Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan. Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh para peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar, antara lain: International Potato centre (IPC) dan Centro International de La Papa (CIP). Di Indonesia, penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Peneliltian dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian. Hama Boleng atau Lanas ialah erangga dewasa hama ini (Cylas formicarius Fabr.) berupa kumbang kecil yang bagian sayap dan moncongnya berwarna biru, namun toraknya berwarna merah. Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di tempat yang terlindung (ternaungi). Telur menetas menjadi larva (ulat), selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang atau ubi yang terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejala serangan terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata.

1.2.Tujuan 1. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sifat ketahanan klon-klon harapan ubijalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) terhadap serangan hama boleng (Cylas formicarius F.).

1|Cylas

2|Cylas

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Jalar Tanaman ubi jalar termasuk tanaman pangan yang potensial untuk diversifikasi dalam rangka memenuhi kebutuhan kalori. Beberapa varietas merupakan sumber

vitamin C dan _caroten yang sangat baik serta kaya serat kasar. Ubi jalar termasuk tanaman dikotiledon, kedudukan dalam sistematika adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dikotiledoneae : Convolvulales : Convolvulaceae : Ipomoea : Ipomoea batatas (L.) Lam. (Anonymousa, 2011) Batang tanaman ubi jalar tidak berkayu dan banyak percabangannya. Bentuk batang bulat, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau menjalar. Panjang batang bertipe tegak anatar 1-2 m, sedangkan pada tipe menjalar antara 2-3 m (Yusuf, 2004) Daun berbentuk bulat atau seperti jari tangan dengan warna bervariasi dari hijau tua sampai hijau kekuningan. Bentuk umbi ada yang bulat besar, lonjong kecil memanjang atau bentuknya tidak beraturan, warna kulit umbi dan dagingnya ada kemerahan sampai kuning, putih dan kuning jingga. (Sarwono, 2002) yang ung

2.2 Hama Boleng (Cylas formicarius) Hama boleng (Cylas formicarius F.) merupakan hama utama pada ubi jalar, terutama yang ditanam di lahan kering. Hama ini juga dapat merusak umbi di tempat penyimpanan. Hama boleng terdapat dihampir seluruh pertanaman ubi jalar. Hama ini relatif sulit dikendalikan karena imago berada di dekat permukaan tanah sementara larva dan pupa terdapat di dalam batang atau umbi. (Anonymousb, 2007)

3|Cylas

Hama boleng atau lanas termasuk ordo Coleoptera, dengan ciri-cirinya, kumbang berukuran kecil dengan panjang 5-6,5 mm, thorax dan kaki berwarna merah, kepala dan elytra berwarna biru larva berukuran 8 mm dan pupa 5-6,5 mm. Siklus hidupnya 6-7 minggu dan imago dapat hidup hingga 3 bulan, imago betina dapat menghasilkan telur sampai 200 butir dengan menempatkan 2 butir/ hari, dalam satu umbi larva dapat

ditemukan sampai 200 ekor (Kalshoven, 1981). Siklus hidup C. formicarius memerlukan waktu 1-2 bulan secara umum 35-40 hari pada musim panas. (Nonci et al., 1993) Generasinya tidak merata demikian juga jumlah generasi selama setahun. Serangga dewasa tidak mengalami diapause pada musim dingin tetapi mencari tempat berlindung dan tidak aktif hingga keadaan menguntungkannya (Capinera, 2006).Di Taiwan hama ini dalam satu tahun dapat mencapai 7-8 generasi . Telur diletakkan dalam rongga kecil yang dibuat oleh kumbang betina dengan cara menggerek pangkal batang atau umbi. Telur diletakkan di bawah kulit atau epidemis secara tunggal pada satu rongga dan ditutup kembali sehingga sulit dilihat. Panjang telur 0,7 mm dan lebar 0,5 mm lama fase telur 5 hari pada musim panas dan 11-12 hari pada musim dingin. Di laboratorium hama ini mampu meletakkan telur 122-250 butir (Capinera, 2006). Larva yang baru menetas berwarna putih tanpa kaki, larva langsung menggerek batang atau umbi. Larva yang menyerang batang membuat saluran gerekan ke arah umbi (Nonci, 2006). Larva terdiri dari tiga instar (Gambar 6) dengan periode instar pertama 816 hari, instar kedua 12-21, instar ketiga 35-36 hari (Capinera, 2006). Pupa terbentuk di dalam umbi atau batang berwarna putih tetapi seiring waktu perkembangannya berubah warna menjadi abu-abu dengan kepala dan mata gelap panjang pupa 6,5 mm dengan periode pupa 7-10 hari (Capinera, 2006). Menurut Kalshoven (1981), kumbang dewasa aktif pada malam hari serangga jantan dan betina dapat dibedakan dari antenanya dimana jantan berbentuk lurus dan betina ujung bulat seperti korek api (CIP., 1999), serangga dewasa , panjangnya 5-6,5 mm dengan ciri-ciri kepala berwarna hitam, antena, thorax dan tungkai berwarna oranye sampai coklat kemerahan, abdomen dan sayap luar berwarna biru metalik sedangkan kaki dan dadanya berwarna coklat (Capinera, 2006). Siklus hidup hama ini sangat singkat, sehingga dalam satu musim periode penanaman ubi jalar dapat menghasilkan beberapa generasi. Fase telur antara 5-15 hari, fase larva antara 10-15 hari, fase pupa antara 11-33 hari, dan fase imago 7-28 hari. Menurut Nonci (2005), periode inkubasi telur beragam sesuai dengan suhu, yakni 4 hari pada suhu 300C dan 7-9 hari pada suhu 200C. Perkembangan larva mencapai 10 dan 35
4|Cylas

hari berturut-turut pada suhu 300C dan 240C (Capinera, 2006). Periode pupa pada cuaca dingin dapat mencapai 28 hari. Serangga dewasa akan hidup lebih lama pada suhu 150C, sehingga penyimpanan umbi pada suhu 150C belum dapat memusnahkan populasinya (Nonci, 2005). Perkembangan hama boleng dipengaruhi oleh suhu lingkungan, pada suhu 24C membutuhkan waktu 32.9 hari untuk menyelesaikan siklus hidupnya, sedangkan pada Suhu 20C dibutuhkan waktu 84.5 hari. Gejala ubi jalar terserang hama boleng Gejala serangan dapat dilihat pada pangkal batang berupa benjolan-benjolan yang berlubang sedangkan pada umbi terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang ditutupi oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. (Anonymousb, 2007). Gejala yang nampak pada permukaan umbi berupa lubang-lubang kecil apabila dibelah terlihat lubang berbentuk terowongan yang memanjang, apabila ditelusuri terus akan dapat ditemukan larva, pupa dan serangga dewasa yang masih muda (Rukmana, 1977). Hama boleng biasanya menyerang tanaman yang sudah berumbi, bila terbawa ke gudang penyimpanan bersama umbi sering merusak umbi hingga menurunkan kualitas dan kuantitas produksi secara nyata. Umbi yang terserang hama ini berlubang kecil-kecil tidak merata pada permukaan kulit (Juanda et al., 2000) Siklus hidup hama boleng sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan, dalam arti semakin tinggi suhu siklus hidupnya semakin pendek. Cuaca yang panas dan kering sangat mendorong pertumbuhan boleng terutama bila tanah retak dapat memudahkan hama menyerang umbi ubi jalar (CIP, 1999).

2.3 .Idiotype Varietas ubi jalar cukup banyak. Namun, baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti. Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul dan tahan hama boleng harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Berdaya hasil tinggi, di atas 30 t/ha b) Berumur pendek antara 3-4 bulan c) Rasa ubi enak dan manis d) Tahan terhadap hama penggerek umbi (Cylas sp) dan penyakit kudis. e) Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100g f) Keadaan serat ubi relatif rendah. (Yufdi, 2006)
5|Cylas

Beberapa varietas unggul tahan hama boleng yang telah dilepaskan ke lapangan memiliki umur yang berbeda, demikian juga dengan tingkat ketahanan hama boleng Cylas sp. Keragaan fenotipe ubi jalar sangat luas baik sulur, bentuk daun, umbi dan warna umbi. Ubi jalar yang rimbun tumbuhnya dapat mengurangi serangan hama boleng (Pracaya, 2007) Varietas yang berkulit tebal dan bergetah memiliki kecenderungan tahan terhadap serangan hama bolen (Yusuf,2004)

2.4 Metode-Metode Pemuliaan Tanaman Tahan Hama Boleng a. Menanam klon tahan Pola pewarisan ketahanan genetik tanaman terhadap hama perlu diketahui sebelum memulai merencanakan program perbaikan ketahanan genetik.Penanda molekuler random amplified polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu teknik yang efektif yang dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in vitro dengan polymerase chain reaction (PCR). Prosedur RAPD lebih murah, lebih cepat, membutuhkan sampel DNA lebih rendah (0,5-50 ng), tidak memerlukan radioisotop, dan tidak terlalu membutuhkan keahlian untuk pelaksanaannya dibandingkan dengan RFLP. Oleh karena itu dalam upaya untuk mendapatkan informasi genetik yang akurat dari keturunan hasil persilangan F1 ubi jalar, penggunaan penanda RAPD untuk menganalisa pewarisan sifat tahan terhadap hama boleng (Cylas formicarius F.) pada ubi jalar (Ipomoea batatas L.). b. Perakitan Tanaman Tahan Serangga Hama melalui Teknik Rekayasa Genetik 1. Teknik Transfer Gen Transfer gen secara langsung Penembakan partikel (particle bombardment) Teknik paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan metode penembakan partikel atau gene gun. Metode transfer gen ini diopera-sikan secara fisik dengan me-nembakkan partikel DNA-coated langsung ke sel atau jaringan tanaman. Dengan cara demikian, partikel dan DNA yang ditambahkan menembus dinding sel dan mem-bran, kemudian DNA melarut dan tersebar dalam sel secara independen. Telah didemonstra-sikan bahwa teknik ini efektif untuk mentransfer gen pada bermacam-macam eksplan.
6|Cylas

Karbid silikon Metode transfer gen lain yang kurang umum digunakan dalam transformasi tanaman tetapi telah dilaporkan berhasil mentransformasi jagung dan turfgraas adalah penggunaan karbit silikon. Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan serat karbid silikon dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf kemudian dilakukan pencampuran dan pemutaran dengan vortex (Kaeppler et al., 1990). Serat silicon carbide berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (microinjection) untuk memudahkan transfer DNA ke dalam sel tanaman.

Elektroporasi Metode transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi dari protoplas, perlakuan poly-ethylene glycol (PEG) pada protoplas dan kombinasi antara dua perlakuan tersebut. PEG memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuclease. Sedangkan elektroporasi dengan perlakuan listrik voltase tinggi menyebabkan permiabilitas tinggi untuk sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA mudah penetrasi ke dalam protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti semula dalam beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik.

Transfer gen secara tidak langsung Dari banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media vektor Agrobacterium tumefaciens paling sering digunakan untuk mentransformasi tanaman dikotil. A. tumefaciens mampu mentransfer gen ke dalam genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf discs) atau bagian lain dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi (Hinchee et al., 1988; Mullins et al., 1990). Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut DNA T (transfer DNA) yang berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi ke dalam genom tanaman. Karena A. tumefaciens merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium sebagai vektor yang digunakan untuk transformasi tanaman adalah bakteri dari jenis plasmid Ti yang dilucuti virulen-sinya (disarmed), sehingga sel ta-naman yang ditransformasi oleh
7|Cylas

Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik. Tanaman tersebut akan menurunkan DNA T yang disarmed dan gen asing (dari sifat yang diinginkan) ke keturunannya. Teknik transformasi melalui media vector Agrobacterium pada tanaman dikotil telah berhasil tetapi sebaliknya tidak umum digunakan pada tanaman monokotil.

2. Gen Ketahanan terhadap Serangga Hama Gen Bt Gen Bt adalah hasil isolasi bakteri tanah B. thuringiensis dan telah digunakan oleh petani di Negara maju sebagai pestisida hayati yang aman sejak puluhan tahun yang lalu (Shadduck, 1983; McClintock et al., 1995). Istilah populer cry (Held et al., 1982) merupakan singkatan dari crystal sebagai representasi gen dari strain Bt yang memproduk-si protein kristal yang bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat memati-kan serangga hama (MacIntosh et al., 1990). Sampai saat ini, telah di-isolasi gen Bt yang dimasukkan ke dalam 8 kelompok atau kelas Cry (Rajamohan dan Dean, 1995; Krattiger, 1997; Crickmore et al., 1998). Kelas cry tersebut dikelom-pokkan berdasarkan virulensinya yang spesifik terhadap kelompokserangga sasaran. Sebagai contoh cryI, cryIX, dan cryX mematikan serangga golongan Lepidoptera, cryV bisa mematikan golongan Lepidoptera dan Coleoptera. Semua gen yang menyandi 130- 140 kDa protoxin dan aktif terhadap larva Lepidoptera digolongkan ke dalam klas cryI yang selanjutnya dibagi dalam beberapa subklas A sampai G. Berdasarkan pada identi-tas asam aminonya (>80%), sub-klas gen cryIA dibagi menjadi IA(a), IA(b), dan IA(c). Tipe gen subklas cryII yang memproduksi 66 kDa protoxin aktif pada Lepidoptera (cryIIB) saja atau pada larva Lepi-doptera dan Diptera (cryIIA). Gen cryIII menghasilkan 73 kDa protein aktif terhadap larva Coleoptera. Gen tipe cryIV telah diisolasi dari subspesies israelensis dan meng-hasilkan 135, 128, 74, dan 72 kDa protein aktif terhadap larva Diptera. Gen baru telah diisolasi dari B. thuringiensis subsp. thompsoni dan diberi nama cryV. Gen tersebut menghasilkan toxin 80 kDa dan aktif terhadap Lepidoptera dan Coleoptera. Gen yang aktif terhadap nematode dimasukkan ke dalam klas cryVI. Dari penelitian yang ada, umumnya tanaman tahan serangga yang berhasil ditransformasi berasal dari gen cryBt yang bersifat meracuni hama serangga dari kelom-pok Coleoptera atau Lepidoptera (Barton et al., 1987;
8|Cylas

Cheng et al., 1992; Delannay et al., 1989). Racun Bt akan melekat pada epithelial glycopro-tein dalam usus serangga, khusus-nya pada usus tengah. Keadaan ter-sebut akan menyebabkan bocornya usus sehingga cairan yang ada akan merembes ke luar ke daerah antara usus dan hemocoel dan meng-akibatkan matinya serangga (Hilder et al., 1993).

Gen dari Kelompok Inhibitor Kelompok yang lain dari gen tahan serangga adalah proteinase inhibitor. Protein penghambat akan mengganggu sistem pencernaan makanan serangga, dengan menghasilkan senyawa antinutrisi yang menghambat kerja enzim proteinase. Supaya fungsi dari gen penghambat (inhibitor) tersebut efektif, harus diekspresikan di jaringan tanaman pada bagian yang diserang. Dibandingkan dengan lectin tanaman yang lain, snowdrop lectin dari Galanthus nivalis agglutinin (GNA) menunjukkan hasil paling beracun terhadap serangga hama.

9|Cylas

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat, Bahan dan Fungsi Alat Kotak karton sebagai tempat Cylas dan Ubi Kain kasa sebagai penutup Selotip sebagai perekat Alat tulis untuk mencatat data pengamatan Kamera untuk dokumentasi

Bahan 5 klon ubi jalar yaitu JP 33, 73-6/2/(OP)-5, BIS (OP)/61, Beni Azuma, BIS (OP)-4 sebagai bahan praktikum Hama Cylas sebagai bahan praktikum

3.2 Cara Kerja


Ubi Jalar
Ambil hama Cylas Hama diletakkan pd ubi jalar yg sehat (klon yg akan diuji

Ditaruh dalam kotak yang ditutup kasa

Diletakkan pd tempat teduh

Diamati 30 hari (pengamatan tiap minggu 1x)

Hasil Pengamatan

10 | C y l a s

3.3 Rancangan Percobaan Dalam praktikum uji ketahanan 5 klon ubi jalar terhadap serangan hama boleng dibuat rancangan yaitu 5 klon ubi jalar dengan 3 x ulangan. Masing-masing klon diletakkan dalam 1 kotak kardus dan diamati selama 1 bulan dengan pengamatan 1 minggu 1 x.

3.4 Variabel Pengamatan Variabel yang diamati pada uji ketahanan 5 klon ubi jalar terhadap serangan hama boleng yaitu jumlah gerekan yang dihasilkan oleh serangan Cylas dan klon ubi jalar yang diamati.

11 | C y l a s

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil uji ketahanan terhadap hama boleng (Tabel hasil pengamatan + Pembahasan + Dokumentasi) Tabel Perhitungan Tingkat Serangan Cylas Rata-rata Umbi Penghitungan intensitas serangan 1 1. JP 33 2 3 P= ( P= ( P= ( P= ( P= ( P= ( P= ( P= ( P= ( ) ) ) ) ) ) ) ) ) =( =( =( =( =( =( =( =( =( =( 4. BENI AZUMA 1 2 3 P= ( P= ( P= ( ) =( ) ) =( ) =( ) =25% ) =( ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) =( =( =( =( =( =( =( =( =( =( ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) = 50% = 50% = 25% 42%

1 2. 73-6/2/(OP)5 2 3

= 50% = 25% = 25% 33%

1 3. BIS (OP)/16 2 3

= 50% = 50% =50% 50%

=25% =25% 25%

=( 1 2 5. BIS (OP)-4 3 P= ( ) =( ) P= ( P= ( ) ) =( =( ) =( ) =(

) =50% ) = 50% ) 50% = 50%

12 | C y l a s

Data jumlah gerekan pada masing-masing varietas yang di uji Varietas JP 33 Intensitas serangan 42% (peka)* Jumlah gerekan (lubang) 30,33333 abc

73-6/2/(OP)-5

33% (peka)*

22,33333 ab

BIS (OP)/16

50% (peka)*

37,33333 c

BENI AZUMA

25% (moderat)*

18,33333 a

BIS (OP)-4

50% (peka)*

33 bc

Ket:

angka yang diikuti huruf sama tidak beda nyata sesuai uji duncan *artinya tingkat kerusakan sesuai metode Xia, 1991

4.2 Pembahasan Dari data pengamatan jumlah gerekan hama lanas pada ubi jalar serta perhitungan intensitas serangan didapat bahwa dari kelima varietas ubi jalar tersebut berbeda nyata untuk jumlah gerekannya. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa varietas JP 33, 73-6/2/(OP)-5 , BIS (OP)/16, BENI ZUMA, BIS (OP)-4 juga berbeda antara satu dengan yang lain untuk tingkat ketahanannya terhadap inokulasi hama lanas. Ini dikarenakan terdapat perbedaan sifat secara genetik antara varietas satu dengan varietas yang lain. Dengan adanya perbedaan genetik ini maka akan diwujudkan dalam penampakan fenotipnya, khususnya kekuatan dinding sel dan ketebalan kulit luar ubi jalar. Dengan perbedaan ini maka masing-masing varieatas ubi jalar akan mengalami perkembangan dan sintesis lipida untuk dinding sel yang berbeda antar varietas. Dari nilai tingkat kerusakan yang diatas , dengan mengikuti klasifikasi sifat ketahanan terhadap hama boleng mengikuti metode Xia, (1991), yaitu : Imun : Tidak terserang sama sekali

Sangat tahan : Tingkat kerusakan 1-10 % Tahan


13 | C y l a s

: Tingkat kerusakan 11-20 %

Moderat Peka Sangat peka

: Tingkat kerusakan 21- 30 % : Tingkat kerusakan 31-60 % : Tingkat kerusakan > 60 %

Jika dilihat dari data maka varietas yang tahan terhadap hama lanas/boleng berdasarkan intensitas serangan dan jumlah gerekan berturut-turut yaitu, varietas BENI AZUMA 25%, 18,3 lubang (moderat), 73-6/2-(OP)-5 33%, 22,3 lubang (peka), JP 33 42%, 30,33 lubang (peka), BIS (OP)/16 50%, 33 lubang (peka), BIS (OP)-4 50%, 37,33 lubang (peka). Meski sifat ketahanan tidak berbeda kelas tetapi jumlah gerekan berbeda nyata sehingga jika kita dapat memilih klon BENI AZUMA untuk dibudidayakan karena sifat ketahanan yang termasuk moderat sehingga cukup tahan terhadap serangan hama lanas/boleng, untuk klon alternatif yang lain meski sifat ketahanannya sama yaitu termasuk Peka maka dapat dipilih yang paling sedikit jumlah gerekannya seperti 73-6/2/(OP)-5 dan JP 33. Hal ini menandakan klon tersebut masih bisa dibudidayakan dan masih memiliki kemungkinan tidak terlalu buruk tingkat kerusakannya. Adanya perbedaan jumlah gerekan selain di sebabkan perbedaan kekuatan dinding sel terhadap gerekan juga dipengaruhi kandungan protein yang berbeda antar klon ubi jalar. Jika kandungan protein rendah maka tingkat kerusakan akan tinggi dan begitu pula sebaliknya karena protein membantu suatu organisme membentuk senyawa phytoalexin sebagai senyawa antibiotik (Li, 1982).

14 | C y l a s

V. 5.1 Kesimpulan

PENUTUP

Dari 5 klon ubi jalar yang di uji cekaman biotik terdapat 4 klon bersifat peka (JP 33, 73-6/2/(OP)-5, BIS (OP)/16, BIS (OP)-4) dan 1 klon bersifat moderat (BENI AZUMA). Penyebab perbedaan ketahanan adalah kandungan protein (phytoalexin) yang berbeda

5.2

Saran Klon BENI AZUMA baik untuk dikembangkan karena besifat moderat atau agak tahan. Untuk memilih klon peka sebagai bahan budidaya pilihlah yang memiliki jumlah gerekan dan intensitas serangan paling kecil

15 | C y l a s

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,

A.

Dinar.,

A.Sisharmini,

Tri

J.

Santoso,

M.

Herman,

dan

Minantyorini.2003.Transformasi Ubi Jalar dengan Gen pinII dan Gen CPSPFMV melalui Agrobacterium tumefaciens. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman Ambarwati, Alberta Dinar., D.W. Utami, D. Damayanti, A. Sisharmini, T.J. Santoso, M. Herman, dan Minantyorini.2001.Transformasi, Studi Molekuler, dan Bioasai Tanaman Ubi Jalar untuk Ketahanan terhadap Hama atau Penyakit. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman Anonymousa. 2011. Ubi jalar. http://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_jalar. Diakses tanggal 24 Mei 2011 Anonymousb. 2007. Hama Ubi Jalar. http://elib.ub.ac.id/handle/123456789/24594. Diakses tanggal 24 Mei 2011. Anonymousc. 2011. Transformasi Ubi Jalar dengan Gen Pinii.

http://kolaminspirasi.wordpress.com/2009/04/17/transformasi-ubi-jalar-ipomoeabatatas-dengan-gen-pinii-dan-cp-spfmv/#more-266. Diakses tanggal 24 Mei 2011 Anonymousd. 2011. Ubi Jalar. http://ilmudisaya.wordpress.com/2010/11/15/ubi-jalar-ketelarambat-ipomoea-batatas/. Diakses tanggal 24 Mei 2011 Barton, K.A., H.R. Whiteley, and N.S. Yang. 1987. Bacillus thuringiensis dendotoxin expressed in transgenic Nicotiana tabacum provides resistance to Lepidopteran insects. Plant Physiol. 85:1103-1109. Capinera J.L., 2006 Sweet Potato Weevil, Cylas formicarius (fabricus) insecta ; coleoptera:curculionidae. IFAS Extention University Of Florida. Florida.8p Cheng, J., M.G. Bolyard, R.C. Saxena, and M.B. Sticklen. 1992. Production of insect resistant potato by genetic transformation with a 3- endotoxingene from Bacillus thuringiensis var. kurstaki. Plant Sci. 1:83-91. CIP (International Potatoes Centre), 1999. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Untuk Ubi Jalar. Petunjuk Lapangan Dan Panduan Teknis. Users Perspectives With Agricultural Research And Development. Hal 118. Delannay, X.B., J. Laveilee, R.K. Proksch, R.L. Fuschs, S.R. Sims, J.T. Greenplat, P.G. Marrone, R.B. Dobson, J.J. Augustine, J.G. Layton, and D.A. Fischoff. 1989. Field
16 | C y l a s

