A. Pengertian
PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim
polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses
pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali
replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim
polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif
dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan
menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR.
B. Tujuan PCR
Saat ini PCR juga sering digunakan untuk membuat fragmen DNA spesifik untuk
diinsersikan secara langsung ke dalam suatu vektor, sehingga tidak memerlukan tahapan
skreening suatu perpustakaan DNA.
C. Komponen PCR
1. DNA
DNA yang dimaksud disini adalah DNA yang berfungsi sebagai cetakan (template). Untuk
aplikasi PCR, kemurnian DNA mempengaruhi hasil.DNA yang tidak murni sering
menyebabkan masalah reproduksibilitas, tujuan utama juga digunakan untuk diagnosis. DNA
yang digunakan harus dimurnikan dahulu sebelum diproses dengan PCR. DNA yang
digunakan sebagai cetakan untuk PCR sebaiknya bebas nukleuse, endo-atau eksoprotease,
dan DNA-binding protein.
2. Primer
Primer berfungsi mengawali reaksi replikasi DNA pada reaksi PCR. Primer yang dibutuhkan
untuk PCR biasanya satu pasang yaitu primer forward dan backward. Primer PCR sendiri
adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan PCR. Ada beberapa program untuk
mendesain primer PCR yang dapat digunakan secara gratis, seperti MEDUSA, Primer3,
PrimerQuest, FastPCR, dan lain-lain.
Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling
sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi patogen
infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai macam
teknis berbasis PCR, antara lain :
1. RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms)
Pada prinsipnya, teknik ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik
ini menggunakan enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP), dan produk
hasil digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification fragment lenght
polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda
berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah restriksi)
2. VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short tandem
repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan menggunakan primer
yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang terdapat pada DNA sampel dapat
diketahui.
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase adalah metode enzimatis untuk
melipatgandakan (amplification) secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara in
vitro. Metode ini ditemukan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985, seorang saintis dari
perusahaan CETUS Corporation. Metode PCR ini pada awalnya hanya digunakan untuk
melipatgandakan molekul DNA, akan tetapi dalam perkembangannya dapat digunakan untuk
melipatgandakan molekul mRNA.
Metode PCR dapat melipatgandakan (amplification) suatu fragmen molekul DNA menjadi molekul DNA
(110 bp/5x10-19) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit. Kelebihan dari
metode PCR adalah DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga
metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen DNA dalam genom bakteri hanya
dengan mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR.
Reaksi-reaksi seperti diatas dapat diulangi sampai 25-30 kali (siklus) sehingga akan didapatkan molekul-
molekul DNA rantai ganda yang baru. Banyaknya amplifikasi tergantung pada konsentrasi DNA target
yang akan digunakan. Setelah diperoleh molekul-molekul DNA dalam jumlah yang sesuai, maka DNA
tersebut dapat diamati dengan menggunakan cara elektroforesis gel, analisis fragmen restriksi, atau metode
Sanger.
Aplikasi PCR
Sejak ditemukannya metode PCR, perkembangan dunia biologi molekular dan bioteknologi semakin pesat.
Beberapa contoh penerapan PCR antara lain:
- studi arkeologi gen purba, seperti fragmen DNA kuno dari gajah purba (mammoth) yang telah membeku
selama 400.000 tahun
- analisis tindakan kriminal dengan sedikit sampel darah, sperma, sidik jari atau jaringan
- deteksi virus papilloma pada kelamin manusia
- deteksi DNA atau RNA virus yang sulit terdeteksi, seperti HIV
- diagnosa kelainan genetik sebelum kelairan
- peramalan hemofilia
- isolasi DNA dari miselium jamur dan spora
- pengujian kualitas air minum
- analisis filogenetik dalam taksonomi
- identifikasi polimorfisme DNA
- identifikasi jenis kelamin
- skrining pustaka gen gt11
- penentuan urutan nukleotida
- pemetaan genom manusia
- dan lain-lain
Bioteknologi diartikan sebagai penerapan prinsip ilmu dan rekayasa dalam pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim,alkohol) dalam proses produksi
untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme
melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan
menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta segala sluk beluknya selama
ilmiah. Genetika disebut juga ilmu keturunan, ilmu ini mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pearisan
sifat, bagaimana sifat keturunan ilmu itu diturunkan dari generasi kegenerasi serta variasi-variasi yang mungkin
timbul didalamnya atau yang menyertainya. Pewarisan sifat tersebut dapat terjadi melalui proses seksual.
Genetika berusaha membawakan material pembawa informasi untuk diwariskan (bahan genetik), bagaimana
informasi tersebut di ekspresikan ekspresi genetic dan bagaimana informasi tersebut dipindahkan dari individu
satu ke individu lain. PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA
dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua
target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh
menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.
1. B. Rumusan masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian PCR
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses
sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini
dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada tahun 1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan
untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetic. Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan
untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula
untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari
jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali
jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan
PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan
amplifikasi urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang
sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5g, oligonukliotida yang digunakan hanya
sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50-100 l. DNA cetakan yang digunakan juga tidak
perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuens
DNA dalam genom bakteri.
PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara
berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal,
hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan
DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif dengan
perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan
cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR.
PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa
menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif
singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary
Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidangbiokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya
memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah
suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua
primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA.
Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik
ini semakin luas penggunaannya.
Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan dilipatgandakan harus
diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui
tersebut penting untuk menyediakan primer, yaitu suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi
mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerasi.
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1. 1. DNA cetakan
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah
sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA
kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung
fragmen DNA target yang dituju.
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA template (cetakan)
sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan terpisah menjadi rantai tunggal (single
stranded). Denatirasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas selama 1 2 menit, kemudian suhu
diturunkan menjadi sekitar sehingga primer akan menempel (annealing) pada cetakan yang telah terpisah
menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang
komplementer dengan dengan sekuen primer. Suhu yang digunakan untuk penempelan primer pada dasarnya
merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah.
1. 2. Oligonukleotida primer
Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 25 basa nukleotida) yang digunakan
untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang
mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5-fosfat, dan oligonukleotida
yang kedua identik dengan sekuen pada ujung 3OH rantai DNA cetakan yang lain. Proses annealing biasanya
dilakukan selama 1 2 menit. Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan DNA cetakan, suhu
inkubasi dinaikkan menjadi selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA polymerase akan melakukan proses polimerasi
rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA
yang baru akan membentuk jembatan hydrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk dengan
adanya ikatan hydrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA yang baru hasil polimerasi selanjutnya
akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu ingkubasi menjadi . Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya
akan berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya.
Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi sapai 25 30 klai (siklus) sehingga pada akhir
siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung
pada kosentrasi DNA target di dalam campuran reaksi. Paling tidak, diperlukan 25 siklus untuk melipatgandakan
satu kopin sekuen DNA target di dalam genom mamalia agar hasilnya dapat dilihat secara langsung, misalnya
dengan elektroforosis gel agarose. Akan tetapi, pada umumnya kosentrasi DNA polimerasi Taq menjadi terbatas
setelah 25 30 siklus amplikasi.
1. 4. DNA Polimerase
Pada awal perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam PCR adalah fragmen Klenow DNA
polymerase I yang berasal dari Escherichia coli (Mullis dan Fallona, 1989). Fragmen Klenow adalah DNA
polymerase yang telah dihilangkan aktivitas eksonuklease (5 3)-nya. Beberapa kelemahan fragmen Klenow
antara lain adalah bahwa enzim ini tidak tahan panas, laju polemerase untuk menggabungkan nukleotida dengan
suatu primer secara terus-menerus tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan. Hampir semua DNA
polymerase mempunyai prosesivitas yang rendah sehingga akan terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan
setelah menggabungkan kurang dari 10 nukleotida. Salah satu perkecualian adalah T7 DNA polymerase yang
mampu menggabungkan ribuan nukleotida tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan.
Taq DNA polymerase mempunyai suhu optimum yang tinggi untuk sintesis DNA yaitu 75 80 C. aktivitas spesifik
enzim ini dalam menggabungkan nukleotida mencapai 150 nukleotida per detik per molekul enzim. Waktu paruh
(half-time) Taq DNA polymerase pada suhu 95 C adalah 40 menit (Gelfand dan White, 1990). Deterjen non-ionik
Tween 20 (0,5 -1 %) dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi Taq DNA polymerase. Senyawa tambahan
lain yang juga dapat meningkatkan efisiensi polimerasi Taq DNA polymerase adalah DMSO, gelatin, gliserol, dan
ammonium sulfat.
Salah satu kelemahan enzim Taq DNA polymerase adalah bahwa enzim tersebut mempunyai potensi untuk
melakukan kesalahan dalam menggabungkan nukleotida sehingga ada kemungkinan terjadi mutasi pada
fragmen gen hasil amplifikasi. Meskipun demikian dengan kondisi yang tepat, kesalahan penggabungan
nukleotida semacam itu tidak terjadi seperti misalnya hasil amplifikasi fragmen gen HIV-1 (5400 nukleotida)
dengan siklus amplifikasi 30 kali. Demikian juga halnya dengan hasil amplifikasi gen -globin (14990 nukleotida).
Dengan demikian , rata-rata frekuensi kesalahan penggabungan nukleotida sekitar 5 X kesalahan per
nukleotida yang digabungkan per siklus, dengan menggunakan 25 siklus.
Taq DNA polymerase mempunyai keunikan yaitu bahwa enzim ini mampu menambahkan satu
nukleotida,terutama dATP, pada ujung -3 fragmen DNA hasil polimerasi meskipun tanpa ada cetakanya.
Dengan demikian, ujung fragmen DNA hasil polimerasi dengan metode PCR pada umumnya tidak pepat (blunt-
ended), melainkan ada tambahan satu nukleotida pada kedua ujungnya. Kenyataan semacam ini mempunyai
implikasi penting karena fragmen DNA hasil polimerasi dengan metode PCR dapet diligase dengan suatu plasmid
vector tertentu tanpa menggunakan enzim DNA ligase. Hal ini juga perlu diperhatikan jika frag men DNA hasil
PCR akan diligasikan dengan suatu plasmid dengan metode ligasi pepat (blunt-ended ligation). Sebelum
dilakukan ligasi , fragmen DNA tersebut harus dibuat pepat/tumpul dengan menggunakan aktivitas polymerase 5
3 fragmen Klenow.
Aktivitas Taq DNA polymerase dipengaruhi oleh kosentrasi ion magnesium. Aktivitas Taq DNA polymerase
mencapai maksimal pada kosentrasi sebesar 2,0 mM jika kosentrasi dNTP yang digunakan adalah 0,7 0,8
mM. kosentrasi lebih tinggi dari 2,0 mM akan menghambat aktivitas Taq DNA polymerase. Di samping itu,
aktivitas enzim polymerase ini juga akan menurun 20-30% jika kosenrasi total dNTP yang digunakan mencapai
4-6 mM.
1. b. Tth DNA polimerse
Enzim DNA polimerse lain yang juga dapat digunakan untuk melakukan PCR adalah Tth DNA polimerse. Enzim ini
diisolasi dari eubakteri thermofilik Thermus thermophilus HB8. Tth DNA polimerse mempunyai prosesivitas yang
tinggi dan tidak mempunyai aktivitas eksonuklease 3 5. Enzim ini menunjukkan aktivitas tertinggi pada pH 9
(pada suhu 25) dan suhu sekitar . Selain aktivitas polymerase, enzim ini juga mempunyai aktiviatas
transcriptase balik (reverse transcriptase) intrinsik yang sangat efisien dengan adanya ion mangan. Aktivitas
trankriptase balik tersebut jauh lebih tinggi disbanding dengan aktivitas serupa yang dimiliki oleh DNA
polymerase I yang ada pada Escherichia coli maupun pada Taq DNA polymerase. Tth DNA polimerse juga dapat
menggunakan substrad yang dimodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk melabel fragmen DNA dengan
radionukleotida, digoxigenin maupun biotin.
Oleh karena enzim Tth DNA polimerse mempunyai aktivitas transkiptase balik yang tinggi pada suhu tinggi maka
enzim ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya struktur skunder pada molekul
RNA. Dengan demikian, enzim ini dapat digunakan untuk melakukan RT-PCR (reverse Transkriptase PCR).
Molekul cDNA yang diperoleh dari hasil reaksi transkripsi balik dapat sekaligus diamplifikasi dengan
menggunakan Tth DNA polimerse dengan adanya ion . Enzim ini dapat dilakukan untuk melakukan RT-PCR
molekul RNA sampai ukuran 1000 pasangan basa.
Hasil amplifikasi menggunakan Pwo DNA polymerase adalah molekul DNA dengan ujung pepat/tumpul (blunt-
ended) sehingga dapat digunakan dalam proses ligasi ujung tumpul secara langsung tanpa harus dilakukan
modifikasi terhadap ujung-ujung molekul DNA. Oleh karena sifat ketepatanya yang tinggi maka enzim ini sangat
berguna untuk aplikasi:
4) Karakterisasi status alel suatu sel tunggal atau DNA molekul tunggal
Tli DNA polymerase diisolasi dari jasad Thermococcus litoralis, sangat stabil terhadap panas, aktivitas optimum
pada suhu dan dapat berfungsi meskipun diinkubasi pada suhu . Berat molekul enzim ini dalah 90 kD. Enzim
juga mempunyai aktivitas eksonuklease .
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat
mempengaruhi proses annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini
disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang
tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas
bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu
banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan.
Sejak ditemukannya struktur DNA untai ganda, kita mulai memahami prinsip replikasi DNA terutama kaitannya
dengan mekanisme transfer materi genetik. Seperti yang telah dijelaskan dalam materi Asam Nukleat dalam
struktur DNA untai ganda tersebut, basa A dan T , juga C dan G , memiliki ikatan hidgrogen yang mudah dirusak
dan mudah dibentuk kembali. Untuk melakukan replikasi, mula-mula ikatan hidrogen tersebut harus dirusak
dahulu agar DNA untai ganda berubah menjadi untai tunggal. Kemudian karena A selalu berpasangan dengan T,
dan C selalu berpasangan dengan G, maka jika kita memiliki satu untai DNA dengan sequens ACTAG, misalnya,
maka kita dapat mencetak untai komplementernya, yaitu TGATC, begitu juga sebaliknya.
Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap :
1. 1. Denaturasi
Denaturasi merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap denaturasi DNA biasanya dilakukan
pada kisaran suhu 92 95 oC. Denaturasi awal dilakukan selama 1 3 menit diperlukan untuk meyakinkan
bahwa DNA telah terdenaturasi menjadi untai tunggal. Denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna
dapat menyebabkan utas DNA terputus. Tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya
aktivitas enzim polimerase.
1. 2. Annealing
Annealing merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer merupakan tahap terpenting dalam
PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan pada tahap ini maka akan mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir
produk DNA yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing dan primer. Suhu
annealing yang terlalu rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan
suhu yang tinggi dapat meningkatkan kespesifikan amplifikasi. Kenaikan suhu setelah tahap annealing hingga
mencapai 7074oC bertujuan untuk mengaktifkan enzim TaqDNA polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap
extension) biasanya dilakukan pada suhu 72oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA polimerase. Selain itu, pada
masa peralihan suhu dari suhu annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga menyebabkan terputusnya
ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini bersifat lemah. Selain suhu,
semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik semakin banyak.
1. 3. Elongasi
Elongasi merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau sintesis DNA, enzim polimerase
bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda.
Reaksi ini akan berubah dari satu siklus ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template) pada siklus berikutnya sehingga
jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara
eksponensial, sehingga setelah 30 siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target.
Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus amplifikasi. Pada siklus pertama dua untai
tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2 DNA untai ganda. Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda
masing-masing akan bertindak sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA untai
ganda. Pada siklus berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara eksponensial, dimana pada siklus ketiga DNA
akan disalin menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi 1.024 kali, siklus 30 menjadi 1.073.741.824 dan seterusnya.
Pada akhir siklus, DNA cetakan akan digandakan secara eksponensial sehingga dihasilkan DNA dalam jumlah
yang berlipat ganda hanya dalam waktu yang relatif singkat sekitar 3-4 jam.
1. D. Aplikasi PCR
Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling sering dipakai di bidang
klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen
yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai macam teknis berbasis PCR, antara lain
:
Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification fragment lenght polymorphisme) yang
digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda berdasarkan daerah enzim restriksi
(polimorfisme daerah restriksi)
1. VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short tandem repeats). Teknik ini sering
digunakan untuk tujuan forensi. Dengan menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang
terdapat pada DNA sampel dapat diketahui.
2. Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR
Dahulu, skreening/ deteksi mutasi dapat dilakukan dengan PCR konvensional (misalnya dengan BESS-T-Scan
(Base Excision Sequence Scanning)) untuk mendeteksi mutasi T/A atau T / A, atau Amplification refractory
mutation system (ARMS) untuk mendeteksi point mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
1. PCR kuantitatif
Untuk keperluan diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang membutuhkan pemeriksaan yang bersifat
kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tersebut dengan menggunakan
kompetitor (internal exogenous standard) atau dengan housekeeping gene(internal endogenous standard).
Namun saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.
PCR dirancang pada tahun 1985 dab telah memberikan dampak besar pada penelitian biologis dan bioteknologi.
PCR telah digunakan untuk memperkuat DNA dari berbagai macam sumber misalnya fragmen DNA kuno dari
gajah purba (mammoth) berbulu yang telah membeku selama 40.000 tahun; DNA dari sedikit darah;, jaringan,
atau air mani yang ditemukan di tempat kejadian perkara kriminal; DNA dari sel embrionik tunggal untuk
diagnosis kelainan genetik sebelum kelahiran dan DNA gen virus dari sel yang diinfeksi oleh virus yang sulit
terdeteksi seperti HIV.
Menurut Darmo dan Ari (2000), teknik PCR dapat didayagunakan (kadang dengan modifikasi) guna fasilitasi
analisis gen. Selain itu telah dikembangkan banyak sekali aplikasi praktis. Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR
dapat disebutkan sebagai berikut: kloning hasil PCR; sekuensing hasil PCR; kajian evolusi molekular; deteksi
mutasi ( penyakit genetik; determinasi seks pada sel prenatal; kajian forensik (tersangka kriminal, tersangka
ayah pada kasus paternal); dan masih banyak lainnya.
Pendapat lain mengenai manfaat dan aplikasi PCR juga dikemukakan oleh Sunarto (1996) yang menyebutkan
bahwa PCR dapat digunakan sebagai alat diagnosis penyakit thalesemia. Menurut Sunarto sebelum cara PCR
ditemukan analisis DNA dilakukan dengan prosedur yang panjang dan rumit, yaitu pertama-tama membentuk
perpustakaan (library construction) melalui digesti dengan endonuklease restriktif dan kloning, kemudian
skrining, mapping, subkloning dan terakhir sekuensing. Tetapi dengan adanya PCR dalam waktu 24 jam sejak
pencuplikan vili korialis (chorionic villous sampling) diagnosis prenatal sudah dapat ditegakkan dan berdasarkan
prinsip PCR telah dikembangkan cara diagnostik molekular yang terbukti sangat akurat.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
1. a. Isolasi Gen
DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di
dalamnya mengandung ribuan gen. Sebagaimana fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai
panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan
untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang
menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut junk DNA, DNA
sampah yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali
membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Contoh, sebelumnya mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi
atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek
samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia. Berkat teknologi
rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu
menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya
insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak
dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus
mengorbankan sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama
probe yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan
teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
1. b. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat
ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy
terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya
menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang
dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang
tidak diketahui bisa ditentukan.
1. c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana
kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA
adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk
mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang
unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah,
misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas
orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri
orang tua sesungguhnya dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
1. d. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi
dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan
teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil
akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus
Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
Berdasarkan uraian diatas penemuan dan manfaat teknik PCR ini berdampak sangat luas terhadap kemajuan
sains dan teknologi secara umum yaitu antara lain sebagai berikut: