Anda di halaman 1dari 3

Tambahan Sindrom Nefrotik

Epidemiologi:
 Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang paling sering ditemukan
 Insidensi SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7
kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per
100.000 anak.
 Di negara berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun pada anak usia kurang dari 14 tahun. Dengan perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1.
Manifestasi klinis:
Gejala utama sindrom nefrotik adalah penumpukan cairan dalam tubuh atau
edema. Edema terjadi akibat rendahnya protein dalam darah. Salah satu fungsi protein dalam
darah adalah untuk menahan cairan di dalam darah. Jika kadar protein kurang,  cairan dari dalam
pembuluh darah akan bocor keluar dan menumpuk di jaringan tubuh.
Pada anak-anak, edema yang disebabkan sindrom nefrotik dapat diamati dari pembengkakan di
wajah. Sedangkan pada orang dewasa, edema dapat diamati dari pembengkakan di tumit, yang
diikuti pembengkakan di betis dan paha.
Gejala sindrom nefrotik lain yang dapat muncul adalah:

 Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine.


 Diare.
 Mual.
 Letih, lesu, dan kehilangan nafsu makan.
 Bertambahnya berat badan akibat penumpukan cairan tubuh.

Sindrom nefrotik yang disebabkan oleh penyakit lain akan menimbulkan gejala di atas dan gejala
khusu dari penyakit penyebabnya. Contohnya, sindrom nefrotik yang disebabkan
oleh rheumatoid arthritis akan disertai dengan gejala nyeri sendi.
Diagnosis:
Pada pemeriksaan awal, dokter akan menanyakan gejala-gejala yang dirasakan dan memeriksa
kondisi fisik penderita. Selain itu, dokter juga akan menanyakan riwayat kesehatan pasien,
terutama tentang penyakit yang pernah diderita.
Jika penderita adalah anak-anak, dokter juga akan menanyakan kepada keluarganya, apakah ada
anggota keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut.
Apabila dari pemeriksaan awal dokter menduga seseorang menderita sindrom nefrotik, dokter
akan melakukan pemeriksaan lanjutan yang meliputi:

Tes urine

Sampel urine akan diperiksa di laboratorium untuk melihat ada tidaknya protein yang bocor.
Dokter dapat meminta pasien untuk melakukan pengambilan sampel urine selama 24 jam penuh.

Tes darah
Tes darah dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien untuk memeriksa kadar protein
dalam darah (albumin), disertai dengan tes fungsi ginjal. Tes darah juga dapat dilakukan untuk
mencari penyebab sindrom nefrotik, misalnya pemeriksaan kadar gula darah bagi yang menderita
diabetes.

Biopsi ginjal
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal. Biopsi ginjal dilakukan
untuk memeriksa jaringan ginjal dan melihat kerusakan yang terjadi melalui mikroskop.

Komplikasi:
Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan terjadinya komplikasi,
seperti:

 Hipertensi akibat gangguan pada ginjal.


 Kadar albumin rendah (hipoalbuminemia) dan edema anasarka akibat banyaknya protein
albumin di dalam darah yang terbuang bersama urine.
 Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah.
 Terbentuknya gumpalan darah akibat protein pengencer darah alami ikut terbuang
bersama urine. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya penyumbatan pada
pembuluh darah vena.
 Rentan terkena infeksi akibat antibodi di dalam darah ikut terbuang bersama urine.
 Penyakit gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis akibat ginjal tidak dapat menyaring
darah dengan optimal.

Preventif:

Sulit untuk mencegah sindrom nefrotik yang penyebabnya belum diketahui (sindrom nefrotik
primer). Namun untuk sindrom nefrotik yang muncul akibat penyakit lain, langkah
pencegahannya adalah menjalani pengobatan terhadap penyakit tersebut. Misalnya, penderita
diabetes perlu meminum obat pengontrol gula darah dari dokter, serta menjalani pola makan dan
olahraga yang dianjurkan oleh dokter, agar kesehatan ginjalnya tetap terjaga.
Langkah pencegahan selanjutnya yang juga tidak kalah penting adalah mencegah komplikasi
sindom nefrotik. Salah satunya adalah gagal ginjal akibat kerusakan permanen pada ginjal. Hal
ini dapat dilakukan dengan menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter ginjal, serta disiplin
dalam menerapkan pola makan yang disarankan oleh dokter gizi.

Sumber:
Mayo Clinic (2022). Diseases & Conditions. Nephrotic syndrome.
Go, A. S., et al. (2021). Primary Nephrotic Syndrome and Risks of ESKD, Cardiovascular
Events, and Death: The Kaiser Permanente Nephrotic Syndrome Study. Journal of the American
Society of Nephrology, 32(9), pp. 2303-2314.

Anda mungkin juga menyukai