Anda di halaman 1dari 14

MYASIS

NAMA : RIZKINTA ROHADATUL AISY

NIM : P071341180 44

PRODI/JURUSAN : DIV ANALIS KESEHATAN

SEMESTER : IV

KELAS :A

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan makalah ini yang berjudul “Myasis” selesai
tepat pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan guna penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih

Mataram, 28 Maret 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Serangga dalam hidupnya sebagai parasit, dapat pula menimbulkan penyakit pada
hospes yang dihinggapinya. Penyakit ini disebabkan karena kehadiran serangga dewasa atau
larva yang menimbulkan iritasi atau kerusakan pada hospes dimana parasit ini hidup. Pada
paper ini akan dibahas mengenai penyakit Myasis yang disebabkan oleh lalat Chrysomya
bezziana
Myasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi larva lalat kedalam suatu jaringan
hidup manusia dan hewan. Penyakit ini sering ditemukan pada Negara-negara dengan
masyarakat golongan sosial ekonomi kelas rendah. Diantara lalat penyebab myasis di dunia,
Chrysomya bezziana mempunyai nilai medis yang penting karena bersifat obligatif parasit.
Infestasi myasis pada jaringan akan mengakibatkan berbagai gejala tergantung pada lokasi
yang dikenai.
Larva yang menyebabkan myasis dapat hidup sebagai parasit di kulit, jaringan subkutan,
soft tissue, mulut, traktus gastrointestinal, system urogenital, hidung, telinga dan mata.
Higiene yang buruk dan bekerja pada daerah yang terkontaminasi, melatarbelakangi infestasi
parasit ini. Manifestasi klinik termasuk pruritus, nyeri, inflamasi, demam, eosinofilia dan
infeksi sekunder. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian.
1.2 TUJUAN PENULISAN 

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah :

1. Untuk mengetahui etiologi dari Chrysomia benziana.


2. Untuk mengetahui hewan yang rentan terinfeksi myasis. 
3. Untuk mengetahui cara penularan myasis. 
4. Untuk mengetahui patogenesis dan gejala klinis dari myasis.
5. Untuk mengetahui patologi anatomi myasis. 
6. Untuk mengetahui histopatologi myasis.
7. Untuk mengetahui cara diagnosa dari myasis.
8. Untuk mengetahui cara penanganan penyakit myasis.

1.3 MANFAAT PENULISAN 

Adapun manfaat yang di dapat dari penulisan paper ini adalah :

1. Mengetahui etiologi dari Chrysomia benziana.


2. Mengetahui hewan yang rentan terinfeksi myasis. 
3. Mengetahui cara penularan myasis. 
4. Mengetahui patogenesis dan gejala klinis dari myasis. 
5. Mengetahui patologi anatomi myasis. 
6. Mengetahui histopatologi myasis.
7. Mengetahui cara diagnosa dari myasis. `
8. Mengetahui cara penanganan penyakit myasis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ETIOLOGI

Myiasis adalah infestasi larva lalat pada jaringan tubuh hewan yang masih hidup,
disebabkan oleh larva lalat fakultatif dan atau obligat. Kejadian Myiasis di Indonesia
teridentifikasi disebabkan oleh larva lalat : Chrysomia benziana, Booponus intonsus,
Lucillia, Calliphora, Musca dan Sarcophaga. Genus Chrysomia yang memegang peranan
penting dalam kasus myasis yaitu Chrysomia megacephala dan Chrysomia bezziana.

a) Berdasarkan sifatnya maka larva tersebut dibedakan menjadi :


 Fakultatif Parasit yaitu :
larva secara normal hidup bebas dan mampu berkembang pada bahan bahan organik
yang busuk, tetapi larva tersebut dapat dijumpai pada hewan hidup dimana mampu
berkembang dan selanjutnya dapat bertindak sebagai parasit untuk kelangsungan
hidupnya. Terdiri dari Blowflies misalnya : Larva dari Lucilia, Phormia, Calliphora dan
Chrysomyia.

