Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

NUTRIGENETIC

ISOLASI DNA, ELEKTROFORESIS, DAN POLYMERASE CHAIN


REACTION (PCR)

Disusun oleh:
Federik Jovino
472017412

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam biology molecular isolalsi DNA sangat penting dilakukan dengan tujuan untuk
memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Dengan mengisolasi
DNA praktikan dapat menganalis ekspresi gen, dan sifat hayati dari DNA tersebut. Proses
isolasi DNA diawali dengan proses ekstraksi DNA. Hal ini bertujuan untuk memisahkan DNA
dengan partikel lain yang tidak diinginkan. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati,
sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada DNA. Untuk mengeluarkan DNA dari sel, dapat
dilakukan dengan memecahkan dinding sel, membran plasma dan membran inti baik dengan
cara mekanik maupun secara kimiawi. Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau
diisolasi untuk berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui
elektroforesis (Campbell, 2008).
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan
perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik . Medan listrik dialirkan pada suatu
medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik elektroforesis biasanya
dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang
bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium,
kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka
molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Pada praktikum yang telah
dilakukan yaitu menggunakan elektroforesis gel. Elektroforesis gel ialah elektroforesis yang
menggunakan gel sebagai fase diam untuk memisahkan molekul-molekul. Awalnya
elektoforesis gel dilakukan dengan medium gel kanji (sebagai fase diam) untuk memisahkan
biomolekul yang lebih besar seperti protein-protein. Kemudian elektroforesis gel berkembang
dengan menjadikan agarosa dan poliakrilamida sebagai gel media (Jean, Francois, 2010).
Setelah elektoforesis selanjutnya dilakukan teknik PCR. Polymerase Chain Reaction
(PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan
secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik PCR mampu memperbanyak sebuah urutan
105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada
sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Biasanya dasar dari teknik
ini yaitu digunakan untuk perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan
organisme serta dapat melakukan penggandaan DNA. Karakteristik khas metode PCR ini
terletak pada 3 Ss, yaitu: selectivity, sensitivity, dan speed. Konsep 3 Ss ini dapat dipahami
melalui “bahan” dasar rekasi amplifikasi DNA, yaitu, DNA Polymerase, primer (reverse-
forward), DNA template, serta nukleotida. Cara kerja PCR ini yaitu dijalankan menggunakan
siklus yang diawali dengan denaturasi, annealing (oleh primer reverse-forward), extension
(oleh DNA polymerase). Ketiga proses ini akan terus berulang (siklus) dan diakhiri siklus hold.
Siklus PCR dijalankan dengan merancang suhu serta durasi setiap siklusnya berdasarkan
primer yang digunakan serta DNA template (Martida dan Pharmawati, 2016).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan mampu menjalankan tahapan-tahapan
isolasi DNA, dan menjalankan teknik elektroforesis dengan benar, serta praktikan mampu
memahami tahapan-tahapan teknik PCR.
BAB II
METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Nutrigenetic tentang isolasi DNA dan elektroforesis dilaksanakan pada hari
Sabtu, 23 Maret 2019, pukul 08:00-11:00 WIB dan praktikum PCR dilaksanakan pada hari
Kamis, 04 April 2019, pukul 08:00-11:00 WIB di Laboratorium Dasar, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana.

2.2 Alat dan Bahan


2.2.1. Isolasi DNA
Alat yang digunakan adalah mikropipet, microtube 1.5 ml, sentrifuse, inkubator,
dan GD column. Bahan yang digunakan adalah sampel darah, RBC Lysis Buffer, GB
Buffer 200 µl, etanol ebsolut 200 µl, W1 Buffer, elution buffer 100 µl.
2.2.2. Elekstroforesis
Alat yang digunakan adalah alat elektroforesis (tray/cetakan gel, sisir, tangki,
power suplly), beaker gelas, gelas ukur, neraca analitik, hotplate, gel doc (uv
transiluminator), mikro pipet dan tip. Bahan yang digunakan adalah sampel DNA, DNA
marker, agarose, larutan buffer tae (tris-base, edta, asam asetat glasial), aquades, loading
dye, larutan etbr, eppendorf / microtube.
2.2.3. PCR
Alat yang digunakan adalah PCR Thermal Cycler Applied Biosystem, mikropipet
100-1000 µL, mikropipet 1-20 µL, standing tube, dan standing tip. Bahan yang
digunakan adalah PCR Super Mix (mengandung Taq Polymerase, basa nukelotida),
primer reverse-forward, DNA template, dH2O, blue tip, yellow tip, eppendorf, dan
alkohol 70%

2.3 Metode
2.3.1. Isolasi DNA
a). Preparasi DNA
Pada tahap ini sampel darah diambil sebanyak 300 µl menggunakan mikropipet dan
dimasukkan kedalam microtube 1,5 ml. Kemudian RBC Lysis Buffer ditambahkan
sebanyak 3 kali dari volume sampel darah setelah itu dikocok. Selanjutnya sampel
diinkubasi selama 10 menit disuhu ruang, setelah itu disentrifuse selama 5 menit pada
kecepatan 3000 x g dan sesudah itu supernatan dipisahkan dan RBC Lysis Buffer
ditambahkan kedalam sampel sebanyak 100 µl.
b). Lisis sel
Setelah tahap preparasi DNA, dilakukan tahap lisis sel yaitu dengan menambahkan
larutan GB Buffer 200 µl ke dalam sampel kemudian diinkubasi selama 10 menit pada
suhu 60oC untuk memastikan sampel lisis sudah jernih dan selama diinkubasi sampel
dibalik setiap 3 menit.
c). Pengikatan DNA
Pada tahap ini sampel ditambahkan larutan Etanol Absolut sebanyak 200 µl ke
dalam sample lisis dan dikocok kuat selama 10 detik. Setelah itu larutan dipindahkan
kedalam GD Column dan disentrifuse pada kecepatan 14-16.000 x g selama 5 menit.
d). Pemurnian
Pada tahap ini sampel lisis ditambahkan larutan W1 Buffer dan disentrifuse pada
kecepatan 14-16.000 x g selama 60 detik kemudian cairan hasil sentrifuse dipisahkan dan
ditambahkan larutan Wash Buffer 600 µl ke dalam GD Column. Setelah itu disentrifuse
pada kecepatan 14-16.000 x g selama 60 detik dan cairan hasil sentrifuse dipisahkan dan
disentrifuse kembali selama 3 menit
e). Elusi DNA
Pada tahap ini terlebih dahulu Elution Buffer sebanyak 100 µl direndam pada suhu
60oC. Selanjutnya GD Column yang telah kering dipindahkan ke Microtube 1.5 ml yang
baru dan ditambahkan larutan Elution Buffer 100 µl lalu didiamkan selama 3 menit untuk
memastikan Elution Buffer diabsorbsi dengan baik. Setelah itu disentrifuse pada
kecepatan 14-16.000 x g selama 30 detik untuk mengelusi DNA yang dimurnikan. DNA
yang sudah dimurnikan segera disimpan dalam suhu beku -4°C.
2.2.2. Elektroforesis
a). Larutan Buffer TAE 1x
Larutan TAE 1x dibuat sebanyak 500 ml menggunakan larutan TAE 50x. Buffer
TAE 50x diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan dnegan aquades sampai volume 500
ml. Buffer TAE ini dipakai sebagai perendam swallow gel dan juga sebagai penghantar
arus listrik saat running elektroforesis.
b). Pembuatan Agarose Gel
Swallow gel dibuat dengan konsentrasi 0,8 % dengan pelarut menggunakan buffer
TAE 1x diatas dengan menggunakan volume total 50 ml. Swallow gel ditimbang
sebanyak 0.4 gr dalam beaker glass 100 ml. larutan TAE ditambahkan sampai volume 50
ml. Larutan swallow dipanaskan menggunakan hotplate dengan magnetic strirrer sampai
larutan berubah menjadi bening (jernih). Wadah pencetak gel swallow disiapkan,
dipastikan bagian tutup samping dan sisiran pencetak sumur telah dipasang dengan
benar. Larutan swallow dituang ke wadah pencetak gel, ditunggu sampai gel mengeras.
Tutup samping dilepaskan dan sisiran secara perlahan dan hati-hati agar tidak merusak
gel dan sumurnya.
2.2.3. PCR
Tabung eppendorf disiapkan dan ditambahkan komponen reaksi PCR sesuai tabel
seperti dH2O dengan jumlah 50 l, PCR super mix sebanyak 45 l dengan konsentrasi
akhir 1x, 10 M forward primer sebanyak 1 l dengan konsentrasi akhir 0.2 M, 10 uM
reverse primer sebanyak 1 l dengan konsentrasi akhir 0.2 M, DNA template sebanyak
4 l dengan konsentrasi akhir < 500 mg. Sampel kemudian disentrifuge pada kecepatan
13.000 rpm selama 1 menit dengan suhu 4C. Alat PCR Thermal Cycler disetting dengan
persiapan denaturasi dengan suhu 94C selama 2 menit. Denaturasi menggunakan 32x
siklus PCR dengan suhu 94C selama 45 detik. Anealling menggunakan 32x siklus PCR
dengan suhu 55C (disesuaikan dengan Tm dari primer) selama 30 detik. Extend
menggunakan 32x siklus PCR dengan suhu 72C selama 1 menit/kb. Terakhir
menggunakan hold dengan suhu 4C.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Hasil dari percobaan elektroforesis dapat dilihat pada gambar dibawah

Lane 11

Lane 13

Lane 14

Lane 15
Lane 12
Lane 10
Lane 3

Lane 5

Lane 6

Lane 8

Lane 9
Lane 2

Lane 4

Lane 7
Lane 1

3.2 Pembahasan
3.2.1 Isolasi DNA
Dalam praktikum kali ini telah dilakukan proses isolasi DNA. Isolasi DNA merupakan
langkah awal yang harus dikerjakan dalam proses rekayasa genetika. Pada dasarnya isolasi dan
ekstraksi DNA adalah serangkaian proses untuk memisahkan DNA dari komponen sel lainnya.
DNA manusia dapat diisolasi melalui darah. Darah manusia terdiri atas plasma darah, globulus
lemak, substansi kimia (karbohidrat, protein dan hormon), dan gas (oksigen, nitrogen dan
karbon dioksida). Plasma darah terdiri atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih)
dan trombosit (platelet). Komponen darah yang diisolasi yaitu sel darah putih. Sel darah putih
dijadikan pilihan karena memiliki nukleus, di mana terdapat DNA di dalamnya. Isolasi DNA
merupakan teknik ekstraksi DNA dari suatu sel sebagai tahap awal suatu analisis genetik.
Secara umum, prinsip dari isolasi DNA dimulai dari pengambilan sampel sel, pelisisan
membran dan/atau dinding sel, ekstraksi DNA, presipitasi DNA, pemurnian DNA, dan
pengawetan DNA (Gaikwad 2010: 2).
Pada praktikum isolasi DNA yang sudah dilakukan yaitu menggunakan kit. Isolasi DNA
dengan menggunakan kit untuk mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit
isolasi juga disesuaikan dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan digunakan.
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses (lisis) yaitu perusakan atau penghancuran
membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA
yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel. Pada proses lisis ini menggunakan beberapa larutan
buffer. Lysis Buffer, GB Buffer, etanol ebsolut, W1 Buffer, elution buffer. Fungsi dari larutan
buffer adalah untuk menjaga struktur DNA selama proses penghancuran dan purifikasi
sehingga memudahkan dalam menghilangkan protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim
pendegradasi DNA dan mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan
fungsi larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan inhibitor
DNAase. Pada tahapan lisis ini, larutan GB buffer berfungsi untuk menglisiskan endapan sel
darah, kemudian W1 buffer berfungsi untuk mencuci DNA pada matriks. Selanjutnya larutan
Elution buffer berfungsi untuk mengencerkan DNA (Walker dan Rapley, 2009).
Pada tahapan ekstraksi DNA, larutan yang biasa digunakan yaitu fenol kloroform, Fenol
seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol
menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya
dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi. DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel
selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti
polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi.
Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk mendeproteinisasi
berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi
ke dalam fase antara kloroform – air. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan sentrifugasi atau
ekstraksi kimiawi. Sentrifugasi akan memisahkan komponen berdasarkan ukuran sedangkan
ekstraksi kimiawi dilakukan denga menggunakan fenol untuk memisahkan protein dari DNA
(Clark & Pazdernik, 2009).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi
(pemisahan). Pada umumnya juga digunakan fenol kloroform dalam tahapan presipitasi. Kedua
senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal
membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi. Fenol kloroform
dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul fenol kloroform
tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga fenol kloroform adalah
pelarut yang lemah bagi asam nukleat. Penambahan fenol kloroform ini juga akan
menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA akan terpresipitasi.
Pememecah dan mengeksraksi jaringan tersebut sehingga akan terbentuk ekstrak sel yang
terdiri dari DNA, RNA dan substansi dasar lainnya (Faatih, M., 2009).
Selanjutnya dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian atau pemurnian
dengan larutan etanol, maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikering anginkan, perlakuan
tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan residu
etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap. Pada tahap pencucian
biasanya etanol dicampur dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu
memisahkan kontaminan yang tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang terikat
pada asam nukleat. Seperti yag kita ketahui isolasi DNA tanaman, isolasi DNA buah, isolasi
DNA bakteri, dan isolasi DNA hewan pada dasarnya memiliki prinsip yang sama.
Dalam prinsip isolasi DNA dalam berbagai jenis sel atau jaringan organisme pada
dasarnya sama, namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan.
Bahkan beberapa teknik menjadi lebih mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh
suatu perusahaan sebagai contoh digunakan kit yang untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti
Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan GeneJETTM
Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya
memiliki protokol sendiri yang disesuaikan dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA
dengan kit dan manual memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode secara manual memiliki
kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara kekurangannya
membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang diperoleh tergantung jenis sampel.
(Campbell, 2008).
Faktor keberhasilan dalam isolasi DNA yaitu kualitas dari sampel yang digunakan,
penyimpanan sampel pada suhu yang tepat agar sampel darah yang digunakan tidak
terdenaturasi. Metode dan tahapan-tahapan yang dilakukan harus tepat. Metode isolasi DNA
dengan menggunakan Kit sangat besar kemungkinan berhasilnya untuk mendapatkan kualitas
sampel yang benar-benrar murni. Selain itu faktor suhu inkubasi juga harus tepat dan larutan
buffer yang digunakan juga harus sesuai, ini berfungsi untuk menghancurkan jaringan dan
membran sel, mengeliminasi kontaminan, sehingga yang didapatkan pada tahapan ini adalah
DNA genom yag terdapat pada sel, yaitu DNA inti dan mitokondria. Senyawa yang biasa
digunakan untuk memaksimalkan hasil isolat DNA yang murni ditambahkan yaitu fenol,
klorofom, dan isoamil alkohol. Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA dari komponen sel
yang lain atau kontaminan yang tidak diinginkan. Pemisahan DNA dari komponen sel yang
lain, termasuk debris sel dilakukan dengan sentrifugasi (Fatchiyah, Estri, Sri, Rahayu 2011).
3.2.2 Elektroforesis
Setelah melakukan isolasi DNA selanjutkan praktikan melakukan tahap elektroforesis.
Elektroforesis adalah teknik yang digunakan untuk memisahkan dan memurnikan suatu
makromolekul khususnya protein dan asam nukleat berdasarkan perbedaan ukuran.
Elektroforesis merupakan metode yang paling banyak dipakai saat ini dalam percobaan biologi
molekuler. Teknik elektroforesis merupakan suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada
pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik (titik isoelektrik).
Pergerakan molekul dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan
sifat kimia dari molekul. Molekul terlarut dalam medan listrik bergerak atau migrasi dengan
kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Dengan demikian elektroforesis dapat
digunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam nukleat). Posisi molekul
yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan pewarnaan atau autoradiografi, ataupun
dilakukan kuantifikasi dengan densitometer (Magdeldin, 2012).
Prinsip dari teknik elektroforesis yaitu berdasarkan migrasi partikel bermuatan dibawah
pengaruh medan elektronik dalam kondisi yang konstan. Elektroforesis DNA memisahkan
sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang
biasa digunakan antara lain gel agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk
memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (bp).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui
matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju
migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan
laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar (DNA marker)
yang telah diketahui ukurannya. Prinsip kerjanya adalah jika molekul yang bermuatan negatif
(DNA) dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarose, kemudian dialiri arus listrik
dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya (positif), maka molekul tersebut akan
bergerak dari kutub negatif ke kutub positif (Elektroforesis) melalui membran matriks gel
agarose tersebut (Yuwono, 2008).
Hasil elektroforesis akan didapatkan pita-pita protein yang terpisahkan berdasarkan berat
molekulnya. Tebal tipisnya pita yang terbentuk dari pita protein menunjukkan kandungan atau
banyaknya protein yang mempunyai berat molekul yang sama yang berada pada posisi pita
yang sama. Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar
molekul sampel yang telah terpisah dapat dideteksi. Ketika dilihat di bawah sinar ultraviolet
akan terlihat pita-pita (band) pada lajur-lajur (lane) yang berbeda pada gel, satu lajur
merupakan arah pergerakan sampel dari sumur gel. Penanda (marker) yang merupakan
campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran
molekul dalam pita sampel dengan meng-elektroforesis penanda tersebut pada lajur di gel yang
paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur marker tersebut dapat dibandingkan dengan pita
sampel untuk menentukan ukurannya. Molekul - molekul yang bermuatan negatif (anion) akan
bergerak menuju kutub positif (anoda), sedangkan molekul - molekul yang bermuatan positif
(kation) akan bergerak menuju kutub negatif (katoda) (Jean and Francois G. 2010).
Pada tabel hasil diatas terlihat bahwa terdapat fragmen DNA yang terlihat terurai dan
tidak terurai. Semakin sedikit DNA yang terurai, maka semakin baik hasil elektroforesis DNA
nya. Perbandingan dari setiap sumur pada hasil praktikum ini terlihat bahwa pita fragmen DNA
yang tersinari UV menunjukkan adanya pergerakan atau migrasi, dimana pada sumur nomor 1
itu menunjukkan DNA marker, DNA marker digunakan untuk penanda posisi pasang basa yang
terdapat pada molekul DNA yang bermigrasi. Berdasarkan hasil elektroforesis diatas dapat
dilihat bahwa pada DNA marker terdiri dari 10-150 bp. Dari hasil elektroforesis tersebut
terdapat 15 sumur dan memiliki ketebalan pita yang berbeda-beda yang berada pada 130 bp.
Kemudian pada sumur 1, 2, 4, 5, 7, 10 dan 11 terdapat pita dengan ketebalan yang sangat tipis
dan hampir tidak terlihat, sedangkan pada sumur 8 dan 9 terlihat pita yang dihasilkan sangat
tipis dan pada sumur 12 tidak menghasilkan pita.
Hasil dari DNA elektroforesis harus dibandingkan dengan DNA marker. Adanya arus
dapat diketahui dari gelembung gas yang keluar dan arus berlangsung dari negatif ke positif.
DNA Marker adalah segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya. Marker
berfungsi untuk mengetahui ukuran DNA hasil apmlifikasi. Marker DNA yang terdapat dalam
gel elektroforesis berfungsi sebagai penanda posisi molekul DNA yang bermigrasi untuk
menentukan perkiraan ukuran basa-basanya. Marker DNA ini berfungsi sebagai penanda posisi
pasangan basa dari molekul DNA yang bermigrasi (Jean and Francois G. 2010).
Faktor yang dapat menyebab kegagalan dalam elektroforesis yaitu disebabkan
pencampuran Sampel DNA dengan DNA marker yang terlalu lama. Hal yang semacam ini
kemungkinan disebabkan oleh terlalu lamanya penyimpanan untai DNA setelah di isolasi pada
praktikum yang sebelumnya, atau terdapat sedikit kesalahan dalam penyimpanan sehingga
DNA terdenaturasi. Hal tersebut menyebabkan DNA ikut keluar dari plasmid sehingga tidak
tampak pada hasil elektroforesis. Kesalahan selanjutnya dapat terjadi pada saat melakukan
langkah kerja, misalnya langkah kerja yang kurang tepat, atau kekuatan dari arus listrik yang
tidak sesuai dengan prosedur juga bisa menyebabkan kegagalan dalam proses elektroforesis,
berat molekul, konsentrasi gel, atau kesalahan terbaliknya memasang kutub negatif atau positif,
dan juga bentuk konfrormasi dari molekul DNA juga dapat mempengaruhi kegagalan tersebut.
Tetapi, jika dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses elektroforesis dengan kondisi-
kondisi yang sudah dicek, kemungkinan ada faktor yang lain yang dapat mempengaruhi
keberhasilan pada proses ini, yaitu untai DNA itu sendiri ini dikarenakan dalam proses
penyimpanan sebelumnya yang kurang baik, yaitu dari suhu penyimpanan. Jika pita fragmen
DNA dapat terlihat maka dapat dihitung panjang fragmen dari suatu produk DNA. Pita fragmen
DNA dapat diukur dengan menggunakan suatu kurva regresi linier. Akan tetapi penggunaan
elektroforesis gel ini dirasakan kurang efisien karena lama pengerjaannya dan terbatasnya
jumlah sampel yang dapat diperiksa. Disamping itu, kadang kadang hasil PCR dalam gel
muncul pita yang tidak berbentuk (ghost atau smeary bands) atau pita yang terlampau banyak
sehingga hasilnya sulit diinterpretasikan (Lee, S.V. Bahaman, A. R., 2010).
3.2.3 Polymerase Chain Reaction (PCR)
Setelah elektroforesis tahan selanjutnya yaitu praktikan mendapatkan materi tentang
polymerase Chain Reaction (PCR). PCR merupakan teknik yang digunakan untuk
menggandakan DNA. Prinsip utama dari Polymerase Chain Reaction adalah DNA yang
memiliki sifat spesifik mengalami amplifikasi (dilakukan dengan penggunaan thermalcycler)
dan dibantu oleh enzim polymerase untuk melipat ganda. Enzim polimerase berperan dalam
penggabungan DNA pada cetakan tunggal untuk pembentukan rantai atau untaian yang
panjang dan enzim ini memerlukan bantuan yang biasanya disebut dengan primer. Primer ini
berasal dari DNA target yang terdapat dalam rangkaian basa nukleotida. Primer pada PCR bagi
menjadi dua yaitu primer forward dan primer reverse, dan berfungsi untuk mengawali rantai
DNA dalam melakukan sintesis. DNA pada proses PCR sangat penting karena DNA
merupakan bahan utama yang harus ada untuk melakukan proses PCR. Tanpa adanya DNA
dalam proses PCR maka hasil tersebut tidak akan diperoleh (Nooratiny et al., 2013).
Dalam PCR juga terdapat beberapa siklus seperti siklus yang diawali dengan denaturasi,
annealing (oleh primer reverse-forward), extension (oleh DNA polymerase). Denaturasi adalah
perubahan atau modifikasi struktur sekuender, tersier dan kuartener molekul tanpa adanya
pemecahan ikatan peptida. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC –
95 oC. Proses ini menyebabkan DNA yang semula untai ganda, kini terpecah menjadi untai
tunggal. Sampai di sini, proses berlanjut pada tahapan berikutnya yaitu penempelan primer.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang
komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk
antara primer dengan urutan komplemen pada template. Tahapan ini merupakan tahap lanjutan
dari terputusnya ikatan ganda DNA tamplate menjadi untai tunggal. Masing-masing untai
tunggal DNA template akan mengalami proses ‘pendinginan’ hingga mencapai suhu tertentu.
Hal ini dimaksudkan untuk memberi jeda bagi penempelan primer. Setiap untai tunggal DNA
template akan ditempeli pasangan primer. Ada dua jenis primer yang akan menempel, yaitu
primer maju (forward primer) dan primer mundur (reserve primer).
Setiap pasangan primer tersebut telah dipilih sedemikian rupa agar satu primer bersifat
komplementer terhadap salah satu ujung gen yang diinginkan pada salah satu rantai. Jadi,
masing-masing primer akan menempati ujung yang berbeda pada untai DNA. Pasangan primer
ini akan membentuk ikatan hidrogen dengan sekuen komplementernya. Dengan demikian
maka akan terbentuk molekul untai ganda yang stabil. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu
50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut
akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi
selanjutnya, misalnya pada 72 oC. Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini,
terjadi pada suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada
sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase
(Chen, J. et all 2010).
PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan
menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang
dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor
yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan
suatu alat yang disebut thermocycler. DNA Polimerase digunakan untuk proses
memperpanjang primer (extend primers) dengan adanya bantuan dari dNTPs (dATP, dCTP,
dGTP dan dTTP) dan buffer yang sesuai. Primer yang telah menempel pada untai tunggal DNA
template akan mengalami perpanjangan pada sisi 3 dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan template DNA polimerase. Proses pemanjangan (extension) primer ini
juga dikenal dengan istilah polimerisasi primer (Chen, J. et all 2010).
Dalam melakukan proses PCR terdapat komponen – komponen yang dibutuhkan pada
setiap siklus ini yaitu template DNA, fungsi DNA template di dalam proses PCR adalah
sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat
berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA
templat tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju.Penyiapan DNA templat untuk
proses PCR dapat dilakukan dengan menggunakan metode lisis sel ataupun dengan cara
melakukan isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid dengan menggunakan metode standar
yang ada. Dalam PCR sangat membutuhkan marker, marker adalah satuan pengukur yang
digunakan sebagai garis pembatas dalam sumur. Primer-primer PCR telah mengamplifikasi
DNA yang diduga mengandung gen. Salah satu faktor yang menyebabkan DNA tidak
berpendar adalah kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan, adanya kompetisi antar cetakan
DNA, dan konsentrasi cetakan DNA yang terlalu kecil. Keberhasilan yang dihasilkan dari
proses amplifikasi DNA melalui PCR dan proses visualisasi dengan elektroforesis dibutuhkan
DNA yang memiliki kualitas baik sehingga dapat digunakan dengan sesuai (Langga, 2012).
Faktor keberhasilan PCR sendiri ditentukan dari konsentrasi dan kualitas DNA,
konsentrasi DNA sebesar 0,01 – 0,1 µg setiap µl larutan template sudah cukup baik untuk PCR,
namun yang paling penting adalah DNA harus bebas dari pengotor seperti protein atau bahan
– bahan yang tersisa saat purifikasi seperti fenol atau alkohol. Kedua temperatur annealing dari
kedua primer, ukuran dan komposisi primer sangat mempengaruhi temperatur penempelan
primer terhadap untaian DNA target. Konsentrasi MgCl2, konsentrasi enzim polimerase juga
sangat diperlukan dan enzim yang digunakan sangat tergantung dari jenis enzim dan terakhir
konsentrasi dan kualitas primer. Rendahnya konsistensi hasil PCR disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya penempelan primer pada cetakan genom DNA yang tidak sempurna
disebabkan karena tidak tepatnya konsentrasi komponen-komponen PCR RAPD dan pengaruh
kualitas DNA templete. Konsentrasi template DNA berhubungan dengan konsentrasi primer,
sehingga perlu dicari optimalisasi rasio antara konsentrasi templete DNA dengan primer
(Martida dan Pharmawati, 2016).
Kemudian perancangan primer, keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari
primer yang digunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen
DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada
ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan
berdasarkan urutan DNA yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data
urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun
urutan protein yang dituju belum diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada
hasil analisis homologi dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai
hubungan kekerabatan yang terdekat. Dalam melakukan perancangan primer harus dipenuhi
kriteria – kriteria seperti panjang primer, komposisi primer, melting temperature, dan interaksi
antar primer. Dari PCR yang telah dilakukan, adapun cara merancang primer yang baik itu
sangat penting untuk keberhasilan reaksi PCR. Berikut hal yang harus dipertimbangan untuk
desain amplifikasi spesifik dengan hasil tinggi.
BAB IV
KESIMPULAN

Jadi berdasarkan hasil praktikum kali ini dapat disimpukan bahwa praktikan telah
mampu menjalankan tahapan-tahapan isolasi DNA dengan benar, dan praktikan mampu
mengisolasi serta mendeteksi DNA pada sampel yang diisi sesuai jenis sampel. Selain itu
praktikan dapat tahapan-tahapan elektroforesis dengan baik dan mahasiswa juga mampu
membaca serta mengidentifikasi keberadaan DNA berdasarkan pita-pita pada gel agarose.
Praktikan telah dapat mengetahui tahapan-tahapan amplifikasi PCR, serta praktikan dapat
mengetahui prinsip dan siklus-siklus PCR. Praktikan juga telah mengetahui faktor yang
mempengaruhi keberhasilan teknik amplifikasi DNA menggunakan PCR, yaitu dNTP
(deoksiribonukleotida triphosphat), oligonukleotida primer, DNA cetakan (template),
komposisi larutan buffer, jumlah siklus saat dilakukan reaksi, enzim yang digunakan, faktor
teknis, dan faktor non teknis.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urray, M.L. Cain, P.V. Minorsky, R.B Jackson & S.A.
Wasserman. (2008). Biology. 8th ed. Education Inc Pearson. San Fransisco: 1465 hlm.
Chen, J., Zhang, L., Paoli, G.C., Shi, C., Tu, S.-I., dan Shi, X., (2010). A real-time PCR method
for the detection of Salmonella enterica from food using a target sequence identified by
comparative genomic analysis. International Journal of Food Microbiology, 137: 168–
174.
Clark, D.P. & N.J. Pazdernik. (2009). Biotechnology Applying the Genetic Revolution.
Academic Press. New York.
Faatih, M. (2009). Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Jurusan Pendidikan Biologi FKIP,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 10,
No. 1, 2009:61-67.
Fatchiyah, Estri, Sri, Rahayu. (2011). Biologi Molekuler Prinsip Dasar Analisis. Erlangga.
Jakarta.
Gaikwad, K.S., Gawali, W.B., Yannawar, P. (2010). A Review on Speech Recognition
Technique. Volume 10, No.3. University Aurangaba. India.
Jean, Francois Giot. (2010). Agarose Gel Electrophoresis -Aplications in Clinical Chemistry.
Journal of Medical Biochemistry 2010; 29 (1).
Langga, I.F., Restu, M., dan Kuswinanti, T. (2012). Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi
dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw) serta Analisis Keragaman
Genetik dengan Teknik Rapd-Pcr. Sains & Teknologi, 12(3): 265-276.
Lee, S.V. Bahaman, A. R. (2010). Modifed Gel Preparation For Distinct DNA Fragment
Analys In Agarose Gel Electrophoresis. Tropical Biomedicine. 27 (2): 351-354.
Magdeldin, Sameh. (2012). Gel Electrophoresis - Principles and Basics. InTech Publisher
Rijeka. Croatia.
Martida, V dan Pharmawati, M. (2016). Pemilihan Primer Rapd (Random Amplified
Polymorphic DNA) Pada PCR (Polymerase Chain Reaction) Tanaman Kamboja
(Plumeria sp.). Simbiosis, 4(1): 16-18.
Nooratiny, I., Sahilah, A. M., Alfie, A.R.A., dan. Farouk, M. M. Y. (2013). DNA Extraction
from Ghee and Beef Species Identification Using Polymerase Chain Reaction (PCR)
Assay. International Food Research, 20(5): 2959-2961.
Walker, J.M., Rapley, R., (2009). Molecular Biology and Biotechnology 5th Edition, 125,
Royal Society and Chemistry, UK.
Yuwono, T. (2008). Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai