Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK DASAR RISET BIOMEDIS


ISOLASI TOTAL RNA
DARI PERIPHERAL BLOOD MONONUCLEAR CELLS DAN
ANALISIS EKSPRESI GEN DENGAN
REAL TIME POLYMERASE CHAIN REACTION

RACHMADINA
2310246498

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
A. LANDASAN TEORI
ISOLASI TOTAL RNA DARI PERIPHERAL BLOOD MONONUCLEAR CELLS
Pada sel mamalia terdapat 105 µg RNA. Sebagain besar RNA berperan dalam ekspresi
gen dan sintesis protein, tetapi hanya messanger RNA (mRNA) yang jumlahnya 1-5% dari
total RNA yang ditransalasi menjadi protein. Ribosomal RNA (rRNA) adalah penyusun
utama ribosom (80-85% dari total RNA) dan transfer RNA (tRNA) adalah RNA di
sitoplasma yang mengikat asam amuno secara kovalen dan membawa asam amino ke
ribosom untuk sintesis protein dimana jumlahnya didalam sel sebanyak 15-20% dari total
RNA (Meisnberg & Simmons, 2017; Sambrook, 2001).
RNA secara kimia jauh lebih reaktif dibandingkan DNA dan mudah dipecah dengan
adanya kontaminasi enzim RNase. RNase lebih sulit untuk diinkativasi karena adanya ikatan
disulfide, sehingga RNase tahan terhadap suhu tinggi dan metode denaturasi ringan serta
dapat melipat kembali dengan cepat setelah didenaturasi. RNase dilepaskan dari sel ketika sel
lisis serta terdapat juga di kulit, sehingga perlu tingkat kewaspadaan yang tinggi dalam
mencegah kontaminasi RNase pada peralatan kaca dan pembentukan RNase aerosol
(Sambrook, 2001).
Kunci keberhasilan dalam melakukan isolasi RNA yang murni dari sel dan jaringan
adalah kecepatan, dimana RNA paling murni dapat diperoleh dengan menggunakan metode
yang dapat menghilangkan materi seluler lain dengan sangat cepat dalam larutan yang
menginaktifkan RNase seluler. RNase seluler harus diinaktivasi dengan cepat dan lengkap
pada tahap pertama proses ekstraksi. Setelah RNase endogen dihancurkan atau dinetralkan,
ancaman langsung terhadap integritas RNA sangat berkurang, dan pemurnian dapat
dilanjutkan dengan kecepatan yang lebih baik. Salah satu metode dalam melakukan isolasi
RNA dari sel adalah menggunakan reagen yang akan mendenaturasi seperti Garam
guanidium, yang fungsinya secara bersamaan akan menghancurkan sel, melarutkan
komponen nya, dan mendenaturasi RNase endogen (Green & Sambrook, 2020).
Garam guanidinium adalah agen chaotropic yang menghancurkan struktur tiga
dimensi (3D) protein, yang umum digunakan adalah guanidinium isothiocyanate dan
guanidinium klorida. Guanidinium isothiocyanate digunakan karena adanya zat pereduksi
yang dapat memutus ikatan protein disulfida dan karena adanya deterjen seperti Sarkosil
untuk mengganggu interaksi hidrofobik. Selama homogenisasi atau lisis sampel, reagen ini
menjaga integritas RNA sekaligus mengahncurkan sel dan melarutkan komponen sel
(Green & Sambrook, 2020)

Isolasi RNA saat ini dilakukan dengan monophasic lysis reagent. Dalam metode ini,
sampel biologis dipecah dan dilisiskan dengan larutan monofasik guanidin isothiocyanate
(GITC) dan fenol, kemudian ditambahkan kloroform. Dengan melakukan sentrifugasi larutan
akan terpisah menjadi aqueous phase dan organic phase. RNA akan berada pada aqueous
phase di bagian atas, sedangkan DNA terkumpul pada interface, dan protein yang
terdenaturasi diekstraksi ke organic phase bagian bawah. Setelah aqueous phase diambil dan
dipindahkan, RNA lalu diendapkan dengan penambahan isopropanol
(Green & Sambrook, 2020)
.
Total RNA yang diisolasi dengan monophasic lysis reagent dapat digunakan untuk
berbagai aplikasi yaitu, northern blot analysis, dot blot hybridization, in vitro translation,
RNase protection, reverse transcription (cDNA synthesis), atau RT-PCR (reverse
transcriptase polymerase chain reaction)-based methods. Hasil total RNA tergantung dari
jaringan atau sel yang dijadikan sampel, tetapi secara umum jumlanya yaitu 4–7 µg/mg
jaringan atau 5–10 µg/106 sel. Untuk menilai kemurnian RNA sampel dihitung dengan Rasio
A260/280 (OD260/280), yaitu dengan nilai 1,7-2,0. Setelah dilakukan isolasi RNA, harus
dilakukan pemeriksaan dan pengukuran integritas RNA (Green & Sambrook, 2020).
Isolasi total RNA dapat dilakukan dengan menggunakan sampel darah, dimana yang
digunakan yaitu pheriperal blood mononuclear cells (PBMCs). PBMC dapat diisolasi dari sel
darah tepi dan ditandai dengan semua jenis sel darah yang memiliki satu inti/mononuclear
(limfosit, monosit, Natural Killer cells, dan sel dendritik). Pemisahan sel mononuclear dari
sel darah merah dan granulasit adalah dengan density gradient centrifugation. Media gradien
dengan density 1,077 g/ml (larutan Ficoll-Paque Plus) akan memisahkan darah menjadi dua
fraksi; sel darah merah dan PMN memiliki density lebih tinggi dan berada di fraksi paling
bawah, PBMC membentuk populasi sel yang tetap berada di fraksi dengan density rendah (di
atas sel darah merah/interfase membentuk lapisan buffy coat), sedangkan paling atas terdapat
fraksi plasma serum dan platelet (Kleiveland CR, 2015).

