (Burlakoti et al. 2008).
Menurut Semangun (2008), koloni cendawan fusarium berwarna putih,
merah muda atau oranye, bergantung pada spesiesnya. Cendawan ini umumya
mempunyai tiga alat reproduksi, yaitu (1) mikrokonidia yang terdiri atas1-2 septa
yang berbentuk ovoid dengan ujungnya agak bengkok dan menyempit atau
lonjong, (2) makrokonidiab yang terdiri atas 3-5 septa berbentuk seperti sabit
dengan ujung agak membengkok, dan (3) klamidospora atau konidiofor yang
merupakan pembengkakan pada hifa.
Gambar 6.2.1 Dokumentasi pribadi
Fusarium dapat menginfeksi biji secara sistemik, dengan cara membentuk konidia
atau miselia yang berasal dari dalam atau permukaan biji, kemudian berkembang
pada tanaman muda membentuk akar dan batang, selanjutnya menginfeksi bagian
tongkol dan biji (Oren et al. 2003).
Cendawan fusarium dalam mempertahankan diri sebelum ada inangnya
adalah dengan berlindung pada sisa-sisa tanaman. Namun konidia dari fusarium
tidak dapat bertahan lama dalam tanah atau pada sisa tanaman inang. Konidia
dapat lebih lama bertahan hidup pada tanah kering dibandingkan dengan tanah
yang lembab, juga dapat lebih lama bertahan hidup pada suhu rendah 4-18°C
daripada suhu tinggi 25-30°C.
Cendawan tular tanah Fusarium sp. Juga menghasilkan toksin
(Fusariotoksin) yang berbahaya bagi konsumen karena dapat menyebabkan
keracunan. Cendawan Fusarium sp. juga mengeluarkan mikotoksin sebagai hasil
biosintensis. Mikotoksin yang dihasilkan cendawan Fusarium selain menginfeksi
tanaman jagung, juga dapat menginfeksi berbagai macam komoditas pertanian.
Dibandingkan dengan cendawan Aspergillus sp. dan Penicillium sp. semua
spesies dari cendawan Fusarium sp. menghasilkan mikotoksin karena sering
mengkontaminasi bahan pangan dan pakan. Menurut Bhat dan Miller (1991),
diperkirakan bahwa setiap tahunnya antara 25-50% komoditas pertanian di dunia
terkontaminasi oleh mikotoksin. Mikotoksin cendawan Fusarium yang bersifat
toksik mulai dikhawartirkan sejak ditemukan kandungan aflatoksin yang
menyebabkan Turkey X disease pada tahun 1960 (Maryam 2002). Mikotoksin ini
menyebabkan kematian 100.000 ekor kalkun di Inggris. Sejak itu mulai diteliti
mengenai adanya jenis-jenis mikotoksin yang berbahaya bagi manusia dan hewan.
Oleh karena itu, dalam pengendalian penyakit Fusarium diperlukan strategi
pengendalian sejak awal melalui pengelolaan pertanaman secara baik, yang
meliputi penggunaan varietas toleran, pengendalian kimiawi dan hayati secara
terpadu, serta penanganan panen dan pascapanen.