Anda di halaman 1dari 17

PENYAKIT KULIT DAN INFESTASI PARASIT PADA HEWAN BESAR

(Cascado, Myasis, Infestasi caplak dan Trypanosomiasis)

Kelompok 6

Nur Faatimah Azzahrah1 (O111 14 506), Andi Ainun Asmal1 (O111 14 007), Sri Rita
Fajriyani1 (O111 14 309), Windu Sari Asih1 (O111 14 018), Mirna Mualim1 (O111 14 012),
Azizah Reski Ray Ayu1 (O111 14 015), I Putu Suargita1 (O111 13 505)

Asisten : Rizki Pratiwi


1
Bagian Bedah & Radiologi, Departemen Klinik Reproduksi & Patologi
Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Korespondensi penulis : imaazzahrah@gmail.com

ABSTRAK

Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh hewan yang membatasi tubuh dengan dunia
luar. Serta merupakan indikator terhadap infeksi parasit yang menyebabkan penyakit yang
sering menginfeksi khususnya pada hewan besar, yaitu penyakit kulit dan dapat mengakibatkan
parasit pada darah. Stephanofilariasis yang sering disebut juga penyakit Kaskado adalah
penyakit pada sapi yang ditandai dengan dermatitis, penyakit ini disebabkan oleh cacing dari
genus Stephanofilaria dan ditularkan melalui vektor lalat. Myasis atau belatungan adalah
infestasi larva lalat ke dalam jaringan hidup hewan maupun manusia. Caplak sapi adalah jenis
caplak berkulit keras yang dianggap paling penting dalam dunia pertenakan sapi, karena telah
mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi peternakan sapi. Tripanosomiasis (Surra)
disebabkan oleh Trypanosoma evansi, penyakit ini ditularkan dari hewan satu ke lainnya oleh
gigitan lalat penghisap darah yang bertindak sebagai vektor,terutama Tabanus sp. dan lalat
Haematopota spp. Pemeriksaan fisik terhadap probandus dilakukan dengan tahapan pengajuan
pertanyaan anamnesa dan sinyalemen lalu dilanjutkan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi,
membaui, mengukur, dan menghitung, dimana tahapan – tahapan ini dibantu dengan alat – alat
diagnostik seperti termometer, penlight, stopwatch, dan stetoskop. Berdasarkn praktikum yang
telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa berbagai penyakit kulit dan infestasi parasit ini
dapat mempengaruhi sapi. Penyakit yang didemonstrasikan dalam praktikum ini yaitu cascado,
myasis, infestasi caplak dan trypanosomiasis. Masing-masing dari penyakit tersebut memiliki
gejala patognomonis. Penyebab dari penyakit tersebut juga berbeda-beda.

Kata Kunci : Cascado, Infestasi caplak, Myasis, Sapi, Trypanosomiasis.