performance of transgenic tomato plant expressing the Bacillus thuringiensis var. kurstaki. Plant Sci. 1:83-91. Hilder, V.A., A.M.R. Gatehouse, and D. Boulter. 1993. Transgenic plants conferring insect tolerance: proteinase inhibitor approach. Transgenic Plants 1:317-338. J. Pardal, Saptowo., G.A. Wattimena , H. Aswidinnoor , M. Herman , E.Listanto , dan Slamet.2004.Transfer Gen Proteinase Inhibitor II pada Kedelai melalui Vektor Agrobacterium tumefaciens untuk Ketahanan terhadap Hama Penggerek Polong (Etiella zinckenella Tr.). Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 9, No. 1, pp. 20-28 Li. 1982. Breeding for Increased Protein Centent in Sweet Potatoes in Sweet Potato. Proceeding of the 1st International Symposium. (Eds) Villareal, R. L. and T. D. Grigs. AVRDC. p. 345 354 Kalshoven. L,G,E., 1981. Pest Of Crops In Indonesia. PT.Ikhtiar Baru Van-House. Jakarta. Hal.521 MacIntosh, S.C., T.B. Stone, S.R. Sims, P. Hunst, J.T. Greenplate. P.G. Marrone, F.J. Perlak, D.A. Fischhoff, and R.L. Fuchs. 1990. Specificity and efficacy of purified Bacillus thuringiensis proteins against agronomically important species. J. Insects Path. 56:95105. McClintock, J.T., C.R. Schaffer, and R.D. Sjoblad. 1995. A comparative review of the mammalian toxicity of Bacillus thuringiensis-based pesticides. Pesticides Sci. 45:95105 Nonci dan Sriwidodo, 1993. Pengaruh Pengendalian Cylas formicarius fabricus (Coleoptera ; Curculionidae) Terhadap Kerusakan Dipenyimpanan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros. Hal 89-97. Nonci N., 2005. Bioekologi dan Pengendalian Kumbang Cylas formicarius Fabricus (Coleoptera ; Curculionidae). Balai Penelitian Tanaman Serealea, Sulawesi Selatan. Ujung Pandang. hal 63-69. Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Sumber Swadaya, Jakarta. Hal 216-118. Rajamohan, F. and D.H. Dean. 1995. Molecular biology of Bacillus thuringiensis. The workshop on Bt-technology for agriculture. Plant Genetic Engineering Unit, National Center for Genetic Engineering and Biotechnology, Kasetsart University, Thailand. Rukmana, H.R., 1977. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca Panen. Kamisius. Yogyakarta. Hal 66 Sarwono, B., 2005. Ubi Jalar. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 81.
17 | C y l a s

Shadduck, J.A. 1983. Some observations on the safety evaluation of nonviral microbial pesticides. Bull. W.H.O. 61:117-128. Sisharmini, Atmitri., A. Dinar Ambarwati, Tri J. Santoso, dan M. Herman.2003.Analisis Molekuler Integrasi Gen PinII pada Ubi Jalar. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman Sutrisno, Saptowo J. Pardal, Diani Damayanti, M. Herman, Riri Sundasari, dan Endang Ibrahim.2003.Bioasai Tanaman Kedelai Transgenik pinII terhadap Hama Penggerek Polong (Etiella zinckenella, Treitschke). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman Xia, F. Z., XC. Sheng L. M. Ying dan C. Y. Dong. 1991. Evaluation of Resistance to Sweet Potato Weevil. p. 80 84. In Sweet Potato Research in China. CIP and Chinese Academy of Agricultural Sciences. Eds. Research Results Presented in a Series of Working Paper. Yufdy M.P., Ali Jamil, Dedi Rumolo Siagian, Evawati Sri Ulina, Vivi Aryadi, Delima Napitupulu, 2006. Komoditi Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Karo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Medan. Hal.148 Yusuf M., 2004. identifikasi Tanaman Dan Penanganan Benih Ubi Jalar. Balai penelitian kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. 20 hal.

18 | C y l a s

Anda mungkin juga menyukai