Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

TEKNIK MOLEKULAR DAN IMUNOLOGI

OLEH:
HASNA MIRDA AMAZAN
1920312008

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
1. Polymerase Chain Reaction ( PCR)
A. PCR Konvensional
Tahap perbanyakan materi genetik dan tahap deteksi produk PCR dilakukan secara
berturut-turut, yaitu tahap deteksi dilakukan bila tahap perbanyakan materi genetik telah
selesai. Reaksi PCR konvensional biasanya menggunakan satu pasang primer oligonukleotida
untuk mengamplifikasi bagian tertentu dari genom agen infeksi serta dilakukan pada suatu
tabung. Primer PCR adalah oligodeoksiribonukleotida pendek, atau oligomer yang dirancang
untuk melengkapi urutan akhir sekuen dari amplikon target PCR dan digunakan untuk
mengawali sintesis rantai DNA. (Dyah Ayu dan Dharmayanti, 2014
Tahap deteksi dapat dilakukan dengan beberapa cara (format), salah satunya
menggunakan elektroforesis gel kemudian dilanjutkan dengan hibridisasi pada membran
menggunakan reagen pelacak atau hibridisasi dalam tabung reaksi. Jika yang diekstraksi
adalah materi genetik berupa DNA maka DNA dapat langsung diperbanyak. Namun jika
yang diisolasi berupa RNA, maka diperlukan tahap tambahan untuk mengubah RNA menjadi
DNA yaitu tahap transkripsi balik ( Hernandez-Rodriguez, P.2012)

( Alur Pemeriksaan pada RT-PCR dan PCR Konvensional )


B. Real Time PCR (Q-PCR)
Real Time PCR adalah suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR.
Real time ini juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase chain reaction atau Q-
PCR. Teknik ini dapat digunakan untuk mengamplifikasi sekaligus menghitung jumlah target
molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Maksud dari kata real time pada metode ini adalah
data fuoresensi yang dihasilkan dari proses amplifikasi dapat diamati secara langsung pada
saat proses amplifikasi masih berjalan dan tanpa harus menunggu seluruh siklus amplifikasi
selesai. Pada analisa PCR konvensional, deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir
reaksi dan pengamatan masih harus dilakukan dengan elektroforesis. Dengan analisa Real
Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung. Pada
Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforesis, sehingga
tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan penggunaan Ethydium Bromide (EtBr) yang
merupakan senyawa karsinogenik (Joshie, M.2011)
Cara kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR, utamanya adalah
DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan dalam reaksi secara real time
sesudah setiap siklus amplifikasi selesai, Real Time PCR merupakan pengembangan metode
PCR yang hasil amplifikasinya dianalisis selama proses amplifikasi dengan menggunakan
pewarna DNA atau pelacak berfluoresensi. Analisis data dilakukan dalam instrumen yang
sama, tanpa pemindahan sampel, tanpa penambahan sampel dan tanpa pemisahan dengan
elektroforesis. Metode ini dapat digunakan untuk analisis secara kuantitatif jumlah awal
sehingga dapat digunakan pengukuran secara kuantitatif (Sudjadi, 2008).

( Perbedaan siklus pada pemeriksaan menggunakan RT-PCR dan PCR Konvensional)


