Pedahuluan
Myasis atau belatungan adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan hidup hewan maupun
manusia. Beberapa jenis lalat telah diidentifikasi sebagai penyebab penyakit ini, namun yang
bersifat obligat parasit adalah Chrysomya bezziana sehingga perlu diperhatikan. Awal
infestasi larva terjadi pada daerah kulit yang terluka, selanjutnya larva bergerak lebih dalam
menuju ke jaringan otot sehingga menyebabkan daerah luka semakin lebar. Kondisi tersebut
menyebabkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun, demam serta diikuti
penurunan produksi susu dan bobot badan bahkan dapat terjadi anemia (wardana dan sri,
2005).
2.1. Etiologi
Kata Myasis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “myia” yang berarti lalat. Adapun defi nisi
myiasis adalah infestasi larva lalat (Diptera) ke dalam jaringan hidup manusia atau hewan
vertebrata lainnya dalam periode tertentu dengan memakan jaringan inangnya termasuk
cairan substansi tubuh. Masyarakat Indonesia lebih mengenal penyakit ini dengan nama
belatungan sedangkan penduduk India menyebutnya sebagai peenash atau scholechiasis.
(pudjiatmoko)
Berdasarkan lokasi ditemukannya larva, myiasis dapat diklasifi kasikan menjadi beberapa
kelompok, yaitu dermal, sub-dermal atau kutaneous, okular, intestinal, dan urogenital.
Adapun secara manifestasi klinis dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu kutaneus myiasis,
migratori myiasis dan traumatika myiasis. (pudjiatmoko)
Penyebab myiasis di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu lalat primer
(Chrysomya bezziana atau the Old World Screwworm Fly), lalat sekunder (C.megacephala,
C.rufi facies, C.varipes, Hemypirellia, Sarcophaga sp) dan lalat tertier (Musca spp) (Gambar
1). Larva C.bezziana bersifat obligat parasit yang hanya memakan jaringan hidup tubuh
inangnya. Lalat ini pertama kali di koleksi di Kongo (Zaire) pada tahun 1909 dari sapi dan
diidentifi kasi oleh Professor Bezzi. Meskipun identifi kasinya kurang tepat, tetapi untuk
menghargai jasa beliau maka lalat tersebut diberi nama “bezziana” oleh Entomologis dari
Perancis, Joseph Villeneuve. Adapun myiasis di Australia disebabkan oleh Lucilia cuprina
dan L.sericata, myiasis di benua Amerika disebabkan oleh Cochlyomyia hominivorax (the
Patogenesis myasis pada hewan dan manusia tidak berbeda. Awal terjadinya myasis adalah
apabila ternak mengalami luka alami akibat berkelahi, tersayat benda tajam, gigitan
caplak/predator dan pasca partus atau terputusnya tali pusar/umbilikus. Luka lain juga
disebabkan oleh campur tangan manusia, misalnya pada kasus pemotongan tanduk (de-
horning), kastrasi, pemotongan ekor, puncukuran bulu dan lain-lain. Bau darah segar yang
mengalir akan menarik lalat betina C.bezziana untuk meletakkan telurnya di tepi luka
tersebut. Telur ini mempunyai daya rekat yang kuat sehingga tidak mudah jatuh ke tanah oleh
gerakan hewan. Dalam waktu kurang dari 12 jam, telur akan menetas menjadi larva dan
bergerak masuk ke dalam jaringan. Aktivitas larva di dalam jaringan tubuh mengakibatkan
luka semakin besar dan kerusakan jaringan semakin parah. Kondisi ini menyebabkan bau
yang menyengat dan mengundang lalat yang lain (lalat sekunder dan tersier) untuk hinggap
(Sarcophaga sp, C.megachepalla, C.rufi facies, Musca sp) dan memicu terjadinya infeksi
sekunder oleh bakteri. Apabila tidak ada pengobatan, penderita dapat mengalami kematian.
(pudjiatmoko)
2.5. Predisposisi
Umumnya kasus myiasis lebih banyak dijumpai pada induk pasca pastus, yaitu di daerah
vagina. Kondisi ini berkorelasi positif dengan kejadian myiasis pada anaknya, yaitu di daerah
pusar atau umbilikus. Adapun pada hewan jantan, myiasis dijumpai pada prepusium. Lokasi
luka yang juga sering terkena serangan lalat myiasis adalah kuku dan telinga pasca
pemasangan ear-tag serta moncong pasca proses pembuatan lubang dihidung. (pudjiatmoko)
Beberapa faktor predisposisi serangan myiasis antara lain, musim panas atau panca roba,
dikandangkan dengan hewan yang terinfestasi myiasis, rendahnya tingkat higenitas dan
sanitasi lingkungan serta kurang peduli terhadap perawatan luka dan masuknya ternak baru
ke daerah endemik myiasis. Lalat myiasis dapat berkembang baik dalam kondisi tropis
dengan kelembaban yang tinggi. Daerah yang memiliki pepohonan, semak-semak dan sungai
merupakan daerah ideal untuk kelangsungan hidup lalat myiasis. (pudjiatmoko)
Semua jenis hewan yang bertulang belakang dan berdarah panas rentan terhadap penyakit
myiasis. Kasus myasis banyak terjadi pada induk sapi yang diikuti oleh pedet, kerbau, kuda,
babi, kambing, cempe dan domba yaitu, pada induk pasca partus (myasis vulva) dan anak
yang baru lahir (myasis umblikus), sedangkan sisanya sebagai akibat luka traumatika. Selain
pada hewan ternak, myiasis juga menyerang pada hewan kesayangan, seperti anjing dan
kucing, termasuk ayam (pudjiatmoko)
Gambar . Ternak yang terserang myasis akibat infestasi larva C. bezziana. A: Myasis pada
pedet; B: Myasis pada unggas; C. Myasis vulva; D: Myasis moncong dan E. Myasis kaki
pada kerbau (pudjiatmoko)
2.6. Teknik Diagnosa
Periode antara adanya telur lalat diluka sampai menunjukkan gejala sakit karena larva
membuat terowongan di dalam tubuh inang adalah 1 – 2 hari. Tidak jarang, luka hanya
nampak kecil (lubang kecil) dari luar dan terlihat pembengkaan yang berair pada lokasi luka.
Apabila luka tersebut dibuka, maka akan dijumpai larva yang bergerombol ataupun terpisah.
Penegakan diagnosis myasis pada penderita adalah dengan ditemukannya larva C.bezziana
pada daerah luka. Umumnya larva C.bezziana ditemukan pada kondisi infestasi primer,
namun jika penyakit ini telah berjalan beberapa hari tanpa adanya tindakan pengobatan, maka
akan dijumpai larva lalat yang lain seperti Sarcopagha sp, C.megachepala atau Musca
domestica. Identifi kasi larva lalat dilakukan dibawah mikroskop stereo untuk melihat
spirakel anterior dan posterior serta bentuk spina (duri) yang khas pada masing-masing
spesies larva lalat. Dalam beberapa kasus, myiasis terjadi dalam bentuk multi infestasi, yaitu
terdapat lebih dari stadium larva dalam luka tersebut (Gambar 4). Larva C.bezziana tidak
pernah dijumpai dalam bangkai karena sifatnya sebagai obligat parasit. (pudjiatmoko)
Gambar . Contoh kasus myiasis dengan multi infestasi, yaitu dalam satu luka dijumpai
Gambar . Contoh kasus myiasis dengan multi infestasi, yaitu dalam satu luka dijumpai lebih
dari satu stadium. Larva instar I (L1), instar II (L2) dan instar III (L3) (pudjiatmoko)
2.7. Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari myasis adalah: (widyaningsih dan bambang)
- Cellulitis
- Furunkulosis
- laeismaniasis
- Onchocerciasis
- Tungais
- Adenopathi
- Abses kulit
- Gigitan serangga
- Kista subcutaneus
2.8. Prognosa
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian apabila cepat dilakukan pengobatan. Namun
apabila hewan penderita tidak diobati dalam waktu 1 – 2 minggu maka akan terjadi
keracunan akibat aktivitas bakteri (infeksi sekunder) seperti yang dilaporkan di Texas bahwa
kematian tahunan akibat myiasis pada rusa muda berkisar 20-80% (pudjiatmoko).
2.9. Terapi Dan Pencegahan
Sistem pengendalian myiasis dengan cara penyemprotan dengan insektisida ataupun pestisida
pada ternak dipandang tidak efektif dengan alasan lalat C. bezziana tidak menempel pada
tubuh ternak kecuali pada waktu bertelur. Disamping itu, sebagai myiasis obligat stadium
larva yang hidup di dalam luka merupakan titik rawan bagi kehidupan lalat, sehingga dengan
mengobati setiap luka dan membunuh belatungnya dengan teliti maka di dalam jangka waktu
tertentu populasi lalat di suatu lokasi akan cepat menurun. Cara ini adalah efektif dan
diterapkan secara
luas dan rutin di semua negara di mana terdapat myiasis traumatika atau myiasis yang di
dalam proses terjadinya diawali dengan adanya luka gigitan caplak atau luka traumatik
lainnya. Atas pertimbangan tersebut maka untuk mengatasi myiasis di Pt. Bina Mulya Ternak
di Sulawesi Selatan menganjurkan untuk digunakan obat dengan resep sbb: (partautomo)
R/ diazinon EC 60% 50 ml
sulfanylamide 100 gram
minyak ikan 100 ml
vaselin album 900 gram
Diazinon EC berfungsi sebagai pencuci luka dan membunuh belatung, sulfanylamide sebagai
antibakteria, sedangkan minyak ikan berfungsi mempercepat persembuhan luka. Di dalam
mengobati myiasis sebaiknya yang diobat tidak hanya bagian myiasis saja, tetapi juga luka
biasa harus diobati agar cepat kering untuk mencegah masuknya larva lalat dari telur yang
menetas disekitar luka, demikian pula belatung yang keluar dari luka myiasis atau yang baru
diambil dari luka agar ditampung dan segera dimasukkan ke dalam larutan insektisida atau
pestisida agar mati. (partautomo)
Beberapa obat dilaporkan telah digunakan untuk pengobatan myiasis di lapangan antara lain
asuntol salep 2% efektif dan dapat membunuh belatung dalam waktu 24 jam setelah
pengobatan dan murah harganya, minyak tanah, batu baterai, Gusanex, dan Baygon banyak
digunakan oleh peternak di lapangan untuk pengobatan myiasis (SUKARSIH et al., 1989),
disamping itu, ekstrak tembakau dan rotenon juga efektif untuk pengobatan myiasis di
lapangan. (partautomo)
Pengendalian myiasis secara biologi dengan melepaskan lalat jantan yang telah disterilkan
dengan radiasi (Sterile Insect Release Method = SIRM) telah dilakukan dua kali di Papua
New Guinea yaitu pada tahun 1983 dan 1989. Teknik yang digunakan adalah dengan cara
melepaskan lalat jantan steril lewat udara 2 kali dalam satu minggu, dengan populasi lalat
steril kira-kira 600 lalat/km2 di suatu lembah seluas 770 km2 di mana dipelihara 4.000 ekor
sapi Brahman cross asal impor dari Australia. Setelah release dilakukan sebanyak 9 kali hasil
penerapan teknik ini mencapai level sterilitas sebesar 29%, sehingga memberi harapan baik
untuk digunakan di dalam pengendalian myiasis. (partautomo)
Pengembangan vaksin myiasis telah dilakukan sejak 1995 oleh sebuah team kerjasama
penelitian dari Balai Penelitian Veteriner, Bogor, dengan Pusat Antar Universitas untuk
Bioteknologi, ITB, dan CSIRO Long Pocket Laboratory, Australia. Untuk menguji tanggap
kebal dari vaksin pada hewan percobaan domba telah dikembangkan dua macam teknik ialah
in vivo bioassay dan in vitro bioassay. (partautomo)
DAFTAR PUSTAKA
Wardhana, April H. 2006. Chrysomya bezziana Penyebab Myasis Pada Hewan Dan Manusia:
Permasalahan Dan Penanggulangannya. WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th. 2006.
Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Kementrian Pertanian Direktorat
Jendral Peternakan Dan Kesehatan Hewan Direktorat Kesehatan Hewan. Jakarta.
Partuotomo, S. 2000. Epidemiologi Dan Pengendalian Myasis Di Indonesia. WARTAZOA
Vol. 10 No. 1 Th. 2000.
Widyaningsih, Indah dan Bambang Supriyono. 2011. Miasis. [Online]
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/vol2.no1.Januari2011/MIASIS.pdf
Diakses tanggal 23 November 2017.
Wardhana, April H dan Sri Muharsini. Kasus Myasis Yang Disebabkan Oleh Chrysomya
bezziana Di Pulau Jawa. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner.