Anda di halaman 1dari 21

Laporan Pengendalian Pencemaran Udara (PPU)

Analisis Komparasi Indeks Kualitas Udara secara Real Time


pada Beberapa Titik di Kota Mararam menggunakan
Layanan AccuWeather

DISUSUN OLEH :

Ahmad Lintang Aditya (G1E020001)


Bimo Athhoriqsyah (G1E020009)
Desak Made Devika Ratna Dewi (G1E020010)
Janu Wahyu Hidayat (G1E020014)
Diega Armanda P (G1E020011)
Muh. Rizqi (G1E020021)
Suhadah Andriani (G1E020034)

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Udara yang bersih merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga
kesehatan manusia dan lingkungan. Kota-kota besar di Indonesia seperti
Mataram, NTB memiliki tingkat polusi udara yang cukup tinggi akibat dari
kegiatan industri dan transportasi. Polusi udara memiliki dampak yang
signifikan pada kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem. Salah satu
cara untuk mengurangi polusi udara adalah dengan meningkatkan
keberadaan vegetasi di perkotaan.
Vegetasi yang tumbuh di perkotaan memiliki kemampuan untuk menyerap
polutan udara dan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Hal ini
dapat membantu dalam mengurangi jumlah polutan udara dan meningkatkan
kualitas udara di perkotaan. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh
keberadaan vegetasi terhadap kualitas udara di perkotaan menjadi sangat
penting.
Indeks kualitas udara adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengukur tingkat polusi udara di suatu daerah. Indeks kualitas udara ini
digunakan untuk menentukan tingkat kualitas udara suatu daerah dengan
mengukur konsentrasi polutan seperti SO2, NO2, PM10, CO, dan O3 dalam
udara. Dalam penelitian ini, akan dibandingkan indeks kualitas udara pada
beberapa titik di Kota Mataram dengan mempertimbangkan keberadaan
vegetasi di sekitarnya.
Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa keberadaan
vegetasi memiliki pengaruh yang signifikan pada kualitas udara di perkotaan.
Sebagai contoh, penelitian oleh McPherson et al. (2011) menunjukkan bahwa
peningkatan luas penutupan vegetasi di perkotaan dapat mengurangi
konsentrasi polutan udara seperti NO2 dan O3. Selain itu, penelitian oleh
Nowak et al. (2006) menunjukkan bahwa peningkatan keberadaan pohon di
perkotaan dapat meningkatkan kualitas udara dengan mengurangi
konsentrasi polutan seperti SO2 dan PM10.

Namun, studi tentang pengaruh keberadaan vegetasi terhadap kualitas udara


di Kota Mataram masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini akan
membahas perbandingan indeks kualitas udara pada beberapa titik di Kota
Mataram dengan mempertimbangkan keberadaan vegetasi di sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pengaruh
keberadaan vegetasi terhadap kualitas udara di perkotaan serta memberikan
rekomendasi dalam meningkatkan kualitas udara di Kota Mataram.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari kegiatan ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perbandingan indeks kualitas udara.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perbedaan kualitas udara.
3. Untuk mengetahui unsur yang berperan dalam kualitas udara.

C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Mampu memberikan informasi terkait indeks kualitas udara di Kota
Mataram serta berbagai faktor yang memengaruhi indeks tersebut secara
real time
2. Mampu meningkatkan pemahaman tim penulis terkait mata kuliah
Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) dengan mempelajari dan
menelaah secara mendalam permasalahan lokal yang terjadi di sekitar
Kota Mataram sebagai objek pengamatan
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Pengamatan
Pengumpulan data dilakukan pada 6 titik tersebar di dalam wilayah
administratif Kota Mataram. Pemilihan lokasi pengumpulan data dilakukan
melalui metode purposive sampling dengan memperhatikan dua
pertimbangan yakni: 1) keberadaan vegetasi; dan 2) representasi geografis.
Berdasarkan keberadaan vegetasi, lokasi pengumpulan data kemudian dibagi
kedalam tiga kelas: lokasi bervegetasi tinggi; lokasi bervegetasi sedang; dan
lokasi bervegetasi rendah. Lokasi bervegetasi tinggi adalah area yang
ditumbuhi oleh vegetasi tinggi seperti pepohonan dengan kerapatan yang
tinggi, mampu memberikan perlindungan yang baik dari sinar matahari
langsung, membantu mengurangi suhu udara. memberikan perlindungan dari
angin, menyerap polutan dari udara, dan mengurangi erosi tanah. Lokasi
bervegetasi sedang-rendah adalah area yang memiliki vegetasi yang sedang
seperti pepohonan kecil, semak, dan perdu yang lebih rendah dari pepohonan
serta dengan kerapatan yang lebih lenggang. Vegetasi sedang memberikan
beberapa manfaat yang mirip dengan vegetasi tinggi, tetapi mungkin kurang
efektif dalam menyerap polutan dan mengurangi suhu udara. Keterangan
untuk masing-masing tempat pengamatan tertera pada tabel berikut:
No Lokasi Kordinat Status vegeasi

1. Universitas Mataram, Jl. -8.5862911, Vegetasi tinggi


Unram, Kelurahan 116.0934067
Gomong, Kec. Selaprang,
Mataram

2. Jl. Udayana, Kelurahan -8.5689320, Vegetasi tinggi


Pejarakan Karya, Kec. 116.1032833
Ampenan, Mrtaram

3. Jl. Dr. Wahidin, Kelurahan -8,5604646, Vegetasi rendah


Rembige, Kec. Selaprang,
Mataram (persimpangan 116,1096948
Dakota)

4. Lampu Merah Pagesangan, -8,5994999, Vegetasi rendah


Jl. Gajah Mada No.25, 116,015647
Pagesangan, Kec. Mataram

5. Jl. Dr. Sudjono, Jempong -8,6111538, Vegetasi rendah


Baru, Kec. Sekarbela, 116,0758979
Mataram,

6. Jl. TGH. Faesal, Turida, -8,6058488; Vegetasi rendah


Kec. Sandubaya, Mataram 116,1493764

B. Waktu Pengamatan
Pengumpulan data dilakukan selama pada hari Selasa (11/04/2023).
Pengumpulan data dilakukan pada pagi hari (jam 07:00), siang (14:00), sore
(17:00) dan malam hari (20:00).

C. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan menggunakan layanan AccuWeather.
AccuWeather adalah layanan perkiraan cuaca online yang menyediakan
informasi cuaca global dan lokal, termasuk perkiraan kondisi cuaca saat ini,
radar cuaca interaktif, dan laporan kondisi cuaca untuk masa depan. Selain
itu, AccuWeather juga menyediakan indeks kualitas udara (Air Quality Index,
AQI) yang mengukur tingkat tercemarnya udara. Parameter kualitas udara
pada aplikasi ini mencakup PM2.5, PM10, SO2, NO2, CO, dan O3.
Informasi AQI yang disediakan oleh AccuWeather bisa menjadi referensi
untuk mengetahui kondisi pencemaran udara di suatu daerah. AQI
dikelompokkan ke dalam kategori kualitas udara yang berbeda, seperti "baik",
"sedang", "tidak sehat untuk kelompok sensitif", "tidak sehat", "sangat tidak
sehat", dan "berbahaya". Dengan mengetahui kondisi AQI di suatu daerah,
kita dapat mengambil tindakan untuk melindungi diri kita sendiri dan
lingkungan, seperti menghindari aktivitas luar ruangan pada saat kondisi AQI
buruk. Namun demikian, perlu diingat bahwa informasi AQI yang disediakan
oleh AccuWeather hanyalah sebagai referensi dan tidak sepenuhnya akurat.
Kondisi cuaca dan pencemaran udara di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh
faktor lokal seperti topografi, cuaca, dan aktivitas manusia. Oleh karena itu,
selalu disarankan untuk memperhatikan kondisi lingkungan sekitar dan
mengikuti saran dari otoritas terkait jika ada peringatan atau rekomendasi
untuk menghindari aktivitas luar ruangan pada saat kondisi AQI buruk.
AccuWeather adalah aplikasi yang menyediakan data cuaca kualitas udara
secara real-time.
Adapun parameter non polutan (parameter cuaca) yang dicatat dalam studi
ini adalah parameter cuaca dasar seperti suhu, kelembaban relatif (RH), dan
kecepatan angin. Pemilihan parameter tersebut didasarkan karena
pengaruhnya terhadap tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh manusia.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Indeks Kualitas Udara di Rembige
Hari Jam Indeks PM PM SO2 NO2 O3 CO Suhu RH WV
Kualitas 2.5 10 (oC) (%) (km/
Udara h)

Selasa 07:00 16 12.1 10.4 0.2 0.1 16.7 0.4 24 94 7.2

10:00

13:00 17 12.1 11.3 0.1 0.3 17.3 0.4 29 81 14.3

17:00 17 12.8 12.3 0.2 0.2 17.3 0.5 29 83 14.1

20:00 16 12.7 11.8 0.2 0.3 16.9 0.5 28 87 4.9

2. Indeks Kualitas Udara di Gomong


Hari Jam Indeks PM PM SO2 NO2 O3 CO Suhu RH WV
Kualitas 2.5 10 (%)
Udara

Selasa 07:00 16 11.8 10.3 0.2 - 16.2 0.4 25 94 9.3

13:00 17 12.4 11.2 0.2 0.2 17.8 0.4 29 81 14.3

17:00 16 12.6 11.5 0.2 0.1 16.5 0.4 29 83 14.1

20:00 16 12.4 11.3 0.3 0.1 16.1 0.4 28 87 4.9

3. Indeks Kualitas Udara di Udayana (Pejarakan Karya)


Hari Jam Indeks PM PM SO2 NO2 O3 CO Suhu RH WV
Kualitas 2.5 10
Udara

Selasa 07:00 15 10.2 9.0 0.1 - 15.7 0.5 25 94 9.3

13:00 17 11.2 10.6 0.1 0.1 15.8 0.4 29 81 14.3

17:00 15 11.6 10.6 0.1 - 15.4 0.4 29 83 14.1

20:00 15 11.2 10.5 0.1 - 15.4 0.5 28 87 4.9

4. Indeks Kualitas Udara di Pagesangan


Hari Jam Indeks PM PM SO2 NO2 O3 CO Suhu RH WV
Kualitas 2.5 10
Udara

Selasa 07:00 16 12.4 10.7 0.1 0.2 16.8 0.5 26 90 8.5

13:00 18 13.0 12.1 0.1 0.3 18.1 0.5 29 81 14.3


17:00 18 12.8 11.6 0.1 0.4 18.0 0.5 29 83 14.1

20:00 17 13.2 11.9 0.1 0.4 16.9 0.5 28 87 4.9

5. Indeks Kualitas Udara di Jempong Baru


Hari Jam Indeks PM PM SO2 NO2 O3 CO Suhu RH WV
Kualitas 2.5 10
Udara

Selasa 07:00 16 12.1 10.7 0.3 0.2 16.6 0.4 26 94 9.5

13:00 17 11.7 10.8 0.3 0.2 17.1 0.4 29 81 14.3

17:00 17 12.7 11.3 0.5 0.2 17.1 0.4 29 83 14.1

20:00 16 12.3 11.1 0.2 0.3 16.9 0.5 28 87 4.9

6. Indeks Kualitas Udara di Turida


Hari Jam Indeks PM PM SO2 NO2 O3 CO Suhu RH WV
Kualitas 2.5 10
Udara

Selasa 07:00 17 12.3 11.1 0.7 0.1 17.2 0.5 26 90 9.5

13:00 17 11.9 11.3 0.7 0.2 17.5 0.4 29 81 14.3

17:00 17 12.5 12.2 1.2 0.1 17.2 0.4 29 83 14.1

20:00 17 12.6 11.5 0.6 0.3 16.8 0.5 28 87 4.9

B. Pembahasan
Pengamatan yang dilakukan dalam studi ini bertujuan untuk mengetahui
indeks kualitas udara di kota Mataram serta pengaruh keberadaan vegetasi
terhadap indeks tersebut. Keseluruhan indeks kualitas udara yang tercatat
berada dalam rentang 15-18 yang menunjukkan bahwa kualitas udara di kota
Mataram berada dalam kondisi aman. Keenam parameter penyusun indeks
kualitas udara dibandingkan dengan baku mutu udara ambien berdasarkan
Lampiran VII PP No. 22 Tahun 2021 yakni sebagai berikut:
No Parameter Waktu Baku Mutu
Pengukuran
1. Sulfur Dioksida 1 jam 150 ug/m3
24 jam 75 ug/m3
2. Karbon Monoksida 1 jam 10000 ug/m3
8 jam 65 ug/m3
3. Nitrogen Dioksida 1 jam 200 ug/m3
24 jam 65 ug/m3
4 Oksigen fotokimia (Ox) 1 jam 150 ug/m3
sebagai Ozon (O3)
8 jam 100 ug/m3
5 Partikulat debu <10 um 24 jam 75 ug/m3
(PM10)
6 Partikulat debu <2.5 um 24 jam 55 ug/m3
(PM2.5)
Perbandingan terhadap baku mutu menunjukkan bahwa tidak ada satupun
parameter yang teridentifikasi melampaui baku mutu yang berlaku selama
periode penelitian berlangsung,
Hasil yang dijumpai pada pengamatan menunjukkan bahwa keberadaan
vegetasi mampu memberikan efek positif terhadap kualitas udara di
sekitarnya. Udayana sebagai representasi lokasi dengan kerapatan vegetasi
tinggi, mampu secara konsisten menjadi kawasan dengan tren polutan
terendah untuk lima dari enam polutan yang terindeks (semua polutan
kecuali karbon monoksida memiliki kandungan terendah di Udayana).
Sebaliknya, kawasan Pagesangan dan Rembige sebagai kawasan dengan
vegetasi rendah, memiliki tren polutan tertinggi untuk semua parameter
(kecuali SO2). Kawasan Gomong (vegetasi tinggi) dan Jempong Baru
(vegetasi rendah) juga menunjukkan performa kualitas udara yang cukup
baik. Namun, perlu diingat bahwa vegetasi bukan satu-satunya faktor yang
memengaruhi tren ini.
Gambar 3.1 Grafik PM 2.5
Parameter utama dalam studi ini adalah PM2.5. PM2.5 (particulate matter
dengan ukuran 2.5 mikrometer atau kurang) sangat penting sebagai pencemar
udara karena ukurannya yang sangat kecil dan memiliki kemampuan untuk
masuk ke dalam saluran pernapasan manusia. Partikel ini dapat mencapai
bronkiolus dan alveolus di dalam paru-paru, yang dapat menyebabkan
berbagai masalah kesehatan, seperti iritasi paru-paru, penyakit pernapasan
kronis, bahkan kanker paru-paru. Pengamatan menunjukkan bahwa
kandungan PM2.5 pada udara ambien kota Mataram masih berada dalam
tingkat aman sehingga potensi bahaya yang ditimbulkan cenderung lebih
kecil dibanding kota besar lainnya. Tren peningkatan PM2.5 cenderung
variatif di berbagai lokasi dan tidak bisa di generalisasi. Namun, dapat
diketahui bahwa Pagesangan merupakan lokasi dengan kandungan PM2.5
tertinggi di sepanjang waktu (kecuali pagi hari) dengan nilai maksimal
sebesar 13 ppm di malam hari diikuti oleh Turida dengan nilai maksimal
12,8 ppm pada pagi hari, dan Rembige dengan nilai maksimal 12,1 pada sore
hari. Kedua nilai ini masih jauh dibawah baku mutu 24 jam sebesar 55 ug/m3.
Nilai yang didapat sejalan dengan kondisi Pagesangan dan Rembige sebagai
kawasan dengan vegetasi yang cukup jarang. Hal ini juga bisa dijelaskan
oleh kondisi lalu lintas di kedua lokasi yang sangat padat mengingat kawasan
tersebut cukup dekat dengan persimpangan/lampu merah. Ketika kendaraan
bermotor berhenti, mesin kendaraan masih berjalan dan mengeluarkan emisi
yang mengandung partikel halus termasuk PM2.5. Ketika jumlah kendaraan
yang berhenti semakin banyak, maka jumlah emisi PM2.5 yang dihasilkan
juga semakin tinggi. Selain itu, lampu merah juga dapat mempengaruhi laju
ventilasi udara di suatu kawasan. Kondisi ventilasi udara pada persimpangan
jalan juga berperan penting dalam peningkatan konsentrasi PM2.5. Saat
mobil-mobil berhenti di persimpangan, kecepatan angin di sekitar
persimpangan menurun dan mengakibatkan terjadinya stagnasi udara. Udara
di sekitar persimpangan menjadi terjebak dan tidak dapat mengalir dengan
lancar, sehingga konsentrasi PM2.5 semakin meningkat. Selain itu, di sekitar
persimpangan juga biasanya terdapat dinding atau bangunan yang membuat
sirkulasi udara semakin buruk. Tingginya kandungan PM2.5 pada malam
hari bisa dijelaskan oleh kondisi cuaca. Saat kondisi cuaca kering dan angin
tidak bertiup, partikel-partikel tersebut cenderung tertahan di udara dan tidak
tersebar dengan baik, sehingga kandungannya meningkat.

Gambar 3.2 Grafik PM10


Untuk parameter PM10, perbedaan yang diamati tidak terlalu signifikan
seperti pada PM2.5. Samaanalisis trendline menunjukkan bahwa Rembige
merupakan kawasan dengan tren peningkatan tertinggi dengan nilai
maksimum 12,3 pada sore hari, diikuti oleh Turida dan Pagesangan, dengan
tren yang tidak terlalu berbeda jauh. Pagesangan memiliki kandungan PM2.5
tertinggi pada siang hari sebelum kemudian mulai menurun pada sore hari
dan kembali ke level semula setelah malam hari. Adapun Rembige dan
Turida mengalami peningkatan drastis pada sore hari meskipun sebelumnya
berada dalam level Normal. Peningkatan drastis di ini kemungkinan
disebabkan oleh meningkatnya kuota lalu lintas pada sore hari terutama
menjelang waktu iftar. Kemacetan pada saat menjelang waktu berbuka puasa
di beberapa lokasi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, sebagian besar
orang yang berpuasa ingin segera sampai ke rumah dan menyiapkan
makanan untuk berbuka puasa. Kedua, di beberapa lokasi, ada kebiasaan
untuk membeli makanan dan minuman khusus untuk berbuka puasa di toko-
toko atau penjual kaki lima. Ketiga, pada bulan Ramadan, kebiasaan
berkendara orang-orang dapat berubah karena mereka sedang berpuasa dan
merasa lelah. Hal ini dapat mempengaruhi cara mereka berkendara dan dapat
memicu kemacetan lalu lintas. Keempat, pada bulan Ramadan, jam kerja
dapat berubah yang dapat menyebabkan perubahan pola perjalanan orang-
orang dan mengakibatkan peningkatan lalu lintas. Akumulasi faktor tersebut
menyebabkan peningkatan lalu lintas di jalan-jalan kota, terutama pada jalan
arteri yang menghubungkan pusat kota dengan pinggiran kota (suburban).
Faktor ini menjadi dominan mengingat fungsi jalan di Rembige dan Turida
yang menjadi penghubung utama ke kawasan Suburban Gunung Sari dan
Kediri, masing-masing. Fungsi ini tidak dijumpai di Pagesangan karena,
selain tidak adanya kawasan suburban yang terhubung langsung, aksesibilitas
pada kawasan ini juga cukup baik sehingga pengendara memiliki banyak
pilihan rute yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuannya dan kemudian
mengurangi kemacetan di kawasan ini pada sore hari. Peningkatan PM10 dan
PM2.5 terutama di Rembiga, juga bisa dijelaskan oleh kondisi jalan yang
bergelombang. Ketika kendaraan melewati jalan yang bergelombang,
suspensi di dalam kendaraan dapat terpengaruh oleh getaran dan
mengeluarkan partikel ke udara.
Gambar 3.3 Grafik SO2
Pengamatan parameter SO2 menunjukkan trendline yang cukup berbeda
dibanding sebelumnya. Tren yang teridentifikasi adalah timbulnya puncak
emisi pada sore hari diikuti oleh penurunan setalahnya. Lokasi dengan
tingkat kandungan SO2 tertinggi adalah Turida, dengan nilai maksimum 1.2
ppm pada sore hari. Angka ini terpaut jauh dibanding dengan Jempong Baru
di tempat kedua dengan nilai maksimum 0.5 ppm (sore). Dua karakteristik
umum yang dimiliki oleh Turida dan Jempong Baru adalah infrastruktur
Jalan dua lajur yang lebar dan keberadaan vegetasi yang sedang. Secara
umum, Turida terletak cukup dekat dengan kawasan industri dan
pergudangan utama di Kota Mataram sehingga kawasan ini cenderung
memiliki lalu lintas kendaraan yang lebih berat dan beragam, seperti truk
pengangkut barang atau alat berat. Kendaraan berat berbahan bakar diesel,
seperti truk dan bus, memiliki potensi yang lebih tinggi untuk menghasilkan
emisi SO2 karena bahan bakarnya mengandung sulfur yang lebih banyak
dibandingkan dengan bahan bakar bensin yang digunakan pada kendaraan
pribadi. Kecepatan kendaraan juga mampu memengaruhi SO2. Jika
kendaraan yang melintasi jalan tersebut berjalan dengan kecepatan tinggi,
maka akan terjadi turbulensi di sekitar kendaraan yang dapat meningkatkan
pelepasan partikel SO2 dari knalpot kendaraan ke atmosfer. Hal ini bisa
terjadi pada kendaraan besar seperti truk atau bus yang sering melaju dengan
kecepatan yang tinggi di jalan raya. Adapun terkait kondisi vegetasi,
meskipun kedua jalan tersebut memiliki buffer yang ditanami oleh pohon
kecil, namun jika jumlahnya tidak cukup, maka kemampuan pohon dalam
menyerap SO2 akan terbatas. Pohon yang lebih besar dan lebih sehat juga
cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyerap SO2
daripada pohon yang lebih kecil dan kurang sehat.
Secara umum, puncak kandungan SO2 terjadi pada sore hari, dengan
pengecualian untuk kawasan Gomong. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor. Pertama, kondisi atmosfer pada sore hari biasanya stabil, sehingga
partikel dan gas yang dihasilkan oleh kendaraan dan sumber polutan lainnya
cenderung bertahan dalam udara lebih lama daripada pada siang hari. Selain
itu, pada sore hari, suhu udara cenderung menurun sehingga terjadi
penurunan tingkat dispersi dan sirkulasi udara. Ketiga, dalam kondisi cuaca
yang cerah pada sore hari, sinar matahari cenderung lebih lemah
dibandingkan dengan siang hari sehingga radiasi matahari tidak mampu
menguraikan polutan dalam jumlah yang sama. Akibatnya, polutan seperti
SO2 dan NO2 tidak teroksidasi dan akan terus berada di udara dalam bentuk
awal dan terakumulasi dalam bentuk SO3.

Gambar 3.4 Grafik NO2


Pagesangan kembali menjadi lokasi dengan tren tertinggi untuk parameter
NO2. Nilai maksimum NO2 yang dijumpai adalah sebesar 0.4 ppm pada sore
hari dan malam hari, diikuti oleh Rembige, Turida, dan Jempong Baru
dengan nilai maksimum yang sama (0.3 ppm). Perbedaan ini cenderung tidak
terlalu signifikan dan bisa dibilang cukup stagnan. Tren umum yang
dijumpai pada lima dari enam lokasi adalah timbulnya puncak emisi di siang
hari, kemudian diikuti penurunan pada sore hari, sebelum akhirnya naik lagi
atau tetap stagnan pada malam hari.
Penyebab utama NO2 adalah aktivitas manusia yang menghasilkan emisi
dari kendaraan bermotor dan industri. NO2 dapat terbentuk melalui proses
oksidasi gas NO (nitrogen monoksida) di atmosfer. Gas NO dihasilkan oleh
aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, pembangkit listrik,
dan industri. NO dapat berinteraksi dengan ozon dan senyawa lainnya di
atmosfer untuk membentuk NO2. Dalam hal ini, tren NO2 sangat mirip
dengan tren ozon termasuk urutan lokasi berdasarkan kandungan masing-
masing polutan tersebut. NO2 dan ozon memiliki hubungan yang erat karena
keduanya merupakan produk sampingan dari reaksi kimia yang terjadi di
atmosfer. NO2 merupakan prekursor utama dari ozon, yang berarti bahwa
reaksi NO2 dengan beberapa senyawa lain seperti radikal hidroksil (OH)
dapat menghasilkan ozon. Oleh karena itu, konsentrasi NO2 dan ozon
cenderung memiliki tren yang sama. Selain itu, faktor-faktor lingkungan
tertentu seperti kondisi cuaca juga dapat memengaruhi konsentrasi NO2 dan
ozon. Misalnya, di daerah perkotaan, konsentrasi NO2 dan ozon biasanya
lebih tinggi pada siang hari karena sinar matahari memicu reaksi kimia yang
menghasilkan ozon dari NO2. Namun, pada malam hari, konsentrasi NO2
biasanya lebih tinggi karena kurangnya sinar matahari mengurangi reaksi
kimia yang menghasilkan ozon. Keberadaan NO2 nyaris tidak terdeteksi
untuk kawasan Udayana (dan terdeteksi dalam jumlah sangat rendah di
kawasan Gomong) yang memiliki tutupan vegetasi tinggi. Hal ini
menunjukkan efektifitas penyerapan nitrogen dioksida dari udara. Tumbuhan
juga mampu menyerap ozon tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan NO2. Sementara itu, NO2 memiliki afinitas yang lebih
tinggi dengan permukaan daun daripada ozon, sehingga NO2 dapat dengan
mudah menembus membran sel tumbuhan dan menyerap di dalamnya. Selain
itu, NO2 dapat bereaksi dengan senyawa organik di dalam jaringan
tumbuhan dan membentuk senyawa-senyawa yang kurang beracun.

Gambar 3.5 Grafik O3


Seperti disebutkan sebelumnya, Pagesangan juga menjadi lokasi dengan
tren ozon tertinggi (nilai maksimum 18.0 ppm pada siang hari), yang dalam
hal ini berkaitan dengan tren NO2. tren umum untuk ozon adalah penurunan
menjelang malam hari di hampir semua lokasi (kecuali Rembige yang
mengalami stagnansi). Pada malam hari, terjadi penurunan intensitas radiasi
matahari, sehingga fotosintesis pada tumbuhan berhenti dan produksi ozon
melalui reaksi fotokimia dengan molekul hidrokarbon (HC) dan nitrogen
oksida (NOx) juga berkurang. Selain itu, pada malam hari, NOx yang
tersedia dalam udara dapat bereaksi dengan ozon yang tersedia di udara
untuk membentuk nitrogen dioksida (NO2), sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi ozon. Selain itu, angin malam juga cenderung lebih
tenang dibandingkan angin siang hari, sehingga pencampuran udara di
atmosfer tidak seefektif pada siang hari, dan ozon yang terbentuk pada siang
hari tidak terdispersi dengan baik. Selain itu, ozon pada malam hari
cenderung lebih terlokalisasi di permukaan tanah karena adanya efek
pendinginan malam hari yang menyebabkan ozon sulit untuk diangkat ke
ketinggian. Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi ozon di permukaan tanah
lebih rendah pada malam hari.
Gambar 3.6 Grafik CO
Berdasarkan hasil diatas, perlu adanya penekanan terhadap validitas data
yang digunakan untuk menghidari bias dalam perbandingan serta
pertimbangan sebab akibat pada aspek yang diamati. Dalam hal ini,
AccuWeather yang digunakan sebagai sumber data, memiliki beberapa
kelemahan yang perlu dipertimbangkan:
1. Kesalahan prediksi: Walaupun AccuWeather memiliki data yang cukup
lengkap, tidak ada jaminan bahwa prediksi cuacanya selalu akurat.
Beberapa faktor, seperti perubahan tiba-tiba dalam kondisi atmosfer atau
kesalahan dalam pengambilan data, bisa menyebabkan prediksi yang tidak
tepat.
2. Keterbatasan data: AccuWeather memperoleh data dari sumber-sumber
yang berbeda, seperti stasiun meteorologi, satelit, dan model numerik.
Namun, tidak semua daerah memiliki stasiun meteorologi, dan
pengambilan data dari satelit dan model numerik memiliki keterbatasan
dalam hal akurasi dan ketepatan waktu.
3. Tidak mencakup seluruh daerah: AccuWeather lebih fokus pada negara-
negara maju atau yang memiliki infrastruktur yang baik. Beberapa daerah
yang tidak memiliki stasiun meteorologi atau infrastruktur yang memadai
mungkin sehingga perlu dilakukan interpolasi dan ekstrapolasi, yang
selanjutnya dapat menurunkan reliabilitas data, terutama pada skala yang
kecil (seperti skala kota dengan jarak antar titik yang tidak lebih dari 7 km
sebagaimana dilakukan dalam studi ini).
4. Tidak mencakup polutan udara secara spesifik: AccuWeather
menyediakan informasi tentang kualitas udara umum berdasarkan indeks
AQI. Namun, informasi ini tidak memberikan detail tentang jenis polutan
udara tertentu yang mungkin ada di udara (seperti VOCs, NMHC, Pb, TSP
dll.).
5. Tidak memberikan sumber pencemaran udara: AccuWeather tidak
memberikan informasi tentang sumber pencemaran udara yang mungkin
ada di daerah tertentu. Oleh karena itu, informasi yang diberikan oleh
AccuWeather hanya sebagai referensi umum, bukan sebagai sumber
informasi yang spesifik tentang polusi udara.
6. Terbatasnya pengawasan dan pengukuran langsung: AccuWeather
mengumpulkan data tentang kualitas udara dari berbagai sumber, termasuk
stasiun pengukuran langsung dan model numerik. Namun, pengukuran
langsung terhadap kualitas udara di lapangan oleh perusahaan ini masih
terbatas pada beberapa wilayah saja.
7. Keterbatasan fokus: AccuWeather lebih fokus pada prediksi cuaca dan
kualitas udara, sedangkan informasi tentang pencemaran lingkungan
secara umum mungkin tidak terlalu ditekankan. Oleh karena itu, informasi
yang diberikan oleh AccuWeather hanya sebatas referensi umum saja dan
belum tentu bisa menjadi acuan yang kuat dalam mengambil keputusan
terkait masalah pencemaran udara.

C. Rekomendasi
Berdasarkan perbandingan yang didapatkan, penulis merekomendasikan
beberapa upaya yang berpotensi dilakukan untuk mengendalikan pencemaran
udara yang terjadi di kota Mataram, diantaranya:
 Mengurangi emisi polutan: mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,
menggunakan kendaraan ramah lingkungan, memilih bahan bakar yang
lebih bersih, memperbaiki mesin dan peralatan industri yang lebih efisien
dan ramah lingkungan, dan memperbaiki manajemen limbah. Sehingga
disarankan kota Mataram meningkatkan fasilitas angkutan umum yang
nyaman agar terhindar dari pencemaran udara.
 Meningkatkan kualitas bahan bakar: menggunakan bahan bakar yang lebih
bersih seperti gas alam atau bahan bakar alternatif seperti biofuel.
 Meningkatkan efisiensi energi: penerapkan teknologi kendaraan yang
ramah lingkungan seperti panel surya.
 Menanam lebih banyak tumbuhan: menanam lebih banyak tumbuhan di
jalan dan memperbaiki kualitas vegetasi untuk membantu menyerap
polutan dan menghasilkan oksigen.
 Meningkatkan kesadaran masyarakat: mengedukasi masyarakat tentang
bahaya polusi udara dan cara mengurangi emisi polutan, serta
mempromosikan penggunaan kendaraan ramah lingkungan dan peralatan
energi bersih.
 Mengatur kebijakan: pemerintah dapat mengatur kebijakan yang
mendorong menggunakan teknologi dan metode yang lebih ramah
lingkungan serta mengatur standar emisi polutan.
 Memasang Air Quality Monitoring System (AQMS) di setiap jalan untuk
memantau indeks standup pencemaran udara (ISPU)
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa


hal sebagai berikut:
1. Indeks kualitas udara (AQI) yang mencakup keenam parameter
penyusunnya cenderung berfluktuasi sepanjang waktu pengamatan dan
pada berbagai titik pengamatan, dengan nilai AQI terendah pada pagi hari
dan tertinggi pada sore atau malam hari.
2. Indeks AQI di Kota Mararam pada umumnya menunjukkan kualitas udara
yang cukup baik, dengan konsentrasi PM2.5, PM10, dan SO3 sebagai
polutan utama relatif tinggi di beberapa lokasi pengamatan.
3. Titik pengamatan dengan kerapatan vegetasi tinggi cenderung memiliki
tingkat polutan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang lokasi
lainnya.
4. Layanan AccuWeather dapat menjadi alat yang berguna untuk memantau
AQI secara real-time, tetapi masih diperlukan sumber data lain yang lebih
lengkap untuk memantau kualitas udara secara menyeluruh dan akurat di
Kota Mararam.
5. Perlu adanya perhatian dan tindakan dari pihak yang berwenang untuk
menangani masalah kualitas udara di Kota Mararam, terutama dalam
mengurangi konsentrasi PM2.5 dan PM10 yang tinggi, serta
mengembangkan dan memperluas penggunaan sumber data yang lebih
lengkap untuk memantau kualitas udara secara akurat dan efektif.
.
DAFTAR PUSTAKA

Tosepu, R., Gunawan, J., Effendy, D. S., Ahmad, L. O. A. I., Lestari, H., Bahar,
H., ... & Asfian, P. (2020). Correlation between weather and Covid-19
pandemic in Jakarta, Indonesia. Science of The Total Environment, 725,
138436.
Muhtar, A. A., & Heryanto, R. (2020). Pemantauan kualitas udara di wilayah
perkotaan menggunakan sensor gas MQ135 berbasis internet of things.
Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (JNTETI), 9(3),
232-237.
Tripathi, N., & Mishra, A. K. (2021). Analysis of air quality index using machine
learning techniques: a case study of Delhi NCR. Environmental Science
and Pollution Research, 28(2), 2182-2195.
Sarjono, M. A., Rachmawati, R., & Astuti, W. (2019). Analisis tingkat
pencemaran udara dengan menggunakan aplikasi android berbasis GIS
(Geographic Information System) pada wilayah kecamatan Klojen Kota
Malang. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 11(1), 49-59.
Widyaningrum, N., & Kristianto, D. (2019). Pemantauan kualitas udara di
wilayah perkotaan dengan metode fuzzy logic dan internet of things.
Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (JNTETI), 8(3),
293-300.

Anda mungkin juga menyukai