Gambar 1. Isolasi PBMC dari darah (a, b) dan PBMC (lapisan abu-abu) didapatkan
setelah sentrifugasi (c, d) (Kleiveland CR, 2015)
ANALISIS EKSPRESI GEN DENGAN REAL TIME POLYMERASE CHAIN
REACTION
Higuchi, dkk pada tahun 1992 menjadi pelopor dalam kinetik PCR yang juga dikenal
dengan real-time PCR dengan membuat sebuah sistem yang mendeteksi produk amplifikasi
saat terakumulasi. Real-time PCR memungkinkan kuantifikasi asam nukleat spesifik secara
tepat dalam campuran kompleks meskipun starting material memiliki konsentrasi yang
sangat rendah. Kuantifikasi ini didapat dengan memantau amplifikasi sequence target secara
real-time menggunakan teknologi fluoresen. Adanya peningkatan fluoresensi disebabkan oleh
pewarnaan (dye) DNA yang memiliki fluoresens yang akan berikatan dengan jumlah dsDNA
yang juga bertambah setiap siklus amplifikasi. Dengan membuat plotting antara peningkatan
fluoresensi dibandingkan dengan jumlah siklus akan memberikan gambaran lebih lengkap
tentang proses PCR dibandingkan menganalisis akumulasi produk dengan elektroforesis
setelah reaksi. Seberapa cepat target yang diamplifikasi mencapai tingkat threshold
berhubungan dengan jumlah starting material. Metode real-time PCR memiliki beberapa
keuntungan jika dibandingkan dengan PCR konvensional, yaitu proses yang lebih cepat,
kebutuhan untuk menganalisa produk post-PCR dengan gel elektroforesis berkurang, dan
sensitivitas lebih tinggi dengan adanya penggunaan pewarna fluoresen yang digunakan untuk
mendeteksi amplikon (Fraga et al., 2014; Navarro et al., 2015).
Pemanfaatan teknik real-time PCR paling umum adalah untuk meneliti tingkat
ekspresi gen, dengan cara menggabungkan teknik ini dengan teknik reverse transcription
(RT). Penggabungan dua teknik ini disebut real-time RT PCR dapat diukur kadar RNA
transkripsi (mRNA) secara kuantitatif. Analisis tingkat ekspresi gen dapat memberikan
informasi tentang fungsi gen. Misalnya, pengukuran ekspresi gen yang akurat dapat
mengidentifikasi jenis sel atau jaringan tempat gen diekspresikan, mengungkapkan tingkat
ekspresi gen individu dalam keadaan biologis tertentu (misalnya penyakit, perkembangan,
diferensiasi), dan mendeteksi perubahan dalam tingkat ekspresi gen. sebagai respons terhadap
rangsangan biologis tertentu (misalnya, faktor pertumbuhan atau obat-obatan). Penghitungan
mRNA dengan real time RT PCR dapat dilakukan dengan dua metode, pertama yaitu proses
one-step dimana semua proses mulai dari sintesis cDNA dan PCR dilakukan dalam satu
tabung, dan yang kedua yaitu proses proses two-step dimana proses sintesis cDNA (reverse
transcriptase reaction) dan PCR dilakukan pada tabung yang berbeda. Meskipun proses one-
step memiliki tahapan yang lebih sedikit dalam menangani sampel sehingga mengurangi
risiko kontaminasi sampel dan variasi antar eksperimen, tetapi proses ini juga membawa
risiko degradasi pada starting material mRNA yang lebih tinggi terutama ketika pengujian
berulang dilakukan dari sampel yang sama
(Fraga et al., 2014; Singh & Roy-Chowdhuri, 2016)
.
Selama proses amplifikasi PCR sekuens DNA akan dilipatgandakan pada setiap siklus
sehingga akan menghasilkan amplifikasi eksponensial dari DNA target awal. Amplifikasi
eksponensial hanya akan terjadi pada siklus awal ketika komponen PCR berada dalam jumlah
berlebih dibandingkan dengan sekuens target. Pada saat produk terakumulasi, substrat akan
habis, sehingga mengakibatkan inhibisi pada reaksi. Sehingga reaksi PCR dapat dibagi
menjadi tiga fase yaitu exponential, linear, and plateau (Fraga et al., 2014).
Keberhasilan real-time RT PCR dalam menganalisis ekspresi gen sangat ditentukan
oleh prosedur yang dikembangkan dalam mengubah mRNA menjadi complementary DNA
(cDNA). Prosedur ini merupakan langkah pertama dalam proses RT PCR, dimana proses
mengubah mRNA menjadi cDNA melalui proses reverse transcription yang dikatalis oleh
enzim reverse transcriptase. Sebuah fragmen DNA yang disebut primer ologonukleotida
akan berhibridasi dengan mRNA komplemen yang akan menyebabkan enzim reverse
transcriptase melakukan ekstensi pada primer dan membentuk untai DNA baru. Ada dua cara
yang paling umum dalam melakukan sintesis cDNA yaitu yang pertama menggunakan primer
+
oligo (dT) yang dapat berhibridasi dengan ekor Poli (A) pada ujung 3’ mRNA, serta yang
kedua yaitu random hexamer oligonukleotida yang dapat menjadi primer pada banyak regio
dari templet RNA. Setelah sintesis cDNA yang merupakan untai tunggal, dilanjutkan dengan
proses amplifikasi cDNA untuk membentuk DNA untai ganda (dsDNA) dengan PCR
menggunakan primer sense dan antisense. (Fraga et al., 2014).
Sebelum melakukan analisis gen dengan hasil real-time PCR, harus dipastikan
amplifikasi PCR bersifat spesifik yang dapat dilakukan dengan melakukan analisis pada
melting curve. Melting curve analysis digunakan untuk membedakan target amplifikasi
dengan artefak PCR seperti primer-dimer atau misprimed products (Fraga et al., 2014).
Untuk dapat membuat perbandingan yang valid antara berbagai sampel yang berbeda
perlu dilakukan perhitungan efisiensi amplifikasi pada primer. Dalam reaksi PCR yang
optimal, setiap amplikon akan direplikasi, dan jumlah produk akan berlipat ganda pada setiap
siklus. Misalnya, jika ada satu salinan rangkaian target yang ada di awal siklus pertama, maka
akan ada dua salinan di akhir siklus satu, empat di akhir siklus dua, delapan di akhir siklus
tiga, dan seterusnya. Untuk menentukan efisiensi amplifikasi pada set primer tertentu, perlu
dilakukan PCR pada rangkaian serial dilusi template standar. Secara teoritis, reaksi PCR yang
berlangsung pada efisiensi 100% akan memerlukan 3,3 siklus untuk meningkatkan
konsentrasi amplikon 10 kali lipat. Dengan membuat kurva standar nilai CT untuk setiap
serial dilusi akan menghasilkan garis yang kemiringannya (slope) berhubungan dengan
efisiensi reaksi. Kemiringan garis (slope) ini dan efisiensi amplifikasi dapat dihubungkan
dengan menggunakan rumus :
E = 10(−1/slope) – 1
Dimana E adalah efisiensi reaksi dan “slope” mengacu pada kemiringan garis pada kurva
yang dibuat dari nilai CT versus log jumlah templet. Kemiringan antara –3,6 dan –3,1
menunjukkan efisiensi antara 90% hingga 110% (Fraga et al., 2014).
Dari kurva standar juga dapat ditentukan Linearity (R2), dimana saat membuat kurva
dengan aplikasi microsoft excel maka akan dapat dilihat correlation coefficient R2 dari kurva
yang merupakan ukuran linearitas reaksi PCR. R 2 untuk setiap gen target harus bernilai 0,98
atau mendekati 1 (Broeders et al., 2014).
Untuk memastikan data yang dihasilkan dari real-time RT PCR berkualitas tinggi dan
menjaga kontrol kualitas, masing-masing sampel harus dijalankan dalam triplicate serta
dibutuhkan kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol negatif terdiri dari no template
control (NTC) untuk memastikan tidak ada kontaminasi pada reagen PCR dan No-reverse-
transcriptase control untuk mendeteksi adanya kontaminasi DNA pada RNA. Kontrol positif
untuk memastikan seluruh reagen bekerja dengan baik, dapat menggunakan DNA yang sudah
dipastikan mengandung sekuens target atau RNA yang sudah dipastikan mengandung
sekuens target (Fraga et al., 2014).
Dengan menetapkan ambang batas (threshold) maka dapat ditentukan nilai sinyal
fluoresensi yang cukup di atas background untuk dianggap sebagai sinyal yang bermakna.
Siklus di mana ambang batas (threshold) terpenuhi atau terlampaui disebut Cycle threshold
(CT), dan dapat digunakan untuk membuat perbandingan antar sampel. Adanya perbedaan
nilai CT diantara sampel menunjukkan adanya perbedaan jumlah awal sekuens target.
Misalnya, sampel dengan perbedaan nilai CT 1 poin menunjukkan adanya perbedaan jumlah
awal sekuens target sebanyak dua kali lipat dan sampel dengan nilai C T yang rendah berarti
memiliki jumlah awal sekuens target yang lebih banyak
(Fraga et al., 2014; Schmittgen & Livak, 2008)
.
Ada beberapa cara dalam melaporkan tingkat eskpresi gen dengan data dari real-time
PCR, yaitu menyajikan tingkat ekspresi secara absolut dan relative. Ekspresi absolut atau
menggunakan absolute quantification menyajikan data jumlah sekuens target dalam sampel
berupa copy number atau konsentrasi. Absolute quantification diperlukan jika ingin
mengetahui kuantitas amplikon yang valid, misalnya saat melakukan perhitungan viral load.
Relative quantification real-time PCR dari gen target disajikan sebagai nilai relatif terhadap
gen lain yang disebut kontrol internal (housekeeping gene atau reference gene). Jenis
housekeeping gene ini antara lain β-aktin, siklofilin, atau gliseraldehida-3-fosfat
dehydrogenase. Housekeeping gene berfungsi sebagai referensi internal antara beberapa
sampel yang berbeda dan membantu menormalkan kesalahan pada eksperimen
(Fraga et al., 2014; Schmittgen & Livak, 2008)
.
Salah satu metode dalam menyajikan data real-time PCR dengan Relative
quantification adalah dengan metode membandingkan nilai C T yaitu 2(-CT). Jika
menggunakan metode ini maka diasumsikan bahawa efisiensi PCR mendekati 1 dan efisiensi
PCR gen target dan gen reference hampir sama. Berdasarkan rumus di bawah ini
menggambarkan ekspresi gen (fold changes),
Fold changes = 2(-CT)
Rumus ini dapat digunakan untuk membandingkan ekspresi gen pada dua sampel berbeda
(sampel A dan sampel B); setiap sampel dibandingkan dengan gen kontrol internal
(housekeeping gene atau reference gene). Misalnya, sampel A adalah sampel yang diberi
perlakuan (treatment) dan sampel B tidak diberi perlakuan (control); sampel A boleh dalam
keadaan sakit dan sampel B, dalam keadaan normal atau sampel A tertular virus dan sampel
B tidak. Jadi berdasarkan persamaan di atas dicari CT pada kelompok treatment dan CT
pada kelompok control, dijabarkan,
CT (kelompok treatment) = CT(gen target) - CT(gen reference)
CT (kelompok control) = CT(gen target) - CT(gen reference)
CT = CT - rata-rata CT kelompok kontrol

B. ALAT DAN BAHAN


ISOLASI TOTAL RNA DARI PERIPHERAL BLOOD MONONUCLEAR CELLS
Alat
1. Micropipette (100-1000, 10-100 dan 0.5-10 L)
2. Microcentrifuge
3. Vortex
4. Microplate reader (Multiskan Sky, ThermoFisher Scientific)
5. Horizontal electrophoresis apparatus
6. GelDoc EZ System (Bio-Rad)
7. Microwave
8. Rak untuk microcentrifus 1.5 mL
9. Timer
10. Marker
Bahan
1. Histopaque (SIGMA, #Cat10771-100ML)
2. Tri-RNA reagent (Favorgen, cat# FATRR 001)
3. Isopropanol
4. Chloroform
5. Ice cold 70% ethanol
6. Nuclease-free water
7. Agarose
8. 1x TAE Buffer
9. GelRed Nucleic Acid Gel Stain (Biotium)
10. Gel-loading buffer
11. Microcentrifuge tube 1.5 mL
12. Micropipette tips (Filtered, sterile, nuclease-free) (100-1000, 10-100 dan 0.5-10 L)
13. Blood vacutainer with EDTA

ANALISIS EKSPRESI GEN DENGAN REAL TIME PCR


Alat
1. X960 Real-time PCR (Heal Force)
2. T100 Thermal cycler (Bio-Rad Laboratories)
3. Micropipette (100-1000, 10-100 dan 0.5-10 L)
4. Microcentrifuge (DiaLab)
5. Vortex
6. Heating block
7. PCR cooler (Eppendorf)
8. Rak untuk microcentrifus 1.5 mL
9. Marker
Bahan
1. Suspensi RNA
2. ExcelRT™ Reverse Transcription Kit (SMOBIO cat#RP1400)
3. ExcelTaq™ 2X Fast Q-PCR Master Mix (SYBR, no ROX) (SMOBIO cat# TQ1200)
4. Primer TGF dan GAPDH
5. Tabung PCR 0.2 mL
6. Nitrile glove
C. PROSEDUR KERJA
a. Isolasi PBMCs
1. Darah vena diambil sebanyak ~5 mL dengan venapuncture lalu ditampung dalam
vacutainer EDTA dan didiamkan pada suhu ruang selama ~30 menit, disiapkan 2
sampel darah vena;
2. Ke dalam tabung falcon 15 ml dimasukkan 4 mL larutan Ficoll/Lymphoprep;
3. Sampel darah yang sudah dihomogenkan dimasukkan kedalam tabung berisi
Ficoll/Lymphoprep (tanpa mengganggu larutan Ficoll) sebanyak 4mL;
4. Sentrifugasi tabung dengan kecepatan 400 g, soft decceleration selama 20 menit;
5. Disiapkan 1 tabung mikrosentrifus 1.5 mL dan diberi label I, II, III, dan IV;
6. Supernatant pada darah yang telah disentrifugasi dibuang tanpa mengganggu lapisan
Buffy Coat;
7. Lapisan Buffy Coat diambil sebanyak 250 µL, masing-masing sampel diambil 2x250
µL dan dipindahkan kedalam masing-masing tabung dengan label PBMC (I, II, III,
IV)