 Obligat Parasit yaitu :


larva secara normal membutuhkan jaringan induk semangnya sebagai makanan dalam
perkembang biakannya terdiri dari: Bot flies, misalnya, Larva dari genus Gasterophilus,
Oestrus. Warble flies misalnya, Larva dari Hipoderma bovis dan H. lineatum. Screw
worm misalnya, Larva dari Callitroga hominivorax, C. macellaria dan Chrysomyia
bezziana.
b) Berdasarkan lokasi dari myasis maka dapat dibedakan menjadi :

 Eksternal myasis :
Myasis yang terjadi pada organ luar tubuh yang disebabkan karena luka. Myasis ini
sering diakibatkan oleh larva dari kelompok Blowflies serta Screw worm.
 Internal myasis :
Myiasis yang terjadi pada organ organ dalam dan rongga rongga lainnya. Sering
diakibatkan oleh larva dari kelompok Bot flies dan Warble flies.

2.1.1 Morfologi

Klasifikasi

Family : Calliphoridae 
Ordo : Diphtera 
Sub ordo : Cyclorrapha 
Kelas : Insecta 
Genus : Chrysomya 
Spesies : Chrysomya bezziana

Lalat C. bezziana berwarna biru metalik, biru keunguan atau biru kehijauan. Kepala
lalat ini berwarna oranye dengan mata berwarna merah gelap. Perbedaan antara lalat
betina dan jantan terletak pada matanya. Lalat betina memiliki celah yang
memisahkan mata kanan dan kiri lebih lebar dibandingkan lalat jantan. 

Ukuran lalat ini bervariasi tergantung pada ukuran larvanya. Panjang tubuhnya rata-
rata 10 mm dengan lebar kepala berkisar rata-rata 4,1 mm. Tidak ada tanda-tanda
makroskopik yang khas untuk dapat mengenalinya dengan kasat mata sehingga
identifikasi hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik.
Telur chrysomya bezziana berwarna putih transparan dengan panjang 1,25 mm dan
berdiameter 0,26 mm, berbentuk silindris serta tumpul pada kedua ujungnya. Larva C.
beziiana terbagi menjadi tiga instar, yaitu L1, L2, dan L3. Larva ini mempunyai 12
segmen, yaitu satu segmen kepala, tiga segmen torak, dan delapan segmen abdominal.
Ketiga instar tersebut dapat di bedakan dari panjang tubuh dan warnanya. Panjang L1
adalah 1,6 mm dengan diameter 0,25 mm dan berwarna putih, sedangkan L2
mempunyai panjang 3,5-5,5 mm dengan diameter 0,5-0,75 mm dan berwarna putih
samapi krem. Adapun panjang L3 mencapai 6,1-15,7 mm dengan diameter 1,1-3,6
mm. L3 muda berwrna krem namun jika telah dewasa berwarna merah muda. 

Tubuh larva dilengkapi bentukan duri dengan arah condong ke belakang. Spirakel
anterior mempunyai empat sampai enam papilla sedangkan spirakel posterior
dilengkapi tiga celah dengan peritreme yang kuat dan berwarna kehitaman. Saat akan
menjadi pupa, L3 berubah warna menjadi coklat hingga hitam dengan panjang rata-
rata 10,1 mm yang berdiameter 3,6 mm.

2.1.2 Siklus Hidup

Siklus hidup dari C. bezziana berkisar antara 9-15 hari dan lalat betina bertelur sekitar
150-200 telur sekaligus. Telur diletakkan di luka dan selaput lendir dari hewan hidup
dan akan menetas setelah 24 jam pada suhu 30°C. Setelah 12-18 jam dari waktu
penetasan telur, larva stadium 1 muncul dari dalam telur dan bergerak dipermukaan
luka atau pada jaringan yang basah. Larva ini berubah menjadi larva stadium II
setelah 30 jam dan larva stadium III setelah 4 hari. Larva stadium II dan III
menembus jaringan hidup dari host dan hidup dari jaringannya. Pada saat makan
hanya kait-kait posterior yang tampak. Larva stadium III meninggalkan luka setelah
makan dan berubah menjadi pupa dan kemudian lalat dewasa. Larva akan membentuk
pupa dalam waktu 24 jam pada suhu 28°C. 

Penetasan lalat dari pupa sangat tergantung dari lingkungan. Pupa akan menetas
menjadi lalat dalam seminggu pada suhu 25°C-30°C, sedangkan pada temperatur
yang lebih rendah akan lebih lama bahkan sampai berbulan-bulan. Lalat jantan dan
betina mempunyai daya tahan hidup yang relatif sama yaitu 15 hari dalam kondisi
laboratorium, hingga empat puluh hari.

2.2 HEWAN RENTAN

Myasis biasanya menyerang hewan ternak (sapi, kuda, kerbau, kambing, dan babi)
dan juga hewan kesayangan (anjing dan kucing). Kejadian myasis pada ternak dan
hewan kesayangan dapat diawali karena gigitan lalat Tabanidae, akibat infestasi
Sarcoptes scabiei, cacing Strongyloides sp, kejadian pascapartus, luka umbilicus, luka
traumatika karena perkelahian , tergores duri atau benda lain. NORVAL (1978)
melaporkan kematian tiga ratus ribu ternak terserang myasis akibat terganggunya
program control caplak di Zimbabwe sepanjang tahun 1973-1978.

Kejadian myasis di Indonesia pertama kali ditemukan pada kuku sapi dan kuda yang
terinfeksi larva lalat C. bezziana di daerah minahasa. Beberapa kasus myasis yang
terjadi pada hewan di Indonesia disebabkan oleh infestasi larva C. bezziana atau
bercampur dengan Sarcophaga sp. Sulawesi, Sumba Timur, Pulau Lombok,
Sumbawa, Papua dan Jawa telah dilaporkan sebagai daerah endemik myasis.
Umumnya, kasus myasis cukup tinggi menjelang hingga musim hujan, yaitu pada
bulan Agustus sampai April, sedangkan kasus terendah terjadi pada bulan Mei sampai
Juli. 

Sebagai faktor predisposisi (pendukung) utama terjadinya Myiasis adalah harus


didahului dengan adanya luka. (luka traumatik, gigitan caplak, tembak, operasi,
gigitan hewan lain dan sebab lainnya). Lalat betina dewasa akan bertelur disekitar
luka, jika telur sudah menetas maka larva akan bergerak dan masuk kedalam luka
serta memakan sel-sel jaringan, kemudian jatuh membentuk kokon dan didalamnya
berkembang menjadi pupa dan akhirnya keluar lalat dewasa.

2.3 PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIS

Setelah telur lalat menetas, larva akan masuk kedalam luka dengan kait pada mulut
dan sekresi enzyme proteolitik maka larva akan bisa memakan sel-sel jaringan, serta
membuat terowongan didalam jaringan sehingga akan memperparah kerusakan.
Selain itu karena ada luka terbuka kemungkinan besar akan terjadi infeksi sekunder
oleh kuman pyogenes (Sarcophaga sp, Chrysomya megachepalla, Musca sp).

Gejala klinis yang teramati mula-mula terlihat luka kecil yang didalamnya terlihat ada
larva lalat, lama-kelamaan karena diperparah oleh infeksi sekunder menyebabkan
terjadinya pembusukan dan pembentukan nanah sehingga akhirnya terjadi borok yang
mengeluarkan cairan dan berbau busuk. Gejala klinis lainnya sesuai dengan kelainan
fungsi dari bagian tubuh yang terkena myiasis (misalnya jika terjadi myiasis pada
kaki gejalanya pincang, jika terjadi pada daerah kepala berjalan dengan kepala miring
dsb) serta diikuti oleh gejala umum lainnya seperti hewan menjadi tidak tenang, nafsu
makan menurun, lemah, letih, lesu, suka bersembunyi menghindari lalat. Selain itu
gejala klinis lainnya yaitu berupa radang, anemia, tidak tenang sehingga
mengakibatkan ternak mengalami penurunan bobot badan dan produksi susu,
kerusakan jaringan, infertilitas, hipereosinofilia serta peningkatan suhu tubuh. 

2.4 PATOLOGI ANATOMI

Keadaan patologi anatomi yang dapat dilihat untuk mengidentifikasi penyakit myasis
adalah dengan melihat luka pada hewan yang di dalam luka tersebut terdapat larva
dari C. bezziana. 
2.5 DIAGNOSA

Sangat mudah dengan memeriksa luka yang didalamnya ditemukan larva lalat C.
bezziana. Umumnya, larva C. bezziana ditemukan pada kondisi infestasi primer,
namun jika telah terjadi lama maka akan dijumpai larva lalat lain seperti Sarcophaga
sp, C. Megachepala, atau M. domestica. Identifikasi larva lalat dilakukan dibawah
mikroskop stereo untuk melihat spirakel anterior dan posterior serta bentuk spina
(duri) yang khas pada masing-masing spesies larva lalat. 

1 2.6 PENANGANAN DAN PENGOBATAN

Myiasis mempunyai tingkat morbiditas tinggi dan mortalitas rendah. Myiasis dapat
bersifat fatal bila tidak dilakukan pengobatan dengan segera, bila terjadi dalam waktu
yang lama akan menyerang organ vital, dan apabila terjadi infeksi sekunder. Pada
beberapa kasus, pemilik hewan tidak menyadari bahwa hewan kesayangannya terserang
myiasis terutama pada hewan-hewan berbulu panjang. 
Cara pencegahan dari penyakit Myasis ini adalah diusahakan tidak terjadi kelukaan yang
nantinya akan menjadi tempat berkembangnya larva lalat dan tindakan penurunan
populasi lalat. Kasus myasis banyak terjadi pada daerah-daerah endemik myasis. Kondisi
ini berkaitan erat dengan jumlah populasi lalat penyebab myasis serta ekologi daerah
tersebut. Daerah yang memiliki pepohonan, semak-semak dan sungai merupakan tempat
ideal untuk kelangsungan hidup lalat-lalat penyebab myasis. Pengendalian populasi lalat
C. bezziana tidak mungkin diarahkan dengan melakukan penebangan hutan atau
pembakaran semak-semak karena akan mengganggu ekosistem lainnya. Sejauh ini,
berbagai upaya pengendalian dan pemberantasan C. bezziana telah banyak dilakukan.

Efektifitas pengendalian lalat dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi jumlah


populasi lalat dewasa, terutama ketika populasi lalat ini mengalami peningkatan di alam.
Salah satu metode yang dilakukan adalah Screworm Adult Suppresion System (SWASS)
yaitu mengkombinasikan penggunaan umpan (bait), perangsang pakan (feeding
stimulant) yang terdiri dari campuran tepung darah, gula, dan bongkol jagung dan
insektisida yang dibentuk menjadi pelet kemudian disebar dengan pesawat. Metode
lainnya disebut dengan bait station yaitu penggunaan elemen yang sama dengan SWASS
dalam suatu alat permanen kemudian diletakkan di atas tanah. Kedua metode diatas
menggunakan campuran pemikat sintetik swormlure (SL2) dengan insektisida
dichlorovos. SWASS dilaporkan cukup berhasil untuk mengurangi populasi lalat dan
menurunkan jumlah kasus myasis di USA dan Mexico.

Kelemahan metode ini adalah kurang efektif untuk daerah yang lembab, daerah yang
banyak mempunyai saluran air dan hanya bertahan 3-5 hari mengembangkan suatu
metode untuk menguji daya pikat C. bezziana baik pada kondisi laboratorium maupun
semi lapang.

Secara tradisional pemikat yang digunakan untuk memonitor populasi lalat adalah
gerusan hati sapi. Gerusan hati sapi dicampurkan dengan senyawa kimia (volatil) untuk
menarik perhatian lalat sehingga dapat dikendalikan. Keuntungannya adalah komposisi
bahan kimia yang dibutuhkan lebih sedikit dan hemat. 

Pengobatan terhadap penyakit myasis dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1. Bersihkan luka dengan antiseptik yang ada
2. Keluarkan larva dari dalam luka dengan cara dicabuti, tetapi sebelumnya larva harus
dibunuh dulu menggunakan insektisida seperti (Coumaphos, Diazinon, Ivermectin)
3. Setelah larvanya habis dicabuti, berikan salep (Diazinon atau Coumaphos) 2% dalam
vaselin dioleskan langsung disekitar borok untuk untuk mencegah infeksi ulang
4. Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan antibiotik (penicilin 20.000 IU/Kg bb)
dan sulfanilamida serbuk. 
5. Untuk mempercepat kesembuhan luka dapat diberikan minyak ikan karena
mengandung vitamin A dan D yang bagus untuk regenerasi kulit.
6. Pengobatan myiasis yang dilakukan di lapangan di Sumba Timur menggunakan
karbamat dan Echon. Kedua preparat ini cukup berbahaya karena merupakan
insektisida sistemik sehingga banyak dilaporkan adanya keracunan pada ternak
pascapengobatan.
7. Disamping itu, digunakan juga obat-obat tradisional yaitu tembakau, batu baterai
yang dicampur dengan oli, selanjutnya dioleskan pada luka. Pengobatan dengan cara
ini ditujukan untuk mengeluarkan larva dari luka tetapi berakibat iritasi pada kuhit.
8. Campuran dari 50 g yodium, 200 ml alkohol 75% dan 5 ml Ecoflee° yang
selanjutnya ditambah air hingga satu liter . Ramuan ini langsung disemprotkan pada
luka yang mengandung larva sehingga larva keluar dan luka menjadi mengecil .
pengobatan ini dilakukan 2x seminggu.
9. Beberapa insektisida botanis dari biji srikaya dan mindi, minyak atsiri, seperti minyak
atsiri nilam dan akar wangi j uga telah dicoba secara in vitro sebagai insektisida
botanis dan terbukti mampu mematikan larva C. bezziana.
10. pemanfaatan Bacillus thuringiensis untuk dijadikan bioinsektisida
BAB III
PENUTUP

3.1KESIMPULAN

Myasis (belatung) merupakan infestasi larva lalat ke dalam suatu jaringan hidup hewan
berdarah panas. Penyakit ini sering ditemukan pada Negara-negara tropis dan sering
menyerang hewan ternak dan juga hewan kesayangan. Lalat Chrysomya bezziana merupakan
salah satu vector penyebab penyakit myasis dikarenakan mempunyai nilai medis yang
penting dan bersifat obligat parasit dan menimbulkan kerugian ekonomis. Kasus myasis pada
hewan sering terjadi akibat pasca partus (myasis vulva) yang diikuti oleh pemotongan tali
pusar anaknya (myasis umbilikus) atau akibat luka traumatika.

Gejala klinis myasis sangat bervariasi yaitu hewan menjadi tidak tenang, nafsu makan
menurun, lemah, letih, lesu, suka bersembunyi menghindari lalat. Kondisi ini diperparah
dengan adanya infeksi sekunder. Cara pencegahan dari myasis adalah dengan menghindari
terjadinya kelukaan pada hewan dan menurunkan angka populasi lalat penyebab myasis serta
pengobatannya dengan memberikan antibiotik, antiseptik, dan minyak ikan. 
DAFTAR PUSTAKA

yudhiestar.blogspot.com/2011_01_01_archive.html

meeevet.blogspot.com/2012/03/myasis-pada-anjing.html

peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/lkzo05-39.pdf

micymicy.blogspot.com/2011/08/myiasis.html

www.scribd.com/doc/54037496/BAB-I-C-bezziana

sonyapalingbisa.wordpress.com/2010/12/14/myasis/ 

ariputuamijaya.wordpress.com/2011/12/10/myiasis

dayuntarivetmed.lecture.ub.ac.id/2012/01/myiasis/

Anda mungkin juga menyukai