Enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti katalisator pada umumnya, seperti
ikut bereaksi, tetapi padaakhir reaksi didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal tersebut
mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya, sehingga tubuh
kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah/kadar enzim yang kecil
tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur kadar enzim, sehingga
memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan.
Disamping untuk mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, Enzim plasma
nonfungsinal dapat dijadikan sebagai petanda adanya kerusakan organ tertentu.
Pengukuran kadar enzim dapat dilkaukan denga dua cara, yaitu: (1) dibandingkan dengan enzim
murni; (2) Mengukur kecepatan reaksi yang dikatalisisnya. Cara ke-1 dilakukan dengan
membandingkan enzim yang ingin diukur kadarnya dengan enzim murni yang sudah
diketahui kadarnya. Kadar enzim dinyatakan dengan satuan g. Sebagai contoh misalnya enzim
murni dengan kadar 2 ug dapat mengkatalisis substrat dengan jumlah tertentu selama 10 detik.
Jika memakai enzim yang ingin diukur kadarnya membutuhkan waktu 20 detik, maka kadar
enzim yang bersangkutan adalah 1 ug.
Pengukuran dengan cara diatas, jelas membutuhkan tersedianya enzim murni. Kenyataannya
banyak enzim yang belum tersedia bentuk murninya. Untuk mengatasi hal ini digunakanlah cara
ke-2. Satuan enzim dinyatakan dalam unit. Kadar enzim diukur berdasarkan jumlah substrat yang
bereaksi atau produk yang terbentuk per satuan waktu. Satu unit internasional disepakati sebagai
jumlah enzim yang perlukan untuk mengkatalisis pembentukan 1 mol produk per menit pada
kondisi tertentu.
Pengukuran aktifitas enzim dapat pula dilakukan menggunakan alat spektrofotometer. Sebagai
contoh misalnya aktifitas enzim dehidrogenase yang bergantung NAD(P)+ diperiksa secara
spektofotometris dengan mengukur perubahan absorbsi nya pada 340 nm yang menyertai
oksidasi atau reduksi NAD(P)+/NAD(P)H. Oksidasi NADH menjadi NAD+ terjadi disertai
dengan penurunan densitas optik (OD, optical density) pada 340 nm, yang proporsional dengan
jumlah NADH yang dioksidasi. Demikian pula, kalau NAD+ direduksi, OD pada 340 nm akan
meningkat sebanding dengan jumlah NADH yang terbentuk. Perubahan OD pada 340 nm ini
dapat dimanfaatkan bagi pemeriksaan analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase yang
bergantung NAD+ atau NADP+. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis oksidasi NADH
oleh substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada 340 nm akan berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil pengukuran kecepatan penurunan OD pada 340
nm memungkinkan kita menyimpulkan kuantitas enzim.
Kecepatan Reaksi Enzimatik
Kecepatan reaksi enzimatik dapat diukur dengan mengukur jumlah substrat yang diubah atau
produk yang dihasilkan persatuan waktu, seperti yang diperlihatkan pada kurva perjalanan reaksi
enzimatik (progess curve). Pada awalnya grafik berupa garis lurus, kemudian berbelok (Gambar
3.2). Grafik berbelok karena: (1) kadar substrat berkurang; (2) terdapat product inhibition.
Kecepatan reaksi enzimatik pada suatu waktu yang sangat pendek, atau pada satu titik tertentu
pada grafik diatas disebut kecepatan sesaat (instantaneus velocity). Kecepatan sesaat merupakan
tangens dari garis singgung terhadap grafik pada suatu titik tertentu. Kecepatan sesaat pada
waktu mendekati nol, yaitu saat grafik masih berupa garis lurus disebut kecepatan awal (Vo).
Pada reaksi enzimatis, jika disebut kecepatan, umumnya yang dimaksud adalah kecepatan awal.
Hal ini disebabkan karena pada keadaan awal reaksi, kita dapat mengetahui kondisi/ keadaan
dengan lebih tepat. Disamping kecepatan sesaat dan Vo, juga dikenal istilah kecepatan rata-rata,
yaitu perbandingan antara perubahan jumlah substrat terhadap waktu.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Enzimatik
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tersebut diantaranya adalah: (1) suhu; (2) pH; (3) kadar enzim; (4) kadar substrat; (5) aktivator;
(6) inhibitor.
