Anda di halaman 1dari 12

Microsporum sp

OLEH KELOMPOK 3 :
1. Fitria Rizmadyanti (20116010)
2. Indana Farodis (20116016)
3. Intan Mayasari (20116017)
4. Riski Budi A.P (20116038)
5. Utami (20116044)

Kediri, 2018
KLASIFIKASI (Behzadi, et al., 2014).
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Ordo :  Onygenale
Family : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Spesies : - Microsporum gypseum
- Microsporum canis
Microsporum gypseum
MORFOLOGI (Calka, et.al, 2013)
1. Koloni berwarna kekuning-kuningan sampai kecoklat-coklatan.
2. Dindingnya tipis dengan ketebalan 8-16 X 20 μ, kasar dan memiliki 4-6
septa, dan berbentuk oval.
3. Makrokonidia dihasilkan dalam jumlah yang besar. Makrokonidia
terdiri dari 4-6 sel.
4. Mikrokonidia juga dapat nampak, meskipun jarang dihasilkan,
terkadang pula mudah tumbuh pada subkultur setelah beberapa kali
berganti media pada laboratorium. Mikrokonidianya memiliki ciri-ciri
antara lain: berukuran 2,5-3,0 X 4-6 μ.
Microsporum canis
MORFOLOGI (Behzadi, et al., 2014).
1. Morfologi koloni
Microsporum canis membentuk putih, kasar berbulu koloni menyebar dengan
khas "berbulu" atau "berbulu" tekstur. Pada bagian bawah media pertumbuhan,
pigmen kuning yang mendalam karakteristik berkembang karena metabolit
disekresikan oleh jamur .
2. Morfologi mikroskopis
Berbentuk sferis dan memiliki dinding sel yang tebal dan kasar yang kasar. Bagian
interior dari setiap macroconidium biasanya dibagi menjadi enam atau lebih
kompartemen dipisahkan oleh lintas-dinding yang luas. Microsporum canis juga
menghasilkan microconidia yang menyerupai orang-orang dari banyak dermatofit
lain dan dengan demikian tidak fitur diagnostik yang berguna.
EPIDEMIOLOGI

Spesies Microsporum canis memiliki distribusi di


seluruh dunia. Kejadian yang sangat tinggi telah
dilaporkan di Iran, sementara insiden lebih rendah
dikaitkan dengan Inggris dan negara-negara Skandinavia,
serta negara-negara Amerika Selatan.Microsporum
canis jarang di beberapa bagian Amerika Serikat dan
Eropa, seperti benar-benar absen dari khatulistiwa
Afrika (Frymus, et al., 2013).
Sistem Reproduksi Microsporum sp
1. Aseksual Dalam reproduksi aseksual, Microsporum canis menggunakan konidia yang disebut
juga mitospora. Konidia ini memiliki satu nukleus dan dapat disebarkan oleh angin, air, dan
hewan. Konidia ini dibentuk oleh konidiospora. Cara perkembangbiakan ini paling dominan
dan berlangsung secara cepat (Shafiee, et al., 2014). Sedangkan Microsporum
gypseum merupakan jamur imperfecti (jamur tidak sempurna) atau deuteromycotina karena
perkembangbiakannya hanya secara aseksual.
2. Seksual
Dalam reproduksi seksual, Microsporum canis menggunakan askus yang sering disebut
askospora. Alat perkembangbiakan inilah yang membedakan dengan yang lain. Askus adalah
pembuluh yang berbentuk tabung/saluran yang mengandung meiosporangium yang
merupakan spora seksual yang diproduksi secara meiosis. Yang terjadi pada reproduksi
seksual ini adalah bertemunya hifa yang terdiri dari antheridium dan arkegonium. Setelah
keduanya bertemu maka akan terjadi pertukaran materi genetik yang diberikan oleh
antheridium dan arkegonium masing-masing separuhnya. Peristiwa ini disebut
dikariofase (Shafiee, et al., 2014).
MEKANISME PATOGENESIS
Hal ini dianggap sebagai dermatofit zoofilik, mengingat bahwa itu
biasanya berkolonisasi permukaan luar tubuh hewan. Oleh karena itu, hewan,
kucing dan anjing diyakini host populasi jamur ini, sementara manusia yang
sesekali host, di mana jamur dapat menginduksi infeksi
sekunder. Microsporum canis telah diidentifikasi sebagai agen penyebab
dari kurap infeksi pada hewan peliharaan, tinea capitis dan tinea corporis pada
manusia, anak-anak pada khususnya (Behzadi, et al., 2014).
Seperti dermatofita yang lain, M. gypseum memiliki kemampuan untuk
menginfeksi jaringan manusia dan binatang yang berkeratin. 
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan kuku
(Behzadi, et al., 2014).
GAMBARAN PENYAKIT

Ada banyak manifestasi atau gejala klinik yang dapat


diakibatkan oleh genus Microsporum,
namun hanya ada beberapa penyakit yang secara
khas diakibatkan oleh infeksi Microsporum sp
baik itu mengenai manusia maupun mengenai
hewan yang biasanya ditularkan ke manusia.
GAMBARAN PENYAKIT
1. Tinea Capitis (Karagoly, 2014). 2. Tinea Favosa
Salah satu bentuk infeksi
kronik dari Microsporum gypseum
yang mana infeksinya dapat imulai
semenjak kanak-kanak, dan jika
tidak dapatditangani dengan
baik maka penderita akan menjadi
Carier selama hidupnya (Karagoly,
2014).
GAMBARAN PENYAKIT

3. Tinea Unguium
Tinea unguinum adalah
kerusakan pada dasar kuku
yang disebabkan olehkarena
infeksi dermatofita terutama oleh
Microsporum gypseum
kerusakan yangterjadi biasanya
dimulai dari tepi kuku (Karagoly,
2014).
DAFTAR PUSTAKA
Behzadi, P., Behzadi, E., and Ranjbar, R. (2014). Dermatophyte Fungi: Infectious, Diagnosis and
Treatment. SMU Medical Journal. ISSN: 2349-1604
Calka, O., Belgili, A.G., Karadag, A.S., Onder, S. (2013). Retrospective Evaluation of 140 Tinea Capitis
Cases. Turkish Journal of Medical Sciences. 43:1019-1023
Frymus, T., Jones, T.G., Pennisi, M.G., Addie, D., Belak, S., Baralon, C.B., Egberink, H., Hartmann, K.,
Hosie, M.J., Lloret, A., Lutz, H., Marsilio, F., Mostl, K., Radford, A.D., Thiry, E., Truyen, U., Horzinek,
M.C. (2013). Dermatophytosis in Cats. Journal of Feline Medicine and Surgery. Vol. 15 No. 7:598-604
Karagoly, H. 2014. The Histopatological Changes at Skin of German Shepherd Dogs Associated with
Ringworm Infection in Directorate of K9 in Al-Diwanyia Province. Al-Qadisiya Journal of Vet. Med.
Sci. Vol. 13 No.1
Shafiee, Shabnam; Khosravi, Ali Reza; Tamai, Iradj Ashrafi (2014). "Studi Perbandingan Microsporum
canis terisolasi oleh sidik jari DNA" Mycoses 57:. 507-512.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai