Anda di halaman 1dari 19

PERTEMUAN 3 :

GELOMBANG BUNYI

A. TUJUAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang “Gelombang Bunyi”. Setelah mempelajari bab ini,
mahasiswa diharapkan:
1) Mengetahui fungsi gelombang bunyi sinusoidal,
2) Menjelaska gelombang pada pipa organa dan dawai,
3) Menjelakan dan merumuskan intensitas bunyi dan taraf intensitas bunyi,
4) Menjelaskan dan memberikan contoh peristiwa layangan bunyi, dan
5) Menjabarkan dan menerapkan fenomena Efek Doppler.

B. DESKRIPSI MATERI

Bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat dalam suatu medium. Bunyi dapat
merambat dalam zat padat, zat cair, dan gas. Pada bagian ini hanya akan dibahas gelombang
bunyi di udara.
Gelombang bunyi yang paling sederhana adalah gelombang sinusoidal yang memiliki
frekuensi, amplitudo, dan panjang gelombang tertentu. Menurut jangkauannya gelombang bunyi
dibedakan menjadi tiga yaitu, jangkauan frekuensi gelombang bunyi yang dapat didengar telinga
manusia antara 20 Hz – 20.000 Hz. Jangkauan ini dikenal sebagai jangkauan suara yang dapat
didengar (audible range) atau biasa disebut audiosonik. Gelombang bunyi yang frekuensinya di
atas 20.000 Hz disebut gelombang ultrasonik. Contoh yang bisa mendengar gelombang
ultrasonik adalah Anjing dan kelelawar. Gelombang bunyi yang frekuensinya di bawah 20 Hz
disebut gelombang infrasonik. Sumber-sumber gelombang infrasonik adalah gempa bumi,
gunung meletus, halilintar, dan gelombang-gelombang yang dihasilkan oleh getaran mesin yang
sangat kuat. (Bambang Ruwanto, 2010)

1.1 Fungsi gelombang bunyi sinusoidal


Gelombang bunyi sinusoidal yang merambat ke arah sumbu x positif dapat
dinyatakan dengan persamaan:

1
y( x, t )  Asin(t  kx). (1)
Pada gelombang longitudinal pergeseran partikel sejajar dengan arah perambatan. Oleh
karena itu, x dan y diukur sejajar.
Gelombang bunyi dapat dijelaskan sebagai perubahan tekanan di berbagai titik. Untuk
gelombang bunyi sinusoidal di udara, tekanannya berubah-ubah dari tekanan atmosfer p a .
Telinga manusia peka terhadap perubahan tekanan ini. Ketika gelombang bunyi masuk ke
telinga, ada perbedaan tekanan pada kedua sisi gendang telinga sehingga gendang telinga
bergetar.
Contoh kasus, misalkan p( x, t ) menunjukkan perubahan tekanan di titik x pada saat

t. Artinya, p( x, t ) menunjukkan perbedaan tekanan di titik itu terhadap tekanan atmosfer pa .


Ada hubungan antara perbedaan tekanan p( x, t ) dan modulus bulk udara (tetapan bahan)
B, yaitu
y( x, t )
p( x, t )  B . (2)
x
Tanda negatif menunjukkan bahwa perubahan volume menyebabkan tekanan berkurang.
Dengan mengingat Persamaan (1), diperoleh
p( x, t )  BkAcos(t  kx). (3)
Kuantitas BkA pada Persamaan (3) menunjukkan perubahan tekanan maksimum atau sering
disebut sebagai amplitudo tekanan, dengn simbol pmaks. Jadi,

pmaks  BkA. (4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa amplitudo tekanan pmaks berbanding lurus dengan

amplitudo pergeseran A. Amplitudo tekanan juga bergantung pada panjang gelombang, sebab
k  2 / . (Bambang Ruwanto, 2010)

Contoh Soal 1
Gelombang bunyi di udara menghasilkan perbedaan tekanan yang dinyatakan dengan
persamaan p( x, t )  2 cos 12  (340t  x), dengan p dalam pascal, x dalam meter, dan t
dalam sekon. Hitunglah (a) amplitudo tekanan, (b) panjang gelombang, (c) frekuensi, dan (d)
laju gelombang.

2
Penyelesaian
Dengan membandingkan antara persamaan p( x, t )  2 cos 12  (340t  x) dan Persamaan (3),
diperoleh
(a) amplitudo tekanan pmaks  2 pascal,

2
(b) k   12  , panjang gelombang   4 meter,

(c)   2f  170 , frekuensi f  85 Hz, dan
(d) laju gelombang v  f  (85 Hz)(4 m)  340 m/s.

1.2 Gelombang pada dawai dan pipa organa


1). Gelombang pada dawai
Andaikan, dawai yang panjangnya L yang kedua ujungnya diikat (ujung tetap).
Pada alat musik gitar, piano, dan biola terdapat dawai. Bila dawai gitar dipetik, maka
akan terjadi gelombang. Gelombang ini dipantulkan pada kedua ujungnya yang tidak
bergerak, sehingga diperoleh gelombang berdiri (stasioner). Selanjutnya, gelombang
berdiri (stasioner) pada dawai ini akan menghasilkan gelombang bunyi di udara dengan
frekuensi tertentu.
Untuk dawai yang kedua ujungnya diikat (ujung tetap), gelombang berdiri yang
dihasilkan harus memiliki titik simpul pada kedua ujungnya. Kita telah mempelajari
bahwa jarak antara dua titik simpul yang berdekatan adalah setengah panjang gelombang
atau  / 2. Dengan demikian, untuk dawai yang panjangnya L berlaku

Ln , (n  1, 2, 3,...) (5)
2
Artinya, jika dawai yang panjangnya L dan kedua ujungnya diikat, maka gelombang
berdiri hanya dapat terjadi jika panjang gelombang memenuhi Persamaan (5). Dengan
menuliskan nilai-nilai panjang gelombang yang dapat terjadi sebagai n , berdasarkan
Persamaan (5) diperoleh

3
2L
n  . (n  1, 2, 3,...) (6)
n
Setiap panjang gelombang n terdapat frekuensi f n , sesuai dengan persamaan umum

gelombang f n  v / n . Frekuensi terkecil terjadi jika panjang gelombangnya terbesar.

Hal ini terjadi ketika n  1, yaitu 1  2L. Dengan demikian,


v
f1  . (7)
2L
Besaran f1 dikenal sebagai frekuensi dasar. Frekuensi gelombang berdiri yang lain

adalah f 2  2v / 2L, f 3  3v / 2L, dan seterusnya. Perhatikan bahwa f 2  2 f1 ,

f 3  3 f1 , dan seterusnya. Secara umum,


v
fn  n  nf1 ( n  1, 2, 3,... ) (8)
2L
Frekuensi-frekuensi f n dinamakan harmonik dan deretan frekuensi ini dinamakan deret

harmonik. f 2 , f 3 , f 3 , dan seterusnya biasanya disebut dengan istilah nada atas


(overtone). Jadi, f 2 adalah harmonik kedua atau nada atas pertama, f 3 adalah harmonik
ketiga atau nada atas kedua, dan seterusnya. Harmonik pertama sama dengan nada
dasar f1 , .

Gambar 1 Posisi simpul dan perut gelombang pada dawai yang kedua ujungnya diikat.
(Young, H.D. and Freedman, Roger A. 2000)

Gambar 1(a) menunjukkan bahwa pada frekuensi dasar f1 , terdapat 2 simpul dan 1 perut.
Harmonik kedua (nada atas pertama) terdapat 3 simpul dan 2 perut (Gambar 1(b)),

4
harmonik ketiga (nada atas kedua) terdapat 4 simpul dan 3 perut (Gambar 1(c)), dan
seterusnya.

Contoh Soal 2
Sebuah biola memiliki beberapa dawai yang panjangnya 6 m di antara dua titik tetap.
Salah satu dawai memiliki massa per satuan panjang 20 g/m dan frekuensi dasar 20 Hz.
Hitunglah (a) frekuensi dan panjang gelombang dawai pada harmonik kedua, dan (b)
frekuensi dan panjang gelombang dawai pada nada atas kedua.

Penyelesaian
(a) Diketahui, panjang dawai L=6 m, dan frekuensi dasar f1  20 Hz. Dengan
menggunakan Persamaan (8), frekuensi harmonik kedua (n = 2) adalah
f 2  2 f1  2(20 Hz)  40 Hz. Dengan menggunakan Persamaan (6), panjang
gelombang dawai untuk harmonik kedua adalah
2L 2(6m)
2    6 m.
2 2
(b)Nada atas kedua merupakan nada kedua di atas nada dasar, yaitu n  3. Jadi,
frekuensinya adalah f 3  3 f1  3(20 Hz)  60 Hz. Panjang gelombang untuk nada atas
kedua adalah
2L 2(6 m)
3    4 m.
3 3

2). Gelombang pada pipa organa


Gelombang berdiri longitudinal dapat menghasilkan bunyi pada alat musik tiup.
Salah satu contoh alat musik tiup yang paling sederhana adalah pipa organa. Ketika pipa
organa ditiup, getaran bibir peniup membantu membangun getaran kolom udara dalam
pipa. Udara dalam pipa bergetar dalam bentuk gelombang berdiri longitudinal.
Ketika peniup memasukkan udara ke mulut pipa organa, udara bergetar sehingga
pada mulut pipa organa selalu terjadi titik perut karena di mulut pipa ini udara dapat
bergerak bebas. Selanjutnya, pola gelombang yang terbentuk pada kolom udara di dalam

5
pipa organa tergantung pada jenis pipa. Ada dua jenis pipa organa, yaitu pipa organa
terbuka dan pipa organa tertutup
a. pipa organa terbuka
Pipa organa yang terbuka pada kedua ujungnya dinamakan pipa organa terbuka.
Pada pipa organa terbuka kedua ujungnya merupakan titik perut (Gambar 2). Frekuensi
dasar pipa organa terbuka f1 memiliki pola gelombang berdiri dengan titik-titik perut
pada kedua ujungnya dan sebuah titik simpul di tengah-tengahnya (Gambar 2(a)). Jadi,
frekuensi dasar pipa organa terbuka memiliki 2 perut dan 1 simpul. Jarak antara dua
titik perut yang berurutan selalu sama dengan 1
2 . Jarak ini sama dengan panjang pipa,
yaitu L. Dengan demikian, L  12  atau   2L. Dengan mengingat rumus umum
gelombang, f  v / , diperoleh
v
f1  . (9)
2L

Gambar 2 Pipa organa terbuka. (a) Pola harmonik pertama atau nada dasar. (b) Pola
harmonik kedua atau nada atas pertama. (c) Pola harmonik ketiga atau nada atas kedua.
(Young, H.D. and Freedman, Roger A. 2000)

Gambar 2(b) dan Gambar 2(c) menunjukkan pola harmonik kedua dan harmonik
ketiga (nada atas pertama dan nada atas kedua) sebuah pipa organa terbuka. Pada
harmonik kedua terdapat 3 perut dan 2 simpul, sedangkan pada harmonik ketiga
terdapat 4 perut dan 3 simpul.
Pada harmonik kedua, L  212    . Jadi,

v v
f2    2 f1 .
 L

6
Pada harmonik ketiga, L  3 12    3 / 2 atau   2L / 3. Jadi,

v v 3v
f3     3 f1 .
 2
3L 2L
Untuk setiap nada harmonik pipa organa terbuka panjang pipa L harus memenuhi
persamaan:
n 2L
Ln atau n  (n  1, 2, 3,...). (10)
2 n
Oleh karena itu, setiap frekuensi nada harmonik pipa organa terbuka selalu memenuhi
persamaan:
v v v
fn   n  nf1 (n  1, 2, 3,...). (11)
n 2L / n 2L
Harga n  1 bersesuaian dengan frekuensi dasar f1 , n  2 bersesuaian dengan
frekuensi nada atas pertama (harmonik kedua), dan seterusnya.

b. Pipa organa tertutup


Pipa organa tertutup adalah pipa organa yang salah satu ujungnya tertutup.
Gambar 3 menunjukkan penampang pipa organa yang terbuka di ujung atas dan tertutup
di ujung bawah. Ketika pipa organa tertutup ditiup, ujung terbuka merupakan titik perut,
tetapi ujung tertutup merupakan titik simpul. Jarak antara titik perut dan titik simpul
yang berdekatan adalah seperempat panjang gelombang. Gambar 3.3(a) menunjukkan
pola frekuensi dasar atau frekuensi dasar, f1 . Panjang pipa L   / 4 atau   4L.

Frekuensi dasar f1 dapat diperoleh berdasarkan rumus gelombang f  v / , sehingga


v v
f1   . (12)
 4L
Jika Persamaan (12) dibandingkan Persamaan (9), tampak bahwa frekuensi dasar pipa
organa tertutup sama dengan setengah frekuensi dasar pipa organa terbuka yang
panjangnya sama. Dalam istilah musik, titi nada pipa organa tertutup adalah satu oktaf
lebih rendah daripada titi nada pipa organa terbuka yang panjangnya sama.

7
Gambar 3 Penampang pipa pipa organa tertutup yang menunjukkan pola (a) harmonik
pertama, (b) harmonik kedua, dan (c) harmonik ketiga. (Young, H.D. and Freedman,
Roger A. 2000)

Gambar 3(b) menunjukkan pola harmonik kedua, dengan panjang pipa


L  3 / 4 atau   4L / 3. Pola harmonik ini memiliki frekuensi f 3 , yaitu:
v v v
f3   3  3 f1 .
 4L / 3 4L
Gambar 3(c) menunjukkan pola harmonik ketiga, dengan panjang pipa
L  5 / 4 atau   4L / 5. Pola harmonik ini memiliki frekuensi f 5 , yaitu:
v v v
f5   5  5 f1 .
 4L / 5 4L
Secara umum, panjang gelombang yang mungkin dimiliki pipa organa tertutup
diberikan oleh persamaan
n 4L
Ln atau n  (n  1, 2, 3,...). (13)
4 n
Frekuensi-frekuensi harmonik pipa organa tertutup diperoleh berdasarkan rumus
gelombang f n  v / n , yaitu

v
fn  n  nf1 (n  1, 2, 3,...), (14)
4L
dengan f1 diberikan oleh Persamaan (12). Dalam pipa organa tertutup, harmonik
kedua, harmonik keempat, dan semua harmonik genap tidak muncul. Dengan kata lain,
dalam pipa organa tertutup yang mungkin terjadi hanya harmonik-harmonik gasal.

Contoh Soal 3

8
Sebuah pipa organa panjangnya 26 cm . Hitunglah frekuensi dasar dan tiga nada
harmonik yang pertama untuk (a) pipa organa terbuka dan (b) pipa organa tertutup. Laju
gelombang bunyi di udara 345 m/s.

Penyelesaian
(a) Untuk pipa organa terbuka, frekuensi dasar dapat dihitung dengan Persamaan (10):
v 345 m/s
f1    663 Hz.
2L 2(0,26 m)
Oleh karena itu, tiga nada harmonik yang pertama adalah f 2  2 f1  1.326 Hz,
f 3  3 f1  1.989 Hz, dan f 4  4 f1  2.326 Hz.
(b)Untuk pipa organa tertutup, frekuensi dasar dapat dihitung dengan Persamaan (14):
v 345 m/s
f1    332 Hz.
4L 4(0,26 m)
Dalam pipa organa tertutup hanya harmonik gasal yang muncul. Oleh karena itu, tiga
nada harmonik yang pertama adalah f 3  3 f1  996 Hz, f 5  5 f1  1.660 Hz, dan

f 7  7 f1  2.324 Hz.

1.3 Intensitas bunyi dan taraf intensitas bunyi


Gelombang bunyi merambat dengan memindahkan energi dari satu tempat ke tempat
lain. Intensitas gelombang, dengan simbol I , didefinsikan sebagai energi rata-rata yang
dipindahkan oleh gelombang per satuan waktu per satuan luas. Jadi, intensitas merupakan
daya rata-rata per satuan luas. Akan tetapi, daya sama dengan hasil kali antara gaya dan
kecepatan. Oleh karena itu, daya per satuan luas pada gelombang bunyi yang merambat dalam
arah sumbu  x sama dengan hasil kali antara perubahan tekanan p( x, t ) (gaya per satuan
luas) dan kecepatan partikel v y ( x, t ). Untuk gelombang bunyi yang dinyatakan dengan

Persamaan (1), perubahan tekanan p( x, t ) dinyatakan dengan Persamaan (2). Kecepatan


partikel v y ( x, t ) adalah turunan parsial terhadap waktu dari Persamaan (1):

y( x, t )
v y ( x, t )   A cos(t  kx).
t
Dengan demikian,

9
p( x, t )v y ( x, t )  BkAcos(t  kx)A cos(t  kx  BkA2 cos2 (t  kx).

Seperti telah diuraikan di atas, intensitas merupakan harga rerata dari p( x, t )v y ( x, t ). Nilai

rerata dari cos2 (t  kx) pada satu periode T  2 /  adalah 12 . Dengan demikian,

I  12 BkA2 . (15)

Dengan mengingat k   / v dan v  B /  , Persamaan (15) menjadi

I  12  2 A2 B . (16)
Persamaan (16) menunjukkan bahwa intensitas I sebanding dengan kuadrat amplitudo
pergeseran A. Amplitudo tekanan pmaks  BkA dan v   / k , Persamaan (16) menjadi
2
vpmaks
I . (17)
B
Sebagai alternatif, Persamaan (17) dapat dinyatakan dalam bentuk
2 2
pmaks pmaks
I  . (18)
2v 2 B

Contoh Soal 4
Suara paling lemah yang masih dapat ditangkap oleh telinga manusia pada frekuensi 1.000 Hz
bersesuaian dengan intensitas bunyi 10 12 W/m2 (ambang pendengaran). Sebaliknya, suara
paling keras yang masih dalam batas toleransi pendengaran manusia bersesuaian dengan
intensitas bunyi 1 W/m2 (ambang rasa sakit). Jika massa jenis udara   1,20 kg/m3 dan laju
gelombang bunyi 344 m/s, berapakah (a) amplitudo tekanan dan (b) amplitudo pergeseran
yang bersesuaian dengan batas-batas intensitas ini?

Penyelesaian
Kita akan membahas intensitas I  10 12 W/m2 .
(a) Dengan menggunakan Persamaan (19), diperoleh

pmaks  2vI  (2)(1,20 kg/m3 )(344 m/s)(1012 W/m2 )  2,9 10 5 N/m2 .

(b) Dengan mengingat v  B /  atau B  v 2 dan k   / v  2f / v, Persamaan (4) dapat


ditulis menjadi

10
pmaks  BkA  v 2 (2f / v) A  2fvA,
pmaks
A .
2fv
Dengan demikian, untuk frekuensi 1.000 Hz memberikan amplitudo pergeseran sebesar
pmaks 2,9 10 5 N/m 2
A   1,110 11 m.
2fv 2 (1.000 Hz)(1,20 kg/m )(344 m/s)
3

Jika sumber bunyi dapat dipandang sebagai sebuah titik, intensitas bunyi pada jarak r
dari sumber bunyi akan berbanding terbalik dengan r 2 . Hal ini dapat diperoleh berdasarkan
hukum kekekalan energi: jika daya yang keluar dari sumber bunyi adalah P, maka intensitas

I1 yang melalui bola yang berjejari r1 dengan luas penampang r12 adalah
P
I1  .
4r12

Dengan cara yang sama, intensitas I 2 yang melalui bola yang berjejari r2 dengan luas

penampang r22 adalah


P
I2  .
4r22
Secara umum, jika sumber bunyi berbentuk titik mengeluarkan bunyi dengan daya P, maka
besarnya intensitas I pada jarak r dari sumber bunyi itu adalah
P
I . (19)
4r 2
Jika tidak ada energi yang hilang di antara kedua bola yang berjejari r1 dan r2 , maka daya P
harus sama. Oleh karena itu,
4r12 I1  4r22 I 2
atau
I1 r22
 . (20)
I 2 r12

11
Mengingat telinga manusia peka terhadap jangkauan intensitas yang sangat lebar,
maka intensitas bunyi sering digunakan skala logaritmik. Taraf intensitas bunyi, dengan
simbol  , didefinisikan sebagai
I
  10 log , (21)
I0

dengan I 0  10 12 W/m2 disebut intensitas ambang, yaitu ambang pendengaran manusia pada
frekuensi 1.000 Hz. Satuan taraf intensitas bunyi adalah decibel, disingkat dB (1dB =0,1 bell).
Gelombang bunyi dengan intensitas I  I 0  10 12 W/m2 memiliki taraf intensitas   0.

Sebaliknya, gelombang bunyi dengan intensitas I  1 W/m 2 memiliki taraf intensitas


  120 dB.
Contoh Soal 5
Taraf intensitas bunyi pesawat jet yang terbang pada ketinggian 20 m adalah 140 dB.
Berapakah taraf intensitasnya pada ketinggian 200 m?

Penyelesaian
Intensitas I1 pada ketinggian r1  20 m dapat dihitung dengan Persamaan (21),
I
  10 log ,
I0
I1
140  10 log 12
,
10 W/m 2
I1  100 W/m2 .
Intensitas I 2 pada ketinggian r2  200 m dapat dihitung dengan Persamaan (20),
2
r 
2
 20 m 
I 2   1  I1    (100 W/m )  1 W/m .
2 2

 r2   200 m 
Dengan demikian, taraf intensitas bunyi pada ketinggian r2  200 m adalah

I2 1 W/m2
  10 log  10 log 12  120 dB.
I0 10 W/m2

1.4 Peristiwa layangan bunyi

12
Kita telah membicarakan interferensi dua gelombang dengan frekuensi yang sama.
Sekarang kita akan membicarakan interferensi dua gelombang bunyi yang memiliki
amplitudo sama, tetapi frekuensinya berbeda. Peristiwa ini dapat terjadi pada dua garpu tala
yang frekuensinya berbeda dibunyikan bersama-sama.
Ketika dua gelombang berinterferensi, perhatikan sebuah titik dalam medium itu.
Pergeseran masing-masing gelombang di titik itu dapat digambarkan sebagai fungsi waktu
(Gambar 4(a)). Panjang total sumbu waktu menyatakan 1 s, sedangkan frekuensi masing-
masing gelombang berturut-turut 16 Hz (grafik warna biru) dan 18 Hz (grafik warna merah).
Berdasarkan prinsip superposisi, kita menambahkan kedua pergeseran pada setiap saat untuk
menentukan pergeseran total pada saat itu. Hasil superposisi ditunjukkan pada Gambar 4(b)).
Pada saat t  0,25 s dan t  0,75 s, kedua gelombang sefase. Artinya, kedua gelombang itu
saling memperkuat sehingga amplitudo totalnya maksimum. Akan tetapi, karena frekuensinya
sedikit berbeda, kedua gelombang itu tidak dapat sefase dalam setiap waktu. Pada saat
tertentu, misalnya t  0,50 s, kedua gelombang itu tepat berlawanan fase. Artinya, kedua
gelombang itu saling meniadakan sehingga amplitudo totalnya sama dengan nol. Gelombang
resultan pada Gambar 4(b) tampak seperti sebuah gelombang sinusoidal tunggal yang
amplitudonya berubah-ubah dari maksimum ke nol dan kembali ke maksimum lagi.
Berdasarkan uraian di atas, dalam waktu 1 s amplitudo resultan memiliki dua
maksimum dan dua minimum sehingga frekuensi perubahan amplitudo ini adalah 2 Hz.
Perubahan amplitudo ini menyebabkan perubahan kenyaringan yang dinamakan layangan dan
frekuensi di mana kenyaringan itu berubah dinamakan frekuensi layangan. Frekuensi
layangan sama dengan selisih kedua frekuensi gelombang yang berinterferensi.

13
Gambar 4 (a) Dua gelombang dengan frekuensi 16 Hz (warna biru) dan 18 Hz (warna merah).
(b) Superposisi dua gelombang dengan frekuensi 16 Hz dan 18 Hz menghasilkan frekuensi
layangan 2 Hz. (Giancoli, Douglas C. 1996.)

Kita akan membuktikan bahwa frekuensi layangan sama dengan selisih antara
frekuensi f a dan f b . Diandaikan f a  f b atau Ta  Tb , dengan Ta dan Tb berturut-turut

menunjukkan periode yang bersesuaian dengan frekuensi f a dan f b . Jika kedua gelombang

itu mula-mula sefase pada t  0, kedua gelombang itu akan sefase lagi apabila gelombang
pertama telah bergerak tepat satu siklus lagi melebihi gelombang kedua. Hal ini akan terjadi
pada nilai t yang sama dengan Tlayangan. Jika n menunjukkan jumlah siklus gelombang

pertama dalam waktu Tlayangan, jumlah siklus gelombang kedua dalam waktu Tlayangan adalah

(n  1). Jadi,
Tlayangan  nTa dan Tlayangan  (n  1)Tb .
Dari dua persamaan ini diperoleh,
TaTb
Tlayangan  .
Tb  Ta
Akan tetapi, f  1 / T sehingga
1 1
f layangan   ,
Ta Tb

f layangan  f a  f b . (22)

Seperti telah disebutkan di atas, frekuensi layangan sama dengan selisih antara kedua
frekuensi gelombang yang berinterferensi. Frekuensi layangan selalu positif, sehingga f a
pada Persamaan (22) selalu menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi.

1.5 Efek Doppler.


Bila sebuah mobil membunyikan klakson bergerak mendekati, Anda akan mendengar
frekuensi bunyi klakson yang semakin tinggi. Sebaliknya, jika mobil itu bergerak menjauhi,

14
Anda akan mendengar frekuensi bunyi klakson yang semakin rendah. Fenomena ini pertama
kali dijelaskan oleh ilmuwan berkebangsaan Austria Christian Doppler sekitar abad
pertengahan, sehingga dinamakan efek Doppler. Secara umum, bila sumber bunyi dan
pendengar bergerak relatif satu sama lain, maka frekuensi bunyi yang didengar oleh
pendengar tidak sama dengan frekuensi sumber bunyi.
Untuk menganalisis efek Doppler pada gelombang bunyi, kita akan menentukan
hubungan antara pergeseran frekuensi, kecepatan sumber, dan kecepatan pendengar relatif
terhadap medium (udara) yang dilalui oleh gelombang bunyi tersebut. Untuk
menyederhanakan, kita hanya akan membahas keadaan khusus di mana kecepatan sumber dan
pendengar keduanya terletak sepanjang garis lurus yang menghubungkan keduanya. Dalam
membahas efek Doppler, vS dan v P berturut-turut menunjukkan komponen-komponen
kecepatan sumber bunyi dan kecepatan pendengar, relatif terhadap medium. Kita akan
memilih arah positif untuk vS dan v P sebagai arah dari pendengar P ke sumber S. Laju

perambatan bunyi relatif terhadap medium, yaitu v, selalu positif.

1). Pendengar Bergerak


Gambar 5 menunjukkan seorang pendengar P yang bergerak dengan kecepatan v P
menuju sumber bunyi S yang diam. Sumber bunyi itu memancarkan gelombang bunyi
dengan frekuensi f S dan panjang gelombang   v / f S . Perhatikan beberapa puncak

gelombang yang terpisah dengan jarak yang sama, yaitu . Puncak-puncak gelombang yang
mendekati pendengar yang bergerak itu mempunyai laju perambatan relatif terhadap
pendengar sebesar v  vP . Jadi, frekuensi f P di mana puncak-puncak gelombang itu tiba di
posisi pendengar (artinya, frekuensi yang didengar oleh pendengar) adalah

v  vP v  vP
fP   (23)
 v / fS

 v 
f P  1  P  f S . (24)
 v 

15
Gambar 5 Pendengar yang bergerak menuju sumber bunyi yang tidak bergerak akan
mendengar frekuensi yang lebih tinggi daripada frekuensi sumber. (Bambang Ruwanto.
2010)

Dengan demikian, pendengar yang bergerak menuju sumber bunyi seperti pada
Gambar 5 pendengar akan mendengar frekuensi yang lebih tinggi daripada yang didengar
oleh pendengar yang diam. Sebaliknya, pendengar yang bergerak menjauhi sumber bunyi
akan mendengar frekuensi yang lebih rendah.
v  vP v  vP
fP   (25)
 v / fS

 v 
f P  1  P  f S . (26)
 v 

2). Sumber Bunyi dan Pendengar Bergerak


Apa yang terjadi jika sumber bunyi bergerak? Gambar 6 menunjukkan sebuah
sumber bunyi yang bergerak dengan kecepatan vS . Laju gelombang bunyi relatif terhadap

medium (udara) adalah v. Laju gelombang bunyi nilai tetap, tidak bergantung pada gerak
sumber. Akan tetapi, panjang gelombang bunyi tidak sama dengan v / f S . Mengapa

demikian? Waktu untuk pancaran satu siklus gelombang sama dengan periode T  1/ f S .

Dalam waktu T  1/ f S ini gelombang merambat sejauh vT  v / f S dan sumber bunyi

merambat sejauh vS T  vS / f S . Panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak


gelombang yang berurutan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 6, panjang gelombang di
depan sumber berbeda dengan panjang gelombang di belakang sumber. Di depan sumber,
yaitu di sebelah kanan Gambar 6, panjang gelombangnya adalah

16
v v v  vS
   . (27)
fS fS fS
Di belakang sumber, yaitu di sebelah kiri Gambar 3.6, panjang gelombangnya adalah
v v v  vS
   . (28)
fS fS fS
Perhatikan bahwa gelombang-gelombang di depan sumber merapat, sedangkan gelombang-
gelombang di belakang sumber merenggang.

Gambar 6 Puncak-puncak gelombang yang dipancarkan oleh sumber bunyi yang bergerak.
Di depan sumber bunyi puncak-puncak gelombang merapat, sedangkan di belakang sumber
puncak-puncak gelombang merenggang. (Bambang Ruwanto. 2010)

Untuk menentukan frekuensi yang didengar oleh pendengar di belakang sumber, kita
substitusi Persamaan (28) ke Persamaan (23) yang pertama. Diperoleh,
v  vP v  vP
fP  
 (v  vS ) / f S
v  vP
fP  fS . (29)
v  vS
Persamaan (29) berlaku untuk semua kemungkinan gerak sumber bunyi dan
pendengar (relatif terhadap medium udara) sepanjang garis yang menghubungkan sumber
bunyi dan pendengar itu. Jika pendengar diam, vP  0. Jika sumber bunyi dan pendengar

keduanya diam atau memiliki kecepatan yang sama relatif terhadap medium, vP  vS dan

f P  f S . Jika arak kecepatan sumber atau arah kecepatan pendengar berlawanan dengan
arah pendengar menuju sumber (yang telah didefinisikan bertanda positif), maka kecepatan
sumber atau pendengar pada Persamaan (29) bertanda negatif. (Bambang Ruwanto, 2010 )

17
Contoh Soal 6
Sebuah sirine mobil polisi memancarkan gelombang bunyi dengan frekuensi
f S  300 Hz. Laju gelombang bunyi di udara v  340 m/s.(a) Hitunglah panjang gelombang
dari gelombang bunyi itu jika sirine diam. (b) Jika sirine bergerak dengan laju
108 km/jam,hitunglah panjang gelombang di depan dan di belakang sirine. (c) Jika
pendengar P berada dalam keadaan diam dan sirine bergerak menjauhi P dengan kelajuan
yang sama, berapakah frekuensi yang didengar oleh pendengar P?

Penyelesaian
Laju sumber bunyi : vS  108 km/jam  30 m/s

Laju gelombang bunyi : v  340 m/s


Frekuensi sumber : f S  300 Hz
(a) Jika sirine diam, maka
v 340 m/s
   1,13 m.
f S 300 Hz
(b) Panjang gelombang di depan sirine dapat dihitung dengan Persamaan (27),
v  vS 340 m/s  30 m/s
   1,03 m.
fS 300 Hz
Panjang gelombang di belakang sirine dapat dihitung dengan Persamaan (28),
v  vS 340 m/s  30 m/s
   1,23 m.
fS 300 Hz
(c) Pendengar dalam keadaan diam, artinya vP  0. Laju sirine (sumber bunyi)
vS  30 m/s (laju sumber bunyi vS bertanda positif karena sirine bergerak dalam arah yang
sama seperti arah dari pendengar menuju sumber bunyi). Dengan menggunakan Persamaan
(28), diperoleh
v 340 m/s
fP  fS  (300 Hz)  276 Hz.
v  vS 340 m/s  30 m/s

18
C. LATIHAN SOAL

1. Nada atas ketiga pipa organa terbuka menghasilkan 5 layangan per sekon dengan nada
atas pertama pipa organa terbuka yang frekuensinya lebih rendah. Jika panjang pipa
organa terbuka 150 cm dan laju gelombang bunyi di udara 320 m/s, maka panjang pipa
organa tertutup adalah ….

2. Suatu sumber bunyi 1 kHz bergerak dengan kelajuan 0,9 kali kelajuan bunyi ke arah
seorang pendengar yang diam. Frekuensi yang diterima pendengar adalah ….

3. Sebuah sumber bunyi berbentuk titik memancarkan gelombang bunyi dengan daya
keluaran 80 W. (a) Hitunglah intensitas bunyi pada jarak 3 m dari sumber bunyi itu. (a)
Tentukan titik yang berjarak r dari sumber bunyi supaya titik itu memiliki taraf intensitas
40 dB.

D. DAFTAR PUSTAKA

Bambang Ruwanto. 2007. Asas-Asas Fisika 3A. Bogor: Yudhistira.

Bambang Ruwanto. 2010. Seri Fisika Dasar:Gelombang dan Bunyi. Yogyakarta.Universitas


Negeri Yogyakarta

Giambattista, Alan, B. Richardson, B. McCarthy and Richardson, Robert C. 2004. College


Physics. New York: McGraw-Hill.

Giancoli, Douglas C. 1996. Physics (3rd Edition). New York: Prentice Hall, Inc.

Hirose, A. and Karl E. Longreen. 1985. Introduction to Wave Phenomena. New York: John
Wiley and Sons.

Serway, Raymond A. 2000. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics. Virginia:
Saunders College Publishing.

Young, H.D. and Freedman, Roger A. 2000. University Physics (Tenth Edition). New York:
Addison Wesley Longman, Inc.

19

Anda mungkin juga menyukai