b. Isolasi RNA Total dari PBMC


1. 750 L Tri-RNA reagent ditambahkan ke dalam masing-masing tabung
mikrosentrifus yang mengandung PBMC (label I, II, III, IV);
2. Seluruh tabung sampel dilakukan sentrifus pada kecepatan 12.000xg pada suhu 4 0C
selama 5 menit. Supernatant yang dihasilkan lalu dipindahkan ke dalam tabung
mikrosentrifus yang baru;
3. Inkubasi pada suhu ruang selama 5 menit agar terjadi disosiasi kompleks
nucleoprotein;
4. Ditambahkan chloroform sebanyak 200 L pada masing-masing tabung kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 menit;
5. Sentrifus pada kecepatan 12.000xg pada suhu 40C selama 15 menit. Larutan terpisah
menjadi 3 bagian, bagian bawah mengandung larutan phenol-chloroform (merah),
interfase dan bagian atas lapisan aqueous phase yang transparent;
6. Sebanyak 500 µL aqueous phase dari masing-msaing sampel dipindahkan ke tabung
mikrosentrifus 1.5 mL yang baru yang sudah diberi label I, II, III, IV (dilakukan
dengan hati-hati, jangan menyentuh lapisan interphase);
7. 1x volume isopropanol (~500 L) ditambahkan dan inkubasi selama 10 menit pada
suhu ruang;
8. Sentrifus pada kecepatan 12.000xg selama 10 menit pada suhu 4 0C. Supernatant yang
dihasilkan lalu dibuang, sehingga tersisa pellet putih pada tabung;
9. Pellet lalu dicuci dengan 750 L ice cold 70% ethanol dan disentrifus pada kecepatan
12.000xg selama 1 menit pada suhu 40C;
10.Supernatant yang terbentuk dibuang dan RNA dikeringkan selama ~15 menit;
11.RNA diresuspensi dengan menggunakan 20 L nuclease-free water;
12.Didapatkan 4 sampel hasil isolasi RNA dengan label tabung I, II, III, IV;
13.RNA dapat disimpan pada suhu -800C

c. Pengukuran konsentrasi dan kemurnian RNA


1. Konsentrasi dan kemurnian RNA diukur menggunakan Microplate reader
(Multiskan Sky, ThermoFisher Scientific). Sebanyak 2 L suspensi RNA masing-
masing sampel (duplo) diletakkan ke dalam sumur. Peta pada Drop plate dicatat.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada OD260, OD280 dan OD230 dan dicatat
hasil ratio OD260/OD280 dan ration OD260/OD280 . DNA yang murni mempunyai ratio
OD260/OD280 = 1.8-2.0 dan OD260/230 2.0-2.2.
2. Dilakukan penghitung konsentrasi RNA menggunakan rumus berikut:
Konsetrasi RNA = OD260 x 40 g/mL

d. Pengukuran integritas RNA


1. Larutan agarose gel 1% dibuat dengan mencampurkan 0.5 g agarose dan 50 mL 1x
TAE buffer di dalam erlemeyer. Kemudian larutan dipanaskan dalam microwave
dengan suhu medium high selama ~2 menit sampai seluruh agarose larut (Jangan
biarkan larutan agarose terlalu lama mendidih). Larutan agarose dibiarkan dingin
sampai ~60oC dan kemudian ditambahkan 3 L GelRed Nucleaic Acid Stain dan
dicampur dengan cara memutar erlemeyer secara perlahan. Tuang larutan agarose ke
dalam gel cast (sebelumnya comb sudah diinsert dan hindari timbulnya gelembung
udara);
2. Setelah gel mengeras (~30 menit), comb diangkat dan gel dipindahkan ke dalam
tank electrophoresis;
3. 1x TAE buffer ditambahkan sampai ketinggian buffer ~5 mm di atas permukaan gel;
4. Berdasarkan hasil penghitungan konsentrasi RNA, dicampur ~0.5 g RNA (4 µL)
dan 3 uL 6x gel-loading buffer di atas kertas parafilm;
5. Pipet setiap sampel RNA ke dalam setiap comb dengan urutan berikut:
Ladder I II III IV

6. Run dengan voltase 1-5 V/cm sampai bromophenol blue dye telah mencapai ¾
panjang gel;
7. Visualisasi gel menggunakan GelDoc EZ System (Bio-Rad). RNA dari sel eukariot
dengan integritas baik ditandai dengan gambaran 2 pita berukuran lebih kurang 2 kB
(28s rRNA) dan 0.8 kB (18s rRNA) dengan ration ~2:1. RNA yang mengalami
degradasi partial tidak akan menunjukkan ratio 28s rRNA: 18s rRNA 2:1 sedangkan
yang mengalami degradasi total akan menunjukkan gambaran “smear” dengan pita
berukuran kecil.

e. Sintesis cDNA
1. Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses persiapan reaksi PCR:
- Selalu menggunakan powder-free gloves selama proses persiapan reaksi PCR
oleh karena RNase banyak terdapat di kulit
- Menggunakan sterile filtered tips
- Semua reagen RT PCR harus selalu dipertahankan dalam suhu ~4 oC selama
proses persiapan
2. Persiapkan Denature (Mixture A):
Total RNA (5 g)* X μl
Oligo (dT) 1 μl
DEPC-treated H2O to 10 μl

Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi dan kemurnian sampel RNA dicari volume
sampel RNA yang akan digunakan berdasarkan tabel :
Tabel 1. Volume isolate RNA dan larutan DEPC-treated H2O)
Sampe Conc1 Conc2 Mean 260/280 260/230 ug/ul 5 ug DEPC-
l Conc RNA treated
(ug/mL H20
) (9-vol
RNA)
I 1980 1970 1975 1,71 NaN 1,97 2,5 µL 6,5 µL
5
II 2120 2010 2065 1,535 NaN 2,06 2,4 µL 6,6 µL
5
III 162 158 160 1,99 0,175 0,16 31,25 -22,25
µL µL
IV 268 265 266,5 1,75 0,374 0,26 18,79 -9,79
6 µL µL

Karena sampel pada tabung 3 dan 4 memiliki konsentrasi yang kurang, sehingga
selanjutnya hanya digunakan sampel pada tabung 1 dan tabung 2.
Tabung 1 dijadikan kontrol dan dibuat dalam 5 sampel (dimasukkan ke dalam tabung
PCR strip, diberi label pada setiap hole C1, 2, 3, 4, 5), tabung 2 dijadikan treatment
dan dibuat dalam 5 sampel (dimasukkan ke dalam tabung PCR strip, diberi label pada
setiap hole T1, 2, 3, 4, 5).
- Vortex beberapa detik dan spin down
- Inkubasi pada 70oC selama 5 menit (menggunakan Thermal Cycler T100 Bio-Rad)
- Segera letakkan tabung PCR di atas es selama ~1 menit
3. First strand cDNA buffer (Mixture B)
1 reaksi 11 reaksi (master mix)
5X RT Buffer (DTT/dNTPs) 4 μl 44 μl
DEPC-treated H2O 5 μl 55 μl
RTase/RI enzyme mix 1 μl 11 μl
Final Volume 10 μl 110 μl

4. First strand cDNA synthesis


Mixture A (RNA + primers) 10 μl
Mixture B (First strand cDNA buffer) 10 μl
Final Volume 20 μl

Setting Thermal Cycler dengan kondisi berikut


- 25oC selama 10 menit (annealing)
- 50oC selama 50 menit (extention)
- 85oC selama 5 menit (RTase inactivation)
Didapatkan sebanyak 5 sampel cDNA yang dilabel sebagai “control” dan 5 sampel
cDNA yang dilabel sebagai “treatment” dan dapat digunakan untuk real-time PCR
atau disimpan pada suhu -20oC.

f. Real-time PCR
1. Persiapkan cDNA yang didilusi 1:50 (Diluted cDNA) dengan mencampur 2 μL
cDNA + 98 μL NFW (dilakukan pada tabung strip PCR baru sebanyak 2 buah, diberi
label diluted cDNA Control 1,2,3,4,5 dan diluted cDNA Treatment 1,2,3,4,5)
2. Persiapkan serial dilution cDNA untuk kurva standar. Pooling 4 sampel cDNA
(masing-masing 2 μL dari tabung C1, C2, T1, T2) dalam tabung PCR 0.2 mL. Buat
serial dilution 1:5 dengan NFW.

Pada saat praktikum dilakukan koreksi pada serial dilution, yaitu pada tabung SD2,
SD3, SD4, dan SD5 dimasukkan 32 μL NFW dan ditambahkan dengan 8 μL cDNA
dari tabung sebelumnya (8:40 atau 1:5 serial dilution).
3. Persiapkan master mix untuk masing-masing gen TGF- dan GAPDH. Tentukan
jumlah reaksi yang dibutuhkan (Jumlah sampel (x2) + 5 standar (x2) + NTC (x2) +
ekstra 3 reaksi). Buat 5 sampel untuk kelompok treatment dan 5 sampel untuk
kelompok control (jumlah sampel=10)
Reagen Volume 1 reaksi (μL) Volume 35 reaksi (μL)
cDNA 2
TGF- Forward primer (5 μM) 1 35
TGF-Reverse primer (5 μM 1 35
2X Fast Q-PCR Master mix 10 350
(SYBR)
NFW 6 210

Pipet 18 μL master mix ke setiap tabung PCR atau well jika menggunakan strip/96-
well plate, dengan peta sebagai berikut :

GAPDH TGF-β
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A SD1 SD1 C1 C1 T1 T1 SD1 SD2 C1 C1 T1 T1
B SD2 SD2 C2 C2 T2 T2 SD2 SD2 C2 C2 T2 T2
C SD3 SD3 C3 C3 T3 T3 SD3 SD3 C3 C3 T3 T3
D SD4 SD4 C4 C4 T4 T4 SD4 SD4 C4 C4 T4 T4
E SD5 SD5 C5 C5 T5 T5 SD5 SD5 C5 C5 T5 T5
F NTC NTC NTC NTC
G
H
Keterangan : SD = Standar; C = Control; T = Treatment, NTC = no template control
4. Tambahkan masing-masing 2 μL diluted cDNA (1:50)/standar/NFW ke dalam well
sesuai dengan lay-out PCR. Spin down.
5. Lakukan PCR pada X960 Real-time PCR (Heal Force) dengan kondisi berikut:
Step Siklus Suhu Waktu
Denaturasi template 1 95oC 2
dan inaktivasi enzim menit
Denaturasi 40 95oC 15
detik
Annealing dan 60oC 1
ekstensi menit

6. Setelah RT-PCR selesai, periksa efisiensi PCR dan correlation coefficient (R 2) pada
standar curve. Efisiensi 100% setara dengan slope = -3.32, sesuai dengan rumus
berikut:
Efisiensi = 10 (-1/slope) – 1
Efisiensi PCR harus antara 90%-110% (Slope -3.58-(-3.10))
R2 sebaiknya mendekati 1 (>0.99)
7. Periksa melting curve, amplifikasi spesifik ditandai oleh dengan melting curve dengan
1 peak
8. Bandingkan ekspresi mRNA TGF antar sampel dan bandingkan tingkat ekspresi
TGF kelompok treatment relatif terhadap kelompok kontrol (set eksresi TGF
kelompok kontrol= 1).
9. Buat grafik distribusi ekspresi gen TGF.

D. HASIL
a. Hasil Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian RNA
Konsentrasi dan kemurnian RNA didapatkan dengan menggunakan Spektrofotometer,
yaitu seperti ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 2. Pengukuran Kemurnian dan Konsentrasi RNA
No. Well Nama Ratio Ratio Konsentrasi
Sampel OD230/ OD260/ (µg / mL)
OD280 OD280
1. A2 Blanko
2. A3 Blanko
3. B2 I NaN 1,72 1980
4. B3 I NaN 1,7 1970
5. C2 II NaN 1,35 2120
6. C3 II NaN 1,72 2010
7. D2 III 0,175 1,97 162
8. D3 III 0,176 2,01 158
9. E2 IV 0,374 1,76 268
10. E3 IV 0,374 1,75 265
Berdasarkan tabel di atas, sampel dengan kemurnian dengan ratio OD 260/ OD280 yang
paling baik adalah sampel III (dengan rata-rata ratio OD 260/ OD280 = 1.99), tetapi sampel III
memiliki konsentrasi RNA yang rendah dibandingkan sampel lainnya. Tidak ada sampel
yang kemurnian ratio OD230/ OD280 yang baik. Sampel I dan II mempunyai konsentrasi RNA
yang tinggi dibandingkan sampel III dan IV.

b. Hasil Pengukuran Integritas RNA


Gambar visualisasi hasil pengukuran integritas RNA dengan menggunakan
elektroforesis.

Gambar 2. Hasil Elektroforesis Isolasi RNA


Pada gambar hasil pengukuran integritas RNA menggunakan elektroforesis
menunjukkan bahwa tidak ditemukannya gambaran pita RNA.

c. Hasil Real Time PCR


Hasil Real Time PCR berupa nilai Ct dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut
Tabel 3. Hasil Nilai Ct Real Time PCR
Hole Nama Gen Ct
Sampel
A01 SD1 GAPDH 20

A02 SD1 20,67

A03 C1 21,6

A04 C1 26,25

A05 T1 22,57

A06 T1 24,54

B01 SD2 19,19

B02 SD2 20,85

B03 C2 23,04

B04 C2 22,83

B05 T2 21,44

B06 T2 25

C01 SD3 18,06

C02 SD3 20,5

C03 C3 19,57

C04 C3 20,55

C05 T3 21,11

C06 T3 22,19

D01 SD4 17,8

D02 SD4 19,63

D03 C4 20,81

D04 C4 22,18

D05 T4 21,67

D06 T4 22,72

E01 SD5 17,64

E02 SD5 19,56

E03 C5 19,02

E04 C5 21,52

E05 T5 22,16

E06 T5 21,19

F01 NTC
F02 NTC
A07 SD1 TGF-β 28,42

A08 SD1 28,55

A09 C1 28,79

A10 C1 29,15

A11 T1 28,79

A12 T1 28,86

B07 SD2 29,2

B08 SD2 28,79

B09 C2 28,52

B10 C2 29,04

B11 T2 28,85

B12 T2 26,25

C07 SD3 28,78

C08 SD3 31,26

C09 C3 28,59

C10 C3 28,85

C11 T3 28,99
KUALITAS Real Time PCR
Untuk mengetahui kualitas Real-Time PCR yang dilakukan baik atau tidak, dapat
diketahui dengan memperhitungkan nilai efisiensi PCR dan Correaltion coefficient (R2) pada
kurva standar (Standard Curve). Berdasarkan tabel Hasil Nilai Ct Real Time PCR, diambil
nilai Ct pada hole yang berisi standar (SD1,SD2,SD3,SD4,SD5) kemudian dimasukkan ke
dalam tabel berikut :
Tabel 4. Nilai Ct Pada Sampel Standar
DNA Log DNA Ct
Sampel copies/ml copies/mL TGFB
SD1 100000 5 28,485
SD2 20000 4,301029996 28,995
SD3 4000 3,602059991 30,02
SD4 800 2,903089987 28,44
SD5 160 2,204119983 30,505

Dari tabel tersebut dibuat kurva standar, yaitu sebagai berikut :

Standard Curve
31
30.5
30
f(x) = − 0.498590780488577 x + 31.0849539024429
29.5 R² = 0.350342691978182
29
Ct

28.5
28
27.5
27
2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Log DNA copies/mL

Gambar 4. Kurva Standar


Dari kurva standar dilakukan penghitungan Efisiensi PCR dan Correaltion coefficient
(R2), yaitu sebagai berikut :
y = mx+b m = slope
b = intercept
y=-
0,4986x+31,085 slope = -0,4986
intercept = 31,08

Efisiensi = E 10030,14645
Efisiensi = 10030 %
R2 = 0,3503

MELTING CURVE ANALYSIS


Untuk dapat membedakan target amplifikasi dengan amplifikasi non-spesifik antara
lain primer-dimer atau produk mispriming dapat dihat dengan Melting Curve Analysis.

Gambar 5. Melting Curve Analysis

Gambar 6. Kurva Amplifikasi


EKSPRESI mRNA TGFβ
Hasil analisis ekspresi gen dengan RT PCR menggunakan metode relative
quantification dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Analilis Ekspresi Gen TGF β
TGFβ Ct1 Ct2 AVG GAPDH Ct1 Ct2 AVG CT CT 2^Ct
28,79 29,15 21,6 26,25 0,28420424
Control1 28,97 Control1 23,925 5,045 -1,815 3
Control2 28,52 29,04 28,78 Control2 23,04 22,83 22,935 5,845 -1,015 0,49482832
8
28,59 28,85 19,57 20,55 3,48220225
Control3 28,72 Control3 20,06 8,66 1,8 3
28,15 28,64 20,81 22,18 1,02811382
Control4 28,395 Control4 21,495 6,9 0,04 7
27,01 29,23 19,02 21,52 1,98618499
Control5 28,12 Control5 20,27 7,85 0,99 1
Treatment 28,79 28,86 Treatment 22,57 24,54 0,33217145
1 28,825 1 23,555 5,27 -1,59 4
Treatment 28,85 26,25 Treatment 21,44 25 0,17313868
2 27,55 2 23,22 4,33 -2,53 4
Treatment 28,99 28,58 Treatment 21,11 22,19 1,20999408
3 28,785 3 21,65 7,135 0,275 9
Treatment 28,91 28,41 Treatment 21,67 22,72 0,76048937
4 28,66 4 22,195 6,465 -0,395 7
Treatment 29,14 28,18 Treatment 22,16 21,19 1,09050773
5 28,66 5 21,675 6,985 0,125 3

Berikut disajikan ekspresi gen TGFβ dalam bentuk diagram :


Treatme
Control nt
1,45510
Mean 7 0,71326
SD 1,17189 0,407001

Tingkat ekspresi gen TGFB


1.36
1.34
1.32
1.3
1.28
1.26
Fold

1.24
1.22
1.2
1.18
1.16
Control Treatment
Kelompok Penderita

Gambar 7. Diagram Distribusi Ekspresi Gen TGFβ

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan ekspresi gen antara kelompok control dan
treatment, dapat dilakukan uji statistik, yaitu uji t tidak berpasangan jika sebaran data
normal. Jika sebaran data tidak normal dilakukan uji alternatif Mann Whitney.
E. PEMBAHASAN
ISOLASI RNA
Setelah melakukan isolasi RNA maka dilakukan pengukuran konsentrasi dan
kemurnian RNA. Untuk menghitung kuantitas DNA dan RNA dilakukan pemeriksaan
absorbansi pada panjang gelombang 260nm dan konsentrasi RNA dapat ditentukan dengan
mengalikan hasil absorbansi dengan 40 µg/mL. Meskipun konsentrasi asam nukleat dapat
diperkirakan dengan mengetahui absorbansi pada panjang gelombang 260nm, tetapi
kemurnian asam nukleat tetap harus diperiksa dengan cara membandingkan absorbansi pada
panjang gelombang 260nm dan absorbansi sampel pada berbagai panjang gelombang.
Absorbansi pada 230nm menggambarkan adanya ion fenolat, tiosianat, dan senyawa organik
lainnya, sedangkan absorbansi pada 280nm menunjukkan adanya protein, karena asam amino
aromatik menyerap kuat pada 280nm (Sambrook, 2001).
Pada praktikum ini konsentrasi paling tinggi pada isolasi RNA adalah pada sampel I
dan II (1975 µg/mL dan 2065 µg/mL), tetapi pada kedua sampel ini kemurnian OD 260/280 nya
adalah di bawah 1.8, sehingga dapat dikatakan meskipun konsentrasi RNA tinggi tetapi
sampel RNA ini masih ada kontaminasi dari protein, sedangkan kemurnian OD 260/230
menunjukkan hasil Nan (sangat tinggi), sehingga dapat disimpulkan tidak ada kontaminasi
dari ion fenolat, tiosianat, dan senyawa organik lainnya. Sampel III memiliki kemurnian
OD260/280 yang bagus yaitu 1,99 artinya pada sampel ini tidak ada kontaminasi protein, tetapi
kemurnian OD260/230 sangat rendah yaitu 0,175 yang artinya sampel sangat banyak
terkontaminasi oleh ion fenolat, tiosianat, dan senyawa organik lainnya.
Sampel I dan II yang digunakan sebagai sampel lanjutan untuk melakukan praktikum
rela-time RT PCR memiliki kemurnian OD 260/280 yang kurang bagus, sehingga dapat
menimbulkan efek kepada hasil RT PCR. Kemurnian sampel (RNA atau DNA) akan
berpengaruh terhadap efisiensi amplifikasi PCR, karena RNA yang tidak murni berarti ada
kontaminan di dalam nya yang bisa menjadi inhibitor dalam reaksi PCR sehingga dapat
menurunkan efisiensi amplifikasi reaksi PCR (Fraga et al., 2014).
Salah satu cara untuk memeriksa integritas RNA adalah dengan agarose gel
elektroforesis yang sudah diwarnai dengan GelRed Nucleaic Acid Stain sebagai pengganti
EtBr karena bersifat toksik. Total RNA dengan integritas yang baik atau intak jika dilakukan
elektroforesis dengan agarose gel akan menghasilkan pita rRNA 28S dan 18S yang tajam dan
jelas. Pita 28S rRNA harus kira-kira dua kali lebih kuat dari pita 18S rRNA, rasio 2:1
(28S:18S) ini merupakan indikasi yang baik bahwa RNA benar-benar utuh. RNA yang
terdegradasi sebagian akan menunjukkan gambaran “smeared”, tidak memiliki pita rRNA
yang tajam, atau tidak menghasilkan rasio RNA berkualitas tinggi 2:1. RNA yang
terdegradasi total akan tampak sebagai “smear” pada pita yang berukuran kecil seperti
tampak pada gambar berikut : (Thermo Fisher Scientific, n.d.)

Gambar 8. Hasil Elektroforesis RNA Intak vs Terdegradasi


Pada praktikum ini hasil pemeriksaan integritas RNA dengan agarose gel
elektroforesis tidak didapatkan adanya gambara pita RNA pada setiap sampel. Hal ini bisa
disebabkan karena pengukuran integritas RNA langsung dilakukan setelah dilakukan
rehidrasi pada pellet RNA, sehingga pada saat larutan diambil untuk dilakukan elektroforesis
larutan tersebut belum homogen, dimana sampel larutan yang diambil sebenarnya tidak
terdapat RNA. Untuk hasil yang lebih baik dapat sampel RNA dapat didiamkan semalaman
agar pellet RNA homogen dengan larutan rehidrasi, kemudian diperiksa kembali integritas
RNA.
Tidak terbentuknya pita pada pemeriksaan integritas RNA juga dapat menunjukkan
adanya degradasi pada RNA. Karena residu ribose dari RNA membawa gugus hidroksil pada
posisi 2' dan 3', RNA secara kimia jauh lebih reaktif dibandingkan DNA dan mudah dipecah
dengan adanya kontaminasi dari enzim RNase. Sementara enzim RNase ini dengan cepat
akan dilepaskan saat terjadi lisis sel, selain itu juga terdapat pada kulit serta adanya
kemungkinan kontaminan RNase secara aerosol. Sehingga sampel RNA ini sangat rentan
terjadi degradasi akibat enzim RNase (Sambrook, 2001) . Integritas RNA yang tidak baik
menunjukkan kualitas sampel RNA yang tidak baik, hal ini dapat berefek terhadap hasil RT
PCR dimana akan dihasilkan kualitas dari produk RT PCR yang buruk (Fraga et al., 2014).

ANALISIS EKSPRESI GEN DENGAN REAL TIME PCR


Sebelum melakukan analisis pada data yang dihasilkan oleh real-time PCR, perlu
diketahui dulu kualitas real-time PCR yang telah dilakukan baik atau tidak dengan mencari
nilai efisiensi PCR dan Correaltion coefficient (R2) pada kurva standar (Standard Curve).
Pada praktikum ini didapatkan nilai efisiensi PCR yang tidak bagus yaitu 10030 %, (efisiensi
PCR yang baik = 90%-110%), hal ini bisa disebabkan karena reaksi pada sampel mungkin
mengandung inhibitor PCR dimana pada hasil penghitungan kemurnian RNA OD260/280
menunjukkan tingkat kemurnian yang tidak baik, jadi kontaminasi protein tersebut dapat
menjadi inhibitor pada reaksi PCR yang menyebabkan nilai efisiensi reaksi PCR menjadi
tidak baik. Berdasarkan nilai efisiensi PCR dan Correaltion coefficient (R2), pada praktikum
ini dapat disimpulkan bahwa kualitas produk PCR tidak baik. Hal ini dapat disebabkan
karena tidak bagus nya kualitas dari RNA, dapat dilihat pada hasil pengukuran integritas
RNA sebelumnya tidak ada pita RNA yang terbentuk pada gambaran elektroforesis agarose
gel. Selain itu juga bisa disebabkan karena sintesis cDNA tidak optimal, untuk penyebab ini
dapat diatasi dengan menambahkan cDNA pada masing-masing sampel untuk reaksi PCR
(Fraga et al., 2014).
Nilai efisiensi PCR yang lebih tinggi dari 120% dapat disebabkan karena banyaknya
primer-dimer, metode pipetting praktikan yang tidak akurat, dan adanya inhibitor
(Sigmaaldrich, n.d.). Pada praktikum ini kurva standar menunjukkan adanya ketidaksesuaian
antara konsentrasi cDNA dengan nilai Ct, seharusnya Standar dengan konsentrasi awal
cDNA nya tinggi nilai Ct akan lebih rendah daripada Standar dengan konsentrasi awal cDNA
yang rendah (pada SD4 dengan konsentrasi cDNA 800 copies/mL nilai Ct lebih rendah
daripada SD3 dengan konsentrasi cDNA 4000 copies/mL). Penyebab ini dapat diatasi dengan
cara mengurangi konsentrasi primer, dalam RT PCR dapat dipakai enzim reverse
transcriptase dengan jumlah lebih sedikit, meningkatkan suhu saat melakukan inkubasi dalam
RT PCR, pipet harus dikalibrasi dan metode pipetting praktikan juga harus diperbaiki,
terakhir sampel harus dibuat dalam kemurnian yang baik dan gunakan pengenceran yang
lebih tinggi dalam pengujian (Sigmaaldrich, n.d.). Pada praktikum ini terutama yang harus
diperhatikan adalah metode pipetting praktikan sebaiknya dilatih agar bisa mendapatkan
volume larutan yang lebih akurat.
Untuk dapat membedakan target amplifikasi dengan amplifikasi non-spesifik antara
lain primer-dimer atau produk mispriming dapat dihat dengan Melting Curve Analysis. Pada
praktikum ini dapat dilihat melting curve pada beberapa yang terbentuk terdapat dua peak
(puncak), pada puncak yang berada di bawah menunjukkan adanya denaturasi fragmen DNA
pada temperature lebih rendah, hal ini bisa disebabkan karena adanya primer-dimer. Hasil
melting curve yang menunjukkan adanya primer-dimer ini bisa disebabkan karena
konsentrasi template terlalu rendah, yang kemudian dapat diatasi dengan cara meningkatkan
konsentrasi template. Konsentrasi template yang rendah ini juga mungkin disebabkan karena
cara pippeting praktikan yang tidak akurat, sehingga dalam mengambil sampel serta reagen
tidak mendapatkan volume yang sesuai (Fraga et al., 2014).
Pada kurva amplifikasi praktikum ini dapat terlihat bahwa masing-masing sampel
menghasilkan kurva amplifikasi yang sesuai teori yaitu menggambarkan ada nya 3 fase dalam
amplifikasi, yaitu exponential, linear, dan plateau. Pada fase exponential, reaksi PCR
berlangsung dengan efisiensi 100%, yang menggambarkan adanya penggandaan dari produk
PCR pada setiapp siklus nya. Kemudian reaksi akan melambat dan masuk ke fase berikut nya
yang disebut fase linear yang disebut juga fase noneksponensial. Selanjutnya reaksi akan
semakin lambat dan berhenti karena habisnya substran dan terjadinya inhibisi oleh produk
PCR dan akan masuk ke fase yang disebut fase plateau (Fraga et al., 2014).
Salah satu metode dalam menyajikan data real-time PCR dengan Relative
quantification adalah dengan metode membandingkan nilai C T yaitu 2(-CT). 2(-CT) akan
menggambarkan tingkat ekspresi gen. Dalam melakukan sebuah eksperimen, kita dapat
membandingkan tingkat ekspresi gen pada kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberikan
obat untuk suatu penyakit) dan kelompok treatment (kelompok yang diberikan obat)
(Schmittgen & Livak, 2008) . Pada eksperimen dengan dua kelompok tidak berpasangan dan
data numerik dilakukan uji statistik t tidak berpasangan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan bermakna ekspresi gen kelompok kontrol dan treatment. Sebelum dilakukan uji t
tidak berpasangan, dilakukan dulu uji normalitas data. Pada praktikum ini uji normalitas data
didapatkan p value (kontrol) adalah 0,2 dan p value (treatment) adalah 0,2, sehingga dapat
disimpulkan distribusi data ekspresi gen pada kelompok kontrol dan treatment adalah normal.
Selanjutnya dilakukan uji statistic t tidak berpasangan dan didapatkan hasil p value 0.266,
sehingga disimpul tidak ada perbedaan bermakna antara ekspresi gen pada kelompok control
dan kelompok treatment.
Keuntungan menggunakan metode relative quantification adalah tidak diperlukannya
pembuatan kurva standar. Tetapi metode ini memerlukan standar internal yang sesuai untuk
mengendalikan variabilitas antar sampel yang bisa merupakan housekeeping gene. Pemilihan
housekeeping gene harus dilakukan dengan sangat berhati-hati dan butuh usaha lebih untuk
memastikan dengan akurat bahwa housekeeping gene tersebut akan menghasilkan ekspresi
gen yang sama (tidak bervariasi) dalam treatment regimen yang sedang diteliti
(Fraga et al., 2014)
.
Selain dengan metode relative quantification, analisis data real-time PCR juga dapat
dilakukan dengan metode absolute quantification. Keuntungan metode absolute
quantification jika kita membutuhkan kuantitas yang pasti dari amplicon seperti dalam
menghitung viral load. Kerugian metode absolute quantification adalah perlu nya dibuat
kurva standar, selain itu sebenarnya penyajian data dalam bentuk jumlah nyata copy number
sering kali tidak diperlukan, cukup dengan disajikan sebagai perhitungan relative saja.
Misalnya, adanya treatment dapat meningkatkan ekspresi pada sebuah gene dari 10.000
menjadi 50.000 copy number per cell, dengan melaporkan adanya peningkatan ekspresi gen
lima kali lipat sudah cukup (Schmittgen & Livak, 2008).
Keberhasilan RT PCR juga ditentukan oleh desain primer. Desain primer yang
optimal sangat penting untuk amplifikasi sekuens target secara efisien. Beberapa fitur utama
dari desain primer real-time RT PCR yang efektif yaitu sebagai berikut (Fraga et al., 2014):
1. Pasangan primer harus memperkuat amplikon dengan ukuran yang sesuai (<300 bp,
idealnya 100 hingga 200 bp).
2. Primer harus berada di atas intron atau mengapit intron dengan ukuran besar.
3. Tempat pengikatan primer tidak boleh memiliki struktur sekunder yang luas.
4. Ujung 3’ primer harus bebas dari struktur sekunder dan sekuens berulang (repetitive
sequences).
5. Pasangan primer tidak boleh saling melengkapi satu sama lain atau dirinya sendiri
secara signifikan.
6. Pasangan primer harus memiliki kandungan GC yang kira-kira sama (antara 40%
hingga 70%) dan memiliki suhu annealing yang serupa.
F. DAFTAR PUSTAKA
Broeders, S., Huber, I., Grohmann, L., Berben, G., Taverniers, I., Mazzara, M., Roosens, N., &
Morisset, D. (2014). Guidelines for validation of qualitative real-time PCR methods. In
Trends in Food Science and Technology (Vol. 37, Issue 2, pp. 115–126). Elsevier Ltd.
https://doi.org/10.1016/j.tifs.2014.03.008
Fraga, D., Meulia, T., & Fenster, S. (2014). Real-Time PCR. Current Protocols in Essential
Laboratory Techniques, 2014, 10.3.1-10.3.40.
https://doi.org/10.1002/9780470089941.et1003s08
Green, M. R., & Sambrook, J. (2020). Isolation of Total RNA Using Monophasic Lysis Reagents.
In Cold Spring Harbor Protocols (Vol. 2020, Issue 9, pp. 371–374). Cold Spring Harbor
Laboratory Press. https://doi.org/10.1101/pdb.top101642
Kleiveland CR. (2015). Peripheral Blood Mononuclear Cells. In The Impact of Food Bioactives on
Health: in vitro and ex vivo models. Cham (CH): Springer.
Meisnberg, G., & Simmons, W. H. (2017). Principles of Medical Biochemistry (4th ed.). Elsevier.
Navarro, E., Serrano-Heras, G., Castaño, M. J., & Solera, J. (2015). Real-time PCR detection
chemistry. In Clinica Chimica Acta (Vol. 439, pp. 231–250). Elsevier.
https://doi.org/10.1016/j.cca.2014.10.017
Sambrook, J. (2001). Molecular Cloning. A Laboratory Manual (3th ed.). Cold Spring Harbor
Laboratory Press.
Schmittgen, T. D., & Livak, K. J. (2008). Analyzing real-time PCR data by the comparative CT
method. Nature Protocols, 3(6), 1101–1108. https://doi.org/10.1038/nprot.2008.73
Sigmaaldrich. (n.d.). RT-PCR / RT-qPCR Troubleshooting. Retrieved November 20, 2023, from
https://www.sigmaaldrich.com/ID/en/technical-documents/technical-article/genomics/pcr/
troubleshooting
Singh, C., & Roy-Chowdhuri, S. (2016). Quantitative real-time PCR: Recent advances. In
Methods in Molecular Biology (Vol. 1392, pp. 161–176). Humana Press Inc.
https://doi.org/10.1007/978-1-4939-3360-0_15
Thermo Fisher Scientific. (n.d.). Is Your RNA Intact? Methods to Check RNA Integrity. Retrieved
November 20, 2023, from https://www.thermofisher.com/id/en/home/references/ambion-
tech-support/rna-isolation/tech-notes/is-your-rna-intact.html

Anda mungkin juga menyukai