PENDAHULUAN
Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis patogen dalam pangan untuk
memastikan keamanan konsumen. Metode analisis patogen dalam pangan dapat dilakukan
menggunakan berbagai teknik, termasuk metode kultur bakteri, metode PCR, dan metode lainnya
seperti API test kit (Lafi et al. 2021). Namun, metode kultur bakteri memiliki kelemahan dalam
hal waktu yang diperlukan untuk menghasilkan hasil yang akurat, sehingga metode PCR dan API
test kit menjadi populer dalam analisis patogen dalam pangan. Metode PCR (Polymerase Chain
Reaction) adalah teknik molekuler yang digunakan untuk mengidentifikasi DNA patogen dalam
sampel pangan Liu et al. 2018). Teknik ini memperbanyak DNA yang diambil dari sampel
pangan menggunakan enzim DNA polimerase, sehingga jumlah DNA patogen yang
diidentifikasi menjadi lebih banyak dan dapat dideteksi dengan lebih mudah. PCR dapat
digunakan untuk mengidentifikasi patogen dalam waktu yang lebih singkat dan lebih akurat
dibandingkan dengan metode kultur bakteri tradisional (Hoorfar et al. 2004). API test kit, di sisi
lain, adalah metode serologis yang menggunakan reaksi antigen-antibodi untuk mendeteksi
patogen dalam sampel pangan. API test kit dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan
patogen dalam waktu yang lebih singkat dan lebih mudah dibandingkan dengan metode kultur
bakteri tradisional. (Rijgersberg et al. 2018).
Dalam analisis patogen dalam pangan, E. coli dan Salmonella spp. sering menjadi patogen yang
diidentifikasi karena sering ditemukan pada produk pangan. E. coli merupakan bakteri normal di
dalam usus manusia dan hewan, tetapi beberapa jenis E. coli dapat menyebabkan penyakit
seperti infeksi saluran kemih dan infeksi usus (CDCP 2020). Sedangkan Salmonella spp. dapat
ditemukan di berbagai produk pangan seperti daging, telur, dan susu mentah, dan dapat
menyebabkan infeksi usus (Gajda dan Długosz 2019).
Melalui penggunaan metode PCR standar dan API test kit, analisis patogen dalam pangan
dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, sehingga membantu memastikan keamanan pangan
yang dikonsumsi oleh masyarakat (Ma et al. 2018). Oleh karena itu, penggunaan metode ini
penting untuk meningkatkan keamanan pangan dan mencegah penyebaran penyakit melalui
makanan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Annealing
Pada tahap ini terjadi penempelan primer pada DNA templat yang dihasilkan. Waktu
annealing pada umumnya selama 30 – 45 detik atau ±1 menit pada suhu 52 oC. Primer
yang digunakan adalah primer dengan sekuens basa yang berkomplementer dengan
DNA templat. Sekuens DNA dalam masing-masing primer sebaiknya tidak saling
berkomplemen untuk menghindari terbentuknya struktur sekunder dan akan
mengurangi efisiensi PCR (Yusuf, 2010). Jika sekuens primer sesuai dengan sekues
DNA templat, maka akan terbentuk DNA dengan ikatan hydrogen yang stabil.
Kemudian enzim polymerase akan menempel pada hybrid hasil penempelan primer
dengan DNA templat dan memulai pembentukan DNA baru.
3. Ekstensi/elongasi
Pada tahapan ini enzim Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang DNA
primer dari ujung 3’. Tahapan ini terjadi pada suhu 72 oC (suhu optimal Taq
polimerase) selama ±1 menit. Pemanjangan primer diperkirakan 35 – 100
nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan molekul DNA
target (Yusuf, 2010). Sehingga untuk produk PCR yang ditargetkan pada praktikum ini
yaitu dengan panjang 1500 pasang basa, dibutuhkan waktu sekitar 40 detik atau
dikondisikan pada waktu 1 menit.
Tahapan yang terjadi diatas akan diulangi sebanyak 30 siklus sehingga akan
menghasilkan molekul DNA rantai ganda yang baru dalam jumlah yang lebih banyak
(dilipatgandakan) dibandingkan DNA templat awal. Jumlah siklus yang dibutuhkan
tergantung pada konsentrasi DNA target dalam campuran reaksi dan tergantung dari jumlah
DNA templat yang ada pada saat awal reaksi serta efisiensi dari ekstensi primer dan
amplifikasi (Yusuf, 2010).
Produk PCR kemudian diidentifikasi berdasarkan ukurannya dengan elektroforesis
menggunakan gel agarose. Metode ini diawali dengan menginjeksi produk PCR ke dalam
sumur-sumur pada gel agarose yang sudah dibuat kemudian dilakukan elektroforesis pada
kondisi 90 Volt selama 45 menit. Prinsip dasar elektroforesis adalah adanya pergerakan
molekul bermuatan di bawah pengaruh suatu medan listrik. Elektroforesis dapat digunakan
untuk mengetahui ukuran DNA dengan menggunakan DNA marker yang sudah diketahui
ukurannya. DNA marker ini berfungsi sebagai pembanding sehingga bisa diketahui
perkiraan ukuran DNA sampel. (Sundari dan Priadi, 2019). DNA merupakan molekul
bermuatan negatif, sehingga ketika dilewatkan melalui gel agarosa, kemudian dialiri arus
listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya, maka DNA akan bergerak dari
kutub negatif ke kutub positif, sehingga elektroforesis dapat memisahkan DNA
berdasarkan ukuran panjangnya (Yuwono, 2006 dalam Sundari dan Priadi, 2019). Hasil
visualisasi elektroforesis pada praktikum ini dapat dilihat pada Gambar 2.