PENDAHULUAN Stephanofilariasis yang sering disebut


Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah juga penyakit Kaskado adalah penyakit
untuk memperoleh informasi mengenai pada sapi yang ditandai dengan dermatitis.
status kesehatan pasien. Tujuan definitif Penyakit ini disebabkan oleh cacing dari
pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk genus Stephanofilaria dan ditularkan
mengidentifikasi status “normal” dan melalui vektor lalat. Pada umumnya,
kemudian mengetahui adanya variasi dari penyakit ini ditandai dengan pruritis, bulu
keadaan normal tersebut dengan cara rontok, ulserasi, eksudat dan perdarahan
memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala- tergantung pada tingkatan infeksinya.
gejala pasien, penapisan/skrining keadaan Pemberantasan penyakit dapat dilakukan
well-being pasien, dan pemantauan masalah dengan pengobatan hewan yang terinfeksi
kesehatan/penyakit pasien saat ini. [1] dan pembasmian vektor lalat secara
berkala. Penyakit ini sangat mudah HASIL DAN PEMBAHASAN
menyebar sehingga perlu perhatian dari A. Hasil
peternak dan petugas peternakan di Terlampir dalam rekam medic
lapangan.[2]
Myasis atau belatungan adalah infestasi B. Pembahasan
larva lalat ke dalam jaringan hidup hewan 1. Cascado
maupun manusia. Beberapa jenis lalat telah 1.1. Etiologi
diidentifikasi sebagai penyebab penyakit Stephanofilariasis adalah penyakit
ini, namun yang bersifat obligat parasit kulit atau dermatitis pada sapi yang
adalah Chrysomya bezziana sehingga perlu disebabkan oleh cacing Nematoda dari
diperhatikan. Awal infestasi larva terjadi genus Stephanofilaria. Penyakit ini tersebar
pada daerah kulit yang terluka, selanjutnya luas di berbagai negara. Di Indonesia,
larva bergerak lebih dalam menuju ke Stephanofilariasis yang sering disebut
jaringan otot sehingga menyebabkan daerah penyakit Kaskado, sudah dikenal sejak
luka semakin lebar. Kondisi tersebut zaman Belanda dengan ditemukannya
menyebabkan tubuh ternak menjadi lemah, cacing Stephanofilaria di dalam luka atau
nafsu makan menurun, demam serta diikuti lesio pada sapi di Sulawesi Utara. Cacing
penurunan produksi susu dan bobot badan Stephanofilaria ini hidup pada bagian
bahkan dapat terjadi anemia. [5] epitel, terutama pada lapisan malpigi dari
Tripanosomiasis (Surra) disebabkan kulit hewan. Setiap spesies dari cacing ini
oleh Trypanosoma evansi. Protozoa ini menyebabkan dermatitis di lokasi yang
merupakan flagellata dari subfilum berlainan pada hewan yang terserang.
sarcomastigophora, super kelas Munculnya penyakit Kaskado di suatu
mastigophorasica, kelas daerah awalnya dianggap tidak mempunyai
zoomastigophorasida, ordo arti ekonomi, akan tetapi apabila penyakit
kinetoplastorida, familia trypanosomatidae, ini telah menyebar luas akan dirasakan
dan genus Trypanosoma. Penyakit ini adanya kerugian ekonomi yang besar. Hal
ditularkan dari hewan satu ke lainnya oleh ini disebabkan karena penyebarannya
gigitan lalat penghisap darah yang melibatkan beberapa jenis lalat sebagai
bertindak sebagai vektor,terutama Tabanus hospes perantara atau vektor, sehingga
sp. dan lalat Haematopota spp (Martindah, bisa menyebar ke daerah lain dan luka pada
2007; Pudjiatmoko, ) hewan akan semakin banyak dan proses
lukanya semakin berat apabila tidak segera
MATERI DAN METODE ditangani.[3]
A. Materi 1.2. Gejala Klinis
Praktikum ini dilakukan dengan Adapun gejala klinis dari cascado yaitu
menggunakan sapi bali. Alat bantu adanya luka-luka pada kulit hewan yang
diagnosa yang digunakan dalam tertutup keropeng dan terlihat adanya
pemeriksaan yaitu thermometer, penlight, penebalan kulit. Pada tahap awal infeksi
reflex hammer, stethoscope, masker, baju hanya terlihat adanya sejumlah papula atau
lab, sarung tangan, serta kartu rekam medik. lepuh-lepuh kecil yang kemudian akan
menyatu dan menjadi luka yang besar
B. Metode disertai penebalan kulit, bulu rontok dan
Metode praktikum berupa metode ulserasi. Pada stadium lanjut terlihat adanya
deskriptif, yaitu praktikan melakukan daerah peradangan yang berbatas jelas
pemeriksaan langsung terhadap pasien yang dengan kulit yang tidak berbulu karena
meliputi sinyalemen, anamnesis, inspeksi, mengalami kerontokan dan terlihat kasar
palpasi, perkusi, auskultasi dan mencium beralur membentuk lipatan tebal berwarna
lalu mencatat hasil dari pemeriksaan kelabu. Di samping itu, pada infeksi ringan
kedalam rekam medik. biasanya lukanya tertutup oleh kerak atau
keropeng kering yang umumnya terdapat di
sudut mata, pundak, bahu, leher, dada,
punggung dan gelambir. Sedangkan, pada Hewan muda yang berumur kurang dari
infeksi yang tergolong berat berupa suatu satu tahun jarang terkena penyakit Kaskado,
radang kulit yang biasanya berbentuk bulat, sedangkan hewan penderita umumnya
bagian tepi kulit berwarna kemerahan dan berumur satu tahun atau lebih. Hal ini juga
tertutup keropeng, dan apabila keropeng dilaporkan kejadian Kaskado akan
diangkat jaringan kulit tampak meningkat seiring dengan meningkatnya
bergranulasi. Kadang-kadang di antara umur hewan. Kejadian tersebut
keropeng yang sudah kering terdapat luka kelihatannya berkaitan erat dengan lamanya
terbuka yang berdarah dan biasanya berisi hewan mendapat infeksi tantang di alam,
cacing. Adanya luka yang berdarah tersebut semakin tua hewan semakin lama mendapat
bisa merangsang lalat untuk mendatanginya infeksi tantang sehingga semakin tinggi
karena merupakan sumber makanannya. pula tingkat kejadian Kaskado. Hewan
Hewan yang menderita tampak terganggu yang terkena penyakit ini pada umumnya
ketenangannya karena adanya iritasi yang tidak menunjukkan kesakitan yang hebat
ditimbulkan oleh parasit cacing dalam kulit dan masih dapat digunakan untuk
dan gigitan lalat di daerah luka. Luka bekerja menarik gerobak atau membajak
biasanya mulai timbul dalam waktu dua sawah namun kemampuannya menurun.[4]
minggu setelah infeksi dan umumnya 1.5. Teknik Diagnosa
terletak di daerah gigitan lalat.[2] Diagnosis penyakit Kaskado dapat
1.3. Patogenesa dilakukan berdasarkan adanya tanda-tanda
Proses penyebaran penyakit Kaskado klinis pada hewan penderita seperti adanya
adalah sebagai berikut: vektor lalat akan lesio di sekitar mata, bahu, punggung, kaki
tertarik dan hinggap pada luka yang dan bagian tubuh lainnya. Biasanya lesio-
terdapat pada hewan akibat infeksi cacing lesio tersebut disertai dengan adanya
Stephanofilaria. Kemudian lalat akan pruritis, ulserasi, keropeng, cairan eksudat
menghisap mikrofilaria bersama darah dan perdarahan tergantung dari berat
dan cairan dari luka tersebut. Dalam ringannya infeksi. Selanjutnya, diagnosis
tubuh lalat, mikrofilaria akan berkembang dapat dipastikan atau dikonfirmasi dengan
menjadi larva stadium 3 yang infektif (L3) menemukan cacing Stephanofilaria di
dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Pada dalam lesio-lesio tersebut. Untuk
saat lalat yang sudah mengandung L3 menemukan atau mengidentifikasi adanya
tersebut menggigit dan menghisap darah cacing Stephanofilaria bisa dilakukan
hewan yang sehat, larva akan pindah dari dengan cara sebagai berikut: lesio pada
probosis lalat ke dalam kulit hewan yang kulit hewan penderita dikerok sampai
digigitnya. Enam sampai delapan minggu sedikit berdarah, dan hasil kerokan kulit
kemudian larva akan menjadi cacing direndam dalam larutan NaCl fisiologis
dewasa dan mulai memproduksi kira-kira sampai 6 jam untuk memberi
mikrofilaria maka hewan tersebut bisa kesempatan pada cacing yang masih hidup
dikatakan telah terkena penyakit Kaskado. keluar dari keropeng kulit. Kemudian,
Meningkatnya penyebaran lalat yang rendaman kerokan kulit tadi ditambahkan
mengandung mikrofilaria akan formalin sampai mencapai kurang lebih
menyebabkan pula meningkatnya jumlah 10% larutan formalin sebagai bahan
lesio pada hewan yang digigit oleh lalat pengawet. Sampel kerokan kulit diperiksa
tersebut. Hewan sehat yang ditempatkan dengan mikroskop stereo untuk menemukan
dalam satu kandang dengan hewan yang adanya cacing dan selanjutnya dilakukan
telah terinfeksi akan lebih mudah tertular identifikasi sesuai dengan sifat dan ukuran
akibat gigitan lalat yang sudah mengandung yang telah ada di acuan.[2]
mikrofilaria.[2] Pemeriksaan histopatologi terhadap
1.4. Predisposisi potongan kulit yang ada lesionya juga
Penyakit Kaskado bisa menyerang sapi bisa dilakukan untuk menguatkan hasil
jantan maupun sapi betina. Ada korelasi diagnosis. Berdasarkan hasil pemeriksaan
antara umur hewan dan kejadian penyakit. histopatologi pada potongan kulit sapi yang
terkena Stephanofilariasis terdapat menggunakan salep sulfanilamid secara
keratosis dan infiltrasi sel mononuklear topikal. Ivermectin dengan dosis 200 µg/kg
dan sel eosinofil di daerah dermis. BB sangat efektif untuk Stephanofilaria
Mikrofilaria ditemukan di dalam pada kerbau.[2]
permukaan lapisan dermis, dan cacing Untuk pencegahan penyakit Kaskado
dewasanya berada di dalam kista bisa juga dilakukan dengan pemberantasan
berdekatan dengan folikel (kantung) lalat secara berkala dan teratur dengan
rambut. Untuk mendiagnosis penyakit menggunakan insektisida antara lain:
Kaskado kelihatannya mudah, akan tetapi Choumapos 0,005 – 0,1% dan Diazinon
sangat diperlukan banyak pengalaman, 0,5%. Penyemprotan langsung pada
ketelitian dan kejelian dalam lesionya juga bisa membunuh cacing.
menentukan penyakitnya. Dalam Disamping itu, untuk menghindari
melakukan pengerokan lesio pada kulit terjadinya penularan penyakit perlu
misalnya, apabila dilakukan asal-asalan dilakukan pemisahan antara hewan yang
atau terlalu dangkal akan berakibat sakit dan yang sehat supaya tidak berada di
negatif atau tidak bisa ditemukan adanya dalam satu kandang.[2]
cacing walaupun sebenarnya hewan itu
positif Kaskado. Cacing Stephanofilaria 2. Myasis
dewasa di dalam lesio hewan dapat 2.1. Etiologi
ditemukan paling sedikit satu ekor cacing Kata Myasis berasal dari bahasa
setiap satu sentimeter persegi kulit yang Yunani, yaitu “myia” yang berarti lalat.
dikerok. Sehingga, untuk mendapatkan Adapun defi nisi myiasis adalah infestasi
hasil yang maksimum pengerokan kulit larva lalat (Diptera) ke dalam jaringan
harus dilakukan di semua tempat yang ada hidup manusia atau hewan vertebrata
lesionya.[2] lainnya dalam periode tertentu dengan
1.6. Diagnosa Banding memakan jaringan inangnya termasuk
Diferensial diagnosa dari kaskado cairan substansi tubuh. Masyarakat
antara lain scabies, baliziekte, dermatitis, Indonesia lebih mengenal penyakit ini
keracunan tanaman seperti Lantana camara, dengan nama belatungan sedangkan
dan luka karena trauma mekanis. [2] penduduk India menyebutnya sebagai
1.7. Terapi Dan Pencegahan peenash atau scholechiasis. [6]
Pengobatan alternatif yang sering Berdasarkan lokasi ditemukannya
dilakukan di lapangan dengan salep larva, myiasis dapat diklasifi kasikan
Choumapos 2% sudah cukup efektif menjadi beberapa kelompok, yaitu dermal,
walaupun hasilnya masih kurang sub-dermal atau kutaneous, okular,
menggembirakan karena membutuhkan intestinal, dan urogenital. Adapun secara
waktu penyembuhan yang agak lama. manifestasi klinis dapat digolongkan
Pemberian Asuntol 2% dalam bentuk salep menjadi tiga, yaitu kutaneus myiasis,
memberikan hasil yang sangat efektif dalam migratori myiasis dan traumatika myiasis.[6]
penyembuhan penyakit Kaskado pada sapi. Penyebab myiasis di Indonesia dapat
Obat antiparasit yang mempunyai spektrum digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu
luas seperti Ivermectin dan Doramectin lalat primer (Chrysomya bezziana atau the
telah dilaporkan keberhasilannya dalam Old World Screwworm Fly), lalat sekunder
mengobati Kaskado di lapangan, (C.megacephala, C.rufi facies, C.varipes,
pemberian Ivermectin dengan dosis 200 Hemypirellia, Sarcophaga sp) dan lalat
µg/kg BB secara subkutan dan tertier (Musca spp) (Gambar 1). Larva
Doramectin 200 µg/kg BB bisa C.bezziana bersifat obligat parasit yang
menyembuhkan penyakit Kaskado pada hanya memakan jaringan hidup tubuh
sapi perah, dan rata-rata kesembuhannya inangnya. Lalat ini pertama kali di koleksi
membutuhkan waktu selama 10 hari. di Kongo (Zaire) pada tahun 1909 dari sapi
Lama penyembuhan tersebut lebih cepat dan diidentifi kasi oleh Professor Bezzi.
dibandingkan dengan pengobatan Meskipun identifi kasinya kurang tepat,
tetapi untuk menghargai jasa beliau maka oleh Lee (1968) (Medical entomology).
lalat tersebut diberi nama “bezziana” oleh Petugas kesehatan di negara – negara yang
Entomologis dari Perancis, Joseph berkembang di utara kurang mengenal dari
Villeneuve. Adapun myiasis di Australia infeksi parasit ini sehingga sering terjadi
disebabkan oleh Lucilia cuprina dan kesalahan diagnosis dan terapi yang tidak
L.sericata, myiasis di benua Amerika tepat. Perhatian yang besar dari petugas
disebabkan oleh Cochlyomyia hominivorax kesehatan mengenai gejala klinis serta
(the New World Scerwworm Fly) dan riwayat penularan penyakit perlu diketahu
myiasis di benua Eropa dan sebagian Asia untuk dapat melakukan terapi yang tepat. [7]
disebabkan oleh Wohlfahrtia magnifi ca. [6] Penyakit ini banyak pada daerah

Gambar 1. Agen penyebab myiasis yang terdistribusi di Indonesia. [6]


2.2. Prevalensi pedesaan dan berhubungan dengan
Selama ini, kasus myasis banyak lingkungan yang buruk. Pada manusia
dilaporkan terjadi pada ternak yang infestasi larva ini dapat mengenai kulit, luka
dipelihara secara semi intensif dan yang terbuka, usus dan rongga tubuh yang
ekstensif. Sistem pemeliharaan tersebut lain ( mulut, hidung, telinga, mata, sinus,
masih banyak diterapkan pada pulau-pulau vagina dan uretra dll ). [7]
yang masih jarang penduduknya dengan 2.3. Gejala Klinis
kisaran padang penggembelaan yang sangat Infestasi larva myiasis tidak
luas. Oleh karena itu, laporan kasus myasis menimbulkan gejala klinis yang spesifik
banyak berasal dari Pulau Sulawesi, dan sangat bervariasi tergantung pada
Lombok, Sumbawa Besar, Sumba Timur lokasi luka. Gejala klinis pada hewan antara
dan Irian Jaya. Berbeda dengan pulau-pulau lain berupa demam, radang, peningkatan
diatas, sistem pemeliharaan ternak di Pulau suhu tubuh, kurang nafsu makan, tidak
Jawa dilakukan secara intensif sehingga tenang sehingga mengakibatkan ternak
diduga kasus myasis telah berkurang. [5] mengalami penurunan bobot badan dan
Miasis ini banyak ditemukan pada produksi susu, kerusakan jaringan,
Negara – Negara tropis dan subtropis infertilitas, hipereosinofilia serta anemia .
seperti Afrika dan Amerika . Beberapa Apabila tidak diobati, myiasis dapat
penelitian menemukan miasis ini James menyebabkan kematian ternak sebagai
(1984), Zumpt (1965) dan Morikawa akibat keracunan kronis amonia. [8]
(1958) juga beberapa laporan Gejala umum yang terjadi pada myiasis
ditemukannya di Amerika Utara oleh Scott manusia antara lain demam, gatal-gatal,
(1964) dan laporan serupa juga di Australia sakit kepala, vertigo, eritrema, radang
(inflamasi), pendarahan serta memicu myiasis mata tidak diobati maka larva
terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri . mampu menghancurkan seluruh bola
Gambaran darah penderita myiasis akan mata .
menunjukkan gejala hipereosinofilia dan  Myiasis Wit. Lalat bertelur di
meningkatnya jumlah neutropil. [8] permukaan kulit. Larva akan masuk ke
Berdasarkan gejala klinis yang timbul, dalam kulit yang sehat melalui folikel
mengelompokkan myiasis manusia sebagai rambut atau melalui luka akibat
berikut [8]: traumatika atau sebab lainnya. Larva
 Myiasis luka. Myiasis jenis ini sering mungkin akan berdiam di tempat
terjadi karena adanya luka yang masuknya pada kulit dan menimbulkan
meradang dan berbau atau luka karena sebuah bisul di tempat tersebut.
penyakit spesifik, seperti sifilis, lepra  Myiasis saluran cerna. Myiasis jenis ini
dan penyakit lainnya. Luka tersebut terjadi karena termakan makanan yang
merupakan tempat yang menarik untuk mengandung telur atau larva lalat .
bertelur . Keadaan tersebut dapat disertai dengan
 Myiasis hidung . Terjadi karena lalat gastroenteritis akut.
meletakkan telurnya pada membran  Disamping jenis-jenis myiasis di atas,
mukosa yang luka di rongga hidung. beberapa jenis lainnya juga dilaporkan
Penderita sering mengatakan bahwa seperti myiasis anus, vagina, saluran dan
hidungnya kemasukan lalat. Infestasi kandung kemih, mulut, faring dan laring.
larva menyebabkan hidung dan muka Kasus-kasus di atas pernah terjadi
membengkak. Apabila tidak diobati dilaporkan baik di Indonesia maupun di
maka larva dapat bergerak ke atas dan luar negeri.
masuk ke salunan air mata, selanjutnya 2.4. Patogenesa
merusak tulang rawan dan tulang Penularan penyakit myiasis melalui
septum, menghancurkan os nasal dan lalat betina C.bezziana yang menginfestasi
osfrontal . Selai itu, larva dapat masuk ke jaringan hidup.Siklus hidup lalat
dalam paranasa! Bahkan menembus C.bezziana terbagi menjadi empat tahap,
dasar tengkorak dan menyebabkan yaitu telur, larva, pupa dan lalat. Dari telur
meningitis sampai kematian. menetas menjadi larva instar I (L1) sampai
 Myiasis telinga . Myiasis jenis ini sering dengan larva instar III (L3) memerlukan
terjadi sebagai komplikasi myiasis waktu enam hingga tujuh hari, selanjutnya
hidung dan mulut. Larva dapat masuk ke L3 akan jatuh ke tanah dan membentuk
dalam telinga melalui tuba Eustachius . pupa. Dalam waktu tujuh sampai delapan
Myiasis telinga juga dapat terjadi secara hari, pupa menetas menjadi lalat (imago).
primer, umumnya terdapat luka atau Setelah kawin pada umur 4 – 8 hari, lalat
nanah di liang telinga yang menarik lalat betina akan bertelur pada jaringan yang
untuk bertelu-. Larva mampu menembus terluka (Gambar 2). [6]
gendang telinga dan masuk ke telinga Lalat betina akan meletakkan
tengah. Kondisi ini akan menimbulkan kumpulan telurnya di tepi luka pada sore
iritasi dan rasa sakit yang hebat di telinga hari atau menjelang petang dalam waktu 4,1
bahkan menyebabkan tinitus dan menit. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh
vertigo. lalat betina berkisar antara 95 sampai 245
 Myiasis mata. Umumnya timbul sebagai (rata-rata 180 telur). Telur akan menetas
komplikasi dari myiasis hidung dan menjadi L1 dalam waktu 12-24 jam atau
mulut, tetapi dapat juga terjadi secara sepuluh jam pada suhu 30oC, selanjutnya
sendiri . Oftalmomiasis eksterna bila L1 menuju ke daerah luka yang basah.
bola mata yang tidak terkena sedangkan Sehari kemudian, L1 akan berubah menjadi
oftalmomiasis interna anterior bila larva L2 dan mulai membuat terowongan yang
menginfestasi bilik mata depan dan lebih dalam di daerah luka tersebut dengan
oftalmomiasis posterior bila larva cara masuk ke dalam jaringan inang. [6]
sampai ke bilik mata belakang . Jika
Larva instar II akan berkembang dan memicu terjadinya infeksi sekunder
menjadi L3, selanjutnya pada hari keempat oleh bakteri. Apabila tidak ada pengobatan,
bermigrasi keluar dari daerah luka tersebut penderita dapat mengalami kematian. [6]
dan jatuh ke tanah. Larva instar III (L3) 2.5. Predisposisi
akan membuat terowongan sepanjang dua Umumnya kasus myiasis lebih banyak
sampai tiga sentimeter untuk menghindari dijumpai pada induk pasca pastus, yaitu di
sinar matahari secara langsung. Larva akan daerah vagina. Kondisi ini berkorelasi
membentuk pupa dalam waktu 24 jam pada positif dengan kejadian myiasis pada
suhu 28oC. Penetasan lalat dari pupa sangat anaknya, yaitu di daerah pusar atau
tergantung dari lingkungan. Pupa akan umbilikus. Adapun pada hewan jantan,
menetas menjadi lalat selama seminggu myiasis dijumpai pada prepusium. Lokasi
pada kondisi 25-30oC sedangkan pada luka yang juga sering terkena serangan lalat
temperatur yang lebih rendah akan lebih myiasis adalah kuku dan telinga pasca
lama bahkan sampai berbulan-bulan. [6] pemasangan ear-tag serta moncong pasca

Gambar . Siklus hidup C.bezziana. [6]


Patogenesis myasis pada hewan dan proses pembuatan lubang dihidung. [6]
manusia tidak berbeda. Awal terjadinya Beberapa faktor predisposisi serangan
myasis adalah apabila ternak mengalami myiasis antara lain, musim panas atau panca
luka alami akibat berkelahi, tersayat benda roba, dikandangkan dengan hewan yang
tajam, gigitan caplak/predator dan pasca terinfestasi myiasis, rendahnya tingkat
partus atau terputusnya tali higenitas dan sanitasi lingkungan serta
pusar/umbilikus. Luka lain juga disebabkan kurang peduli terhadap perawatan luka dan
oleh campur tangan manusia, misalnya masuknya ternak baru ke daerah endemik
pada kasus pemotongan tanduk (de- myiasis. Lalat myiasis dapat berkembang
horning), kastrasi, pemotongan ekor, baik dalam kondisi tropis dengan
puncukuran bulu dan lain-lain. Bau darah kelembaban yang tinggi. Daerah yang
segar yang mengalir akan menarik lalat memiliki pepohonan, semak-semak dan
betina C.bezziana untuk meletakkan sungai merupakan daerah ideal untuk
telurnya di tepi luka tersebut. Telur ini kelangsungan hidup lalat myiasis. [6]
mempunyai daya rekat yang kuat sehingga Semua jenis hewan yang bertulang
tidak mudah jatuh ke tanah oleh gerakan belakang dan berdarah panas rentan
hewan. Dalam waktu kurang dari 12 jam, terhadap penyakit myiasis. Kasus myasis
telur akan menetas menjadi larva dan banyak terjadi pada induk sapi yang diikuti
bergerak masuk ke dalam jaringan. oleh pedet, kerbau, kuda, babi, kambing,
Aktivitas larva di dalam jaringan tubuh cempe dan domba yaitu, pada induk pasca
mengakibatkan luka semakin besar dan partus (myasis vulva) dan anak yang baru
kerusakan jaringan semakin parah. Kondisi lahir (myasis umblikus), sedangkan sisanya
ini menyebabkan bau yang menyengat dan sebagai akibat luka traumatika. Selain pada
mengundang lalat yang lain (lalat sekunder hewan ternak, myiasis juga menyerang
dan tersier) untuk hinggap (Sarcophaga sp, pada hewan kesayangan, seperti anjing dan
C.megachepalla, C.rufi facies, Musca sp) kucing, termasuk ayam. [6]
2.6. Teknik Diagnosa  Abses kulit
Periode antara adanya telur lalat diluka  Gigitan serangga
sampai menunjukkan gejala sakit karena  Kista subcutaneus
larva membuat terowongan di dalam tubuh 2.8. Prognosa
inang adalah 1 – 2 hari. Tidak jarang, luka Penyakit ini tidak menyebabkan
hanya nampak kecil (lubang kecil) dari luar kematian apabila cepat dilakukan
dan terlihat pembengkaan yang berair pada pengobatan. Namun apabila hewan
lokasi luka. Apabila luka tersebut dibuka, penderita tidak diobati dalam waktu 1 – 2
maka akan dijumpai larva yang minggu maka akan terjadi keracunan akibat
bergerombol ataupun terpisah. Penegakan aktivitas bakteri (infeksi sekunder) seperti
diagnosis myasis pada penderita adalah yang dilaporkan di Texas bahwa kematian
dengan ditemukannya larva C.bezziana tahunan akibat myiasis pada rusa muda
pada daerah luka. Umumnya larva berkisar 20-80%.[6]
C.bezziana ditemukan pada kondisi 2.9. Terapi Dan Pencegahan
infestasi primer, namun jika penyakit ini Sistem pengendalian myiasis dengan
telah berjalan beberapa hari tanpa adanya cara penyemprotan dengan insektisida
tindakan pengobatan, maka akan dijumpai ataupun pestisida pada ternak dipandang
larva lalat yang lain seperti Sarcopagha sp, tidak efektif dengan alasan lalat C. bezziana
C.megachepala atau Musca domestica. tidak menempel pada tubuh ternak kecuali
Identifi kasi larva lalat dilakukan dibawah pada waktu bertelur. Disamping itu, sebagai
mikroskop stereo untuk melihat spirakel myiasis obligat stadium larva yang hidup di
anterior dan posterior serta bentuk spina dalam luka merupakan titik rawan bagi
(duri) yang khas pada masing-masing kehidupan lalat, sehingga dengan
spesies larva lalat. Dalam beberapa kasus, mengobati setiap luka dan membunuh
myiasis terjadi dalam bentuk multi belatungnya dengan teliti maka di dalam
infestasi, yaitu terdapat lebih dari stadium jangka waktu tertentu populasi lalat di suatu
larva dalam luka tersebut (Gambar 4). lokasi akan cepat menurun. Cara ini adalah
Larva C.bezziana tidak pernah dijumpai efektif dan diterapkan secara luas dan rutin
dalam bangkai karena sifatnya sebagai di semua negara di mana terdapat myiasis
obligat parasit. [6]

Gambar . Contoh kasus myiasis dengan multi infestasi, yaitu dalam satu luka dijumpai
lebih dari satu stadium. Larva instar I (L1), instar II (L2) dan instar III (L3). [6]
2.7. Diagnosa Banding traumatika atau myiasis yang di dalam
Diagnosa banding dari myasis proses terjadinya diawali dengan adanya
adalah[7]: luka gigitan caplak atau luka traumatik
 Cellulitis lainnya. Atas pertimbangan tersebut maka
 Furunkulosis untuk mengatasi myiasis di Pt. Bina Mulya
 laeismaniasis Ternak di Sulawesi Selatan menganjurkan
 Onchocerciasis untuk digunakan obat dengan resep sbb[9]:
 Tungais  R/ diazinon EC 60% 50 ml
 Adenopathi  Sulfanylamide 100 gram
 Minyak ikan 100 ml CSIRO Long Pocket Laboratory, Australia.
 Vaselin album 900 gram Untuk menguji tanggap kebal dari vaksin
Diazinon EC berfungsi sebagai pencuci pada hewan percobaan domba telah
luka dan membunuh belatung, dikembangkan dua macam teknik ialah in
sulfanylamide sebagai antibakteria, vivo bioassay dan in vitro bioassay. [9]
sedangkan minyak ikan berfungsi
mempercepat persembuhan luka. Di dalam 3. Infesitasi caplak
mengobati myiasis sebaiknya yang diobat 3.1. Etiologi
tidak hanya bagian myiasis saja, tetapi juga Caplak adalah ektoparasit penghisap
luka biasa harus diobati agar cepat kering darah pada hewan vertebrata. Caplak
untuk mencegah masuknya larva lalat dari berkulit keras di Indonesia adalah caplak
telur yang menetas disekitar luka, demikian sapi (Boophilus microplus). Caplak
pula belatung yang keluar dari luka myiasis mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
atau yang baru diambil dari luka agar berbagai kasus penyakit. Peranan caplak
ditampung dan segera dimasukkan ke sebagai ektoparasit penghisap darah dan
dalam larutan insektisida atau pestisida agar sebagai vektor pembawa penyakit lebih
mati. [9] menonjol dibandingkan dengan ektoparasit
Beberapa obat dilaporkan telah yang lain. Caplak dibedakan dari tungau
digunakan untuk pengobatan myiasis di karena ukurannya lebih besar, kulit
lapangan antara lain asuntol salep 2% integumennya yang kaku dan adanya
efektif dan dapat membunuh belatung stigma vento lateral yang merupakan
dalam waktu 24 jam setelah pengobatan dan pangkal trachea. Caplak terbagi 2 famili,
murah harganya, minyak tanah, batu yaitu Argasidae dan Ixodidae. Argasidae
yang penting ialah Argas persicus pada
digunakan oleh peternak di lapangan untuk peternakan ayam. Sedangkan Ixodidae yang
pengobatan myiasis (SUKARSIH et al., penting adalah Boophilus, Ixodes,
1989), disamping itu, ekstrak tembakau dan Rhipicephalus, Haemaphysalis,
rotenon juga efektif untuk pengobatan Amblyomma dan Aponomma.[10]
myiasis di lapangan. [9] Klasifikasi Boophilus microplus
Pengendalian myiasis secara biologi sebagai berikut:
dengan melepaskan lalat jantan yang telah Kingdom : Animalia
disterilkan dengan radiasi (Sterile Insect Filum : Arthropoda
Release Method = SIRM) telah dilakukan Subfilum : Chelicerata
dua kali di Papua New Guinea yaitu pada Kelas : Arachnida
tahun 1983 dan 1989. Teknik yang Ordo : Acari
digunakan adalah dengan cara melepaskan Sub Ordo : Metastigmata
lalat jantan steril lewat udara 2 kali dalam Famili : Ixodidae
satu minggu, dengan populasi lalat steril Genus : Boophilus
kira-kira 600 lalat/km2 di suatu lembah Spesies : Boophilus microplus
seluas 770 km2 di mana dipelihara 4.000 Daur dimulai dari telur-larva-nimfa-
ekor sapi Brahman cross asal impor dari caplak dewasa. Caplak dewasa setelah
Australia. Setelah release dilakukan kawin akan menghisap darah sampai
sebanyak 9 kali hasil penerapan teknik ini kenyang, lalu jatuh ke tanah dan disinilah
mencapai level sterilitas sebesar 29%, caplak bertelur. Larva yang baru menetas
sehingga memberi harapan baik untuk segera akan mencari inangnya dengan
digunakan di dalam pengendalian pertolongan benda-benda sekitarnya serta
[9] bantuan alat olfaktoriusnya. Setelah
myiasis.
Pengembangan vaksin myiasis telah mendapatkan inangnya, caplak akan
dilakukan sejak 1995 oleh sebuah team menghisap darah inang hingga kenyang
kerjasama penelitian dari Balai Penelitian (enggorged) lalu akan jatuh ke tanah atau
Veteriner, Bogor, dengan Pusat Antar tetap tinggal pada tubuh inang tersebut dan
Universitas untuk Bioteknologi, ITB, dan segera berganti kulit (molting) menjadi
nimfa. Nimfa menghisap darah kembali, babesiosis berdasarkan apus darah.
setelah kenyang akan jatuh ke tanah dan Berdasarkan hasil pemeriksaan serologis,
berganti kulit menjadi caplak dewasa Untuk prevalesi babesiosis di wilayah Kalimantan,
menentukan tingkat keparahan dari parasit Sulawesi, Sumatra dan Timor ditemukan
obligatif, dapat dilihat dari seberapa banyak sebesar 96%.[12]
gejala klinis yang ditemukan dan 3.3. Gejala Klinis
bagaimana respon inang terhadap infestasi Gejala klinis yang nampak pada ternak
tersebut, hal ini sangan berpengaruh, yang terjadi pada permukaan kulit. Gejala
sinyalemen dari hospes perlu diperhatikan, yang ditumbulkan dari parasit ini antara
seperti hewan muda atau masih pedet akan lain: keropeng, alopesia, papula, hiperemi,
lebih merasakan keparahan dikarenaka dan memungkinkan munculnya perlukaan
system imunnya masih bergantung pada rasa tidak nyaman dan kegelisahan yang
system imun maternal, dengan kata lain dapat menjadi stressor sehingga
untuk menentukan tingkat keparahan memperbesar kemungkinan muncul
infestasi parasit obligat diperlukan penyakit sekunder. Penyakit sekunder juga
pemeriksaan klinik lebih lanjut.[11] dapat diakibatkan oleh daya tahan tubuh
Baik caplak jantan atau betina yang menurun, serta menurunnya nafsu
menghisap darah sepanjang waktu. Setelah makan yang berlanjut dengan penurunan
kenyang menghisap darah, caplak betina status gizi, kerusakan pada kulit,penurunan
jatuh ke tanah clan kemudian bertelur, kondisi umum dan produksi, dan anemia.[12]
caplak betina dapat bertelur sampai 2496 Caplak ini tidak menghisap darah
butir pada temperatur 24°C sesudah itu begitu saja dari semua hewan, tetapi juga
mati. Setelah menetas menjadi larva, maka mempertimbangkan kepekatan komponen
larva tersebut merayap ke ujung-ujung kandungan darah yang dihisapnya, seperti
rumput untuk kemudian menempel pada eritrosit dan plasma protein inangnya.
hewan-hewan yang melewatinya . Pada beberapa gejala yang ditimbulkan oleh
rumput larva dapat bertahan sampai 3 infestasi caplak antara lain dermatosis,
bulan. Kehidupannya terdapat pada dua eksongenasi dan penyebaran berbagai
tempat yaitu kehidupan di tubuh hewan atau penyakit lain seperti bakteri, virus,
disebut stadium parasitik dan kehidupan di protozoa, ricketsia, enveromisasi dan
luar tubuh hewan yang disebut stadium non kelumpuhan, iritasi dan penurunan produksi
parasitik . Kehidupan caplak pada stadium serta menyebabkan infeksi sekunder.[10]
parasitik dimulai dari saat larva menempel 3.4. Patogenesa
pada hewan sampai caplak dewasa jenuh Boophilus microplus, lebih dikenal
darah (engorged) clan jatuh dari tubuh dengan caplak sapi, berbentuk bulat oval,
hewan; sedangkan kehidupan caplak pada pedipalp runcing ke arah dorsal dan lateral,
stadium non parasitik dimulai dari saat tidak mempunyai feston, merupakan parasit
caplak tadi jenuh darah jatuh dari hewan obligat pada sapi dan menyebabkan
sampai stadium larva generasi berikutnya Anemia, iritasi kulit, Vektor Babesiosis,
sebelum menempel pada tubuh hewan. Anaplasmosis, Theleriosis, dan Q Fever.
Larva mempunyai 3 pasang kaki, clan Sporozoit yang berada didalam kelenjar
tempat yang disenangi caplak bagian leher, ludah vektor (caplak) akan berpenetrasi ke
dada dan bagian antara kedua kaki dalam eritrosit inang, selanjutnya parasit ini
belakang.[12] akan berkembang didalam butir darah
3.2. Pravelensi merah dan berubah menjadi bentuk
Prevalensi babesiosis pada ternak sapi tropozoit, yang kemudian berdiferensiasi
sesuai dengan luasnya distribusi caplak. dan bertunas dua atau empat membentuk
Babesiosis ditemukan di berbagai wilayah merozoit. Bentukan merozoit yang telah
seperti: Aceh, Sumatra utara, Sumatra tumbuh sempurna (ukuran panjang 1-5 μm)
Barat, Jambi, Riau, Lampung, Kalimantan akan merusak butir darah merah dan pindah
Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, ke butir darah merah yang baru. Siklus ini
Papua, Lombok, Bali dan Jawa. Diagnosis terus berlanjut sampai tingkat
parasitemianya tinggi dan menyebabkan objek glass untuk diamati sementara
induk semang mati. Ketika vektor (caplak) serangga besar di koleksi dan simpan di
menghisap darah inang yang mengandung wadah kotak transparan dengan metode
parasit (bentukan merozoit), maka sebagian pinning yang selanjutnya di identifikasi.
merozoit akan mengalami kerusakan di Teknik pembuatan preparat menggunakan
dalam saluran pencernaannya. Sebagian metode permanen mounting tanpa
lain yang masih hidup akan berubah pewarnaan. Dilakukan clearing, untuk
menjadi gametosit yang matang (telah melepas pigmen serangga yang mati
tumbuh sempurna), yang pada akhir kemudian dimasukkan kedalam KOH 10%
tumbuh menjadi gametosit jantan dan selama 1-10 jam. Semakin tebal pigmen
betina. Kedua gametosit tersebut akan maka semakin baik, atau dapat dilakukan
menggabung (fusi) dan membentuk zigot dengan cara lain yaitu panaskan pada air
(ookinet) yang motil. [6] mendidih dengan waktu disesuaikan
Gametosit yang berkembang di dalam tebalnya kutikula ( tubuh serangga tampak
eritrosit induk semang (sapi) akan transparan). Selanjutnya dehidrasikan
berbentuk oval atau bulat yang pada saat sampel menggunakan alkohol bertingkat,
tertentu akan berhenti tumbuh. Gametosit dengan konsentrasi semakin naik 30-50-70-
ini merupakan prekursor pada saat 95-96% masing masing 3-5 menit
perkembangan seksual parasit yang akan kemudian di celup kedalam xylol / minyak
memperbanyak diri di dalam caplak (tick). cengkeh selama 1 menit. Mounting atau
Zigot akan menjadi ookinet yang perekatan seranggapada gelas objek dengan
bermigrasi ke hemolimfe dan berpentrasi ke menggunakan permount (Canada balsem)
berbagai organ caplak, bahkan hingga ke secukupnya ditutup dengan gelas penutup.
dalam telur caplak yang akan diturunkan ke Dilakukan labeling dan selanjutnya di
generasi selanjutnya melalui transovarial identifikasi dibawah mikroskop dengan
transmission. Ookinet yang lain akan pembesaran 40-100x. Untuk kutu, larva,
menjadi oosit yang mengandung sporozoit nimfa, caplak dan pinjal dimasukkan
akan masuk melalui dalam kelenjar ludah kedalam inkubator menggunakan kitin tipis,
caplak. Sporozoit dalam kelenjar ludah ini setelah dimatikan disimpan pada glass
selanjutnya akan memindahkan penyakit ke objek selanjutnya di keringkan dengan
inang melalui gigitannya.[6] kertas saring dan diberi label.[11]
3.5. Teknik Diagnosa 3.6. Diagnosa Banding
Diagnosa dapat diterapkan berdasarkan Diagnosa banding dari penyakit ini
gejala klinis yaitu pengumpulan ektoparasit yaitu Amblyomma, Dermacentor,
yang bersifat obligatif (parasit yang seluruh Haemaphysalis, Argas, Argas.[13]
siklus kehidupannya bergantung pada induk 3.7. Terapi Dan Pencegahan
semangnya) dilakukan dengan cara Infestasi B. microplus biasanya tidak
penyisiran seluruh permukaan tubuh, hanya di bagian tubuh tertentu saja, tetapi
memakai rabaan jari tangan maupun seluruh tubuh, sehingga teknik penggunaan
penyikatan. Ektoparasit yang ditemukan insektisida dengan cara pencelupan
menempel pada tubuh diambil memakai (dipping) merupakan cara yang efektif.
pinset kecil secara cermat agar tubuhnya Penggunaan insektisida dengan cara ini
utuh, sedangkan ektoparasit yang terjatuh membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan
karena disikat ditadahkan di atas nampan hanya efektif pada peternakan dengan
dan diambil memakai pinset kecil atau kuas jumlah ternak yang besar. Dosis yang
kecil, sedangkan untuk parasit yang berada digunakan pun akan berbeda untuk
di dermis kulit dilakukan metode pengendalian setiap stadium caplak, mulai
Scrapping. Serangga yang tertangkap dari larva, nimfa, dan dewasa. Toksafene
selanjutnya di simpan di tabung yang berisi misalnya, insektisida ini efektif digunakan
kapas yang telah di rendam dengan alkohol untuk mengendalikan larva caplak, tetapi
untuk mematikan serangga, selanjutnya tidak untuk caplak dewasa. Teknik
serangga kecil akan disimpan didalam penggunaan insektisida lain juga dapat
dilakukan untuk mengendalikan dan kinetoplas keluar serabut yang disebut
mengurangi infestasi caplak pada tubuh aksonema yang melanjutkan diri sebagai
hewan, diantaranya ialah penyemprotan benang cambuk (flagellum). Benang
(spraying), topikal atau oles manual (spot cambuk terikat dengan tubuh parasit oleh
treatment or hand dressing). Metode selaput beralun (membrane undulans) dan
aplikasi akarisida lain yang biasa digunakan akan melanjutkan diri ke depan sebagai
diantaranya ialah ear tags, neck bands, tail flagellum bebas. [15]
bands, dan pour-on, khususnya untuk 4.2. Prevalensi
aplikasi piretroid dengan aktivitas residual Tingkat infeksi Trypanosoma
panjang.[10] bervariasi tergantung pada lokasi dan
Golongan insektisida yang biasa spesies induk semang (host). Berdasarkan
digunakan baik pada dipping maupun pemeriksaan secara parasitologi tingkat
spraying diantaranya arsenik, hidrokarbon prevalensi Trypanosomiasis pada kerbau di
klorin, organofosfat, karbamat, dan Sumatera, Jawa, Kalimantan Selatan,
piretroid. Cara penanggulangan sementara Lombok, Sulawesi Selatan dan Sulawesi
ini dilakukan dengan akarisida, ivermectin, Utara berkisar antara 5,8%-7%, prevalensi
dan yang masih dalam taraf penelitian -ialah meningkat dengan bertambahnya umur
obat yang berasal dari tanaman tradisional ternak. Prevalensi terendah dilaporkan di
ekstrak daun tembakau, biji srikaya.[12] Pulau Lombok. Hal ini berkaitan dengan
daerahnya yang kering, dimana pada
4. Trypanosomiasis kondisi ini lalat (vektor) tidak hidup dengan
4.1. Etiologi baik. Penelitian yang telah dilakukan
Tripanosomiasis (Surra) disebabkan dengan melakukan survei secara
oleh Trypanosoma evansi. Protozoa ini komprehensif di Jawa Tengah meliputi 5
merupakan flagellata dari subfilum kabupaten yaitu: Batang, Pemalang,
sarcomastigophora, super kelas Pekalongan, Brebes dan Tegal,
mastigophorasica, kelas pemeriksaan secara parasitologi dan
zoomastigophorasida, ordo serologi dipergunakan untuk mengestimasi
kinetoplastorida, familia trypanosomatidae, prevalensi dan insidensi Trypanosomiasis
dan genus Trypanosoma. Penyakit ini di lokasi tersebut. Hasil menunjukkan
ditularkan dari hewan satu ke lainnya oleh bahwa dengan MHCT, 4% kerbau positif
gigitan lalat penghisap darah yang mengandung parasit T.evansi, dan dengan
bertindak sebagai vektor,terutama Tabanus Ag-ELISA lebih dari 50% menunjukkan
sp. dan lalat Haematopota spp. [6,14] hasil positif Trypanosomiasis. Angka
Di samping lalat tabanus, terdapat lalat infeksi dari T.evansi pada pemeriksaan
penghisap darah lain yang mampu dengan HMCT dipengaruhi beberapa factor
menularkan penyakit surra, antara lain seperti cara mengambil sampel, derajat
Chrysops sp, Stomoxys sp, Heamatopota sp, parasitemia, jenis hewan dan penyebaran
Lyperosia sp, Haematobia sp. Selain itu, parasit di alam. [14]
arthropoda lain seperti Anopheles, Musca, 4.3. Gejala Klinis
pinjal, kutu dan caplak dapat pula bertindak Gejala klinis yang tampak pada hewan
sebagai vektor. Hewan yang mengandung bervariasi tergantung pada
parasit tanpa menunjukkan gejala sakit keganasan/virulensi agen Trypanosoma
merupakan sumber penyakit. [6] evansi, jenis hewan (host) yang terinfeksi
T.evansi termasuk protozoa yang dan faktor lain yang dapat menimbulkan
bersel satu. Bentuk tubunhnya seperti stress. Lama waktu antara awal infeksi dan
kumparan dengan salah satu ujung lancip munculnya gejala klinis (masa inkubasi)
dan ujung lainnya sedikit tumpul, bervariasi, rata – rata 5 sampai 60 hari pada
berukuran panjang 19,4-35,3um dan lebar infeksi akut. Setelah masa inkubasi, dalam
antara 1,3-1,6um. Di tengah tubuhnya waktu kurang dari 14 hari akan ditemukan
terdapat inti yang bulat atau sedikit oval dan parasit yang beredar dalam sirkulasi darah
kinetoplas terletak di depan inti. Dari (parasitemia). Manisfestasi klinis penyakit
Surra dapat berupa gejala demam berulang oedema dimulai pada bagian bawah perut
(intermiten) akibat parasitaemia. menyebar kearah bagian pada dada, alat
Parasitemia sangat tinggi variasinya selama kelamin (busung papan) dan turun ke kaki
masa infeksi: tinggi pada awal infeksi, belakang. Pada kuda jantan diikuti
rendah selama infeksi berjalan kronis dan pembengkakan buah zakar, kadang-kadang
hampir tidak ada pada hewan pembawa terjadi pembengkakan pada penis. Pada
agen (carrier). Anemia merupakan gejala kuda bunting dapat mengalami keguguran.
yang paling banyak ditemukan pada infeksi Gejala klinis demikian juga dapat
oleh trypanosoma. Membran sel darah ditampakkan pada infeksi oleh T.
merah akan kehilangan salah satu Equiperdum ataupun infeksi bakterial.
komponen penyusun yaitu asam sialik Dalam waktu yang cepat (kurang dari 2
(sialic acid). Hal tersebut akan minggu) kuda mengalami cachexia dan
mengaktifkan makrofag pada organ limpa, kelemahan yang hebat diikuti roboh dan
hati, paru-paru, limfonodus dan sum-sum mati. Pada kasus-kasus tertentu terlihat
tulang untuk memfagosit sel darah merah gejala syaraf (mubeng/berputar di tempat)
sehingga menyebabkan penurunan jumlah sebelum robuh dan mati. Ini terjadi karena
sel darah merah. [16] Trypanosoma telah masuk ke dalam
Trypanosomiasis pada kerbau otak.[16]
umumnya memang bersifat kronis bahkan Pada sapi, biasanya setelah melewati
tanpa gejala klinis (asimtomatis). Kerbau masa inkubasi biasanya timbul gejala-
menunjukkan parasitemia lebih lama dan gejala umum seperti temperatur naik, lesu,
lebih tinggi daripada sapi, sehingga diduga letih dan nafsu makan terganggu. Biasanya
sebagai sumber penularan (reservoir) yang hewan dapat mengatasi keadaan demikian
potensial bagi ternak lainnya. Setelah meskipun dalam darahnya mengandung
melewati masa inkubasi timbul gejala protozoa (Trypanosoma spp) tersebut
umum : temperatur naik, lesu, letih dan selama bertahun-tahun. Apabila karena
nafsu makan terganggu. biasanya hewan sesuatu sebab hewan tersebut menjadi sakit,
dapat mengatasi penyakit walaupun dalam gejal-gejala yang nampak adalah demam
darahnya ada Trypanosoma bertahun- selang seling, anemia, semakin kurus,
tahun. Apabila sakit : demam selang seling, oedema di bawah dagu dan anggota gerak
oedema bawah dagu dan anggota gerak, dan serta bulu ronto dan selaput lendir
anemia, makin kurus dan bulu rontok. menguning. Mula-mula cermin hidung
Mucosa menguning awalnya cermin hidung kering kemudian keluar cairan dari hidung
mengering lalu keluar lendir dan air mata dan mata. Kadang-kadang kerbau terlihat
dan sering makan tanah. Ketika masuk makan tanah Apabila Trypanosoma sudah
cairan cerebrospinal: sempoyongan, masuk dalam cairan cerebrospinal, hewan
berputar-putar,gerak paksa dan kaku. [16] menunjukkan gejala syaraf sebagai berikut
Pada kuda, masa inkubasi 4-13 hari : hewan berjalan tidak tegap
diikuti demam (temperatur lebih dari 39°C). (sempoyongan), berputar-putar, kejang,
Hewan nampak lesu dan lemah. Mula-mula gerak paksa, kaku sebelum mati. [6]
selera makan menurun kemudian pulih 4.4. Patogenesa
kembali. Kepincangan sering terjadi pada Vektor utama Tripanosomiasis adalah
kaki belakang, bahkan tidak jarang lalat dan nyamuk (Stomoxys calcitrans,
mengalami kelumpuhan pada tubuh bagian Lyperosia, Glossina dan Tabanus).
belakang. Selaput lendir mata hiperemia Penyakit Tripanosomiasis ditularkan secara
disertai bintik-bintik darah (ptechiae), mekanik melalui gigitan vektor setelah ia
kemudian berubah anemis berwarna kuning menghisap darah penderita, baik hewan
sampai pucat. Kadang-kadang ditemukan ternak maupun anjing.Trypanosoma akan
adanya keratitis. Limfogandula segera memperbanyak diri secara biner
submaxillaris bengkak dan apabila diraba setelah memasuki peredaran darah. Dalam
terasa panas dan hewan merasa sakit. waktu pendek penderita mengalami
Kadang- kadang terjadi urticaria tanda parasitemia dan suhu tubuh biasanya
mengalami kenaikan. Sel darah penderita terbukti dengan adanya kematian 12 ekor
yang tersensitisasi oleh parasit segera dari 131 ekor kerbau yang diimpor dari
dikenali oleh makrofag dan dimakan oleh Australia, karena Trypanosomiasis. Kerbau
sel darah putih tersebut. Bila sel darah impor tersebut ternyata lebih rentan, dengan
merah yang dimakan makrofag cukup ditandai Surra klinis dan kematian yang
banyak, penderita segera mengalami cukup banyak, sedangkan kerbau lokal
anemia normositik dan normokromik. yang ditempatkan di daerah yang sama
Sebagai akibat anemia, penderita tampak tidak ada yang sakit. [14]
lesu, malas bergerak, bulu kusam, nafsu Faktor pemicu terjadinya
makan menurun dan mungkin juga terjadi Trypanosomiasis (Surra) antara lain: cara
oedem di bawah kulit maupun serosa pemeliharaan, hewan dalam transportasi,
Apabila Trypanosoma telah masuk kedalam serta ada atau tidaknya infeksi campuran.
cairan cerebrospinal maka hewan akan Infeksi campuran T.evansi dengan kudis
menunjukan gejala saraf seperti berjalan atau neoaskaris merupakan salah satu
sempoyongan, berputar-putar atau berjalan penyebab anak kerbau kerdil. Sedangkan
kaku. [16,15] faktor yang berpengaruh atas penyebaran
4.5. Predisposisi dan patogenitas parasit antara lain: adanya
Berdasarkan penelitian yang pernah jenis hewan karier, umur hewan (anak
dilakukan, hampir semua hewan berdarah umumnya memiliki maternal antibodi),
panas rentan terhadap penyakit surra, serangga yang bertindak sebagai vektor dan
kecuali hewan sebangsa burung. Derajat ada tidaknya pengaruh stress. Stress
kerentanan hewan tergantung pada merupakan fenomena yang sejak lama
spesiesnya. Unta, kuda, dan anjing adalah diduga sebagai faktor penyebab timbulnya
hewan yang paling rentan terhadap wabah Tripanosomiasis. Faktor dimaksud
T.evansi. Adapun mencit, tikus, marmut antara lain pakan, bahan kimia dan
dan kelinci dapat digunakan sebagai hewan penggunaan ternak untuk mengerjakan
percobaan di laboratorium. Mencit adalah sawah. Disamping itu faktor pemicu lain
hewan yang digunakan sebagai gold stardar sebagai penyebab terjadinya Surra
untuk mendiagnosis penyakit surra. Hewan klinis/wabah adalah adanya perbedaan
ruminansia kurang rentan. [6] respon imunologik yang terdapat antara
Pada mulanya penyakit ini ditemukan ternak yang pernah dan belum pernah
pada kuda, tetapi hampir semua hewan mendapat infeksi. [14]
berdarah panas peka terhadap penyakit ini. 4.6. Teknik Diagnosa
Kepekaan ternak (sapi, kerbau, kuda, Dalam mendeteksi penyakit Surra
domba, kambing) berbeda-beda terhadap (Trypanosomiasis) biasa digunakan tes
infeksi T. evansi. Kuda dan Unta diagnostik secara parasitologi seperti ulas
merupakan hewan yang paling peka disusul darah, Microhematokrit Centrifugation
kerbau dan sapi (Saraswati, 2014). Kerbau Technique (MHCT) dan inokulasi pada
diduga lebih peka terhadap T.evansi hewan percobaan pada mencit - Mice
daripada sapi. Infeksi pada kerbau bersifat Innoculation (MI) (Martindah, 2007).
laten (sub klinik). Seperti halnya pada sapi, Pemeriksaan mikroskopik secara langsung
kerbau juga bertindak sebagai reservoir. dilakukan dengan cara [6]:
Kerbau menunjukkan parasitemia lebih a. Pemeriksaan preparat ulas darah natif
lama dan lebih tinggi daripada sapi Darah perifer diambil dari vena
sehingga kerbau diduga merupakan sumber auricularis ataupun vena coccigea. Darah
penularan yang potensial bagi ternak sapi sebanyak 2-3 μl diteteskan pada kaca
maupun kuda. Pemeliharaan dari kecil obyek dan ditutup dengan kaca penutup.
hingga tua merupakan faktor yang Kaca obyek tersebut kemudian diamati
mendukung perkembangan Tripanosoma di bawah mikroskop cahaya dengan
evansi di alam, dan menjadi ancaman bagi perbesaran 200x400 kali.
ternak yang baru datang dari daerah lain b. Pemeriksaan preparat ulas darah dengan
atau luar negeri yang bebas T.evansi. Hal ini pewarnaan Giemsa
Teteskan 10 μl darah pada kaca obyek Trypanosoma segera setelah infeksi.
dan diratakan. Preparat ulas darah HMCT cukup sensitif untuk deteksi infeksi
dibiarkan hingga mengering (sekitar 1 dini, Ab-ELISA mendeteksi adanya
jam). Preparat kemudian diwarnai antibodi mulai minggu ke-2 pasca infeksi,
dengan pewarnaan Giemsa (1 tetes sedang Ag-ELISA memberi harapan paling
giemsa komersial + PBS pH 7,2) selama sensitif mendeteksi sel mati dari parasite.
25 menit. Sementara CATT, adalah uji aglutinasi
c. Pemeriksaan biopsi cairan limfa dan langsung, untuk mendeteksi adanya
edema antibody T.evansi dalam serum atau plasma
Biopsi cairan limfa dapat dilakukan pada hewan penderita. Uji ini sudah standar dan
limfonglandula prescapular atau bagus digunakan untuk mendiagnosa
limfoglandula precrural. Cairan limfa kerbau, sapi dan kuda. Hasil evaluasi
tersebut kemudian diamati di bawah menunjukkan bahwa uji aglutinasi terhadap
mikroskop. T.evansi memiliki angka sensitivitas dan
Jumlah parasit yang menginfeksi inang spesifisitas yang cukup baik, sehingga
dapat bersifat sub-klinis atau karier, CATT bagus untuk digunakan di lapangan.
sehingga tidak terdapat banyak parasit di Dengan demikian, Ab-ELISA baik dipakai
dalam darah. Hal tersebut membuat untuk skrening awal sejumlah sampel
pengamatan mikroskopis sulit dilakukan. sehingga ternak yang beresiko dapat
Metoda konsentrasi dapat digunakan untuk diidentifikasi dan CATT untuk
mendeteksi keberadaan T.evansi, meskipun mengkonfirmasi hasil evaluasi agar lebih
dalam jumlah yang sedikit. Metoda akurat. [14]
konsentrasi tersebut dapat dilakukan 4.7. Diagnosa Banding
dengan pengujian HMCT (Haematocrit Infeksi oleh T. evansi pada beberapa
Centrifugation Technique), Murray test hal menyerupai Malignant Catarrhal Fever
atau BCM (Buffy Coat Method), dan mini- (MCF), misalnya demam tinggi, eksudat
anion exchange centrifugation technique.[6] mata dan hidung bersifat mukopurulen,
Trypanosoma evansi dapat hipersalivasi dan pembengkakan
menginfestasi rodensia, seperti tikus dan limfoglandula superfi sial. Namun
mencit. Infestasi dilakukan dengan cara demikian, pada Surra juga ditandai oleh
inokulasi, yaitu tikus atau mencit diinjeksi anaemia, kahexia dan ikterus membran
dengan sampel darah secara intraperitoneal. mukosa. Surra di Indonesia sering
Konsentrasi yang diinokulasikan adalah 1-2 dikelirukan dengan MCF secara
ml pada tikus dan 0,25-0,5 ml pada mencit. histopahologik karena lesi
Setelah 48 jam, darah mencit atau tikus meningoencefalitis yang terdapat baik pada
dikoleksi dengan cara potong ekor, lalu MCF maupun Surra bersifat non supuratif
diamati di bawah mikroskop. [6] (sel radang yang menginfi ltrasi berupa sel
Selain itu diagnosa juga dapat mono-nuklear), disertai perivascular cuffi
dilakukan secara serologi yakni dengan ng terdiri dari limfosit, makrofag dan sel
metoda Card Agglutination Test (CATT), plasma. Hal utama yang harus diingat, MCF
Antibodi-ELISA dan Antigen-ELISA. mempunyai lesi patognomonik berupa
Teknik immunohistokimia dengan Avidin- vaskulitis, sedang pada Surra tidak ada dan
Biotin- Peroksidase Complex (ABC) telah lesi patognomonik pada Surra ditandai
dicoba untuk mendeteksi T.evansi yang ada dengan hiperplasia sum sum tulang.[6]
di dalam jaringan; pada tikus, parasit dapat Pada kuda, surra sering dikacaukan
dideteksi di hampir semua organ. Saat ini dengan antraks terutama jika dilihat dari
diagnosa secara biology moleculer seperti timbulnya busung pada kuda yang
Polymerase Change Reaction Technique menyerupai antraks. Adanya demam,
(PCR) sedang dikembangkan. [14] anemia dan ikterus menyebabkan penyakit
Pada kondisi laboratorium, tes ini juga sulit dibedakan dengan babesiosis
diagnostic secara ELISA dan CATT dapat dan anaplasmosis. [6]
mendeteksi antibodi atau antigen 4.8. Terapi Dan Pencegahan
Sampai saat ini belum ada gerakan didapat. Alternatif sebagai pengganti
pengendalian penyakit Surra baik dengan Suramin sedang diteliti di BBalitvet. [16]
mengontrol lalat atau pun dengan Pencegahan dapat dilakukan dengan[6]:
chemotherapy. Pengendalian Surra a. Pembasmian serangga penghisap darah
sepenuhnya masih tergantung pada dengan tindakan penyemprotan kandang
pengobatan dan hanya diberikan kepada dan ternak dengan Asuntol atau
hewan yang menderita infeksi aktif. Para insektisida lain yang aman bagi ternak.
pemelihara kerbau menggunakan b. Pembersihan tempat yang basah dan
insektisida untuk mengusir lalat (vektor). rimbun. Pengeringan tanah dan
Biasanya pengobatan hanya diberikan penertiban pembuangan kotoran dan
secara individual kepada hewan yang sampah sisa makanan ternak.
diduga terinfeksi dengan obat trypanocidal, c. Pemotongan hewan yang sakit di malam
berdasarkan dari gejala klinis sakit, akan hari untuk menghindari lalat.
tetapi untuk hewan karier masih sulit, Ternak yang sakit dapat dipotong dan
karena tidak menunjukkan gejala. dikonsumsi dibawah pengawasan dokter
Rendahnya sensitivitas tes secara hewan. Pengangkutan ternak sakit ke
parasitology dan gejala klinis yang tidak Rumah Potong Hewan (RPH) hanya dapat
spesifik menyebabkan pengobatan tidak dilakukan pada malam hari untuk
dapat diaplikasikan secara efektif. Oleh menghindari penyebaran oleh lalat. Seluruh
karena itu diperlukan teknik diagnose yang sisa pemotongan harus dibakar dan dikubur
benar-benar akurat agar obat tidak dalam-dalam setelah pemotongan, lokasi
terbuang. [14] disuci. [16]
Obat trypanocidal yang sudah
digunakan untuk mengobati penyakit Surra KESIMPULAN
di berbagai negara adalah: suramin, Berdasarkn praktikum yang telah kami
diminazene, isomedium, quinapyramine lakukan, dapat disimpulkan bahwa berbagai
dan cymelarsan. Diminazen telah berhasil penyakit kulit dan infestasi parasit ini dapat
baik untuk pengobatan Surra pada sapi dan mempengaruhi sapi. Penyakit yang
kerbau di India, Vietnam, Thailand dan didemonstrasikan dalam praktikum ini
Indonesia. Isomedium dipakai di Malaysia yaitu cascado, myasis, infestasi caplak dan
dan Vietnam. Beberapa penelitian trypanosomiasis. Masing-masing dari
melaporkan adanya resistensi obat terhadap penyakit tersebut memiliki gejala
beberapa strain Tripanosoma di Vietnam. patognomonis. Penyebab dari penyakit
Namun terbukti hampir semua isolate yang tersebut juga berbeda-beda.
ada di BBalitvet resisten terhadap
isometamidium dan sebagian isolat resisten DAFTAR PUSTAKA
terhadap Diminazen azeturat (Sukanto et 1. R. M. Rospond. 2009. Prinsip Dan
al., 1987). Sampai saat ini ternyata hanya Metode Pemeriksaan Fisik Dasar.
Suramin yang efektif untuk pengendalian 2. Sarwitri, Endah Estuningsih. 2007.
Surra, karena tidak menimbulkan resistensi Stephanofilariasis (Kaskado) Pada
dan mempunyai efek residual selama tiga Sapi. Balai Besar Penelitian Veteriner :
bulan sehingga dapat digunakan sebagai Bogor.
pencegahan dan pengendalian, namun 3. Peter J, Gosling. 2005. Dictionary of
demikian obat ini sulit diperoleh dan jika Parasitology. Taylor & Francis Group.
ada harganya sangat mahal. Oleh karenanya CRC Press : USA.
pengobatan terhadap Trypanosomiasis 4. FAO. 1991. Food Losses Due to Non-
(Surra) selayaknya dilakukan secara infectious and Production Diseases in
strategis yaitu pada awal terjadi infeksi agar Issue 114. Animal Production and
penyakit tidak menyebar dan perlu Health Division.
dicarikan obat alternative yang murah, 5. Wardhana, April H dan Sri Muharsini.
efektif, mudah aplikasinya serta mudah Kasus Myasis Yang Disebabkan Oleh
Chrysomya bezziana Di Pulau Jawa.
Seminar Nasional Teknologi Kerbau.: Bogor: Lokakarya Nasional
Peternakan Dan Veteriner. Usaha Ternak Kerbau Mendukung
6. Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit Program Kecukupan Daging Sapi.
Hewan Mamalia. Kementrian 15. Saraswati N.K.H, Mastra M,
Pertanian Direktorat Jendral Sutawijaya M, Yunanto. 2014.
Peternakan Dan Kesehatan Hewan Trypanosomiasis Pada Sapi Bali Di
Direktorat Kesehatan Hewan. Jakarta. Balai Pembibitan Ternak Unggul Dan
7. Widyaningsih, Indah dan Bambang Hijauan Ternak. Buletin Veteriner,
Supriyono. 2011. Miasis. [Online] Bbvet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84,
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve Juni 2014 ISSN : 0854-901X.
/jurnal/vol2.no1.Januari2011/MIASIS. 16. Daris M. 2015. Deteksi Trypanosoma
pdf Diakses tanggal 23 November Evansi Pada Kerbau Perah (Bubalus
2017. Bubalis) Di Kabupaten Enrekang.
8. Wardhana, April H. 2006. Chrysomya Makassar: Program Studi Kedokteran
bezziana Penyebab Myasis Pada Hewan Universitas Hasanuddin.
Hewan Dan Manusia: Permasalahan
Dan Penanggulangannya. WARTAZOA
Vol. 16 No. 3 Th. 2006.
9. Partuotomo, S. 2000. Epidemiologi
Dan Pengendalian Myasis Di
Indonesia. WARTAZOA Vol. 10 No. 1
Th. 2000.
10. Lesmana, Wahyu, Andry. 2017. Uji
Aktivitas Ekstrak Daun Sirsak (Annona
Muricata Linn) Pada Caplak
(Boophilus Microplus) Berdasarkan
Waktu Kematian (In Vitro) [Skripsi].
Program Studi Kedokteran Hewan.
Universitas Hasanuddin: Makassar.
11. Rifaldi Andi Achmad. 2017.
Identifikasi Keragaman Jenis
Ektoparasit Pada Anoa (Bubalus Spp)
Di Anoa Breeding Center Balai
Penelitian Dan Pengembangan
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
(Bp2lhk) Manado [Skripsi]. Program
Studi Kedokteran Hewan. Universitas
Hasanuddin: Makassar.
12. Ahmad, Riza, Zainuddin. 2004.
Cendawan Metarhizium Anisopliae
Sebagai Pengendali Hayati Ektoparasit
Caplak Dan Tungau Pada Ternak.
Wartazoa Vol. 14 No. 2 Th . 2004.
Balai Penelitian Veteriner: Bogor.
13. Madder, Maxime; Horak, Ivan;
Stoltsz, Hein. 2009. Ticks.
http://www.itg.be/photodatabase/Afric
an_ticks_files/index.html. Diakses
pada tanggal 23 November 2017 pukul
08:51 WITA
14. Martindah E Dan Husein A. 2007.
Trypanosomiasis Pada Ternak

Anda mungkin juga menyukai