Tahapan-tahapan umum yang dilakukan selama pengujian PCR real time dimulai dari
isolasi RNA atau DNA sampai analisis data. Prinsip kerja PCR real time adalah mendeteksi
dan mengkuantifikasi reporter fluoresen. Sinyal fluoresen akan meningkat seiring dengan
bertambahnya amplifikasi DNA PCR dalam reaksi. Reaksi selama fase eksponensial dapat
dipantau dengan mencatat jumlah emisi fluoresen pada setiap siklus. Peningkatan hasil
amplifikasi PCR pada fase eksponensial berhubungan dengan jumlah inisiasi target gen.
Makin tinggi tingkat ekspresi target gen maka deteksi emisi fluoresen makin cepat terjadi
(Pardal 2010).
Kuantitas urutan DNA target dicapai dengan menentukan jumlah siklus amplifikasi.
Jumlah siklus amplifikasi diperlukan untuk menghasilkan agai modifikasi PCR real time
telah dikembangkan untuk meningkatkan kerja dari PCR real time seperti PCR real time
multiplek. Saat ini, telah tersedia kit komersial untuk PCR real time multiplek yang
memungkinkan untuk kombinasi beberapa pengujian dalam satu reaksi. Polymerase Chain
Reaction (PCR) multiplek adalah amplifikasi secara berkelanjutan dua atau lebih DNA atau
cDNA target dalam satu reaksi tabung dan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan
probe berlabel spesifik pada setiap urutan DNA target. Kelebihan dari PCR multiplek adalah
jumlah sampel yang dibutuhkan lebih sedikit sehingga berguna apabila jumlah sampel yang
tersedia dalam jumlah terbatas dan kemampuannya untuk menggabungkan pengujian dalam
satu sistem internal kontrol (Maftuchah, 2014 )
Meskipun demikian, pengujian ini harus dioptimasi terlebih dahulu untuk
meminimalkan adanya interaksi kompetitif yang akan sangat berpengaruh terhadap
sensitivitas pengujian (Chantratita et al. 2008). Penggunaan teknologi probe novel fluoresensi
dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas PCR real time. Terdapat tiga tipe metode
PCR real time yang sering digunakan untuk deteksi asam nukleat dalam mikrobiologi klinik,
yaitu TaqMan probe, molecular beacon dan Fluorescence Resonance Energy Transfer
(FRET) probe hibridisasi. TaqMan probe adalah suatu probe fluorescent real time yang
pertama kali dikembangkan dan merupakan oligonukleotida pendek yang mengandung 5’
fluorescent dye dan 3’ quenching dye yang terpisah (Hutapea, H.2015)
C. Teknik Analisis Dasar Molekuler Untuk Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani proteios yang berarti pertama atau utama. Protein
merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Protein
menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta
sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas
penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.
Untuk menganalisa protein yang ada di dalam sel tersebut, diperlukan prosedur
fraksinasi sel yaitu
(1) memisahkan sel dari jaringannya,
(2) menghancurkan membran sel untuk mengambil kandungan sitoplasma dan organelnya
serta (3) memisahkan organelorganel dan molekul penyusunnya.
Analisa kuantitatif protein biasanya menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang tertentu tergantung pada jenis protein dan pereaksi yang dipakai. Dengan
spektrofotometer dapat diketahui banyaknya atau jumlah protein dalam suatu sampel
(biasanya dinyatakan dalam mg protein/ml sampel, µg protein/ml sampel atau dalam satuan
ppm tergantung dari satuan yang dipakai pada saat membuat kurva standar). Analisa
kualitatif protein dapat menggunakan kromatografi ataupun elektroforesis tergantung pada
tujuan analisa. Dalam prakteknya, baik analisa kualitatif maupun kuantitatif dapat dipakai
secara terpisah ataupun dipakai secara bersamaan dalam suatu rangkaian analisa.
1. SDS-PAGE SDS-PAGE (sodium dodecyl sulphate polyacrylamid gel electrophoresis)
Memisahkan protein berdasarkan berat molekulnya. SDS merupakan detergen
anionik, yang apabila dilarutkan molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH
yang luas. Fungsi utama SDS pada metode SDS-PAGE yaitu untuk memberikan muatan
negatif pada protein yang akan dianalisis, selain itu SDS dapat mendenaturasi protein,
mempermudah menyamakan kondisi, dan menyederhanakan protein (bentuk, ukuran, dan
muatan). Pemisahan protein dilakukan dengan metode SDS-PAGE menurut Laemmli
(1970) terdiri dari tiga tahap yaitu: ekstraksi protein plasma, pembuatan gel, dan
pemisahan protein melalui teknik elektroforesis untuk mendeteksi pita protein yang
terbentuk (Orino et al., 2004).
Pada SDS-PAGE diperlukan matriks yang bening untuk memisahkan molekul.
Matriks yang bening ini terbuat dari polimer akrilamid dalam bentuk gel. Gel
poliakrilamid merupakan larutan dari akrilamid dan bisakrilamid yang digunakan untuk
separasi sampel protein. Elektroforesis hampir selalu dilakukan dalam gel dan tidak
dalam larutan. Hal ini dikarenakan gel dapat mengurangi arus listrik yang timbul akibat
perbedaan suhu yang kecil yang diperlukan agar pemisahan menjadi efektif, gel bertindak
sebagai saringan molekul yang meningkatkan pemisahan (Stryer, 2000), gel juga dapat
menjaga molekul yang telah terpisah supaya tidak berdifusi terlalu cepat ke dalam fase
cair.
Banyak molekul biologi bermuatan listrik yang besarnya tergantung pada pH dan
komposisi medium dimana molekul biologi tersebut terlarut. Bila berada dalam suatu
medan listrik, molekul biologi yang bermuatan positif akan bermigrasi ke elektroda
negatif dan sebaliknya. Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis untuk
memisahkan molekulmolekul berdasarkan muatannya. Protein merupakan molekul
amphoter karena mempunyai gugus amino positif dan gugus karboksil negatif. Dengan
demikian maka protein dapat mengion baik pada pH basa maupun pH asam. Pada pH
rendah, protein bersifat sebagai kation (bermuatan positif) yang cenderung bergerak ke
arah katoda (bermuatan negatif). Pada pH tinggi, protein bersifat sebagai anion
(bermuatan negatif) yang cenderung bergerak ke arah anoda (bermuatan positif). Nilai
diantara kedua pH tersebut dinamakan titik isoelektrik (isoelectric point atau pI) yaitu
nilai pH dimana protein menjadi tidak bermuatan. Hal ini karena pada pH tersebut jumlah
muatan negatif yang dihasilkan dari proteolisis sebanding dengan jumlah muatan positif
yang diperoleh dari penangkapan proton. Protein yang tidak bermuatan tidak dapat
bergerak pada medan listrik (Aksara Olson.2016)
Penggunaan poliakrilamid mempunyai keunggulan dibandingkan dengan gel lainnya,
karena tidak bereaksi dengan sampel dan tidak membentuk matrik dengan sampel,
sehingga tidak menghambat pergerakan sampel yang memungkinkan pemisahan protein
secara sempurna. Selain itu, gel poliakrilamida ini mempunyai daya pemisahan yang
cukup tinggi. Penggunaan SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein karena SDS
bersifat sebagai deterjen yang mengakibat ikatan dalam protein terputus membentuk
protein yang dapat terelusi dalam gel begitu juga mercaptoetanol. Komponen penting
yang membentuk gel poliakrilamida adalah akrilamida, bisakrilamida,
ammoniumpersulfate dan TEMED (N,N,N’,N’tetrametilendiamin). Akrilamida sebagai
senyawa utama yang menyusun gel merupakan senyawa karsinogenik. Ammonium
persulfate berfungsi sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamida agar bereaksi dengan
molekul akrilamida yang lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. TEMED
berfungsi sebagai katalisator reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid
sehingga dapat digunakan dalam pemisahan protein.
(Konsentrasi Gel Poliakrilamid dengan Separasi Protein)

Fungsi Analisis SDS-PAGE SDS-PAGE merupakan suatu teknik dengan kegunaan


yang cukup luas, antara lain yaitu untuk analisis kemurnian protein, penentuan berat
molekul protein, verfikasi konsentrasi protein, deteksi proteolisis, identifikasi protein
imunopresipitasi, sebagai tahap awal imunobloting, deteksi modifikasi protein, separasi
dan pemekatan protein antigen, separasi protein terlabel radioaktif.

(Alur Sodium Dodecyl Sulphate - Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)


(Sumber: Schagger, 1987)
2. Western blotting
Proses pemindahan protein dari gel hasil elektroforesis ke membran dipakai untuk
proses transfer dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan untuk
- mengetahui keberadaan dan berat molekul protein sampel dalam suatu campuran,
- membandingkan reaksi silang antar protein,
- mempelajari modifikasi protein selama sintesis. Dengan cara ini protein dalam
hitungan nanogram dapat terdeteksi.
Membran ini dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang
terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi
ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan
antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian antibodi sekunder, deteksi
dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi
secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan
memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini
dilakukan di kamar gelap (Aksara Olson.2016)
Western blot digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi
protein yang spesifik dalam campuran yang kompleks. Teknik ini memungkinkan deteksi
tidak langsung sampel protein yang diimobilisasi pada membran nitroselulose. Sampel
protein terlebih dahulu di running dengan SDS – PAGE dan secara elektroforesis
ditransfer ke membran. Setelah langkah blocking, membran di probe dengan antibodi
primer baik monoclonal maupun poliklonal yang jumlahnya meningkat dibanding antigen.
Setelah pencucian yang sekuensial, membran kemudian diinkubasi dengan antibody
sekunder yang dikonjugasi dengan enzim yang sifatnya reaktif terhadap antibodi. Pada
akhirnya, membran dicuci kembali dengan substrat dari enzim yang tepat yang akan
memproduksi sinyal yang dapat direkam (Pierce, 2011).
Metode western blotting menggabungkan selektivitas elektroforesis gel dengan
spesifisitas imunoassay, sehingga setiap jenis protein dapat dideteksi dan dianalisa dengan
menggunakan metode probe antibodi yang sesuai. Protein-protein dalam campuran itu
sebelumnya dipisahkan satu dengan yang lain dengan cara elektroforesis gel, khususnya
cara SDS-PAGE. Posisi akhir setiap jenis protein dalam gel poliakrilamid setelah
elektroforesis dihentikan sesuai dengan berat molekul masing-masing. Protein-protein
yang telah dipisahkan satu dengan yang lain itu kemudian dipindahkan dari gel ke
membran pendukung melalui proses kapiler (blotting) demikian rupa sehingga membran
tersebut mendapatkan replikan dari susunan makromolekul seperti yang terdapat pada gel.
Posisi antigen yang dicari dapat diidentifikasi pada membran dengan mereaksikannya
dengan antibodi spesifik yang bertanda atau dilabel dengan radioisotop atau enzim.
Berbagai jenis membran sintetik dapat mengikat protein secara kuat sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai media transport/membran pendukung untuk imunoassay pada media
padat. Protein yang diikat pada mebran dapat mempertahankan antigenitasnya dan dengan
mudah direaksikan dengan antibody (Cooper, G.M.2007)

Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif
dan lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun
demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Aksara Olson, K.R., Nardin, E.D. 2016. Contemporary Clinical Immunology and Serology
diterjemahkan oleh Ramadhani, D., et al. Jakarta: EGC
Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. 100-101. Great Britany. Mc Graw
HillBook Company Chapter 4 Electrophoresis Experimental Biochemistry. Dalam:
www.chem.uky.edu.
Cooper, G.M., Hausman, R.E. 2007. The Cell: A Molecular Approach. 4th ed. Sunderland:
Sinauer Associates, Inc.
Dyah Ayu Hewajuli dan Dharmayanti. 2014. Perkembangan Teknologi Reverse
TranscriptasePolymerase Chain Reaction dalam Mengidentifikasi Genom Avian
Influenza dan Newcastle Diseases. Wartazoa. vol.21 no. 1. 16-29.
Hernandez-Rodriguez, P., Arlen Gomez Ramirez. 2012. Polymerase Chain Reaction: Types,
Utilities and Limitation. INTECH Open Access Publisher
Hutapea, H., Retnoningrum, D., Rahman, E.G. dan Rostinawati, T. 2015. Teknik Long
Polymerase Chain Reaction (LPCR) untuk Perbanyakan Kerangka Baca Terbuka
Gen Pengkode Polimerase Virus Hepatitis B. PLASMA. Vol. 1. No. 2. 45-52. 1
Johari S, Kurnianto E, Sutopo, Aminah S. 2007. Keragaman Protein Darah sebagai Parameter
Biogenetik pada Sapi Jawa. J Indon Trop Anim Agric 32(2): 112-118.
Joshie, M. Deshpande, J.D. 2011. Polymerase Chain Reaction: Methods, Principles and
Application. International Journal of Biomedical Research. Review Artikel.vol 1 (5).
81- 97.
Kanisius Widyarti, S. Dasar-Dasar Analisis Protein. 2012. BukuPraktikum Teknik Analisis
Biologi Molekuler.Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Jurusan Biologi
Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya.
Kresno BS. Unsur-unsur yang berperan dalam reaksi imunologi. Imunologi: Diagnosis dan
Prosedur Laboratorium. Edisi ke-IV cetakan ke-2. Jakarta; FKUI:2000.p.44-81
Maftuchah, Aris Winaya, Agus Zainudin. 2014. Teknik Analisis Biologi Molekuler. Editor. Ali
Ikhwan. Penerbit Deepublish. Yogyakarta.
Pierce. 2011. Western Bloting Handbook and Troubleshooting. http//www.
piercenet.com/Proteomics/. Tanggal akses 7 April 2018.
Soejadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 131-143.
Sudarmanto Arie. 2008. Penetapan kadar protein metode lowry. http://ariebs.staff.ugm.ac.id/
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai