Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

PERCOBAAN X

ISOLASI DNA

NAMA : RIVALDI PRATAMA

NIM : H041201034

HARI/TANGGAL : JUM’AT/30 APRIL 2021

KELOMPOK            : II (DUA)

ASISTEN : PAULA NATASHA ARINCY

S.V

LABORATORIUM GENETIKA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Setiap sel dari organisme multiselular, mengandung materi genetik yang

sama. Molekul DNA merupakan makromulekul yang paling panjang dalam sel

dan terbungkus dalam kromosom. Bakteri dan virus pada umumya memiliki satu

kromosom, sementara sel eukaryot memiliki banyak kromosom. Didalam satu

kromosom terdapat ribuan gen. Kumpulan semua gen yang terdapat dalam

kromosom, dan termasuk daerah antar gen disebut genom (Yulianti, 2016).

Gen merupakan segmen DNA yang mengkode polipeptida atau RNA.

Dimana polipeptida atau RNA tersebut mempunyai fungsi struktural atau

katalitik. Disamping gen, DNA juga mempunyai segmen yang berfungsi sebagai

pengatur yang disebut urutan regulator. Urutan ini menyediakan sinyal-sinyal

pada awal atau akhir gen, yang berfungsi untuk memulai atau mengakhiri

transkripsi serta sebagai titik awal dimulainya proses replikasi DNA (Yulianti,

2016).

Secara struktur maupun fungsi, organisasi gen dalam DNA eukariot jauh

lebih kompleks dibandingkan prokariot. Urutan DNA sederhana disebut juga

’DNA satelit’, karena dapat berpindah-pindah tempat. Urutan ini tidak mengkode

protein maupun RNA, namun berhubungan dengan struktur centromer dan

telomer pada kromosom eukariot. Centromer merupakan bagian dari kromosom

yang berfungsi sebagai tempat pengikatan protein selama pembelahan sel.

Telomer merupakan urutan pada ujung kromosom eukariot yang membantu


menstabilkan kromosom. (Suryo, 2013). Berdasarkan hal tersebutlah maka

dilakukan percobaan isolasi DNA untuk mengetahui cara mengisolasi DNA.

I.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Untuk mengetahui cara atau metode yang benar untuk memisahkan atau

mengisolasi DNA dari buah-buahan

2. Mengetahui keefektifan deterjen dan buah yang dipakai untuk melakukan

percobaan isolasi DNA.

I.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Percobaan Isolasi DNA dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 30 April

2021 pukul 14.00-16.20 WITA secara daring melalui aplikasi zoom meeting.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum

II.1.1 Sejarah Penemuan DNA

Suatu kemajuan ilmiah yang sangat penting terjadi pada tahun 1869, ketika

Friederich Miescher, seorang ahli kimia berkebangsaan Swiss dapat mengisolir

molekul DNA dari sel spermatoza dan dari nucleus sel-sel darah merah burung.

Friederich Miescher mengemukakan bahwa nucleus sel tidak terdiri dari

karbohidrat, protein ataupun lemak, melainkan juga terdiri dari zat yang

mempunyai kandungan fosfor yang sangat tinggi. Oleh karena zat itu terdapat

dalam nucleus sel, maka zat itu disebut nuklein dan nama ini kemudian lebih

dikenal dengan asam nuklet dikarenakan asam juga ikut menyusunnya. Asam

nukleat ini terdiri dari dua tipe, yaitu asam deoksiribonukleat (deoxrybonucleic

acid atau disingkat DNA) dan asam ribonucleat (ribonucleic acid atau disingkat

RNA) (Suryo, 2013).

Perkembangan yang terjadi setelah penelitian yang dilakukan oleh

Meischer tidak langsung mendapat tanggapan yang begitu antusias dari para

ilmuan lainnya. Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Fischer pada tahun

1880 yang mana dalam penelitiannya mengemukakan adanya zat-zat Piramidin

dan purin di dalam asam nukleat. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Fischer

ini kemudian dikembangkan kebali oleh Albrech Kossel yang menemukan adanya

dua piramidin berupa sitosin dan timin, dan dua purin yaitu adenin dan guanin
didalam asam nukleat. Dengan penemuannya ini, Kossel memperoleh hadiah

Nobel pada tahun 1910 (Suryo, 2013).

Penelitian hal yang sama juga dikembangkan oleh Levine, seorang

ahlibiokimia kelahiran Russia yang menemukan gula lima karbon ribose dan

kemudian menemukan gula deoksiribose di dalam asam nukleat. Ia juga

menyatakan adanya asam prospat dalam asam nukleat. Penelitian mengenai DNA

terus berlanjut, pengembangan selanjutnya dilakukan oleh Robert Feulgen pada

tahun 1914 yang mengemukakan tes warna yang dilakukannya terhadap DNA

yang kemudian penelitiannya ini dikenal di kalangan biologi dengan istilah reaksi

Feulgen. Pada tahun 1944, Avery, MacLeod dan Mc Carthy mengemukakan

bahwa DNA mempunyai hubungan langsung dengan keturunan. Meskipun pada

rentang waktu yang jauh sebelumnya, Mendel (1860) juga telah mengemukakan

bahwa gereditas itu dipindahkan melalui sel telur dan sperma, meskipun belum

mengemukakan secara langsung bahwa DNA juga ikut dipindahkan melalui dua

bibit penting itu. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Edwin Chargaff pada

tahun 1947 yang mengemukakan bahwa DNA terdiri dari bagian yang sama dari

basa purin dan piramidin serta adenin dan timin terdapat dalam proporsi yang

sama dan begitu juga halnya dengan sitosin dan guanin (Suryo, 2013).

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Maurice Wilkins yang menggunakan

difraksi sinar X dalam mempelajari struktur protein dengan metode kritalografi.

Dalam penemuannya mengemukakan bahwa basa-basa purin dan piramidin dalam

molekul DNA terletak dalam jarak 3,4 A (1 angstrom = 0,001 mikron =

0.000001mm) mereka juga mengemukakan bahwa molekul DNA ini tidak

berbentuk sebagai sebuah garis lurus, akan tetapi berpilin sebagai spiral dan setiap
34A merupakan satu spiral penuh. Berangkat dari penelitian ini, penemuan yang

cukup besar dilanjutkan oleh james Watson yang berkebangsaan Amerika dan

Francis Crick yang berkebangsaan inggris menemukan struktur double helix dari

susunan DNA. Keduanya membuat ini berdasarkan hasil foto dengan metode

kristalografi sinar X yang mereka ambil dari laboratorium Maurice Wilkins yang

dibantu oleh Rosalind Franklin. Kebenaran dari teori double helix yang

dikemukakan oleh Watson dan Crick ini diperkuat oleh Komberg yang membuat

molekul DNA dalam system sel bebas. Sebagai bahan genetik yang lengkap,

DNA dipergunakan dalan ilmu kedokteran kehakiman pada tahun 1960-an sekitar

tujuh tahun setelah penemuan Watson dan Crick yang pertama kali diterapkan di

inggris (Ursula, 2011).

Seiring dengan bergulirnya waktu, perkembangan DNA sebagai suatu

penemuan besar tidak lagi terbatas hanya sekedar sebagai sebuah pita informasi,

akan tetapi pada saat ini telah jauh berkembang dengan sangat pesat. Penemuan-

penemuan dari generasi kegenerasi semakin melengkapi dan memberikan manfaat

baru. Termasuk hasil tes DNA untuk menentukan hubungan nasab antara orang

tua dan anak (Girindra, 2014).

Adapun Tempat terdapatnya DNA adalah didalam sel. Sel merupakan unit

kehidupan yang paling kecil dan tidak dapat dibagi-bagi lagi. Selain itu, sel juga

dianggap sebagai suatau pabrik mikro yang menerima bahan baku berupa asam

amino, karbohidrat, lemak dan mineral untuk kemudian diproses dan hasilnya

diambil sebagai bahan untuk hidup dan sisanya dibuang. Sel ditemukam sekitar

300 tahun lalu setelah dibuatnya mikrosof yang pertama (Girindra, 2014).
II.1.2 Struktur DNA

DNA merupakan polimer linier (polinukleotida) yang tersusun dari

subunit atau monomer nukleotida. Komponen penyusun nukleotida terdiri dari

tiga jenis molekul, yaitu gula pentosa (deoksiribosa pada DNA), basa nitrogen,

dan gugus fosfat. Basa yang ditemukan pada nukleotida adalah basa purin (adenin

= A, guanin = G) dan basa pirimidin (cytosin = C, tymin = T, urasil = U).

Monomer nukleotida mempunyai gugus hidroksil pada posisi karbon 3’, gugus

fosfat pada posisi karbon 5’ dan basa pada posisi karbon 1’ molekul gula.

Nukleotida satu dengan yang lainnya berikatan melalui ikatan fosfodiester antara

gugus 5’fosfat dengan gugus 3’hidroksil (Nurkarmila, 2014).

Gambar 2.1 Struktur Nukleotida

Struktur DNA mirip dengan struktur RNA. Perbedaan diantara keduanya

terdapat pada jenis gula dan basa pada monomernya serta jumlah untai

penyusunnya. Pada DNA, tidak terdapat gugus hidroksil pada posisi karbon 2’

dari molekul gula (2-deoksiribosa) sementara pada RNA molekul gulanya adalah

ribosa. Basa nitrogen yang terdapat pada DNA adalah adenin, guanin, sitosin dan

timin, sedangkan pada RNA jenis basanya adalah adenin, sitosin, guanin dan

urasil. RNA merupakan polinukleotida yang membentuk satu rantai/untai

sedangkan DNA merupakan polinukleotida yang membentuk 2 untai (heliks

ganda) (Nurkarmila, 2014).


Gambar 2.2 Struktur Purin dan Pyrimidin

II.2.3 Struktur DNA Prokariotik dan Eukariotik

II.2.3.1 Struktur DNA Prokariotik

Kromosom tersusun dari molekul DNA unting ganda yang tergabung

dengan protein tertentu bukan histon seperti pada kelompok eukariot serta RNA.

Berkenaan dengan E. coli, sebelum 1976 memang ada dugaan yang menyatakan

kromosom E. coli hanya tersusun dari molekul DNA telanjang, tetapi dewasa ini

sudah diketahui bahwa kromosom tersebut terdiri dari molekul DNA yang

bergabung dengan beberapa macam protein tertentu dan RNA. Protein dan RNA

itulah yang menyebabkan kromosom E. coli berada dalam kondisi sangat

terkondensasi. Dua di antara protein-protein kromosom E. coli tersebut. yaitu

protein HU dan H mirip dengan protein struktural histon yang bergabung dengan

DNA eukariot (Klug, 2011).

Kromosom E.coli mempunyai keliling sebesar 1,6 mm, sedangkan sel E.

coli itu sendiri 1,0 x 2,0 -m. Hal ini bisa terjadi karena adanya protein yang

menyusun DNA, membungkus genom. Tidak ada intron di dalam gen di segmen

genom E.coli. sel E.coli, molekul DNA pada sel ini membentuk kurang lebih 50

loop atau gelembung yang masing-masing dipisahkan oleh RNA connector. Tiap
gelembung tampak berbenjol benjol seolah bermanik manik dengan jumlah

bentukan manikmanik 160-180. Setiap bentukan manik terdapat 220-265 pasang

nukleotida.Bentukan manik manik itu mirip dengan nukleosom pada kromosom

eukariot (Klug, 2011).

Gambar 2.3 Anatomi Bakteri E. coli

Gambar 2.4 Kromosom E. coli Berbentuk Sirkuler genom bakteri


Carboxydothermus hydrogenoformans Z-2901 yang berupa
DNA sirkular berukuran 2.401.892
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa materi

genetik (kromosom) prokariot berbentuk gulungan-gulungan di dalam sel.

Superkoil terjadi jika ada putaran tambahan ke dalam pengganti DNA dua helix

disebut superkoil positif. Jika putaran dihilangkan disebut superkoil negative.

Enzim yang mengontrol superkoil yaitu DNA gyrase dan DNA topoisomerase I

(Klug, 2011).

Gambar 2.5 Superkoil

Gambar 2.6 Model Struktur Nukleoid Escherichia coli.

II.2.3.1 Struktur DNA Eukariotik

Pada sel eukariot, selain di dalam inti, kromosom juga ditemukan dalam

organel misalnya mitokondria dan kloroplas. Kromosom dalam mitokondria dan

kloroplas mirip dengan yang dimiliki oleh sel sel prokariot.


A. DNA Mitokondria

Mitokondria mengandung DNA dalam jumlah yang kecil dibandingkan

DNA pada inti sel. Struktur kromosom mitokondria berupa molekul DNA unting

ganda yang sangat melilit, tidak berasosiasi dengan protein semacam histon. Tetapi

berasosiasi dengan protein tertentu bukan histon dan tidak membentuk bentukan

nukleosom semacam yang ditemukan pada kromosom inti sel eukariot

(Murtiyaningsih, 2017).

Gambar 2.7 Kromosom Mitokondria Berupa Molekul DNA Unting


Ganda Telanjang.

Gambar 2.8 DNA Mitokondria Manusia

Genom mitokondria mengandung gen non-coding rRNAs dan beberapa

komponen protein yang berhubungan dengan rantai respirasi yang akhirnya

menjadi komponen biokimia dalam mitokondria. Selain itu generich genomes

juga mengkode tRNAs, ribosomal protein, dan protein lain yang melibatkan
transkripsi, translasi dan transport dari protein lain ke dalam mitokondrion

(Murtiyaningsih, 2017).

Keberadaan DNA mitokondria ini bersifat otonom dari aktivitas DNA inti.

mtDNA memiliki perbedaan dengan DNA inti dalam hal proporsi GC dan AT.

Pada mtDNA proporsi GC adalah sebesar 21% sedangkan pada DNA inti proporsi

GC adalah 40%. mtDNA memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding DNA inti.

mtDNA ini berbentuk sirkuler sehingga mudah diisolasi dan dikarakterisasi.

Jumlah mtDNA pada setiap mitokondria bervariasi. Misalnya pada sel telur,

mengandung mitokondria dalam jumlah yang banyak, hampir sepertiga total DNA

inti (Nurkamila, 2014).

B. DNA Kloroplas (cpDNA)

Kromosom kloroplas berupa DNA unting ganda telanjang tanpa asosiasi

dengan protein struktural tertentu dan sangat melilit. Struktur genom kloroplas

sama dengan struktur genom mitokondria. Pada tumbuhan tingkat tinggi, ukuran

cpDNA berkisar antara 120 hingga 160 kb. Pada alga ukuran cpDNA jauh lebih

besar, antara 85 hingga 292 kb. DNA kloroplas lebih besar dari pada DNA

mitokondria hewan, dengan ukuran antara 80 kb-600 kb (Ayu, 2011).

Gambar 2.9 Lingkaran Genom Kloroplas


Bentuk cpDNA adalah sirkuler. Seperti halnya mtDNA, pada tiap

kloroplas juga terkandung beberapa kopian cpDNA. Gen yang terdapat pada

cpDNA dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu 1) gen yang mengkode komponen

biosintesis kloroplas (sub unit RNA polymerase, komponen struktural ribosom

kloroplas atau RNA ribosom yakni 16 S; 23 S; 4,5 S; 5 S dan tRNA) dan 2) gen

yang mengkode komponen spesifik untuk proses fotosintesis (fotosistem I dan II

serta rantai transport electron). Kebanyakan genom kloroplas memiliki sekitar

200 gen, mengkode rRNAs dan tRNAs, seperti halnya protein ribosomal dan

protein yang terlibat dalam fotosintesis. Sebagian dari protein yang dikode oleh

genom organel bersifat sangat hidrofobik dan tidak bisa diangkut melalui selaput

yang mengelilingi mitokondria dan kloroplas, sehingga tidak dapat dipindahkan

ke sitoplasma (Ayu, 2011).

II.2 Isolasi DNA, Prinsip, dan Jenis-Jenis Metode Isolasi DNA

II.2.1 Isolasi DNA

Isolasi DNA genom merupakan langkah awal dan sangat menentukan

dalam studi genetika dan molekuler suatu spesies. Proses tersebut membutuhkan

preparasi sampel untuk mendapatkan DNA dengan kualitas yang baik karena akan

digunakan untuk berbagai analisis molekuler maupun manipulasi genetik. Analisis

genom dilakukan untuk berbagai sampel dan untuk tiap sampel dibutuhkan

optimasi agar diperoleh DNA yang baik dalam jumlah besar. Isolasi atau

pengambilan DNA dari suatu makhluk hidup terbagi atas beberapa tahapan, yaitu

tahap penghancuran sel, tahap penghilangan RNA dan protein serta tahap

pemurnian dan pengendapan DNA (Handoyo, 2011).


Kualitas DNA genom yang baik merupakan hal penting yang dibutuhkan

dalam aplikasi biologi molekuler. Aplikasi tersebut mencakup beberapa,

diantaranya adalah PCR (Polymerase Chain Reaction), RFLP (Restriction

Fragmemnt Length Polymorphism), RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA) dan analisis molekuler yang lain. Salah satu aplikasi biologi molekuler

yang sering digunakan adalah metode RAPD. RAPD merupakan teknik pengujian

polimorfisme DNA berdasarkan pada amplifikasi dari segmen-segmen DNA acak

menggunakan primer tunggal yang sekuen nukleotidanya ditentukan secara acak.

Teknik RAPD merupakan teknik penanda molekuler pengembangan teknik PCR

(Polymerase Chain Reaction) untuk mengetahui hubungan kekerabatan suatu

spesies maupun kekerabatan genetik antar spesies (Murtiyaningsih, 2017).

DNA kromosom yang benar-benar murni dan bebas kontaminasi sangat

dibutuhkan dalam teknologi rekayasa DNA. Kontaminan dapat menghambat

reaksi kimia pada tahap kerja teknologi DNA selanjutnya. Kontaminan dapat

berupa enzim, protein dan lipid. Metode pemurnian yang efisien dan efektif

sangat diperlukan untuk menghilangkan kontaminan tersebut. Pemurnian DNA

kromosom secara konvensional seperti ekstraksi fenol kloroform dan sentrifugasi

gradien EtBr dan CsCl, membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan prosedur

yang begitu rumit (Ayu, 2011).

Sel tanaman dilindungi oleh membran sel dan dinding sel yang kuat.

Membran sel terdiri dari ikatan antara protein dan lemak, sedangkan dinding sel

tersusun atas polisakarida. Dinding sel dan membran sel harus dipecah untuk

mengeluarkan DNA dari dalam sel. Penghancuran sel dapat dilakukan dengan

cara mekanik, kimiawi dan enzimatik. Proses penghancuran sel dipengaruhi oleh
jumlah bahan tersedia (kuantitas), kondisi bahan (kualitas) dan proses

penghancuran itu sendiri (Nurkamila, 2014).

Keragaman genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam

menyusun strategi pemuliaan pohon. Karakter genetik suatu jenis pohon baik

yang terdapat dalam satu tempat tumbuh maupun yang berbeda provenansi dapat

berbeda, hal ini disebabkan karena perbedaan genetik. Hal ini akan menunjukkan

sifat dan kekhasan suatu tegakan. Sehingga tegakan atau provenansi yang

memiliki karakter genetik yang baik dapat menjadi sumber yang tepat untuk

kegiatan pemuliaan pohon. Keragaman genetik dapat diamati dengan pengamatan

karakter genetik, sifat yang diamati adalah DNA yang sulit dipengaruhi

lingkungan. Untuk mengetahui tingkat variasi bitti antar provenansi dan dalam

provenansi dapat dilakukan dengan melihat karakter genetik. Selain itu,

keragaman genetik sangat penting dalam upaya menyediakan informasi bagi

kegiatan pengembangan dan peningkatan hasil produksi serta upaya konservasi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempersingkat waktu pemuliaan

adalah menganalisis secara molekuler. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian

tentang keragamanan genetis tegakan bitti dengan menggunakan penanda

molekuler dalam hal ini perlu untuk dilakukan (Langga, 2012).

II.2.2 Prinsip Isolasi DNA

Pada prinsipnya isolasi DNA sel harus dipecah terlebih dahulu dengan

beberapa agensia, baik secara fisik kimia atau dengan mempergunakan enzim

tertentu. Pemecahan dengan cara fisik misalnya dengan menggunakan alat

sonikator, yaitu merupakan alatb yang menghasilkan suara ultra tinggi.

Pemecahan dengan alat ini biasanya cukup fektif untuk memecah sel bacteri,

tetapi kurang efektif untuk memecah sek eukaryote (Yuwono, 2016).


Pemecahan sel juga dapat dilakukan dengan menggunakan enzim lisozim

yang dapat memecah dinding sel. Seringkali penggunaan enzim ini

dikombinasikan dengan perlakuan fisik, misalnya dengan pemansan sehingga sel

lebih mudah pecah. Senyawa lain yang sering digunakan untuk memecah sel

untuk isolasi DNA adalah CTAB (Cetyl Trimetyl Ammonium Bromide) (Yuwono,

2016).

Setelah sel pecah selanjunya akan dilakukan suatu isolasi dan pemurnian

DNA. Untuk mengisolasi suatu fragmen DNA tertentu, maka DNA genom

kemudian akan dipotong dengan menggunakan suatu enzin endonuclease restriksi,

enzim ini merupakan enzim yang dapat juga memotong molekul DNA di suatu

bagian tertentu. Hasil potongan dengan enzim tertentu tersebut akan

menghasilkan ujung-ujung DNA yang sama sesuai dengan titik potong oleh

enzim. Selain dengan menggunkan suatu enzin endonuclease restriksi, DNA

genom juga dapat dipotong-potong degan suatu cara mekanis, misalnya dengan

menggunakan suatu alat sonikator. Hasil potongan dengan alat mekanis adalah

molekul DNA yang ujungnya tidak nampak seperti benda yang bentuknya

beraturan (Yuwono, 2016).

DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang anti paralel dengan

komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan

pasangan basa. Pasangan basa pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin

dan pirimidin. Basa purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G) yang memiliki

struktur cincin ganda, sedangkan basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan

timin (T) yang memiliki struktur cincin-tunggal. Ketika guanin berikatan dengan
sitosin, maka akan terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan ketika adenin

berikatan dengan timin maka hanya akan terbentuk dua ikatan hidrogen. Satu

komponen pembangun (building block) DNA terdiri atas satu gula pentosa, satu

gugus fosfat dan satu pasang basa yang disebut nukleotida (Faatih, 2019).

Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk

berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui

elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA

dari bahan lain seperti protein, lemak dan karbohidrat. Prinsip utama dalam isolasi

DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari

bahan padat seperti selulosa dan protein serta pemurnian DNA. Ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan

DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA, metodenya harus efektif

dan bisa dilakukan untuk semua spesies dan metode yang dilakukan tidak boleh

mengubah struktur dan fungsi molekul DNA dengan metode yang sederhana dan

cepat. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan manual memiliki kelebihan

dan kekurangan. Metode konvensional memiliki kelebihan harga lebih murah dan

digunakan secara luas sementara kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif

lama dan hasil yang diperoleh tergantung jenis sampel (Girindra, 2014).

Pengambilan sampel sebagaimana yang telah dirancang sebelumnya

bertujuan untuk memilih marka yang polimorforfis diantara kelompok ternak.

Untuk melacak gen pertumbuhan digunakan PCR (Polimerase Chain Reaction).

Primer yang digunakan kepada daerah promoter dan exons 9, fragmen DNA dari

gen pengendali meat tenderness diamplifikasi dari DNA genom yang diperoleh

dari 81 ekor sapi Bali dengan umur yang berbeda. Primer untuk gen pengendali

gen pengendali meat tenderness yang digunakan berturut-turut sebanyak 2 buah.


Jumlah ini merupakan hasil screening yang telah dilakukan sebelumnya dari

jumlah sekitar 35 buah. Empat macam SNP pada gen CAPN1 sapi (Gen Bank

accession AF 248054 dan AF252504) dianalisis untuk genotipnya. Marka

CAOPN316 merupakan poimorfisme cystidin/guanosin (C/G) pada exon 9 dari

gen yang menghasilkan sustitusi asam amino (alel C mengkodekan alanin dan G

untuk glisin, Marka CAPN530 merupakan polimorfisme adenosine/guanosin

(A/G) pada exon 14 dalam gen yang menghasilkan subtitusi asam amino (kode

alel A untuk isoleusin, alel G untuk valin). Marka CAPN4753 merupakan

polimorfisme adenosine/cystidin yang terletak pada interon/timidin (A/T) yang

terdapat pada interon 1 dari gen (Susilo, 2011).

Metode adsorpsi silika lebih banyak digunakan dalam pemurnian DNA.

Prinsip dari metode ini adalah pengikatan molekul air oleh denaturan dan adanya

ikatan hidrogen antara gugus silanol (SiOH) pada silika dengan atom oksigen

pada gugus fosfat DNA. Pemurnian DNA kromosom menggunakan silika tidak

membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi serta tidak menggunakan pelarut

organik. Protein dan RNA dapat dihilangkan pada saat pencucian. Dapat

dihasilkan DNA kromosom dengan kemurnian tinggi karena metode silika dapat

menghasilkan residu fenol dan kloroform. Pemurnian DNA kromosom dengan

silika dapat dilakukan dengan kolom dan tanpa kolom (Ayu, 2011).

Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan

amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh

Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk

mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa

jam. Dengan diketemukannya teknik PCR di samping juga teknik-teknik lain


seperti sekuensing DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya

di bidang diagnosa penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molekular.

PCR adalah suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus)

dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda. Untai

ganda DNA templat (unamplified DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal dan

kemudian didinginkan hingga mencapai suatu suhu tertentu untuk memberi waktu

pada primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA.

Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend primers)

dengan adanya dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang sesuai.

Umumnya keadaan ini dilakukan antara 20–40 siklus. Target DNA yang

diinginkan (short”target” product) akan meningkat secara eksponensial setelah

siklus keempat dan DNA non-target (long product) akan meningkat secara

linier (Handoyo, 2011).

Pemurnian DNA adalah salah satu bagian terpenting dalam penelitian

protein untuk memahami fungsi DNA itu sendiri. Diperlukan pemurnian DNA

untuk menentukan karakteristik unik, termasuk ukuran, muatan, bentuk dan

fungsi. Ekstraksi sel merupakan langkah awal untuk hampir semua pemurnian

DNA. DNA dapat diekstraksi dengan metode seperti lisis deterjen, gaya geser,

pemberian garam berionik rendah (salting out) dan perubahan tekana yang cepat,

yang bertujuan untuk melemahkan dan menghancurkan membran di sekitar sel

untuk memungkinkan DNA melarikan diri (Tan, 2019).

II.2.3 Jenis-Jenis Metode Isolasi DNA

A. Isolasi DNA Tumbuhan


Isolasi DNA tumbuhan merupakan salah satu jenis metode isolasi DNA

yang mudah dilakukan salah satu contohnya pada tanaman cabai. Daun tanaman

cabai yang dipakai untuk isolasi DNA adalah daun ke-3 dari atas, merupakan

daun yang umurnya relatif muda dibandingkan dengan daun-daun di bawahnya.

Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Shahzadi, 2011)

a. Daun segar dibandingkan dengan daun yang didinginkan, merupakan optimasi

berdasarkan kualitas daun. Daun ditimbang masing-masing 0,2 g, daun segar

langsung dilakukan isolasi DNA, dibandingkan dengan daun yang disimpan

semalam dalam suhu -20oC dan diisolasi DNA. Perlakuan ini digunakan

sebagai pengganti nitrogen cair dalam penggerusan, yaitu daun didinginkan

terlebih dahulu.

b. Daun dengan berat 0,07 g; 0,1 g; 0,15 g; dan 0,2 g, merupakan optimasi

berdasarkan kuantitas daun. Daun-daun yang telah ditimbang ini kemudian

disimpan dalam suhu -20oC selama semalam, kemudian digunakan untuk

isolasi DNA. Pemilihan kisaran berat daun diambil berdasarkan protokol pada

kit isolasi Plant DNAMITE yang menyatakan bahwa sampel dapat berupa daun

berukuran 1x1 cm – 2x2 cm, pada daun cabai setara dengan 0,07 – 0,2 g daun.

c. Variasi teknik penggerusan dilakukan terhadap 0,2 g daun yang telah disimpan

semalam pada suhu -20oC. Perlakuan penggerusan dalam tabung mikrotube

dibandingkan dengan perlakuan penggerusan dalam mortar. Perlakuan ini

diambil berdasarkan prosedur penggerusan dalam mikrotube dibandingkan

dengan prosedur umum penggerusan dalam mortar Isolasi DNA tanaman cabai

dilakukan menurut prosedur kit isolasi Plant DNAMITE dari Microzone. Daun
digerus dalam mortar (kecuali pada perlakuan c) dan pelisisan dinding sel

dilakukan dengan penambahan buffer LA.

d. Degradasi RNA dilakukan dengan penambahan RNAse, kemudian diinkubasi

10 menit pada suhu ruang. Ekstraksi DNA dilakukan dengan buffer PA dan

disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang mengandung DNA

dimurnikan dengan buffer CA, diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang,

dan disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet

yang masih berwarna hijau dilarutkan dalam buffer TE dan disentrifugasi

kembali 10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan diambil dan disimpan pada

suhu -40C. Hasil isolasi DNA dilihat dengan elektroforesis gel agarosa 0,8%.

Gel diwarna dengan pewarna Good View. Sampel yang dituang ke sumuran

adalah 5 μL DNA ditambah 1 μL loading dye. Elektroforesis dijalankan pada

tegangan 100 V selama 30 menit. Analisis data dilakukan berdasarkan

elektroforegram.

B. Isolasi DNA Hewan

Tikus putih yang digunakan untuk diambil sampelnya pada penelitian kali

ini berasal dari strain wistar yang didapatkan dari toko petshop aneka hewan

jember. Tikus putih tersebut di aklimatisasi selama 7 hari dan diberi makan dan

minum selama duakali sehari. Setelah tahap aklimatisasi berakhir, tikus putih

tersebut di bedah dan diambil organ hati dari tikus putih tersebut dengan

menggunakan alat seksi yang steril. Organ tersebut kemudian di potong dan

dimasukkan dalam tabung eppendorf baru yang steril. Selanjutnya disimpan

dalam suhu -20oC sampai tahap isolasi DNA akan dilakukan. Sampel yang

digunakan kemudian di timbang sebanyak 60 mg kemudian masing-masing diberi


buffer ekstraksi (10mM Tris, 100mM EDTA, 400mM NaCl, 3% SDS) dan

proteinase-K sebanyak 5 mikroliter, selanjutnya perlakuan lisis yaknidengan

berbagai cara inkubasi dengan suhu 55 derajat selama overnight, inkubasi selama

2 jam dengan suhu 65 derajat, dan dengan cara penggerusan. Setelah jaringan

tersebut tampak homogen, dilakukan proses sentrifugasi dengan kecepatan 12.000

rpm selama 10 menit, supernatan dari hasil sentrifugasi tersebut kemudian

dipindah kedalam tabung eppendorf baru, kemudian protein dan lipid di

presipitasi dengan menggunakan Phenol Chlorofom Isoamyl Alcohol (25 : 24 : 1)

di sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit diambil bagian

supernatantnya. Proses tersebut dilakukan selama 2 kali dan selanjutnya zat

lainnya seperti polisakarida di presipitasi dengan menggunakan chloroform

isoamyl alcohol (25:1) sebanyak 1 kali. Supernatant yang di dapatkan kemudian

di presipitasi dengan menggunakan isopropanol absolut, kemudian untuk

memaksimalkan perolehan DNA, di inkubasi dalam suhu -20oC selama 1 jam.

Setelah itu DNA kemudian di peletkan dengan cara di sentrifugasi dengan

kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit dengan suhu 4oC. Pelet DNA kemudian di

cuci dengan menggunakan etanol 70%, kemudian pelet dikering anginkan dan

diencerkan dengan buffer TE sebanyak 30-50 mikroliter tergantung dari

banyaknya pelet DNA yang terbentuk. Proses elektroforesis DNA dilakukan

dengan mengambil larutan DNA sebanyak 5 mikroliter kemudian memberikan

pewarnaan DNA dengan menggunakan loading dye sebanyak 1 mikroliter. DNA

tersebut selanjutnya di running pada TAE gel agarosa 1% dengan arus 100volt

dan waktu selama 30 menit (Surzycki, 2012).

C. Isolasi DNA Bakteri


Isolasi DNA dilakukan menggunakan metode fermentas ISO 9001 dan

14001. Sebanyak 1,5 mL isolat bombana 1 dan 2 disentrifugasi dengan kecepatan

5.000 rpm selama 10 menit. Pelet dicuci dan dilarutkan dalam akuades steril 180

μL. Selanjutnya ditambahkan 20 μL larutan proteinase K kemudian

dihomogenkan, selanjutnya diinkubasi pada suhu 56oC selama 30 menit.

Ditambahkan larutan RNAse A sebanyak 20 μL. Dicampur hingga homogen dan

diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Sampel kemudian ditambahkan 200

μL larutan lisis, dipipet bolak-balik sampai campuran homogen. Kemudian

ditambahkan 400 μL etanol 50

% (dingin). Dipindahkan prepared lysate ke kolom pemurnian GeneJET Genomic

DNA (dalam tabung koleksi) kemudian disentrifugasi selama 2 menit pada

kecepatan 6000 rpm. Pelet yang terbentuk dimasukkan dalam tabung koleksi baru

dan ditambahkan 500 μL wash buffer I kemudian disentrifugasi pada kecepatan

8000 rpm selama 1 menit. Pelet yang terbentuk dalam kolom genejet ditambahkan

wash buffer II sebanyak 500 μL kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12000

rpm selama 3 menit. Pellet yang terbentuk di dalam kolom genejet dielusi dengan

200 μL ddH2O dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang dan

disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm. Supernatan yang

terbentuk disimpan pada suhu -20oC, dan siap untuk diamplifikasi dengan teknik

PCR (fermentas, 2017).

D. Perlakukan Pada Isolasi DNA

1) Penambahan EDTA (ethylenediaminetetraacetic acid)

EDTA merupakan Mg++ ion chelator dan penghambat DNase, karena

DNase membutuhkan ion Mg++ sebagai aktivator untuk aktivitasnya. Adanya


EDTA di dalam buffer menghambat enzim yang aktifitasnya tergantung logam

(Surzycki, 2012).

2) Penambahan Buffer TE

Buffer TE digunakan dengan tujuan agar sampel DNA yang telah di

ekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Selain itu buffer TE

juga dapat memisahkan antara RNA yang mempunyai berat molekul lebih rendah

dari DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi RNA (Surzycki,

2012).

3) SDS (sodium dudecyl sulphate)

SDS digunakan dalam tahap pelisisan membran sel dan untuk mengurai

aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA (Surzycki,

2012).

4) Etanol Dingin 96%

Etanol dingin digunakan saat presipitasi, berfungsi untuk menunjukkan

bahwa DNA tidak larut dalam etanol tetapi larut dalam air selain itu etanol

digunakan untuk menyempurnakan presipitasi karena temperatur rendah dapat

menyebabkan pengendapan DNA lebih efektif (Surzycki, 2012).

5) CIAA (chlorofrom isoamil alkohol)

Penggunaan CIAA memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat

murni. Namun, dengan ukuran yang terbatas (20.000-50.000 bp), fungsi lain

CIAA adalah untuk menghilangkan kompleks CTAB dan meninggalkan DNA

pada fase aquoeus (Surzycki, 2012).

6) CTAB (cetyl trimethylammoium bromide)


CTAB merupakan bahan lain selain SDS ynag digunakan untuk melisiskan

membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Surzycki, 2012).

BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan Percobaan

III.1.1 Alat Percobaan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu gelas piala, aqua, pisau,

mesin blender, spatula, tabung reaksi, pipet tetes, rak tabung reaksi, dan

timbangan digital.

III.1.2 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu buah naga Hylocereus

polyrhizus, kertas saring, deterjen cair, air, garam dapur, dan etanol 96% dingin.

III.2 Cara Kerja

1. Ditimbang 100 gr buah naga merah Hylocereus polyrhizus menggunakan

timbangan digital.

2. Dihaluskan buah naga merah Hylocereus polyrhizus (100 gr) yang

ditambahkan 100 ml air menggunakan blender/chopper selama kurang lebih 3

menit.
3. Dilarutkan 1 ml detergen dengan 10 ml air/aquades lalu dihomogenkan.

4. Buah naga merah Hylocereus polyrhizus yang telah diblender selanjutnya

disaring menggunakan kertas saring.

5. Hasil saringan jus buah naga merah Hylocereus polyrhizus selanjutnya

diambil 4 ml lalu dipindahkan ke tabung reaksi

6. Ditambahkan sebanyak 4 ml larutan detergen cair ke dalam tabung reaksi

yang berisi jus buah naga yang telah disaring.

7. Selanjutnya, ditambahkan 1 spatula garam halus (NaCl) ke dalam tabung

reaksi yang berisi campuran larutan detergen dan jus buah naga yang telah

disaring.

8. Ditambahkan sebanyak 5 ml etanol 96% dalam keadaan dingin ke dalam

tabung reaksi yang berisi campuran jus buah naga, larutan detergen dan NaCl.

9. Dilakukan homogenisasi secara manual dengan cara dikocok atau

menggunakan alat berupa vortex.

10. Apabila percobaan berhasil, ditandai dengan terbentuknya 2 fasa (natan dan

supernatan) dan terlihat DNA dalam bentuk gumpalan benang atau seperti

awan yang melayang.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Supernatan

Natan

IV.2 Pembahasan
Pada percobaan kali ini digunakan bahan yaitu buah naga. Buah naga

dipilih karena memiliki kadar air yang rendah-sedang, sesuai dengan teori yang

ada bahwa jika melihat dari jenis buah yang digunakan sebagai sumber DNA,

ternyata buah yang memiliki kadar air rendah-sedang menghasilkan presipitasi

DNA yang lebih baik jika dibandingan dengan sumber DNA dari buah yang

memiliki kadar air tinggi (Nurkamila, 2014).

Adapun detergen digunakan dalam isolasi DNA karena mengandung

Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) yang dapat merusak membran sel. Digunakan pula

etanol 96% yang berfungsi membantu proses pengendapan terhadap organel-

organel yang sudah keluar dari sel atau memisahkan bagian-bagian yang terurai

tersebut berdasarkan berat molekul dan garam yang mengandung ion Na +

berfungsi untuk membentuk ikatan dengan kutub negatif fosfat DNA, yaitu kutub

yang bisa menyebabkan molekul-molekul saling tolak menolak satu sama lain

sehingga pada saat ion Na+ membentuk ikatan dengan kutub negatif dengan fosfat,

DNA akan berkumpul.

Dalam percobaan ini prinsip yang digunakan untuk melakukan isolasi

DNA ada tiga, yaitu lisis, ekstraksi dan pemurnian. Pertama dilakukan lisis

(penghancuran) secara mekanik dan kimiawi. Menghancurkan sampel yang

digunakan (dalam hal ini buah naga) menggunakan blender merupakan

penghancuran secara mekanik, kemudian dilakukan penghancuran secara kimiawi

menggunakan deterjen. Setelah itu, dilakukan ekstraksi dan pemurnian dengan

menambahkan garam dan etanol kemudian diaduk secara perlahan. Kemudian

setelah diamati proses timbulnya DNA, meliputi waktu yang dperlukan, warna,

serta banyaknya DNA yang terbentuk.


Dari percobaan ini didapatkan larutan cepat membentuk penggumpalan

DNA adalah setelah ditambahkan detergen, hal ini terjadi karena detergen

memiliki kandungan SDS sehinga lebih mudah memecahkan dinding sel. Hal ini

juga dimungkinkan karena dalam detergen terdapat lauril sulfat yang dapat

berfungsi sama dengan dodesil sulfat dan disodium EDTA, serta kandungan zat

pewarna dan zat aktif pemutih.

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan mengenai isolasi DNA ini adalah sebagai berikut:

1. Cara atau metode yang benar dalam mengisolasi DNA dari buah-buahan

dilakukan dengan mengikuti prosedur kerja yang telah dilakukan selama

praktikum dan tidak lupa untuk meminimalisir adanya kesalahan teknis.

2. Detergen merupakan bahan yang paling efektif untuk isolasi DNA karena

deterjen memiliki SDS sehinga lebih mudah memecahkan dinding sel.

V.2 Saran

V.2 Saran untuk Laboratorium

Praktikum dilaksanakan secara daring sehingga saya tidak mengetahui

bagaimana kondisi laboratorium.

V.2 Saran Asisten


Penjelasan yang diberikan oleh asisten sudah sangat baik, sangat

menguasai materi, point-point materinya juga dapat dipahami dengan baik.

Kedisiplinan asisten sangat luar biasa meskipun terdapat kendala teknis di awal

praktikum. Semoga kedepannya lebih baik lagi. Terima kasih atas bimbingannya

selama 6 minggu ini.

V.2 Saran untuk Praktikum

Praktikum sudah berjalan sangat lancar dan sesuai dengan yang

diharapkan semoga kedepannya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, B.P., dkk., 2011. Purifikasi DNA kromosom Geobacillus sp. dYTae-14
Menggunakan Kolom Silika Dengan Denaturan Urea. Jurnal Sains dan
Matematika. 19(4), 101-106. https://doi.org/10.1371/journal.pgen./

Fermentas, M., 2017. Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Jurusan Pendidikan
Biologi FKIP. Jurnal Biologi. 1(2), 11-20.
https://doi.org/10.1007/BF02296.com./

Girindra A., 2014. Biokimia I. Gramedia Pustaka: Jakarta. 114.

Handoyo, D., dan Rudiretna, A., 2011. General Principles and Implementation Of
Polymerase Chain Reaction. Pusat Studi Bioteknologi Universitas
Surabaya. Jurnal Genetika. 9(1), 17-29.
http://jeb.biologists.org/cgi//abstract/210/bioteknologi.surabya/

Klug E., Pavel., Ramón Miguel Molina Barrios., Javier Arturo Munguía
Xóchihua., Juan Francisco Chávez Hernández. 2011. ast and reliable
DNA extraction protocol for identification of species in raw and
processed meat products sold on the commercial market. Journal Open
Agriculture. 2 (13), 469–472.
https://doi.org/10.1007/BF0237448dnaextraction/

Langga, I.F., dkk., 2012. Optimalisasi Suhu Dan Lama Inkubasi Dalam Ekstraksi
DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw) Serta Analisis Keragaman
Genetik Dengan Teknik RAPD-PCR. Jurnal Sains dan Teknologi. 12(3),
265-276. http://jeb.biologists.org/cgi/content/ekstraksiDNA./

Murtiyahningsih, Rosaiah., Rajesh K. Patel. 2015. Comparative Study of The


Influence of EDTA and Sodium Heparin on Long Term Storage of Cattle
DNA. Cell J. 2015 Spring; 17(1), 181– 186.
http://jeb.biologists.org/cgi/fungsiEDTA.

Nurkamila, H., Razavilar V., Motalebi A. A.., Akbariadergani B., Kakoolaki S.,
Shahbazadeh D., Anvar A. A., Mooraki N. 2014. DNA Extraction Using
Liquid Nitrogen in Staphylococcus aureus. Iranian Journal of Fisheries
Sciences. 11(4), 926- 929. http://www.ciw.edu/publications.online/

Shahzadi, E. F., Fritsch, T., Maniatis. 2017. Molecular cloning: a laboratory


manual. NewYork: Cold Spring Harbor Laboratory Press Paul, Pauline
C., Lis, Butchter, Annemarie Wierenga. 1996. Solubility of Rabbit
Muscle Proteins after Various Time-Temperature Treatments. Journal.
Agric. Food Chem., 1966, 14 (5), 490–492.

Surzycki, L., Bertram HC., Aaslyng MD., Christensen M. 2012. Protein


denaturation and water-protein interactions as affected by low
temperature long time treatment of porcine longissimus dorsi. Journal of
Meat Science.88 (4), 215-265.
http://www.ciw.edu/publications.online/jurnalsicience

Suryo, 2013, Genetika Strata 1. Universitas Gadja Mada: Yogyakarta. 127-154.

Susilo, A., dkk., 2011. Amplifikasi DNA Gen Meat Tenderness Pada Sapi Bali
(Bos sondaicus). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil Teknak. 6(2), 21-25.
https://www.jstor.org/stable/24537979.Sciences

Tan, S. C., dan B. C. Yiap, 2019. DNA, RNA, and Protein Extraction: The Past
and The Present. Journal of Biomedicine and Biotechnology. 1(1), 1-10.

Ursula G., 2011. Genetics Third Edition. Alih bahasa Soenarto Adisoemarto.
Erlangga: Jakarta. 1-23.

Yulianti, Evy. 2016. Pengembangan Teknik Isolasi DNA Tumbuhan


Menggunakan Detergen Komersial. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA
UNY. 5(4), 54-59.
https://www.jstor.org/stable/24537979.Sciences.isolasidna

Yuwono, Triwibowo., 2016. Bioteknolgi Pertanian. Gadjah Mada University


Press: Yogyakarta. 23-68.
LAMPIRAN REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai