(ASCARIS LUMBRICOIDES)
OLEH:
HASNA MIRDA AMAZAN
1920312008
DOSEN:
Prof. Dr. Nuzulia Irawati, MS
PEMBAHASAN
A. Ascaris lumbricoides
secara umum dikenal sebagai cacing gelang ini tersebar luas di seluruh dunia,
terutama di daerah tropis dan subtropis yang kelembapannya udaranya tinggi. Di
Indonesia infeksi cacing ini endemis di banyak daerah dengan jumlah penderita labih dari
60%. Tempat hidup cacing dewasa adalah di dalam usus halus manusia, tetapi kadang-
kadang cacing ini dijumpai mengembara di bagian usus lainnya (Soedarto, 2016).
Klasifikasi :
Kerajaan : Animalia
Filum : Nemathelminthe
Kelas : Nematoda
Subkelas : Secernemtea
Ordo : Ascoridida
Famili : Ascoridcidae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (Irianto, 2013).
Telur cacing ini memiliki empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertrilized), tidak
dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi berukuran 60 x 45
mikron dengan dua lapis dinding tebal. Lapisan luar terdiri dari jaringan albuminoid,
sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Sel telur yang tidak
dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang daripada tipe yang dibuahi ukurannya 90 x
40 mikron, dengan dinding luar yang lebih tipis. Isi telur berupa massa granula refraktil.
Telur matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah ±3
minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi, namun lapisan luar yaitu albuminoid sudah
hilang.
Cacing betina menghasilkan 200 ribu butir per hari. Telur Ascaris lumbricoides
berkembang dengan baik pada tanah liat dengan kelembaban tinggi pada suhu 25°-30° C.
Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu
2-3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus
halus. Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa,
kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung dan menuju paru-paru. Larva di paru-
paru menembus dinding alveolus dan masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari
trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena
rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke esofagus, sampai di usus
halus, dan menjadi dewasa. Dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing
dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan ( Muslim.2015)
E. Diagnosis
Sedang : 5000-49.999
berat : ≥50.000
Klasifikasi intensitas infeksi cacing menurut WHO
2. Imunitas Spesifik
Respon imun pada cacing umumnya lebih kompleks karena pathogen lebih besar
dan tidak bisa ditelan fagosit. Pertahanan terhadap infeksi cacing diperankan oleh sel
Th2. Cacing yang masuk merangsang sel Th2 untuk mengeluarkan IL-4 dan IL-5.
Dimana IL-4 berfungsi untuk rangsang produksi IgE dan IL-5 untuk rangsang
perkembangan dan aktivasi eosinofil. Kemudian IgE akan menempel pada permukaan
cacing dan diikat oleh eosinofil. Kemudian eosinofil aktifkan dan sekresikan granul
enzim yang hancurkan parasit. Eosinofil lebih eektif dari PMN lainnya karena granulnya
lebih toksik disbanding enzim proteolitik dan ROI yang dihasilkan oleh makrofag dan
netrofil.
Respon imun humoral biasa diakhiri dengan adanya Immunoglobulin Class
Swithcing untuk menghasilkan respon imun yang lebih baik, karena mempertahankan
spesifisitas terhadap antigen namun memberikan respon imun yang berbeda. Pada
awalnya sel B hanya membentuk IgM dan IgD namun setelah terjadi respon imun
adaptif maka sel B akan mensekresikan antibodi yang disesuaikan dengan jenis antigen
yang masuk, sehingga sel B mungkin akan menghasilkan IgG, IgA ataupun IgE. Pada
kasus kecacingan, Immunoglobulin Class Swithcing terjadi dengan terbentuknya IgE.
Immunoglobulin Class Swithcing terjadi karena adanya dua rangsangan penting.
Rangsangan pertama oleh sitokin IL-4 dan atau IL-13, sedangkan rangsangan kedua
adalah ikatan antara CD40 pada sel B dengan CD40L. Pada dasarnya Immunoglobulin
Class Swithcing dapat digolongkan menjadi dua, yakni Immunoglobulin Class
Swithcing T cell Dependent dan T cell Independent. Kedua cara ini nampaknya terjadi
pada respon imun terhadap cacing.
Immunoglobulin Class Swithcing T cell Dependent dipicuolehsitokinIL-4 yang
dikeluarkan oleh sel Th2 dan ikatan antara CD40L dari sel Th2 dengan CD40 pada sel
B. Pada proses ini, basofil berperan meningkatkan terjadinya Immunoglobulin Class
Swithcing dengan memproduksi dan mensekresikan IL-4.
Immunoglobulin Class Swithcing T cell Independent pada pasien kecacingan terjadi
karena basofil mengeluarkan IL-4 yang merangsang terbentuknya Iε Germ Line
Transcription pada sel B, sedangkan ikatan antara CD40 pada sel B dengan CD40L pada
basofil memicu switch recombination karena ikatan antara CD40-CD40L mengaktifkan
AID (Activation-induced cytidine deaminase) pada sel B. Hasil akhirnya adalah
kemampuan sel B untuk membentuk IgE tanpa bantuan sel (Renita Selfi.2012)
DAFTAR PUSTAKA