Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi stadium pleroserkoid (sparganum) dari cacing Cestoda
pseudophyllidean genus Spirometra.
Epidemiologi :
Dibanding dengan penyakit zoonosis yang lain, sparganosis memang lebih jarang terdengar, hal ini
dikarenakan kurangnya data dalam aspek epidemiologi dan prioritas pengendalian penyakit strategis, oleh
karena itu sparganosis termasuk dalam kategori penyakit tropis yang terabaikan atau secara global dikenal
dengan sebutan NTD (Neglected Tropical Disease). Di Indonesia sendiri khususnya dalam bidang
veteriner yang mencakup kesehatan hewan liar, angka kejadian sparganosis pernah dilaporkan di
beberapa spesies ular seperti ular jali (Ptyas mucosus) sebesar 68%, ular talipicis (Dendrelaphis pictus)
sebesar 50,85%, ular cobra jawa (Naja sputatrix) sebesar 56,7%, dan ular hijau (Trimeresurus insularis)
sebesar 100% dari total sampel yang diteliti di berbagai wilayah yang ada di Provinsi Jawa Timur. Dari
beberapa data yang pernah dilaporkan, menunjukkan angka kejadian yang terbilang tinggi, padahal
tercatat hanya dari satu wilayah Provinsi saja. Menariknya, jenis ular-ular tersebut bukan hanya dijadikan
sebagai hewan peliharaan eksotik namun juga ada jenis yang dikonsumsi dagingnya seperti ular jali dan
cobra. Oleh karena itu, berbagai pihak yang berwenang perlu membuat sebuah regulasi untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengendalikan sparganosis. Justru ketika jumlah kasus yang
terdata masih sedikit seharusnya tindakan pengendalian lebih efektif dibanding ketika sudah menjadi
wabah, Di samping itu, cakupan transmisi sparganosis ini juga luas karena melibatkan regulasi
perdagangan satwa liar dan sistem jaminan keamanan pangan yang tentunya berdampak langsung pada
kesehatan masyarakat.
Etiologi: Spirometra mansonoides dan Spirometra ranarum Diphyllobothrium latum
Sparganosis okular : edema kelopak mata yang nyeri, dengan lakrimasi dan pruritus. terutama di
Sparganosis visceral: dinding usus, lemak perirenal, dan mesenterium. organ vital jarang
terkena.
Manifestasi klinis :
Migrasi spargana menyebabkan berbagai gejala tergantung pada lokasi ditemukanya spargana pada inang.
Spargana dapat ditemukan di mana saja, termasuk jaringan subkutan, payudara, orbit, saluran kemih,
rongga pleura, paru-paru, intestinal, dan sistem saraf pusat. Migrasi di jaringan subkutan biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit, tetapi ketika spargana menetap di otak atau tulang belakang, berbagai gejala
neurologis dapat terjadi, termasuk kelemahan, sakit kepala, kejang, dan sensasi kulit yang tidak normal,
seperti mati rasa atau kesemutan. Jika telinga bagian dalam terkena, pasien mungkin mengalami vertigo
atau tuli. Kadang-kadang, proliferum Sparganum dapat menyebabkan lesi proliferatif pada jaringan yang
terinfeksi, dengan beberapa plerocercoids hadir dalam satu situs.
Diagnosis :
Umumnya didahului infeksi amuba di tempat lain terutama di saluran cerna dan abses hati.
Kebersihan: orang-orang yang kurang mengerti kebersihan lebih mudah terkena penyakit.
Gejala singkat penyakit :
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Lesi dimulai sebagai abses di sekitar
anus, selanjutnya memecah dan mengeluarkan amuba. Kemudian menjadi daerah yang merah dan
menebal. Biasanya penderita mengeluh gatal dan sakit.
Diagnosis :
Pemeriksaan kulit :
Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut atau tempat rambut tumbuh. Kondisi ini biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri atau jamur. Meski sering kali tidak berbahaya, folikulitis bisa memburuk dan menyebabkan
rambut hilang secara permanen.
Folikel hampir terdapat di seluruh tubuh. Oleh sebab itu, folikulitis dapat terjadi di bagian tubuh mana
saja. Namun, pada sebagian besar kasus, folikulitis muncul di leher, paha, ketiak, dan bokong.
Folikulitis umumnya tidak menular. Akan tetapi, folikulitis yang terjadi akibat bakteri Staphylococcus
aureus dapat menginfeksi orang lain.
Penyebab Folikulitis
Folikulitis dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu superficial folliculitis dan deep follicullitis. Masing-
masing jenis memiliki penyebab yang berbeda. Berikut adalah penjelasannya:
Superficial folliculitis
Superficial folliculitis adalah jenis folikulitis yang merusak sebagian folikel rambut. Superficial
folliculitis dibagi lagi menjadi:
Deep follicullitis
Deep follicullitis adalah jenis folikulitis yang dapat merusak seluruh folikel rambut. Berdasarkan
penyebabnya, deep follicullitis terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:
Dapat dilihat bahwa folikulitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus.
Sebenarnya, bakteri ini memang terdapat di permukaan kulit, dan tidak mengganggu kesehatan. Namun,
masalah biasanya baru timbul ketika bakteri ini masuk ke dalam folikel rambut melalui permukaan kulit
yang rusak.
Faktor Risiko Folikulitis
Folikulitis dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih berisiko dialami oleh orang dengan faktor-faktor
berikut:
Memiliki jerawat
Menderita peradangan pada kulit
Berendam dalam bak air panas yang tidak terawat dengan baik
Sering mengenakan pakaian yang tidak menyerap keringat, seperti sarung tangan karet atau
sepatu boots
Sering menggunakan pakaian yang ketat
Sering mencukur, termasuk penggunaan alat cukur rambut yang tidak tepat, atau waxing
Memiliki rambut yang tumbuh ke dalam
Menderita penyakit yang menurunkan kekebalan tubuh, seperti diabetes, HIV/AIDS, atau
leukemia
Menggunakan obat-obatan tertentu untuk mengatasi jerawat, seperti krim kortikosteroid atau
antibiotik jangka panjang
Gejala Folikulitis
Gejala folikulitis tergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. Namun umumnya, folikulitis
memunculkan sejumlah keluhan berikut:
Diagnosis Folikulitis
Dokter akan menanyakan riwayat kesehatan pasien dan melakukan pemeriksaan fisik pada kulit pasien.
Dokter juga dapat melakukan dermoskopi, yaitu pemeriksaan kulit dengan menggunakan alat seperti
mikroskop, untuk melihat kondisi kulit dengan lebih jelas.
Jika infeksi terus berlanjut meski pasien telah menjalani pengobatan, dokter akan melakukan tes usap
pada kulit atau rambut yang terinfeksi. Sampel ini kemudian akan diperiksa di laboratorium untuk
menentukan penyebab infeksinya.
Pada kasus tertentu, dokter juga dapat mengambil sampel jaringan (biopsi) pada kulit, untuk
menyingkirkan kemungkinan kondisi lain.
Sumber :
Knott, L. Patient (2020). Folliculitis.
Veruka vulgaris
Veruka vulgaris (common warts) atau kutil adalah infeksi kulit oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe
2, 4, 27, dan 29 yang menyebabkan hiperkeratosis pada kulit. Transmisi veruka terjadi melalui kontak
langsung antar kulit, maupun trauma minor yang menyebabkan gangguan pada lapisan stratum korneum
epidermis.
Penyakit ini ditandai dengan adanya papul atau nodul bersisik berukuran 1-10 mm, serta permukaan lesi
yang kasar disertai bintik berwarna merah atau coklat. Lesi dapat muncul berjumlah satu buah atau
multipel. Meskipun dapat timbul di kulit bagian mana saja, veruka paling banyak muncul di dorsum
manus dan jari tangan. Penyakit ini ditemukan pada 7-12% populasi di seluruh dunia. Meskipun dapat
terjadi pada semua usia, veruka vulgaris paling banyak terjadi pada remaja dan dewasa muda, pekerja
yang banyak berkontak dengan daging, serta pasien yang memiliki penurunan fungsi imun.
Epidem :
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa veruka dialami oleh 7-10% orang di seluruh dunia dengan
predileksi usia paling banyak 12-16 tahun. Veruka lebih sering diderita oleh remaja dan dewasa muda.
[4,8]
Global
Veruka vulgaris merupakan penyakit yang sering ditemui di seluruh dunia. Hal ini dibuktikan dengan data
yang menunjukkan bahwa 7-10% populasi menderita penyakit ini. Sebanyak 10-20% penderita
merupakan anak usia sekolah.
Etiologi :
Etiologi veruka vulgaris adalah human papillomavirus (HPV), terutama tipe 2 dan 4. HPV merupakan
virus DNA dengan lebih dari 150 tipe yang berbeda. Manusia merupakan inang utama dari HPV. Selain
tipe yang telah disebutkan sebelumnya, HPV tipe 1, 3, 27, 29, dan 57 juga diketahui merupakan etiologi
penyakit veruka vulgaris dengan frekuensi kejadian yang lebih sedikit. Transmisi veruka dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan kulit, terutama pada kulit yang mengalami gangguan pada sawar epitel.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap veruka vulgaris,
antara lain faktor jenis kelamin, sistem imun, etnis, pekerjaan dan kebiasaan, faktor sosial ekonomi, serta
kondisi kulit.
Sumber : Paul H, Akhtar N, Zakaria A, Biswas S. Generalized Verruca Vulgaris: A Case Report. Dhaka
Community Med Coll J. 2017;06(01):29-32.
Herpes simplex
Herpes kelamin atau herpes genital adalah penyakit menular seksual pada pria dan wanita, yang ditandai
dengan luka lepuh di area kelamin. Namun, herpes genital juga terkadang tidak menimbulkan gejala apa pun
sehingga kondisi ini sering tidak disadari oleh penderitanya.
Herpes genital atau herpes kelamin adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus. Penyakit ini
paling sering menular melalui hubungan seks dengan orang yang terinfeksi virus ini. Selain itu, herpes
genital juga dapat menular dari ibu hamil ke janinnya.
Herpes pada bayi juga bisa terjadi ketika bayi dicium oleh orang yang memiliki luka lepuhan akibat
herpes di mulutnya.
Gejala :
Herpes kelamin atau herpes genital sering kali tidak disadari oleh penderitanya, karena bisa terjadi tanpa
gejala. Namun, pada penderita yang mengalami gejala, keluhannya bisa berupa luka lepuh di kelamin
yang terasa sakit dan gatal. Luka lepuh ini muncul 2 hari sampai 2 bulan sejak tertular virus HSV.
Ciri-ciri luka lepuh pada herpes kelamin adalah:
Luka lepuh berisi cairan dan kemerahan di sekelilingnya yang muncul secara berkelompok
Area luka terlihat bengkak dan terasa lunak ketika ditekan
Luka lepuh akan pecah mengeluarkan cairan atau darah, lalu membentuk koreng
Selain muncul luka lepuh, herpes genital juga dapat disertai dengan gejala yang mirip dengan flu, yaitu
demam dan nyeri otot. Pada kondisi tertentu, bisa muncul benjolan di selangkangan akibat pembengkakan
kelenjar getah bening, atau infeksi herpes yang menyebar ke mata (keratitis herpes).
Setelah infeksi awal, herpes kelamin atau herpes genital dapat kambuh beberapa kali dalam setahun.
Tanda kambuhnya herpes genital ditunjukkan dengan luka lepuh yang disertai rasa panas, sakit, atau
kesemutan di area kelamin.
Gejala tersebut dapat disertai rasa sakit di punggung bawah, bokong, paha, atau lutut. Namun, luka pada
saat kambuh biasanya lebih cepat sembuh. Seiring waktu, tubuh akan membangun sistem kekebalan
untuk melawan virus herpes sehingga infeksi akan makin jarang kambuh.
Diagnosis :
Pada tahap awal pemeriksaan, dokter akan menanyakan gejala yang dialami dan perilaku seksual pasien.
Selanjutnya, dokter akan menjalankan pemeriksaan fisik, termasuk di area kelamin.
Dokter dapat menduga pasien menderita herpes kelamin dari luka lepuh di area kelamin. Namun, dokter
juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikannya. Pemeriksaan tersebut meliputi:
Tes darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat keberadaan antibodi terhadap virus herpes dan
keberadaan virus herpes itu sendiri.
Pemeriksaan sampel cairan kelamin
Pada prosedur ini, dokter akan mengambil sampel cairan dari luka lepuh di kelamin. Sampel ini
kemudian akan dibawa dan diteliti di laboratorium untuk melihat keberadaan virus.
Tes darah untuk mendeteksi keberadaan virus herpes juga perlu dilakukan pada wanita yang sedang
merencanakan kehamilan atau ibu hamil, agar tidak menular ke bayi yang dikandungnya.
Sumber : Centers for Disease Control and Prevention (2021). Sexually Transmitted Disease. Genital
Herpes.
Vitiligo
Vitiligo adalah penyakit yang menyebabkan warna kulit memudar. Area kulit yang memudar biasanya
bertambah besar seiring waktu. Selain bisa menyerang area kulit mana pun di tubuh, vitiligo juga dapat terjadi
di bagian dalam mulut, mata, rambut, dan area kelamin.
Vitiligo tergolong penyakit kulit tidak menular yang berlangsung dalam jangka panjang (kronis).
Diperkirakan 0,5–1% orang di dunia mengalami vitiligo. Meskipun dapat menyerang semua orang,
vitiligo umumnya menyerang kelompok usia 10–30 tahun dan lebih jelas terlihat pada orang yang berkulit
hitam.
Penderita vitiligo adalah orang yang sehat dan sama seperti orang lain pada umumnya. Meski bukan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, tetapi penyakit ini bisa menyebabkan penderitanya
mengalami stres dan gangguan citra diri akibat penampilannya.
Hilangnya pigmen warna di rambut, janggut, bulu mata, dan alis, sehingga terlihat seperti uban
Hilangnya pigmen warna di bagian hitam mata, bagian dalam mulut dan hidung, serta di area
kelamin
Bagian tengah bercak berwarna putih sedangkan tepinya kecokelatan atau kemerahan
Nyeri dan gatal di area kulit yang terkena vitiligo
Timbul ruam di area kulit yang terkena vitiligo setelah terpapar matahari
Bercak vitiligo umumnya muncul secara simetris di kedua sisi tubuh, tetapi bisa juga di salah satu sisi
tubuh. Kapan dan seberapa cepat bercak vitiligo menyebar tidak dapat ditentukan. Di samping itu, warna
kulit yang terkena vitiligo terkadang bisa kembali normal.
Sumber : American Academy of Dermatology Association (2021). Diseases & Conditions. Vitiligo .
Melasma
Etiologi
Melasma terjadi karena kulit membentuk melanin lebih banyak pada area tertentu. Kelebihan melanin ini
menghasilkan bercak-bercak kecokelatan atau lebih gelap dibandingkan warna kulit.
Pembentukan melanin berlebih bisa terjadi karena faktor-faktor, seperti:
Genetik
Paparan sinar matahari
Hormonal, terutama ketika hamil, menggunakan kontrasepsi hormonal, atau menjalani terapi
hormonal
Penyakit tiroid
Stres
Penggunaan produk perawatan kulit dan kosmetik yang mengandung pewangi
Paparan sinar ultraviolet dari alat untuk menggelapkan kulit (tanning bed)
Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat antikejang, diethylstilbestrol untuk kanker prostat,
antibiotik, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan retinoid
Manifestasi klinis
Melasma ditandai dengan bercak-bercak berwarna kecokelatan yang muncul di dahi, pipi, hidung, dan
dagu. Meski jarang terjadi, bercak tersebut juga bisa muncul di leher, lengan, atau punggung tangan.
Selain bercak-bercak kecokelatan di kulit, melasma tidak menimbulkan keluhan lain, seperti sensasi
terbakar, nyeri, atau gatal. Meski demikian, melasma bisa mengganggu penampilan dan menimbulkan
rasa tidak percaya diri.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis melasma, dokter akan melakukan tanya jawab seputar gejala dan riwayat kesehatan
pasien. Dokter juga akan menanyakan apakah pasien sedang hamil atau menggunakan kontrasepsi
hormonal. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan pada kulit untuk melihat bercak-bercak yang
timbul.
Pasien juga akan disarankan untuk menjalani pemeriksaan tiroid. Jika pasien dicurigai menderita penyakit
lain, dokter akan melakukan pemeriksaan biopsi kulit. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil
sampel kulit pasien untuk diteliti di laboratorium.
Sumber : Cole, G. MedicineNet (2022). Melasma Signs, Causes, Treatment, and Cure.