Posted 15th October 2008 by Klinik dr. Hairrudin, M.Kes
KINETIKA ENZIM
Enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti katalisator pada
umumnya, seperti ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi didapatkan kembali
dalam bentuk semula. Hal tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai
kembali setelah melaksanakan aktivitasnya, sehingga tubuh kita tidak
membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah/kadar enzim yang
kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur
kadar enzim, sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis
pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan. Disamping untuk
mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, Enzim plasma
nonfungsinal dapat dijadikan sebagai petanda adanya kerusakan organ
tertentu.
Fungsi khusus enzim adalah:
1.merendahkan energy aktivasi
2.mempercepat reaksi
3. mengendalikan reaksi
1.Merendahkan energy aktivasi
Untuk merubah zat A menjadi zat B di butuhkan energy yang cukup
untukmencapai keadaan aktif atau dalam keadaan transisi,yang kemudian
bisa berubah menjadi zat B.energi tersebut dinamakan energy aktivasi.
2.Kecepatan reaksi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Enzimatik
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tersebut diantaranya adalah:
(1) suhu;
(2) pH;
(3) kadar enzim dan kadar substrat
Nilai Km beberapa enzim
Enzim
Subtrat
Km
Katalase
H2O2
25
Heksokinase(otak)
ATP
0.4
D-glukosa
0.05
D-fruktosa
1.5
Anhidrase karbonat
HCO3-
khimotripsin
Glisiltirosinilglisin
108
N-benzoiltirosinamida
2,5
-galaktosidase
D-laktosa
4.0
Dehidrase trionin
L-treonin
5.0
[S] + Km
Dapat ditrasformasi secara aljabar menjadi bentuk lain yang lebih
bermanfaat di dalam pemetaan data percobaan. Suatu trasformasi yang
umum dilakukan diturunkan secara sederhana dengan membuat kebalikan
dari kedua sisi persamaan Michaelis-Menten, sehingga memberikan :
1 = Km + [s]
Vo Vmaks[s]
Dengan memisahkan komponen pembilang pada sisi kanan persamaan,
diperoleh :
1 = k . + [S] .
Vo Vmaks[S] Vmaks [S]
Yang dapat disederhanakan menjadi:
1=k.1.+1.
Vo Vmaks [S] Vmaks
Persamaan (b) adalah trasformasi persamaan MIchaelis-Menten yang disebut
persamaan lineweaver-Burk. Bagi enzim-enzim yang mengikuti hubungan
Michaelis- Menten secara benar pemetaan 1/Vo terhadap 1/ [S]-nya
menghasilkan garis lurus ( gambar 1 ). Garis ini akan memiliki sudut Km/
Vmaks, perpotongan garis terhadap simbu y sebesar 1/ Vmaks( pada sumbu
1/ Vo) dan perpotongan -1/ Km pada sumbu 1/ [s] Lineweaver-Burk memiliki
banyak manfaat, karena menghasilkan penentuan Vmaks secata lebih tepat
yang hanya dapat diduga pada pemetaan Vo terhadap [S], seperti dilihat
pada gambar 2
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim Adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksikimia
dalam sistim biologic. Hampir semua reaksi kimia dalam sistim biologis dikatalis oleh enzim.Sisnteis
enzim terjadi di dalam sel dan sebagian nesar enzim dapat diekstraksi dari sel
tanpamerusak fungsinya.Enzim biasa juga disebut sebagai suatu protein yang mempunyai struktur
tiga dimensi yangmampu mengkatalisis reaksi-reaksi biologis. Untuk mengaktifkan kerja enzim
dibutuhkan adanyakofaktor, seperti ion logam, koenzim atau spesies yang lain. Enzim menaikan
laju reaksi karenaenzim dapat menurunkan energi aktifasi substrat yang terlibat dalam reaksi.
Enzim bekerja optimaldalam kondisi yang optimal, diatas kondisi optimal aktifitas katalis enzim akan
berkurang, demikian pua dibawah kondisi optimal aktivitas katalitiknya akan menjadi kurang optimal.Semua
enzim pada hakekatnya adalah protein. Beberapa diantaranya mempunyai struktur agak
sederhana, sedangkan sebagian besar lainnya memiliki struktur rumit. Oleh karena
enzimadalah protein, maka interaksi antara enzim dengan molekul lain, sama halnya
dengan proteinditentukan oleh asam amino-asam amino yang ada dalam permukaan yang
berhubungan denganme d i u m. S i fa t- s if at pe r muk a an en z i m d ip en ga ru h i o le h
l ar u ta n d is ek i t ar n ya . G u gus -g ug us fungional enzim menggambarkan sifat asam-basa dan
terdiriatas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan protein. Sebagai contoh enzim katalase
terdiri atas protein dan ferriprotorfirin. Ada juga enzim yang terdiri atas protein dan logam,
misalnya askorbatoksidase adalah protein yang mengikat tembaga.Gugus bukan protein ini dinamakan
kofaktor
ada yang terikat kuat pada protein, ada pulayang tidak begitu kuat ikatannya. Gugus yang terikat
kuat pada bagian protein, artinya yang sukar terurai dalam larutan disebut
gugus prostetik
, sedangkan yang tidak begitu kuat ikatannya, dan mu da h d ip i s a hk an s e ca ra di a l is is
d is eb ut
koenzim.
B ai k g ug us p ros te t ik ma u pu n k oe nz i m merupakan bagian enzim yang memungkinkan
enzim bekerja terhadap substrat, yaitu zat-zat yangdiubah atau direaksikan oleh enzim
Kinetika Enzim
Pengukuran jumlah enzim berdasarkan kecepatan reaksi yang dikatalisisnya
Cara : dibandingkan dengan enzim murni yang diketahui kadarnya. Satuan : g
Berdasarkan jumlah substrat yang bereaksi atau produk yang terbentuk per satuan waktu. Satuan
: unit
1 i.u : Jumlah enzim yang mengkatalisis pembentukan 1 mol produk per menit pada kondisi
tertentu.
Kinetika
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kinetika enzim
Pada tahun 1902, Victor Henri mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif,
namun data eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen
pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Srensen menentukan
skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun
1909, kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang
berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten, mengulangi eksperimen Henri dan
mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini kemudian dikenal dengan nama
Kinetika Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika
Michaelis-Menten).[45] Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E.
Briggs dan J. B. S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka
masih digunakan secara meluas sampai sekarang .[46]
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim
sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara reversible,
membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai
kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi reaksi kimia dan melepaskan
produk.
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik.
Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina 5'fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50%
substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya
memerlukan waktu 25 milidetik.[47] Laju reaksi bergantung pada kondisi larutan dan
konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi protein seperti
temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi
substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum
suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan
produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di
samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat,
semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks substrate-enzim ES. Pada
kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat,
dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax
hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk
mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan oleh
konstanta Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan
oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim
memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan
seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna
adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak
aktif per detik.
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut sebagai konstanta
kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi. Karena konstanta
kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk
membandingkan enzim yang satu dengan enzim yang lain, ataupun enzim yang sama
dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan maksimum teoritis disebut limit
difusi dan nilainya sekitar 108 sampai 109 (M-1 s-1). Pada titik ini, setiap penumbukkan
enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju pembentukan produk
tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian
disebut secara katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna. Contoh enzim yang
memiliki sifat seperti ini adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase,
fumarase, -laktamase, dan superoksida dismutase.
Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hukum aksi massa, yang diturunkan
berdasarkan asumsi difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara
termodinamik. Namun, banyak proses-proses biokimia dan selular yang menyimpang
dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh kesesakan makromolekuler (macromolecular
crowding), perpisahan fase enzim/substrat/produk, dan pergerakan molekul secara satu
atau dua dimensi.[48] Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-Menten fraktal dapat
diterapkan.[49][50][51][52]
Beberapa enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat daripada laju difusi. Hal ini
tampaknya sangat tidak mungkin. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan
fenomena ini. Beberapa protein dipercayai mempercepat katalisis dengan menarik
substratnya dan melakukan pra-orientasi substrat menggunakan medan listrik dipolar.
Model lainnya menggunakan penjelasan penerowongan kuantum mekanika, walaupun
penjelasan ini masih kontroversial.[53][54] Penerowongan kuantum untuk proton telah
terpantau pada triptamina.[55]
1.
Suhu
Setiap enzim memiliki suhu optimal untuk bekerja. Di bawah ini dapat dilihat suhu
optimum enzim-enzim dalam tubuh manusia (warna biru) dan suhu optimum enzim
bakteri termofilik (merah)
2.
pH
Setiap enzim memiliki pH optimum masing masing, misalnya pepsin 1,5 -1,6 sedangkan
tripsin 7,8 8,7.
3.
Kofaktor
Kofaktor adalah komponen nonprotein yang diperlukan untuk aktivitas katalitik oleh
sebagian enzim. Kofaktor beberapa enzim adalah molekul anorganik seperti zink, besi
dan tembaga. Jika kofaktor enzim adalah molekul organic maka disebut koenzim.
4.
Inhibitor enzim
Senyawa tertentu dapat menghambat kerja suatu enzim. Senyawa tersebut dinamakan
inhibitor enzim. Inhibitor enzim dapat berupa inhibitor kompetitif maupun inhibitor non
kompetitif. Inhibitor kompetitif biasanya menyerupai molekul substrat sehingga bersaing
untuk menempati sisi aktif enzim, sedangkan inhibitor nonkompetitif tidak bersaing
secara langsung pada sisi aktif namun berikatan pada bagian enzim yang lain yang
menyebabkan struktur enzim berubah sehingga sisi aktif tidak lagi reseptif terhadap
substrat.
Enzim
Enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti katalisator pada umumnya,
seperti ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal
tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya,
sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah/kadar enzim
yang kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur kadar enzim,
sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis pengukuran kadar enzim sangat penting
dilakukan. Disamping untuk mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, Enzim
plasma nonfungsinal dapat dijadikan sebagai petanda adanya kerusakan organ tertentu.
Fungsi khusus enzim adalah:
Untuk merubah zat A menjadi zat B di butuhkan energy yang cukup untukmencapai
keadaan aktif atau dalam keadaan transisi,yang kemudian bisa berubah menjadi zat
B.energi tersebut dinamakan energy aktivasi.
Mempercepat reaksi
Kecepatan reaksi enzimatik dapat diukur dengan mengukur jumlah substrat yang
diubah atau produk yang dihasilkan persatuan waktu, seperti yang diperlihatkan pada
kurva perjalanan reaksi enzimatik (progess curve). Pada awalnya grafik berupa garis
lurus, kemudian berbelok. Grafik berbelok karena: (1) kadar substrat berkurang; (2)
terdapat product inhibition. Kecepatan reaksi enzimatik pada suatu waktu yang sangat
pendek, atau pada satu titik tertentu pada grafiks disebut kecepatan sesaat (instantaneus
velocity). Kecepatan sesaat merupakan tangens dari garis singgung terhadap grafik pada
suatu titik tertentu. Kecepatan sesaat pada waktu mendekati nol, yaitu saat grafik masih
berupa garis lurus disebut kecepatan awal (Vo). Pada reaksi enzimatis, jika disebut
kecepatan, umumnya yang dimaksud adalah kecepatan awal. Hal ini disebabkan karena
pada keadaan awal reaksi, kita dapat mengetahui kondisi/ keadaan dengan lebih tepat.
Disamping kecepatan sesaat dan Vo, juga dikenal istilah kecepatan rata-rata, yaitu
perbandingan antara perubahan jumlah substrat terhadap waktu.
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Kecepatan
Reaksi
Enzimatik
Mengendalikan reaksi
Anhidrase karbonat
khimotripsin
-galaktosidase
Dehidrase trionin
Subtrat
H2O2
ATP
D-glukosa
Km
25
0.4
0.0
D-fruktosa
HCO3Glisiltirosinilglisin
N-
5
1.5
9
108
2,5
benzoiltirosinamida
D-laktosa
L-treonin
4.0
5.0