Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Enzim merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu proses dinamik
yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Sebaggai determinan
yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim
memainkan peranan sental dalam masalah kesehatan dan penyakit.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi dari enzim?


2. Bagaimana aktivitas enzim?
3. Bagaimana konsentrasi enzim?
4. Apa itu koenziman dan activator?
5. Apa itu elektroforesis?
6. Apa itu kromatografi?
7. Apa itu imunologi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi enzim.


2. Mengetahui aktivitas enzim.
3. Mengetahui konsentrasi enzim.
4. Mengetahui koenzim dan activator
5. Mengetahui pengertian elektroforesis
6. Mengetahui pengertian kromatografi
7. Mengetahui pengertian imunologi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Enzim


Enzim adalah organisme hidup mampu mendapatkan energi dengan cepat karena adanya
katalis biologis. Sebagaimana katalis anorganis, enzim mengubah kecepatan suatu reaksi
kimia, tetapi tidak mempengaruhi kesetimbangan akhir reaksi. Enzim dibutuhkan dalam
jumlah kecil untuk perubahan besar pada molekul substrat. Meskipun demikian, tidak seperti
pada katalis anorganik, enzim memiliki suatu spesifikasi yang terbatas, misalnya enzim
hanya akan mengkatalis suatu reaksi yang memiliki nilai kecil atau pada beberapa kasus,
hanya suatu reaksi. Enzim hanya akan bekerja dalam kondisi yang sesuai, seperti pH, suhu,
konsentrasi, kofaktor, dan sebagainya.
Enzim dinamakan dan diklasifikasikan berdasarkan tipe reaksi katalisanya. Kelompok
utama enzim adalah :
1. Oksidoreduktase
2. Transferase
3. Hidrolase
4. Liase
5. Isomerase
6. Ligase / sintetase

Setiap enzim memiliki nama dan nomor yang mengidentifikannya dalam group atau
subgroupnya. Sebagai contoh laktat NAD-reduktase, nomornya adalah 1.1.1.27. Nomor
pertama menjelaskan enzim tersebut termasuk kelompok atau group 1, yang merupakan
oksidoreduktase. Nomor kedua adalah subgroup yang menunjukan pertukaran senyawa kimia,
dimana pada kasus ini adalah CHOH. Nomor ketiga adalah subgroup tambahan, yang
menunjukan bahwa NAD dan NADH merupakan akseptor hidrogen. Nomor Keempat dan
terakhir menggambarkan nomor karakteristik enzim. Dalam hal ini, hanya merupakan suatu
rekomendasi nama trival yang lebih singkat dan lebih sesuai dibandingkan nama sistematik,
dan enzim laktat NAD reduktase umunya dikenal sebagai laktat dehidrogenase.

2.2 Aktivitas Enzim

Adanya beberapa enzim yang dapat diujikan secara langsung karena diperlukan
konsentrasi yang sangat rendah untuk mengkatalisis suatu bagian dari reaksi. Oleh karena itu,
adanya enzim dapat digambarkan melalui hilangnya substrat atau terbentuknya produk-
produk reaksi. Enzim diinkubasi dengan substrat pada kondisi yang sesuai, sehingga sampel
akan terurai pada interval waktu tertentu dan kemudian dianalisi.

Dalam setiap percobaan selalu terdapat 3 kontrol, yaitu satu tidak berisi enzim,
sedangkan yang lain berisi enzim tetapi tanpa substrat, dan campuran kontrol mungkin
diperlukan ketika kerja enzim membutuhkan beberapa konfaktor. Tujuan dari kontrol adalah
untuk mengantisipasi terjadinya reaksi-reaksi kimia yang non-spesifik dan spontan, tetapi
tanpa diaktivasi oleh enzim.

2
2.2.1. Kurva Progresif

Jika perhitungan dibuat untuk setiap perubahan substrat non-enzim, maka dapat
dibuat grafik perubahan substart atau pembentukan produk yang dibandingkan
terhadap waktu. Tipe kurva dapat dilihat seperti pada Gambar 1. Yang dikenal
dengan kurva progresif perubahan substrat berdasarkan waktu pada awalnya adalah
linear, yang kemudian menurun. Pada tahap awal reaksi, tidak dihasilkan produk,
tetapi pada tahap reaksi berikutnya, reaksi balik menjadi lebih penting pada saat
mendekati kesetimbangan. Konsentrasi substrat menurun seiring dengan waktu,
kemudian aktivitas enzim juga menurun karena enzim menjadi jenuh terhadap
substrat. Akhirnya, enzim dihambat oleh produk yang terbentuk diatas
menghasilkan turunan persamaan standar, sehingga tidak mungkin untuk
mendapatkan kurva yang sebenarnya. Aktivitas ezim (v) ditentukan oleh kecepatan
𝑎
reaksi awal (𝑣 = 𝑏 ) ketika pengaruh tersebut sangat kecil (Gambar 1).

Gambar 1 (Kurva Progresif)

Aktivitas enzim dinyatakan dalam istilah unit (U). Satu unit adalah sejumlah
enzim yang mengkatalisis. Konversi dari 1 mikromol substrat per unit dalam
kondisi normal. Pada beberapa kasus, ukran unit telalu besar, sehingga lebih sesuai
digambarkan dalam ketentuan nmol/menit atau pmol/menit.

Unit Satuan internasional (SI) untuk aktivitas enzim adalah katal (kat) yang
diwakili oleh perubahan dari 1 mol substrat per detik. Unit ini besar dan lebih dapat
dihitung sehingga didapatkan gambaran aktivitas enzim yang dinyatakan dalam
mikrokatal (µkal), nanokatal (nkat), pikokatal (pkat).

1 U = 1 p µmol/menit ; 1 katal = 1 mol/detik ; 1 U = µkat/60 detik = 16,67


nkat/detik

Kemurnian suatu enzim didasarkan pada aktivitas spesifik, yaitu sejumlah unit
enzim (U) per kilogram protein. Aktivitas spesifik dalam unit SI diperoleh
berdasarkan katal per kilogram protein. Aktivitas relatif enzim murni dibandingkan
terhadap aktivitas molaritas, yaitu sejumlah molekul substrat yang dapat diubah

3
dalam satu menit oleh satu molekul enzim dalam kondisi optimal. Aktivitas molar
dari katalase, misalnya dalam kisaran 5 x 106 .

2.3 Konsentrasi Enzim

Pengujian enzim dilakukan pada bahan yang tersedia dan aktivitasnya ditunjukan
berdasarkan volume total atau berat enzim. Sebagai contoh, dalam biokimia klinik, hanya 0,1
mL atau 0,2 mL serum yang digunakan dan aktivitasnya ditetapkan dalam unit per militer.
Untuk alasan ini, maka perbedaan aktivitas enzim adalah linier dengan konsentrasi enzim.
Beberapa penyimpanan linier aktivitass enzim disebabkan oleh beberapa faktor pembatas
(Gambar 2)

Gambar 2 ( Efek Konsentrasi pada aktivitas)

2.3.1 Aktivitas Enzim dan Konsentrasi Substrat

Pengukur laju awal dari suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim merupakan
dasar pengertian yang lengkap dari mekanisme kerja enzim, sama seperti pada
penetapan aktifitas suatu enzim dalam sampel biologi. Aktivitas enzim diperngaruhi
oleh bnyak faktor termasuk konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, PH, suhu,
adanya aktivator atau inhibitor dan kofaktor terhadap kerja enzim.
2.3.1.1 Michaelis-Menten

Kinetika aktivitas enzim melebihi nilai konsentrasi substrat, maka


terbentuk kurva hiperbola rektangular seperti pada Gambar 3.

4
Gambar 3 ( Efek Konsentrasi Substrat Terhadap Aktifitas Enzim)

Pada konsentrasi substrat yang rendah maka perubahan kecepatan v


akan linier dengan substrat s, memberikan kinetika tingkat pertama :

v = -ds/dt = ks, dimana kadalah konstanta laju reaksi titik pada


konsentrasi substrat yang tinggi, v tidak tergantung dengan s memberikan
kinetika tingkat nol:

v = -ds/dt = konstanta (tetap) = kecepatan awal V

Konsentrasi substrat menengah (intermediet)merupakan dari kinetika


tingkat nol dan tingkat pertama. Suatu persamaan dari hubungan antara V
dan S untuk dapat dihsilkan untuk seluruh kurva. Persamaan ini diturunkan
oleh Michaelis-Menten pada tahun 1913 :
𝑉𝑠
v =𝑆 + 𝐾
𝑚

Asumsi dasarnya adalah bahwa enzim dan substrat akan membentuk


suatu kompleks yang kemudian terurai menjadi enzim dan produk-produknya.
Dalam menurunkan persamaan ini. Mischaelis dan Menten mengansumsikan laju
pemecahan kompleks kecil, sehingga tidak cukup untuk menggangu
kesetimbangan antara enzim dan substrat. Briggs dan Haldane kemudian
memperluas ide ini dan menurunkan persamaan yang diasumsikan pada keadaan
tetap misalnya k +1 laju k+2 penguaian kompleks adalah samsa dnegan
laju pembentukan selama periode pengukuran. Proses secara keseluruhan dapat
ditunjukan melalui persamaan umum:

E + S ES E + Produk
k-1 (p)
(e – p) (s)
) )

5
Keterangan
e : kadar enzim (E)
s : konsentrasi substrat (S)
p : konsentrasi substart enzim (ES) 𝑘+1,𝑘+2 dan 𝑘−1 adalah konstanta kecepatan

Konsentrasi substrat bebas dianggap sama secara total, karena jumlah yang
sebenarnya diikat dalam kompleks biasanya selalu kecil.

Laju terbentuknya ES = 𝑘+1 (e – p ) s


Laju terurainya ES = 𝑘+1 + 𝑘+2 p

2.3.2 Enzim – enzim alosterik

Enzim – enzim allosterik adalah enzim-enzim yang berubah konformasinya pada


saat berikatan dengan efektor (inhibitor atau aktivator ) dan merupakan oligomer
yang aktivitas biologisnya dipengaruhi oleh struktur kuarternernya dan memiliki
beeberapa subunit yang dineal sebagai proteomer.

2.3.2.1 Pengaruh Subunit

Terdapat beberapa enzim yang tidak mematuhi kinetika Michaelis-Menten


dengan memberikan suatu kurva sigmoid ketika aktivitasnya diplot terhadap
konsentrasi substrat Gambar 4. Enzim-enzim ini tersusun dari subunit-subunit
yang mengandung lebih dari satu sisi aktif permolekulnya. Kurva sigmoid v
terhadap s terbentuk setelah terjadi perubahan konformasi akibat pengikatan
molekul substrat, sehingga molekul substrat berikutnya dapat segera
melakukan pengikatan lagi. Laju pengikatan molekul substrat tergantung pada
jumlah sisi aktif yang telah ditempati oleh molekul substart sebelumnya.
Hemoglobin, walaupun bukan enzim tetapi merupakan protein allosterik yang
memiliki 4 sisi aktif untuk mengikat atom oksigen dengan urutan rasio
pengikat atom oksigen terendah sampai atom oksigen ke-4, yaitu 1 : 4 : 29 : 9.

Gambar 4 ( Efek Konsentrasi substrat pada ktivitas enzim allosterik)

6
2.4 Kontrol metabolik

Enzim-enzim allosterik memiliki sisi spesifik untuk pengikatan aktivatir dan


inhibitor, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan konformasi dari protein. Dengan
demikian, senyawa-senyawa yang secara kimiawi tidak berkaitan dengan substrat akan
mampu mempengaruhi aktiitas enzim. Enzim-enzim seperti itu banyak dijumpai pada
titik – titik jalur pengendalian metabolisme. Sebagai contoh adalah inhibitor allostrerik
dari fosfat fruktokinase yang merupakan enzim kunci dalam kontrol glikolisis, sehingga
bila sitrat sudah terakumulasi dalam siklus Kreb (TCA), maka laju kecepatan glikolisis
berkurang untuk menghindari penurunan zat-zat intermediet dari TCA. Sebaliknya AMP
dan ADP adalah aktivator fosfofruktokinase, sehingga bila kadar ATP-nya rendah (ADP
da AMP tinggi), maka laju glikolisis meningkat.

2.5 Kinetika allosterik

Turunan persamaan yang tepat untuk kurva sigmoid enzim allosterik sangat
kompleks, tetapi terdapat persamaan sederhana yang dikemukakan oleh Atkinson,
berdasarkan asumsi sebagai berikut :

1. Intermediet dari ES1, ES2, ES3, dan seterusnya, keberadaaannya bersifat


sementara.
2. Kesetimbangan dicapai lebih cepat antara substrat dan olekul enzim subsrat.
K+1 K +2
E + nS ESn E+ produk
K-1
Asumsi kesetimbangan :

𝑘−1 [𝐸][𝑆]
K= =
𝑘+1 [𝐸𝑆 ]

2.5.1 Koenzim dan Aktivator

Dalam banyak kasus, jika suatu enzim dicampur dengan subtratnya di dalam
kondisi yang tepat, kemungkinan tidak tejadi katalisis atau hanya tejadi satu
aktivitas yang kecil. Hal ini sering tejadi karena tidak adanya koenzim atau
aktivator.

Koenzim adalah senyawa organik dengan berat molekul rendah yang berperan
aktif dalam katalisis. Koenzim sering kali bekerja sebagai akseptor atau donor
gugus kimia spesifik. Sebagai contoh, NAD merupakan penerima dan
penyumbang atom hidrogen yang merupakan koenzim untuk beberapa
dehidrogenase. Koenzim merupakan nama yang diberikan pada kofaktor
terlaurut,sedangkan istilah gugus prostetik yang sebenernya adalah koenzim yang
melekatkat pada protein.

7
Aktivator adalah senyawa alamiah sederhana serta tidak terlalu spesifik
seperti koenzim dan berfungsi untuk mengaktivasi kompleks enzim-substart.
Beberapa ion logam dikenal menjadi aktivator untuk berbagai enzim,
misalnyaMg 2+

2.5.2 Penghambatan Enzim

Penghambatan kerja enzim yang dikenal sebagai inhibitor enzim bereaksi


dengan enzim secara khusus sehingga mengurangi kemampuan enzim untuk
mengubah substrat menjadi produk. Inhibitor ireversible seperti organofosfor,
senyawa Hg, sianida, CO, dan HS akan bereaksi membentuk ikatan kovalen pada
gugus fungsi seperti OH, SH, atau dengan logam pada gugus prostetik dalam sisi
aktif enzim, sehingga menghambat laju reaksi secara tetap, namaun tergantung pada
jumlah inhibitor. Pengaruh inhibitor reversibel berikatan dengan enzim tidak secara
kovalen, sehingga dapat dilepaskan dengan cara dianalisis.
Tipe-tipe penghambat Beberapa senyawa bereaksi dengan enzim dan
mengurangi nilai aktivitasnya. Sifat enzim ini digunakan dalam merancang obat-
obat dan insektisida yang secara selektif menghambat enzim pada bakteri atau
serangga, tetapi tidak menimbulkan efek pada hewan atau tanaman. Tiga tipe klasik
cara penghambatan yang dikenal yaitu kompetatif, non-komperatif, dan
unkomperatif.

2.5.2.1 Penghambat Komperatif

Dalam kasus ini, inhibitor bereaksi dengan enzim secara


kompetitif terhadap substrat mengikat sisi aktif dari enzim. Tingkat
penghambatan tegantung pada konsentrasi relatif substrat dan inhibitor,
dan sebagai besar kecepatan maksimum reaksi dapat dicapai dengan
adanya inhibitor jika konsentrasi substrasi cukup tinggi. Penghambatan
kadang-kadang bersifat ireversibel dan substrat tidak dapat melepaskan
ikatan inhibitor yang telah ada. Kasus ini terjadi pada beberapa
inhibitor yang telah ada. Kasus ini terjadi pada beberapa inhibitor
organofosforus untuk kolin esterase. Penghambat kompetitif juga
ditemukan ketika inhibitor berikatan di suatu sisi yang cukup dekat
dengan pusat aktif, sehingga mengurangi afinitas substrat dan enzim.
Inhibitor kompetitif memiliki struktur kimia yang mirip dengan substrat
alami dan bersifat sangat spesifik. Hal ini terdapat pada enzim suksinat
dehidrogenase bekerja sebagai inhibitor pada enzim ini. Contoh yang
sering digunakan sebagai inhibitor kompetitif adalah acarbose yang
dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase di usus, sebagai obat
antidiabetes melitus.

8
2.5.2.2 Penghambat non-kompetitif

Jenis penghambat non-kompetitif merupakan ikatan inhibitor


dengan enzim bukan pada sisi aktif, sehingga enzim dapat mengikat
substrat serta inhibitor pada saat bersamaan. Sisi pengikat inhibitor
biasanya cukup jauh dari pusat aktif, sehingga pengikatan substrat
tidak dapat teruraikan dan efek hambatan terjadi dengan mengurangi
jumlah enzim yang digunakan. Peningkatan konsentrasi substrat tidak
berpengaruh terhadap tingkat hambatan.
Sebagaian besar inhibitor non-ompentitif tidak memiliki ikatan
secara kimia dengan substrat dan inhibitor yang sama, yang mungkin
dapat mempengaruhi sejumlah enzim. Contoh dari inhibitor nin-
kompentitif adalah golongan senyawa penghambat tiol seperti ρ-
kloromerkuribenzoat, ion-ion logam berat seperti 𝑀𝑔2+ dan 𝐶𝑢2+ ,
serta reaksi sianida dengan besi-enzim porfirin.

2.5.2.3 Penghambatan Unkompetitif

Jenis penghambatan unkompetitif merupakan ikatan yang tejadi


bila suatu enzim telah berikatan dengan substrat [ES], sehingga tidak
dapat menghasilkan produk. Pengaruh pengahambatan secara
unkompetitif akan menurunkan nilai 𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 dan 𝐾𝑚 . 𝐾𝑚 merupakan
suatu ukuran afinitas substrat terhadap enzim 𝐾𝑚 yang rendah
berhubungan dengan afnitas yang lebih tinggi. Karena inhibitor
berikatan dengan kompleks [ES], maka akan terjadi penurunan
konsentrasi kompleks [ES]. Pada plot Lineweaver-Burk,
penghambatan unkompertitif menggeser garis potong terhadap sumbu
Y yang lebih tinggi.

2.5.3 Suhu dan pH

Laju suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim sama seperti pada reaksi
kimia umumnya, yaitu akan meningkat bila suhu naik. Hal ini berhubunga
dengan pengaruh konstanta kecepatan reaksi pada berbagai bagian dari
keseluruhan reaksi, seperti 𝑘+1 , 𝑘−1 𝑘+2 serta adanya afnitas enzim terhadap
kofaktor, aktivator dan sebagainya. Nilai pK dari gugus yang dapat
terionisasi dalam reaksi juga dipengaruhi oleh suhu, tetapi hal ini tidak
mudah dipahami, sehingga diabaikan.

2.5.3.1 Pengaruh suhu terhadap enzim

Kecepatan reaksi hampir semua enzim meningkat dua kali lebih cepat
pada setiap kenaikan suhu 10𝑜 𝐶. Pada kisaran suhu 40 - 70𝑜 𝐶 umumnya
protein enzim akan terdenaturasi, sehingga menyebabkan kehilangan
aktivitasnya. Hal ini berarti laju reaksi awal akan meningkat, sama dengan
naiknya suhu sampai tidak mungkin lagi untuk mengukur aktivitas akibat

9
terjadinya inaktivasi yang cepat. Dalam prakteknya sebagian besar enzim
sama sekali tidak aktif pada suhu lebih dari 70𝑜 𝐶 .

Bila aktivitas enzim diukur dengan menghitung banyaknya substrat yang


diubah dalam jangka waktu tertentu pada suhu yang berbeda, maka
didapatkan suhu optimum. Suhu optimum ini adalah suhu pada saat laju
reaksi enzim paling tinggi mengubah substart dan merupakan hasil
kesetimbangan antara laju kenaikan aktivitas dan laju perusakan enzim. Suhu
optimum bukan konstanta yang stabil untuk enzim, tetapi sangat tergantung
pada lama waktu pengukurannya. Semakin singkat waktu pengukuran, maka
semakin tinggi suhu optimum yang didapat.

Gambar 5 ( Suhu Optimum (T) dari suhu enzim )

2.5.3.2 Pengaruh suhu pada Reaksi enzim

Molekul-molekul harus memiliki energi aktivitas ( 𝐸 ′ ) tertentu sebelum


dapat bereaksi, dan fungsi enzim sebagai katalis adalah dengan merendahkan
energi aktivasi ( E ), sehingga memungkinkan reaksi berjalan lebih cepat
dilihat pada gambar diatas. Perubahan keseluruhan dari energi bebas (∆𝐺)
tidak dipengaruhi. Energi aktivitasi dapat ditetapkan dengan mengukur
kecepatan maksimum reaksi pada suhu yang berbeda, dan membuat plot
1 𝐸
𝑙𝑜𝑔10 V terhadap . kemiringan(slope) garis dibuat oleh R. Hubungan
𝑇 2,303
ini diperoleh dari persamaan empirik Arrhenius :
𝑘 E
d ln 𝑑𝑇 = 𝑅𝑇

penggabungan dari persamaan ini didapakab :


𝐸
𝐿𝑜𝑔10 k = C - 2,303 𝑅𝑇

C = Konstanta
k = Konstanta kecepatan reaksi
T = Suhu absolut
R = Konstanta gas (8,32 x 10−3 J 𝑚𝑜𝑙 −1 𝐾 −1 )
E = Energi aktivitas (J/mol)

10
Konstanta reaksi tidak selalu mudah untuk diperoleh, sehingga laju
maksimum secara langsung berbanding lurus dengan k, dan aktivitas ini
biasanya diplot terbalik terhadap suhu. Persamaan Arrgenius adalah sama
dengan yang diturunkan dari teori laju reaksi absolut :
𝑘 ( ∆𝐻+𝑅𝑇 )
d ln 𝑑𝑇 = 𝑅𝑇

dari persamaan ini, jelas bahwa energi aktivasi adalah:

E = (∆𝐻 + 𝑅𝑇 )

Dimana ∆𝐻 adalah panas aktivasi atau entalpi dari reaksi.

Gambar 6 ( Diagram energi dari reaksi A B ada ( ) dan tanpa (---) enzim

2.5.4 pH dan Aktivitas Enzim

Variasi aktivitas enzim dengan pH terjadi akibat perubahan ionisasi dari protein
enzim dan komponen lainnya dari reaksi campuran. Pada tahun 1911 Michaelis dan
Davidson menyarankan bahwa hanya satu dari sejumlah besar protein dalam bentuk
teorionisasi yang aktif, sehingga pada perubahan pH optimum, menyebabkan
penurunan aktivitas protein terionisasi tersebut.

2.5.4.1 pH Optimum

Enzim yang aktif dalam batas pH tertentu serta plot aktivitas terhadap
pH selalu memberikan bentuk kurva menyerupai lonceng seperti yang
ditunjukan pada gambar dibawah ini. Nilai pH dari aktivitas maksimum
dikenal sebagai pH optimum yang khas untuk enzim, dan nilai pH ini mantap
(stabil) selama percobaan. berlangsung.

11
Gambar 7 ( pH optimum suatu enzim alkali fosfatase tikus )

2.5.4.2 𝑲𝒎 dan V

Perubahan pH mengubah aktivitas enzim dengan mempengaruhi V, 𝐾𝑚 atau


stabilitas protein enzim. Sebagian besar plot dari pH optimum dihasilkan dari
perubahan V dan 𝐾𝑚 dan V akan dipelajari secara terpisah.

2.5.4.3 Stabilitas Enzim

Jika enzim tidak stabil pada nilai pH tertentu, maka pH optimumnya bukan
lagi merupakan karakter darii enzim. Stabilitas dapat diketahui dengan perlakukan
enzim pada nilai pH tertentu selama waktu percobaan dan selanjutnya dicari pH di
mana enzim tersebut dalam keadaan stabil dan diukur aktivitasnya.

2.5.5 Isolasi Enzim

Sejumlah besar enzim telah dimurnikan dan beberapa terdapat dalam bentuk
kristal.

2.5.6 Ragam bentuk molekul ganda enzim

Enzim yang mengkatalis reaksi kimia yang sama tetapi memiliki sifat fisika kimia
yang berbeda dikenal sebagai ragam bentuk molekul enzim. Elektroforesis dan
kromatografi telah sering digunakan untuk memisahkan dan menentukan “ sidik jari”
perbedaan bentuk-bentuk yang beragam ini. Sifat fisika-kimia enzim ini sering kali
mempengaruhi aktivitas kutalitiknya, sehingga sifat 𝐾𝑚 sensitifitas terhadap panas, serta
efek terhadap inhibitor juga berbeda.

Bentuk-bentuk keragaman yang berasal dari kontrol genetik struktur primer dikenal
dengan istilah isoenzim. Pada tahun 1971, IUPAC-IUB komisi Nomenklatur Biokimia
menyatakan bahwa ragam bentuk enzim diklasifikasi dalam tujuh kelompok yang
berbeda tabel dibawah ini. Materi lain dan isolasi dan separasi enzim tidak dimasukkan
dalam klasifikasi ini.

12
Tabel 1 Klasifikasi bentuk molekul Ganda dan Enzim

Setimbang DEAE-selulosa dengan 0,05 mol/L bufer Tris-HCL, pH 7,7dan


isikan ke dalam kolom kromotografi. Biarkan kolom di tempatnya agar matriks
mengendap sambil bufer-Tris berjalan turun melalui kolom. Kran kolom dihentikan
bila bufer di bagian atas matriks tinggal sedikit.

Konsentrasi enzim dipekatkan dengan dialisis terhadap Carbowax selama


semalam, kemudian setimbangkan dengan dialisis selama 4 jam terhadap 0,05 mol/L
bufer Tris-HCL. Tuangkan enzim pekat pada bagian atas kolom dan larutan dengan
gradien linier klorida. Bufer awal adalah 300 mol/L dari 0,05 moL, Tris-HCL dan
bufer klorida adalah sama kecuali adanya 0,35 mol/L NaCl. Sesuaikan laju aliran
antara 20-30 mL/jam, serta tampung 5 mL fraksi secara otomatis selama semalam.
Lakukan pengujian fraksi-fraksi terhadap kadar klorida, protein (absorban pada
panjang glombang 280 nm), serta aktivitas alkali fosfatase. Siapkan suatu diagram
dengan plot niai pengamatan terhadap volume pengenceran. Fraksinasi mendekati
lengkap pada kira-kira 200mL cairan yang keluar dari kolom dengan
konsentrasiklorida harus mendekati 0,1 mol/L. Biasanya didapatkan satu puncak
utama dan tiga puncak kecil tambahan.

2.5.7 Teknik Pemantauan

Teknik ini dilakukan untuk mengukur laju reaksi katalis oleh enzim, banyak
substrat yang dipakai, atau penumpukan hasil (produk) reaksi yang didapat. Dengan
demikian perlu diketahui ukuran substrat atau produk yang setara dengan
konsentrasinya.

13
Laju ketika substrat diubah menjadi produk oleh enzim, tergantung pada
konsentrasi enzim maupun substrat. Laju awal reaksi biasanya maksimum dan
kemudian menurun karena beberapa hal, terutama disebabkan oleh pengurangan
susbtrat dan penumpukan produk reaksi serta terjadinya inaktivasi enzim.

Enzim memperngaruhi laju suatu reaksi. Untuk mengukur kuantitasnya, laju reaksi
tersebut harus diukur. Hal ini dilakukan dengan salah satu dari 3 cara. Kecepatan reaksi
yang diukur berdasarkan pada berkurangnya sebustrat atau penumpukan hasil reaksi
(produk) dapat dipantau mencatat perubahan kadarnya, kemudian diplot sebagai kurva
progresi pada gambar dibawah ini. Teknik ini disebut pengujian kinetika. Ukuran yang
paling tepat pada titik nol dari kurva atau menggunakan peralatan elektronik untuk
mengkur perubahan pada beberapa detik pertama. Jadi, kadar (konsentrasi) enzim
sebanding dengan kecepatan ( 𝑉0 ).

Gambar 8 (Karakteristik kurva progresi reaksi katalis enzim )

Tidak mungkin untuk mengukur kecepatan awal dengan cara ini karena kesulitan
dalam mendeteksi substrat ataupun produk. Metode alternatif dapat digunakan dengan
mengukur sejumlah substrat yang digunakan dalam jangka waktu relatif lama, tetapi
cara ini cenderung tidak benar karena adanya perlambatan laju reaksi dibanding pada
awal reaksi. Secara analitik hasil tersebut masih sah (valid) karena bagian awal dari
kurva progresi relatif linier. Bagian linier pada gambar diatas biasanya terdiri atas 10-
20% pertama dari perubahan total dapat terjadi dan menunjukan lama waktu yang
dipakai dalam uji masih pada batas aktivitas enzim berkaitan dengan jumlah substrat
atau produknya. Metode tersebut dikenal sebagai pengujian waktu terbatas (fixed time
assay), dengan demikian enzim berbanding terbalik dengan banyaknya substrat yang
digunakan, tetapi berbanding lurus dengan banyaknya produk yang terbentu.
Teknik yang tergantung pada anggrapan dasar yang sama seperti pada fixed time,
tetapi menghubungkan aktivitas enzim dengan lama waktu untuk sejumlah tertentu
produk yang harus dibentuk disebut dengan fixed change assay. Uji ini khusunya

14
berguna untuk reaksi yang menyebabkan perubahan pH dan dapat dipantau secara
potensiometri. Jadi kasar enzim setara dengan 1/waktu.
2.5.8 Teknik ambolisasi enzim

Ambolisasi adalah proses pengendalian pergerakan dan pertumbuhan secara total


atau sebagian pada enzim, sel atau organel. Metode ambolisasi yang ideal harus mudah
pengerjaanya dan tidak merusak substrat yang mengalami ambolisasi. Faktor-faktor
seperti suhu, perubahan pH, dan bahan penyangga selama proses ambolisasi harus
ditetapkan kondisi optimumnya. Bahan penyangga yang digunakan bersifat inert dan
teraktivasi.

Teknik ambolisasi terdiri atas penempelan pada permukaan pdat (adsorpsi), ikatan
kovalen (covalent bonidng), iaktan silang (cross linking) , mikroenkapsulasi, dan
penjebakan (entrapment) pada gambar dibawah ini. Teknik amobilisasi adalah adsorpsi
berdasarkan interaksi ikatan ionik, interaksi ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik atau gaya
Van de Waals antara enzim atau sel mikroba dengan bahan penyangga. Bahan
penyangga yang bisa digunakan adalah alumina, kaca, tanah liat, dan penukar ion.
Amobilisasi dengan peningkatan kovalen adalah pembuatan ikatan antara gugus fungsi
enzim seperti -OH,-SH,-NH2 dan –COOH atau sel mikroba dengan bahan penyangga
anorganik untuk membentuk ikatan kovalen yang stabil. Pembentukan ikatan kovalen
ini akibat penambahan agen pengikat. Bahan penyangga yang digunakan adalah silika
gel yang dilapisi oleh glutaraldehid. Glutaraldehid digunakan untuk membangun
protokol antara gugus fungsi enzim dan bahan penyangga. Amobiolisasi yang
menggunkan teknik pengikatan silang dilakukan dengan menggunakan dua tau lebih
pereaksi. Bahan yang digunakan adalah polietilen glikol (PEG) dan glutaraldehid, di
mana polietilen glikol sebagai agen oresipitasi dan glutaraldehid sebagai pembentuk
ikatan silang. Teknik mikroenkapsulasi adalah teknik yang menggunakan enzim atau sel
mikroba yang dilingkupi oleh membran polimer semipermeabel berbentuk bulat dengan
diameter 1-100 𝜇m. Walaupun molekul enzim atau mikroba dilingkupi oleh membran.
Bahan pelingkup yang biasa digunakan adalah liposom-polimer. Teknik amobolisasi
dengan penjebakan membuat enzim atau sel mikroba terjebak dalam polier matriks.

Gambar 9 Teknik amobilisasi enzim. a). Pengikat kovalen b). Pengikatan silang c). Adsorpsi
d). Penjebakan e). Enkapsulasi.

15
Pada metode penjebakan adalah inklusi sel atau enzim didalam jaringan rigid yang
berfungsi untuk mencegah sel atau enzim berdifusi keluar medium, namun substart
masih tetap masuk kedalam butiran gel (beads). Matriks berupa polisakarida (seperti
agar, alginat, karagenan, dan selulosa), protein (kolagen dan gelatin), dan sintetik
(poliakrilamida). Matriks alginat, karagenan dan poliakrilamida paling banyak
digunakan pada teknik amobilisis dan L-guluronat, biasanya berasal dari alga cokelat
yang secara luas digunakan sebagai bahan pengental, penstabil, gel dan film.

Penjebakan sel atau enzim biasanya menggunakan alginat, karena alginat tidak larut
air, pengerjaannya mudah, dan tidak berbahaya. Campur sel atau enzim dengan natrium
alginat diteteskan kedalam larutan yang mengandung kation multivalen menjadi
kalsium alginat. Alginat akan mengalami pemadatan oleh adanya ion kalsium, tetapi
tidak menyebabkan perubahan suhu,pH dan tekanan osmosis yang drastis. Sel atau
enzim teramobilisasi didalam presipitasi kalsium alginat dalam bentu beads. Namun,
kalsium alginat secara kimia tidak stabil sehingga perlu ditentukan kondisi amobilisasi
yang dapat meningkatkan kestabilan kimia beads tanpa membatasi transfer masa.
Keuntungan teknik amobilisasi adalah lebih mudah dalam memisahkan produk
yang dihasilkan, sistem yang lebih stabil, penggunaan kembali biokatalis dengan
produktivitas volumetrik yang tinggi, serta mereduksi biaya produksi. Enzim yang
teramobilisasi mempunyai waktu paruh (half-life) lebih panjang dan rata-rata kerusakan
dapat diprediksi.

2.6 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi campuran
berdasarkanatas pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan dibawah pengaruh medan
listrik. Cara elektroforesis banyak digunakan untuk analisis asam nukleat, virus, enzim, dan
protein. Elektroforesis pada umumnya digunakan untuk menentukan berat molekul (BM),
mendeteksi kemurnian dan kerusakan protein atau asam nukleat, menetapkan titik isolistrik,
serta memisahkan spesies-spesies yang berbeda secara kualitatif dan kuantitatif.

Alat elektroforesis terdiri dari medium pemisah yang dihubungkan dengan dua tangki
elektroda dengan kertas saring atau gauze pad. Tangki terdiri dari dua bagian yang
dihubungkan dengan cotton wool atau sumbu asbes,satu bagian berisi elektroda platina dan
yang lain kontak degan medium elektroforesis. Perubahan pH terjadi dalam daerah elektroda
bahkan dengan larutan buffer,dan pembagian tangki menjadi dua bagian untuk mengurangi
perubahan pH pada daerah fase penyangga. Hubungan antar fase ini dengn larutan bufer
dilakukan dengan sejumlah ketebalan kertas saring whatman 3 mm atau dengan kain kasa
(hospital gauze) yang dijenuhkan dengan larutan bufer.

16
2.6.1 Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam elektroforesis
2.6.1.1 Medium penyangga
Teknik elektroforesis dapat dibagi menjadi 2 bagian. Elektroforesis
free boundary dan elektroforesis zona. Elektroforesis free boundary
merupakan pemisahan parsial dalam tabung gelas partikal dengan campran
proteinyang membentuk campuran boundary dengan bufer yang
sesuai.penerapan arus listrik menghasilkan pergerakan protein dan karena
terjadi migrasi dengan laju yang berbeda maka protein akan terpisah.
Pada elektroforesis zona debngan melakukan pemisahan pada
medium penyangga seperti kertas selulosa asetat,gel pati,gel agarosa ataupun
gel poliakrilamida, akan diperoleh pita protein yang lebih stabil. Medium
penyangga yang digunakan mempunyai keuntungan masing-masing.
Konsentrasi gel pati biasanya 9-14%,gel polisakarida 7,5-10%,dan agarosa
biasanya 0,8-1,2%.

2.6.1.2 Sampel
Larutan yang dipisahkan mempengaruhi laju migrasi termasuk
muatan,ukuran,dan bentuk molekul terlarut. Muatan total akan meningkat
dengan laju migrasi meningkat,besarnya muatan tergantung pada pH. Ukuran
molekul yang lebih besar menyebabkan migrasi menurun dan kekuatan
elektroforesis disekitar meningkat. Sedangkan bentuk molekul yang berbeda
dengan ukuran yang sama seperti protein globular dan fibrous dikarakteristik
menghambat migrasi, karena perbedaan bentuk molekul dapat
mempengaruhi pergerakan molekul.

2.6.1.3 Bufer

Sistem bufer digunakan untuk mempertahankan pH didalam reservior


dan didalam medium penyangga.Berfungsi sebagai elektrolit pembawa aliran
listrik. Namun harus diperhatikan bahwa bufer yang digunakan harus
sedemikian rupa sehingga cmpuran molekul dapat dipidahkan satu sama lain
tetapi tidak mengakibatkan danaturasi.

Kekuatan ionik larutan bufer biasanya berada pada kisaran 0,05-0,15


dan biasanya diambil nilai diantara kedua nilai ekstrem. Pada kekuatan ionik
yang rendah akan terjadi pergerakan molekul yang cepat dan produksi panas
yang rendah,akan tetapi terjadi difusi yang nyata.di lain pihak pada kekuatan
ionik yang tinggi diperoleh pita-pita yang tajam,namun akan terjadi produksi
panas yang lebih tnggi dan terjadi pergerakan molekul pada jarak yang
pendek.

2.6.1.4 Medan listrik

Sumber suatu listrik yang stabil diperlukan untuk menghasilkan aliran


listrik dengan voltase yang konstan. Kekuatan ionik medan listrik pada
kisaran 2-8 V/cm sesuai untuk suhu ruang. Apabila kekuatan medan magnet

17
lebih besar dari 10 V/cm, maka efek pemanasan sedemikian rupa sehingga
banyak terjadi kehilangan air yang diakibatkan karena penguapan.

2.6.2 Jenis-jenis elektroforesis berdasarkan medium penyangga yang


digunakan
2.6.2.1 Elektroforesis kertas dan selulosa asetat

Eletroforesis ini berperan pada pemisahan protein atas dasar


mobilitasnya pada pH tertentu .pada titik isolistrik,yaitu keadaan dimana
mutan positif sama dengan muatan negatif,protein tidak akan bergerak
pada medan listrik. Elektroforesis kertas menggunakan kertas saring
sebagai medium penyangga. Keuntungan utama penggunaan kertas adalah
hanya sedikit terjadi pencampuran diantara daerah-daerah yang oleh
absorbsi molekul-molekul pada selulosa. Pada elektroforesisselulosaasetat
dibutuhkan selulosa asetat sebagai medium penyangga, sehingga terjadi
absorpsi yangminimum dan pemisahan yang jelas darisuatu campuran
kedalam daerah yang terpisah,sehingga senyawamuah terelusi dengan hasil
yang baik. Hanya diperlukan waktu 1 jam untuk melakukan elektroforesis
selulosa asetat sedangkan elektroforesis kertas membutuhkan waktu
semalam.

Gambar 10. Elektroforesis Kertas

2.6.2.2 Elektroforesis gel poliakrilamida sodium dodesil sulfat (SDS gel)

Elektroforesisi ini digunakan secara luas pada saat ini .elektroforesis


ini dinilai lebih menguntungkan dibandingkan elektroforesis kertas. Hal ini
disebabkan karena besarnya pori medium penyangga,serta perbandingan
akrilamida dan bis metilen akrilamida. Medium penyangga dibuat dari reaksi
polimerasi akrilamida dan bis metilen akrilamida yang dikatalisis oleh
amonium persulfat dan tetrametiletilendiamin. Hal ini terjadi akibat reduksi
ikatan disulfida membentuk gugus sulfidril yangdapat mengikat SDS
sehingga protein bermuatan sangat negatif dan bergerak ke arah kutub positif.

18
Gel poliakrilamida bersifat porous dengan ukuran lubang berkisar dari
0,6-4,0 nm dan ditentukan dari persen total akrilamida ditambah bis-akrilamida
didalam campuran gel, serta perbandingan relatif akrilamida. Migrasi protein
didalam gel poliakrilamida terutama ditentukan oleh muatan molekul dan juga
dipengaruhi oleh ukuran molekul. Gel poliakrilamida dapat digunakan tidak
hanya untuk pemisahan dari berbagai protein tetapi juga untuk membandingkan
berat molekulnya. Teknikini dapat digunakan baik untuk tujuan preparatif
maupun pemisahan analitik dari sampel protein.Biasanya dengan teknik
elektroforesis ini hanya dierlukan beberapa mikrogram sampel protein.

Gambar 11. Elektroforesis Gel

2.6.2.3 Elektroforesis tegangan tinggi

Teknik elektroforesis tegangan tinggi dapat dibagi menjadi 2 bagian


yaitu elektroforesis free boundary dan elektroforesis zona. Pada elektroforesis
zona pita protein lebih stabil dengan menggunakan medium
penyangga.Medium penyangga yang bisa digunakan adalah kerta. Pada
tegangan listrik yang normal yaitu 100 -500 V,waktu yang diperlukan untuk
elektroforesis kertas sama dengan kromatografi kertas (18-20 jam), namun
demikaian kualitas sport tidak sebaik kromatografi karena pengaruh difusi dan
senyawa yangmempunyyimobilitas serupayang sagat sulit dicapai. Protein
mempunyai muatan listrik yang tinggi padakondisi yangs sesuai dan juga
memiliki mobilitas seperti ion yang memiliki BM rendah. Dengan demikian
setelah 16 jam pita protein masih cukup tajamuntuk memperoleh resolusi yang
baik.

Elektroforesis tegangan tinggi dapat digunakan untk pemisahan asam


amino, asam organik, asam lemak, amina, ion organik, dll.Dengan demikian,
senyawa-senyawa yang sulit dipisahkan oleh kromatografi kertas dapat
dipisahkan dengan elektroforesis tegangan tinggi.

19
2.6.2.4 Elektroforesis gel slab

Elektroforesis merupakan teknik emisahan untuk karakterisasi


makromolekul dan untuk penetapan kemurnianya. Teknik ini berdasarkan pada
kenyataan bahwa molekul seperti DNA, RNA, dan protein memiliki muatan,
dan oleh karena itu mampu bergerak bila ditempatkan pada medan listrik. Pada
teknik gel slab, akrilamida dipolimerisasi kedalam slab berbentuk segi empat
diantara 2 plat kaca. Sampel dimasukan pada sisi atas gel dengan bantuan alat
berbentuk sisir. Keuntungan dengan teknik ini adalah bahwa sejumlah sampel
dpaat dibandingkan, karena semua sampel terdapat dalam gel yang sama
dengan kondisi yang konstan.

2.6.2.5 Elektroforesis gel agarosa


Elektroforesis gel tidak hanya digunakan sebagai metode analisis, tetapi
secara rutin digunakan untuk persiapan memurnikan fragmen-fragmen DNA
tertentu. Gel ini tersusun atas poliakrilamida atau agarosa. Agarosa digunakan
untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA yang ukurannya memilliki rentan
beberapa ratus hingga sekitar 20.000 kb.Agarosa tidak bersifat tidak toksik,
komplek berupa bubuk yang terdiri dari campuran polimer dengan 2 unit dasar
galaktosa, agarosa, dan agaropektin. Agarosa dilarutkan dalam cairan bufer
mendidih dan akan membentuk gel pada suhu sekitar 38ºC. Pada konsentrasi
1% w/v gel dalam bufer yang mengandung air dalam kadar tinggi, struktur
seratnya baik, khususnya pada pemisahan makromolekul.
Gel adalah suatu jaringan kompleks molekul polimer. Molekul DNA
bermuatan negatif didalam medan listrik dan moleku DNA bergerak melalui
gel pada kecepatan yang berbeda karena tergantung ukurannya:molekul DNA
yang kecil dapat dengan mudah melewati gel dengan mudah sehingga bergerak
lbih cepat dibandingkan molekul yang lebih besar. Keuntungan khusus yang
diproleh menggunakan elektroforesis gel adalah pita DNA dpat ddideteksi
dengan kepekaan yang tinggi. Pita –pita DNA didalam gel dapat di warnai
dengan zat warna etedium bromida, dan DNA dengan ukuran sampai sekitar
0,05 hg dalam suatu pita juga dapat terdeteksi sebagai fluoresensi yang tampak
apabilagel disinari dengan cahaya uv.

20
Gambar 12. Elektroforesis Gel

2.7 Metode Kromatografi

Kromatograffi merupakan suatu teknik analisis biokimia berdasarkan metode


pemisahan yang memerlukan waktu yang relatif singkat dan tidak membutuhkan alat yang
rumit dibandingkan dengan metode pemisahan lainnya.Pada tahun 1885, teknik ini pertama
kali digunakan oleh Karl Runge dan pada 1906 digunakan oleh Michael Tswett untuk
memisahkan pigmen tanaman.

Prinsip dasar dari pemurnian enzim dalam metode kromatografi ini adalah untuk
memisahkan suatu persenyawaan dengan struktur yang sama atau berbeda sedikit, dengan
cara adsorpsi selektif pada absorban yang berbeda. Pada kromatografi, terdapat dua fase,
yaitu fase mobil atau fase gerak yang membawa sampel, dan fase stasioner atau fase diam
yang menahan sampel.

Fase gerak dapat berupa cairan atau gas, sedangkan fase diam dapat berupa padatan
atau cairan.Perbedaan wujud fase ini akhirnya diklasifikasikan sehingga bila fase mobilnya
berupa cairan, maka disebut kromatografi cairan, cika fase mobilnya berupa gas, maka
disebut kromatografi gas. Walau demikian, dasar dari semua bentuk kromatografi adalah
koefisien partisi atau koefisian distribusi (Kd) yang menggambarkan jalur distribusi senyawa
yang dianalisis di antara dua fase yang tidak saling campur.

Untuk menghitung koefisien distribusi, terdapat rumus:

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖𝑧𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑓𝑎𝑠𝑒𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘
𝑘𝑑 =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖𝑧𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑓𝑎𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑚

Pemurnian dan pemisahan suatu bahan terutama dilakukan dengan menggunakan


salah satu dari beberapa teknik kromatografi ataupun menggunakan gabungan teknik-teknik
tersebut. Pemilihan teknik kromatografi, sebagian besar tergantung pada sifat kelarutan dan
keatsirian senyawa yang akan dipisah.

2.7.1 Kromatografi Adsorpsi

21
Dalam kromatografi adsorpsi, terdapat 2 metodse yaitu kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis.Kromatografi adsorpsi sendiri adalah suatu teknik
pemisahan atau pemurnian senyawa kimia yang didasarkan pada interaksi yang
didominasi oleh mekanisme adsorpsi dari komponen dalam sampel relatif terhadap
fase diam dan fase gerak.

Kromatografi adsorpsi sudah digunakan sejak 1903 dan terbilang merupakan alat
tertua dari kromatografi sejenisnya dan dipakai oleh botanis Rusia, Tsweet saat
memisahkan pigmen tumbuhan dengan menggunakan kapur tulis. Walau teknik ini
sudah memudar, beberapa tahun selanjutnya pada tahun 1931 oleh kuhn dan lederer
untuk pemisahan karoten dan xantofil, sehingga teknik ini banyak digunakan lagi.

Senyawa yang diadsorpsi ke dalam kolom mengalami kesetimbangan antara


molekul yang terikat pada kolom dengan molekul yang terdapat bebas di larutan.
Kekuatan ikatan dipengaruhi oleh muatan, gaya Van Der Waals, interaksi dipol,
ikatan hidrogen, dan tergantung juga pada struktur senyawa. Massa zat terlarut
yang diadsorpsi per unit bobot matriks (adsorben) (m) tergantung pada konsentrasi
zat terlarut (c), sehingga Langmuir menurunkan sebuah persamaan yang
berdasarkan bahwa hanya monolayer (lapisan tunggal) yang diadsorpsi, dan hanya
sebagian molekul yang bertubrukan yang diadsorpsi, selajutnya, persamaan ini
dikenal dengan Isoterm Adsorpsi Langmuir, yaitu:

𝐾1𝐾2𝐶
m=
1 + 𝐾2𝐶

k1 adalah jumlah sisi aktif adsorpsi per unit berat badan bahan penyerap
(adsorben) , dan ini tergantung pada sifat alamiah adsorben. K2 adalah jumlah zat
terlarut bagi adsorbennya dan ini dipengaruhi oleh semua komponen yang ikut
dalam sistem.Langmuir hanya mengasumsikan satu sisi ikatan dari adsorben yang
dapat mengadsorpsi, tetapi dalam prakteknya ternyata banyak sisi yang dapat
mengadsorpsi dengan afinitas yang berbeda, sehingga memberikan satu seri isoterm
tipe Langmuir. Hinshelwood menurunkan persamaan dan akhirnya memberikan
gambaran lebih akurat dan mendekati persamaan Isoterm Adsorpsi Freundlich dan
akhirnya menghasilkan rumus seperti:

m = 𝐾𝐶 𝑥

K dan x adalah konstanta yang tergantung pada sistem tertentu yang


digunakan.Campuran sisi ikatan adsorben dari berbagai afinitas yang berbeda
merupakan penyebab noda yang dikenal dengan istilah “tailing” . Hal ini dapat
diatasi dengan elusi gradien yaitu dengan mengukur pH, kekuatan ionik atau
polaritas dengan demikian akan didapatkan lebih banyak molekul yang di adsorpsi.

2.7.2 Kromatografi Kolom

22
Pemisahan senyawa dengan kromatografi kolom merupakan salah satu
teknik pemisahan biokimia yang banyak dipakai oleh beberapa peneliti.Hal yang
harus diperhatikan dalam kromatografi kolom adalah penyediaan kolom, operasi
kolom serta pemilihan pelarut yang tepat sebelum melakukan kromatografi.
Kolom kromatografi biasanya terbuat dari gelas, dan panjangnya disesuaikan
dengan jumlah komponen yang akan dianalisis dalam suatu senyawa, sedangkan
lebar kolom disesuaikan dengan jumlah senyawa yang akan dianalisis. Secara
skema, peralatan yang penting dalam suatu kromatografi seperti gambar:

Gambar 13. Kromatografi kolom

Bahan yang dapat dipakai untuk sediaan kromatografi sebagai pengisi


kolom cukup banyak jenisnya. Sebagai contoh adalah beberapa jenis gel yang
dapat menyerap air (hidrofil); suatu matriks (isi kolom) yang dapat aktif
dengan pemanasan atau perlakuan dengan asam; dan untuk pertukaran ion
resin, yang diperlukan adalah bentuk ionik yang dapat dicuci. Selama proses
kesetimbangan dengan pelarut, bahan pengisi kolom dibiarkan mengendap
dan partikel halus yang tertinggal dalam suspensi dibuang dengan cara
dekatansi, bila tidak dilakukan maka laju alir pelarut yang menuruni kolom
akan menurun karena tersumbat oleh partikel-partikel halus.

23
Gambar 14. Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom, kolom kromatografi harus benar benar


padat, bahan kolom kira-kira sepertiga pelarutnya dan penambahan kolom
pada pelarut harus hati-hati.Awalnya sampel dilarutkan dengan pelarut atau
dapat ditambahnkan dengan larutan bufer bila diperlukan, atau dielusi dengan
larutan bufer setelah masuk ke dalam kolom. Lebih baik kalau turnunnya
pelarut pada kolom dibantu dengan cara membuka keran agar larutan
menetes, dan kolom cepat turun. Disaat sampel diteteskan dengan pipe pada
permukaan kolom, sebaiknya kran kolom dibuka dan agar eluen menetes dan
sampel masuk ke dalam kolom.

Pada tahap elusi, bahan atau senyawa yang tertahan pada bahan
kolom dielusi dengan larutan yang sesuai. Sering muncul interaksi antara
bahan kolom dengan pelarut pada saat pencucian dan hal ini akan
menggangu. Tahap elusi juga menentukan seberapa baik hasilnya.Terdapat
beberapa metode yang diugunakan pada tahap elusi untuk mendapatkan hasil
yang baik, sebegai ontoh adalah metode elusi gradien yaitu metode yang
mengganti sifat-sifat pelarut secara bertahap sehingga senyawa atau sample
dielusi berdasarkan peningkatan gradien kekuatan ionik, pH atau polaritas.

Gambar 15. Tahap Elusi

24
Cairan yang mengalir dari kolom keran dikumpulkan pada alat
dengan sederetan seri tabung yang dapat digerakan secara otomatis yang
disebut alat kolektor fraksi.Kolektor dapat mengumpulkan larutan fraksi
dalam unit volume atau dalam waktu tertentu.Selanjutnya fraksi yang telah
ditampung dapat dianalisis terhadap adanya senyawa yang diduga.Fraksi
yang mengandung protein atau asam nukleat dapat dipantau dan diukur
dengan alat spektrofotometer menggunakan panjang gelombang 280 nm atau
260 nm.

Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan


distribusi molekul.Molekul komponen di antara fase gerak dan fase diam
berdasarkan tingkat kepolaran. Komponen akan bergerak lebih cepat
meninggaklakn kolom bila molekul komponene berinteraksi lemah dengan
fase diam.

Kromatografi kolom sekarang banyak ditinggalkan, karena metode


pemisahan yang memerlukan bahan kimia yang banyak sebagai fase diam
dan fase gerak. Selain itu waktu yang sangat lama dan hanya
untukmemisahkan satu campuran dengan hasil pemisahan yang kurang jelas.

2.7.3 Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan senyawa pada metode kromatografi lapis tipis secara prinsip


sama dengan kromatografi kertas, tetapi mempunyai beberapa keuntungan
yaitu lebih banyak campuran medium dan senyawa yang dapat digunakan.
Senyawa fluoresen dapat digabungkan dalam medium untuk memudahkan
identifikasi noda.Pada metode ini, pemisahan dapat dilakukan dengan
adsorpsi, pertukaran ion, kromatografi partisi, atau filtrasi gel pada medium
yang digunakan.Metode kromatografi lapis tipis sangat cepat dan dapat
dilakukan kurang dari 1 hari.Noda yang dihasilkan sangat rapat, dan
memungknkan untuk mendeteksi senyawa dalam konsentrasi
rendah.Senyawa yang dipisahkan dapat dideteksi menggunakan larutan
korosif pada suhu tinggi, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada
kromatografi kertas.Silika gel adalah bahan yang paling sering digunakan
untuk pemisahan sejumlah besar senyawa.Jenis adsorben yang sesuai untuk
pemisahan suatu bahan berbeda-beda.Seperti adsorben alumina untuk
memisahkan bahan alkaloid, pewarna makanan, fenol, steroid, vitamin,
karoten dan asam amino, sedangkan adsorben kieselguhr untuk memisahkan
gula, oligosakarida, asam dibasi, asam lemak, trigliserida, asam amino dan
steroid.

25
2.7.4 Kromatografi Partisi

Kromatografi partisi adalah metode intermediet antara kromatografi


adsorpsi dan kromatografi penukar ion, dan senyawa yang larut dalam air
maupun pelarut organik dapat dengan cepat dipindahkan dengan
kromatografi partisi. Bila suatu senyawa dikocok dengan dua pelarut yang
tidak saling campur, maka senyawa tersebut akan terdistribusi di antara
kedua fase pelarut tersebut, dan pada kesetimbangan, rasio konsentrasi
senyawa dalam kedua pelarut tersebut adalah konstan, sehingga disebut
koefisien partisi (α)

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖𝑋𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 1
(α) =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖𝑋𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 2

Dalam metode kromatografi partisi ini, satu pelarut yang biasanya air
berfungsi sebagai fase diam dalam kolom atau film bahan inert; sedangkan
fase lainnya berisi pelarut organik yang bersifat mobil dan jenuh-air yang
mengalir di sepanjang fase diam. Komponen-komponen suatu campuran
akan terpisah jika koefisien partisi antara pelarut tersebut berbeda.

Gambar 16. Fase diam dalam kolom

2.7.5 Kromatografi Kertas

Selulosa dalam kertas merupakan medium ideal, air dapat diserap di


antara serat selulosa dan membentuk fase diam yang hidrofilik. Pada tahung
1941, Consden , Gordon, dan Martin pertamakali menggunakan metode
kromatografi kertas ini. Campuran sampel diteteskan pada kertas dan batas
migrasi pelarut ditandai.Setelah kertas dikeringkan, posisi senyawa-senyawa
yang ada dalam campuran sampel dilihat dengan reaksi pewarnaan yang
sesuai. Rasio jarak yang ditempuh oleh senyawa dan jarak yang ditempuh
oleh pelarut disebut nilai Rf (retention factor), dan nilainya kurang lebih
konstan untuk senyawa tertentu, sistem pelarut, dan kertas di bawah kondisi
konsentrasi zat terlarut, suhu dan pH yang terkontrol.

Pada metode kromatografi kertas, hal yang harus diperhatikan


pertama kali adalah preparasi sample. Pada bahan biologis yang akan diteliti,
dihilangkan garamnya terlebih dahulu karena garam akan melebar dan
mengubah nili Rf dan akan mempengaruhi reaksi yang digunakan untuk

26
mendeteksi senyawa dalam campuran sample. Protein juga dapat dipisahkan
terlebih dahulu dengan kolom kromatografi atau dengan ultrafiltrasi atau
sephadex.

Pemilihan kertas juga merupakan suatu hal yang penting karena


berbeda kertas akan berbeda hasil. Pemilihan pelarut juga harus di
pertimbangkan pula karena pelaut yang cocok untuk pemisahan merupakan
campuran dua pelarut sehingga nilai rf senyawa dalam campuran sample
tersebar di sepanjang kertas. Selain itu, alat bingkai untuk menempel
selembar kertas di salah satunya juga penting.Terdapat 2 macam penempatan
bingkai yaitu pada bawah sehingga metode berupa kromatografi kertas naik,
dan di atas sehingga metode disebut kromatografi kertas turun.

Gambar 17. Kromatografi Kertas

Sebagian besar senyawa bersifat tidak berwarna dan harus divisualisasi


dengan pereaksi tertentu.Lokasi noda dapat diketahui setelah kertas
disemprot atau diceleupkan pada pelarut volatil.Visualisasi dibawah sinar
UV juga dapat dilakukan karena beberapa senyawa dapat menyerap sinar UV
dan memberikan noda warna fluorosen pada kertas.

27
Gambar 18. Hasil akhir kromatografi kertas

2.7.6 Kromatografi Kolom Partisi

Selulosa, pati, asam salisilat, atau bahan pengisi lain biasanya


digunakan sebagai bahan penunjang, dan fase diamnya adalah air yang
diserap pada bahan penunjang tersebut. Persiapan bahan penunjang agar
mengandung air dalam perbandingan yang sesuai penting untuk mencapai
partisi yang benar.

Beberapa bahan penunjang yang dapat dipersiapkan dengan


mengandung sampai 50% w/v air. Bahan penunjang yang sudah dihidrasi
dicampur dengan pelarut yang immiscible dan dimasukkan ke kolom pada
kolom kromatografi. Senyawa yang akan dipisahkan dengan koefisien
distribusi yang berbeda akan berpindah dengan laju yang berbeda dan
keluar dari kolom pada waktu yang berbda. Pada kromatografi kolom
partisi ada kemungkinan terjadi pengaruh adsorpsi.

2.7.7 Kromatografi Penukaran Ion

Kromatografi penukar ion secara luas dapat didefinisikan sebagai


pemisahan ion dari senyawa yang tidak larut, memiliki ion-ion labil dan
dapat dipertukarkan dengan ion-ion yang ada disekitarnya atau ion-ion
lain pada medium.

2.7.7.1 Matriks Penukar Ion

Fenomena pertukaran ion ini pertama diamati oleh Adam dan


Homes pada tahun 1935 pada kondensasi fenol, asam sulfonat dan
formaldehid untuk membentuk resin yang tidak larut. Sejak saat itu,
bentuk resin lain (senyawa aromatik dengan BM tinggi) untuk maksud
yang sama dibuat. Contohnya, matriks bahan dari polimerisasi divinil
benzena dan stirena.Jumlah relatif divinil benzenda dan stirena

28
menentukan derajat ikatan silang antara rantai polistirena dan
mempengaruhi air yang bertahan. Semua resin sebagai bahan untuk
pertukaran ion akan mengembang bila kontak dengan air, semakin
banyak ikatan silang di antara rantai, maka semakin kurang air yang
tertahan. Ikatan silang diatur dengan hati-hati untuk menghasilkan
pengaruh penyaringan molekul yang dipisahkan.

2.7.7.2 Resin Penukar Ion

Teknik pertukaran ion resin sifatnya ideal untuk pemisahan molekul


yang relatif kecil seperti asam amino, dan molekul dengan BM tinggi
seperti protein yang tidak dapat masuk ke dalam struktur senyawa
resin, pemisahan molekul yang memiliki BM tinggi biasanya
menggunakan resin yang mengandung selulosa atau dextran karena
bahan bahan ini berserat dengan gugus fungsionalnya terletak pada
permukaan.

2.7.7.3 Senyawa-senyawa yang Dapat Berionisasi

Bahan untuk pertukaran ion adalah bahan atau senyawa yang


memiliki muatan positif atau negatif. Ion positif akan bertukar dengan
ion negatif luar bahan dan sebaliknya. Artinya, anion yang terfiksasi
pada bahan dapat bertukar dengan ion kation yang bebas di luar bahan
dan sebaliknya.Bahan penukar ion memiliki 2 jenis.Yang pertama
adalah yang mengandung gugus berionisasi kuat seperti –SO3H atau –
NR3, dan bahan yang mengandung gugus berionisasi lemah seperti –
COOH, -OH, NH2. Resin yang dapat berionisasi uat akan berionisasi
sempurna dan secara ekstrim akan mengubah pH.

Bahan resin yang mengandung gugus berionisasi lemah,


ionisasinya tergantung pada pH dan hanya dapat dipakai secara
maksimum pada selang pH yang sempit. Keuntungan menggunakan
bahan resin yang berionisasi lemah dengan bobot jenis rendah adalah
sifat ikatannya lemah, sehingga cepat dapat dilarutkan kembali dengan
pelarutnya pada kondisi basa.

2.7.7.4 Kesetimbangan Pertukaran Ion

Cara suatu ion akan bertukar dari bahan resin dengan bahan yang
dipisahkan.

29
Gambar 19. Kesetimbangan pertukaran ion

2.7.7.5 Elusi Ion-ion yang Terikat

Ion yang terikat dapat dibebaskan dengan cara mengubah pH larutan


bufer, contohnya pada saat pH suatu protein bergerak ke arah titik
isolistriknya maka muatan listriknya turun dan ikatan makromolekul
lepas. Pemisahan akan tercapai bila protein yang bermuatan tetap tinggal
dalam kolom. Sebaliknya ion-ion dapat dilepas dengan meningkatkan
kekuatan ioniknya.pH atau kekuatan ionik dapat diubah dengan
mengganti buffer elusi atau dengan garadien pH. Nilai pH atau kekuatan
ionik dapat diubah dengan cara mengelusi dengan larutan bufer atau pH
gradien.

Elibatkan kesetimbangan antara ion sehingga tingkat kekuatan


tergantung pada sifat resin dan suhu, kekuatan ionik serta komposisi
pelarut. Pada peningkatan ion Asam dan basa lemah akan membentuk
garam yang tidak stabil dengan resin penukar ion lemah dan membentuk
garam sstabil dengan resin asam atau basa kuat. Ion bervalensi tinggi
palingmudah berikatan dan lebih sulit dihilangkan. Ssecara berurutan
ion dengan derajat kecepatan terikatnya oleh bahan resin adalah H, Na,
Mg, Al, Th. Larutan encer digunakan untuk menggantikan ion terikat
resin dengan salah satu ion yang bevalensi lebih tinggi dan larutan pekat
menggunakan ion bervalensi lebih rendah.

2.5.7.6 Preparasi Resin Penukar Ion

Resin dan polisakarida tersubtitusi awalnya dibiarkan


mengembang dalam aquades dan senyawa pengotor dibuang. Resin
komersial atau resin penukar kation mungkin mengandung besi atau
logam berat lainnya yang harus dihilangkan dan dicuci dengan asam
hidroklorat. Resin penukar ion diperoleh dalam bentuk ioniknya dan
kemudian dicuci dengan larutan yang sesuai.

30
Langkah terakhir sebelum dimasukkan ke dalam kolom adalah
menyetimbangkan bahan resin dengan diaduk dan dicamupur dengan
larutan buffer elusi, ion larutan buffer harus terikat pada resin.

2.6. Kromatografi Afinitas

Prinsip kromatografi afinitas adalah pengikatan molekul yang diteliti secara


kovalen pada matriks immobile seperti kolom agarosa seperti gambar

Gambar 20. Kromatografi Afinitas

Suatu campuran yang mengandung makromolekul yang diteliti dibiarkan


untuk meresap kedalam matriks.Sebagian besar molekul di dalam campuran tidak
memiliki afinitas terhadap molekul pengikat atau ligand (komponen yang bersifat
selektif dan reversibel) sehingga molekul mengalir melalui matriks tanpa
hambatan.Akan tetapi, makromolekul yang dikehendaki dapat mengenal molekul
pengikat dan terikat kepadanya, dan dengan demikian diikat.Setelah semua
komponen yang tidak dikehendaki terelusi dari kolom, kondisi larutan pencuci
atau pengelusi diubah untuk memungkinnkan berlangsungnya disosiasi antara
makromolekul dan ligand, sehingga makromolekul yang dikehendaki dapat
diperoleh dalam bentuk murni di dalam efluen.Prosedur yang dilakukan untuk
mengikat ligand pada matriks penyangga adalah aktivasi gugus fungsional
matriks dan pengikatan ligand pada gugus fungsional yang telah aktif.

Pada prinsipnya, metode kromatografi afinitas dapat digunakan untuk


memurnikan hampir semua makromolekul termasuk enzim, antibodi, asam-asam
nukleat, protein-protein pengikat vitamin, imunoglobulin, reseptor membran, sel
utuh dan fragmen sel. Tujuan dari penggunaan kromatografi afinitas adalah untuk
memisahkan komponen dari suatu campuran komponen kompleks yang belum
murni. Keuntungan dari pemisahan menggunakan metode kromatografi afinitas
diantaranya adalah:

a. Pemisahan makromolekul, misalnya protease atau nuklease dari kontaminan


yang destruktif dapat berlangsung secara tepat.

b. Dapat digunakan untuk menghilangkan produk-produk denaturasi yang


diakibatkan oleh perbedaan asosiasinya dengan lokasi aktif ligand.

31
c. memiliki kemurnian, hasil, dan selektivitas yang tinggi.

Namun, terdapat beberapa hal yang harus dupertimbangkan bila mau


memisahkan dengan metode kromatografi afinitas, antara lainnya adalah:

a. Jenis matriks yang digunakan

b. Sifat alami ligand yang digunakan dan cara pengikatannya secara kovalen
pada matriks

c. Kondisi yang digunakan untuk mengadsorpsi dan mengelusi makro molekul


dalam kolom

d. Kondisi yang diperlukan untuk memurnikan suatu molekul yang harus


ditetapkan terlebih dahulu secara spesifi, untuk mengetahui sifat-sifat biologis
yang dikarakterisasi dari makromolekul tersebut.

2.7 Kromatografi Gas-Liquid Chromatography

Pada teknik GLC (gas-liquid chromatography, kromatografi gas cair)


berdasarkan pada partisi dari senyawa-senyawa di antara suatu fase cair dan fase
gas.Metode ini digunakan secara luas untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dari
sejumlah besar senyawa karena memiliki kepekaan tinggi, dan hasilnya diperoleh
dengan cepat.Teknik ini terbukti paling baik untuk pemisahan senyawa dengan
polaritas rendah. Seperti gambar berikut:

Gambar 21. Kromatografi GLC

Fase diam seperti pelumas silikon digunakan sebagai penunjang bahan padat
granular yang inert. Bahan ini diisikan ke dalam suatu kumparan gelas atau baja yang
panjangnya 1-3 m dan diameter 2-4 mm. Melalui kolom tersebut, dialirkan fase gerak
gas pembawa yang inert seperti N, He, atau argon. Selanjutnya, kolom dilektakkan
dalam oven dengan suhu tinggi, sehingga senyawa volatil yang mudah menguap dapat
dipisahkan.dasar pemisahan dengan cara ini berdasarkan perbedaan koefisien partisi

32
dari senyawa yang diuapkan atara fase cair dan fase gas yang dilewatkan dalam kolom
dengan bantuan gas pembawa. Ketika senyawa meninggalkan kolom, dan menuju alat
pencatat yang akan mencatat puncak-puncak senyawa yang dilewati detektor. Sistem
kromatografi dengan menggunakan gas sebagai fase geraknya disebut kromatografi
gas cair (GLC).Pada pemisahan dengan metode GLC ini, yang harus diperhatikan
adalah Gas pembawa (carrier gas) sebagai fase gerak, injektor, oven, kolom, detektor,
dan rekorder atau integrator.Terdapat beberapa macam sistem detektor pada GLC ini,
yaitu Flame Ionisation Detector (FID), Nitrogen Phosphour Detector (NPD), dan
Electron Capture Detector (ECD).

Flame Ionisation Detector adalah detector yang paling sering digunakan.FID


dapat digunakan untuk hampir semua senyawa organik hingga batas rendah satu
nanogram, dan respons linear terluas berkisar 10 pangkat 6. Untuk sistem detektor
FID, campuran dari hidrogen dan udara dimasukkan ke dalam detector, sehingga
terbentuk nyala api. Senyawa ini akan terionisasi dengan nyala api apabila senyawa
yang dianalisis keluar dari kolom dan akhirnya terbentuk sinyal yang menuju rekorder.
Gas pembawa melewati kolom, dan detektor akan memberi sinyal kecil sebagai garis
alas (baseline) pada pembacaan puncak senyawa yang dianalisis. FID memiliki
kemampuan detektor yang terkecil yaitu 5x10-12 g/detik dan suhu tertinggi berkisar
400 derajat celcius.

Nitrogen Phosphour Detector memiliki rancangan yang hampir sama dengan


FID namun menggunakan garam natrium yang difusikan ke elektroda atau ujung
pembakar yang diletakkan pada tabung keramik yang berisi garam Na atau rubidium
klorida. NPD memiliki kepekaan tinggi terhadap senyawa yang mengandung gugus N
dan P, dan apabila senyawa tidak memiliki N dan P, respons dari alat akan kurang
baik. Respons linearnya adalah 10^4 dengan batas suhu yang paling tertinggi 300
derajat celcius, dan batas deteksi 10-11 g/detik.NPD sering dipakai untuk analisa
petsisida organofosfor.

Electron Capture Detector hanya memberikan respons terhadap senyawa yang


dapat menangkap elektron, terutama senyawa yang mengandung halogen.Detektor ini
digunakan utnuk analisa senyawa poliklorinasi, misalnya dieldrin, aldrin.ECD
memiliki sensitivitas yang tinggi yaitu 10-12 gram/ detink dengan batas suhu tertinggi
300 derajat celcius dan batas deteksi 10^2-10^4, sehingga lebih rendah dibandingkan
FID. ECD bekerjanmenggunakan suatu sumber radioaktif Ni dalam kolom ionisasi gas
dan elektron yang dihasilkan akan memberikan arus listrik yang melewati elektroda
sehingga terbentuk voltase. Bila suatu senyawa penangkap elektron keluar dari kolom,
maka senyawa ini akan menangkap elektron yang terionisasi dan arus yang terbentuk
akan turun, dan perubahan arus ini akan terekam. Gaspembawa yang biasanya
digunakan adalah N atau campuran argon dengan 5% metana.

Parameter instrumen kromatografi gas adalah isotermal, laju aliran gas


pembawa dan suhu terprogram.Maka dari itu, pada percobaan kromatografi gas GLC
yang dihitung adalah rata rata dari masing masing laju aliran yang berbeda yaitu tinggi
puncak, lebar puncak dan waktu retensi.

33
2.8 Kromatografi High Performance Liquid Chromatography

Diagram Komponen dari sistem HPLC adalah seperti gambar berikut:

Gambar 22. Kromatografi HPLC

HPLC memiliki kecepatan dan sensitivitas yang lebih baik dari kromatografi
lainnya, dan HPLC ini digunakan untuk pengujian semua jenis molekul biologi atau
dalam teknik pemurnian.HPLC banyak digunakan untuk pemisahan oligopeptida
dan protein. Campuran hasil pencernaan protein oleh tripsin dan supernatan kultur
mikroorganisme dapat secara langsung masuk ke kolom, tetapi campuran protein
dari ekstrak sel masih membutuhkan proses fraksinasi. Komponen utama yang perlu
diperhatikan dalam sistem HPLC adalah Reservoir berisi fase gerak, selain itu
Pompa bertekanan tinggi, Injektor, Kolom, detektor serta rekorder atau integrator.

Injektor adalah sebuah komponen yang penting.Cara memasukkan sampel ke


dalam kolom HPLC merupakan faktor yang penting untuk mencapai pemisahan
yang sempurna.Metode yang sering digunakan adalah microsrynge untuk
memasukkan sample, baik secara langsung ke dalam kolom atau melalui tutup
sumbatan kecil dari bahan lembam (inert) di atas kolom.Injeksi ini dapat dilakukan
pada sistem yang sedang berjalan atau pompa dimatikan dulu dan kemudian tekanan
menurun hingga tekanan atmosfer, baru kemudian sampel diinjeksikan dan pompa
dinyalakan kembali, sehingga disebut injeksi pada saat aliran dihentikan.Metode
kedua adalah dengan sebuah injektor melingkar (loop).Injektor ini terbuat dari
logam dengan volume kecil tertentu yang dapat diisi sampel. Dengan sistem katup
yang dapat diatur, eluen dari pompa disalurkan ke loop yang langsung menuju ke
loop yang menuju kolom dan sampel akan dibawa ke kolom oleh eluen tanpa
mengubah cairan eluen.

Kolom HPLC yang dipasarkan ada beberapa macam dengan nama komersial
yang berbeda beda dan fase diam yang berbeda beda. Tujuan utama dari mengemas
suatu kolom adalah agar bahan tersebut dapat mengisi kolom secara padat tanpa ada

34
rongga atau saluran. Gel padat dan keras harus dikemas sepadat mungkin tanpa
merusak partikel selama pengemasan kolom. Teknik pengemasan kolom yang paling
banyak digunakan adalah teknik tekanan tinggi. Suspensi bahan pengisi kolom
dibuat dengan suatu pelarut yang memiliki dnesitas yang sama dengan bahan
pengisi. Bahan campuran tersebut segera dipompa dengan tekanan tinggi dengan
suatu sumbat yang berlubang pada tempat keluarnya.Setelah preparasi kolom
selesai, maka kolom mampu melewati fase gerak dari bahan yang dipisah. Bila
digunakan gel lunak, gel tidak boleh dikemas dengan tekanan namun dibiarkan
mengisi kolom dengan cara yang sama seperti pada pengemasan kolom untu LPLC.

Detektor adalah komponen utama yang harus diperhatikan pula.Jumlah


bahan yang dimasukkan ke dalam kolom HPLC biasanya sangat sedikit, namun
sistem detektor memiliki kepekaan yang cukup tinggi dan stabil terhadap respons
dari setiap bahan yang diuji pada konsentarasi rendah dalam fluen.Detektor pada
HPLC bermacam macam berdasarkan panjang gelombangnya.Dan mampu
mengukur absorban dari 190 nm dan hingga sensitivitasnya skala 0,001
unit.Detektor fluorosen sangat penting dalam HPLC karena sensitif, tetapi relatif
terbatas pada beberapa komponen yang berfluorosensi.Sedangkan detektor
electrochemical bersifat selektif untuk senyawa elektro aktif, dan berpotensi
memiliki sensitifitas yang tinggi.

2.9 Imunokimia
Imunokimia adalah suatu kajian imunologi yang berfokuspada level kimia/
biokimia. Imunokimia juga menerangkan secara rinci molekul-molekul dan reaksi-
reaksi yang terlibat dalam system kekebalan, ini berkembang pesat dengan adanya
teknik laboratorium canggih (RIA, ELISA, Immunochemistry, dll).Imunokimia
merupakan ilmu yang mempelajari system kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh
adalah kumpulan sel, organ dan struktur khusus dan tidak begitu khusus yang luar
biasa rumit.
Imunokimia berfungsi menerangkan reaksi kimia masuknya benda
asing. Contoh lewat pencernaan, urine, dan lain-lain. Setelah itu, dibahas juga
reaksi-reaksi yang terjadi di dalamnya. Misi system ini adalah mengenali dan
menghancurkan para penyusup asing sebelum kerusakan terjadi pada tubuh.
Organisme yang menyebabkan penyakit, seperti bakteri, virus, jamur dan parasit,
dideteksi ketika masuk, ditandai untuk dibasmi, dan dimakan oleh sel system
kekebalan tubuh yang lapar. Sel-sel kanker dikenali sebagai tidak diharapkan dan
ditiadakan. Organ-organ yang ditransplantasi, walaupun dimanfaatkan untuk tujuan
penyelamatan hidup, sebenarnya adalah obyek asing dan dianggap demikian oleh
system kekebalan tubuh. Ilmu kedokteran telah mempersembahkan banyak upaya
untuk mencegah penolakan transplantasi.

2.9.1 Sistem Imun


Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan oleh tubuh untuk
mempertahankan keutuhannya sebagi perlindungan terhadap bahaya yang dapat
disebabkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup.

35
Terbagi menjadi 2 sistem imun :

2.9.1.1 Sistem imun non spesifik (natural/innate)


Merupakan pertahanan tubuh utama dalam menghadapi serangan dari berbagai
mikroorganisme, sehingga dapat memberikan respons langsung terhadap antigen.
Telah ada dan siap digunakan sejak lahir, yang berupa permukaan tubuh dan
berbagai komponen dalam tubuh.
Dibagi menjadi beberapa komponen-komponen yaitu empat, yaitu:
1) Pertahanan fisik dan mekanik
2) Pertahanan biokimiawi (bahan larut)
3) Pertahanan humoral (bahan larut)
4) Pertahanan selular

2.9.1.2 Sistem imun spesifik (adaptive/aquired)


Sistem imun yang masih membutuhkan waktu untuk mengenali antigen
terlebih dahulu sebelum memberikan respons, spesifik karena ditujukan terhadap
mikroorganisme tertentu.
Sebagian mikroorganisme tidak dapat menembus kulit yang sehat. Beberapa
mikroorganisme dapat masuk ketubuh melalui kelenjar sebasues dan folikel rambut.
2.9.2 Respons imun
Respons imun adalah respons spesifik terhadap senyawa penyerang atau
antigen, meliputi produksi sel dan atibodi yang mampu mengenali dan berikatan
dengan senyawa perang (asing). Pembentukan antibodi merupakan suatu mekanisme
yang dilakukan oleh manusia dan hewan sebagi respons pertahanan tubuh terhadap
senyawa atau mikroorganisme yang secara potensial berbahaya bagi tubuh.
Mekanisme perlindungan terhadap infeksi disediakan oleh adanya permukaan
kulit dan membra yang utuh yang bersama-sama dengan sekresi lendir dari beberapa
permukaan internal. Asam-asam yang disekresikan oleh perut dan kulit mampu
membunuh bakteri, seperti beberapa cairan enzim tubuh tertentu khususnya
lisosom.Satu kelompok sel yang sangat penting adalah limfosit, yang secara luas
didistribusikan ke jaringan, jumlahnya meningkat selama respons inflamasi terutama
bertanggung jawab untuk respons imun.
2.9.2.1 Sel-sel yang terlibat dalam respon imun
2.9.2.1.1 Limfosit
adalah kelompok sel yang sangat heterogen dan hampir identik bila
dilihat dengan mikroskop cahaya, serta berbeda sedikit bila dilihat dengan
mikroskop elektron. Tugas masing-masing dalam kelompok ini berbeda-
beda. Namun, sejumlah besar limfosit dapat dideteksi dalam sirkulasi darah
dan cairan tubuh. Sebagian besar limfosit ditemukan dalam jaringan yang
dienal secara kolektif sebagai sistem retikulum endotelial. Sistem ini
meliputi berbagai jaringan seperti hati,limpa,sumsum tulang, timus, yang
semuanya penting dalam respon imun.Percobaan dengan penghilangan
beberapa jaringan tersebut pada hewan menunjukkan bahwa terdapat dua
sifat berbeda terhadap respons imun. Pengilangan timus, yaitu suatu
kelenjar kecil yang terdapat di belakang tulang dada, mampu merusak

36
kemampuan hewan muda untuk menolak pencangkokan kulit dan tidak
mempengaruhi kemampuannya untuk menghasilkan antibodi.
Percobaan dengan unggas memperlihatkan bahwa penghilangan
jaringan limfosit yang dikenal sebagai bursa fabricius, mengakibatkan
penurunan kemampuan untuk menghasilkan antibodi,tetapi tidak secara
signifikan mengubah respons terhadap pergantian kulit. Selanjutnya suatu
ciri yang dikenal sebagai imunitas humoral, digabungkan dengan sup-
populasi limfosit lain yang dikenal sebagai limfosit B(turunan dari bursa
fabricus). Sumsum tulang belakang merupakan sumber limfosit B pada
manusia.

Gambar 23. Limfosit

Repons sekunder menunjukkan periode lag dan laju sintesis antibodi


yang meningkat dibandingkan repons primer,serta antibodi tahan untuk
periode yang lama. Kinetika respons bervariasi, tergantung pada antigen dan
jenis hewannya, tetapi hubungan antara repons primer dan sekunder adalah
khas.
Bila terstimulasi, ada tipe utama limfosit yang secara langsung
bertanggung jawab terhadap pengaruh-pengaruh reaksi imun pada tubuh :
A. Limfosit B
Selama poliferasi berkembang menjadi sel sel plasma, yang
merupakan pengaruh-pengaruh reaksi imun. Proses ini dikenal
sebagai imunitas humoral. Antibodi yang melindungi tubuh dalam
berbagai cara, yang dapat mengubah antigen bebas sehingga lebih
mudah dieliminasi melalui proses-proses selular normal seperti
fagositosis atau antibodi dapat menghambat pengaruh dari suatu
senyawa toksik.
B. Limfosit T
Terdiri dari 2 tipe :
a. Sel Sitotoksik (Sel Tc)
Sel sitotoksik ini ketika tersimulasi mampu mengikat sel antigen dan
menyebabkan penghancuran litik yang tidak dapat balik terhadap
membran sel.

37
b. Sel T4
Sel ini mengeluarkan senyawa yang dapat larut dikenal sebagai
limfokin yang menghancurkan sel antigen dan menstimulasi aspek-
aspek lain dari sistem imun inang.

Gambar 24. Proses pengenalan dan stimulasi limfosit

2.10 Struktur Antibodi


Antibodi adalah anggota dari kelompok protein yang secara kolektif dikenal
sebagai imunoglobin. Nama tersebut diturunkan dari observasi bahwa selama
elektroforesis plasma darah,protein bergabung dengan antibodi yang mempunyai fraksi
gamma globulin. Studi imunoelektroforesis memperlihatlkan bahwa imunoglobulin dapat
dibagi menjadisubkelas-subkelasnya berdasarkan antigenik ilmiahnya, struktur
keseluruhannya serta urutan asam aminonya.

2.10.1 Fungsi Antibodi


a. Sebagaireseptorsehinggaberperanpadaendositosisdanpembentukansinyalpadali
mfosit B.
b. Menetralisasitoksindanmembunuhmikro organism.
c. Aktivasiterhadapkomplemen.
d. Opsonisasi.
e. ADCC.

2.10.2 Peranan-perananantibodi
a. IgG merupakan 80% dari imunoglobin total dalam plasma yang berukuran
relatif kecil sehingga dapat melewati membran dan berdifusi ke bagian tubuh
ekstravaskular. IgG dapat melewati membran plasenta dan menyediakan
pertahanan imunitas utama selama beberapa minggu pertama dari masa hidup,
hingga mekanisme imunitas bayi menjadi efektif, BM 160.000 Dalton.
b. IgM adalah suatu molekul besar yang terdiri dari 5 unit dan setiap unit
strukturnya mirip dengan molekul IgG. Pentamer diikat oleh rantai J pada
fraksi Fc. IgM merupakan senyawa penyebab aglutinasi dan presipitasi yang

38
efektif dan biasanya hanya pentavalen, walaupun secara potensial mampu
mengikat 10 molekul antigen. IgM tidak dapat dengan mudah melewati
membran dan terbatas hanya dalam aliran darah, BM 900.000 Dalton.
c. IgA terutama berhubungan dengan sekresi seromukosa seperti saliva,air
mata, cairan hidung, dan sebagainya yang dieksresikan sebagai dimer dengan
suatu rantai J dan suatu potongan sekretor, dan selanjutnya mencegah
perusakan molekul oleh enzim proteolitik. IgA terutama berperan dalam
melindungi membran mukosa dan keberadaanya dalam darah terutama sebagai
monomer dan mungkin sebagai akibat absorpsi dimer yang tergradasi, BM
70.000 Dalton.
d. IgE dikenal sebagai imunoglobulin sitofilik karena kemampuannya untuk
berikatan ke sel yang dapat menentukan konsentrasinya yang rendah dalam
cairan tubuh. Saat IgE bereaksi dengan suatu antigen. IgE menyebabkan
degradasi sel mast, dimana IgE terikat dengan pelepasan amina vasoaktif
seperti histamin. Proses ini dapat berjalan dengan baik dalam menginisiasi
respons inflamasi, tetapi pada individu-individu yang alergi, reaksi tersebut
dapat menyebabkan hipersensitif atau keadaan berlebih, BM 200.000 Dalton.
e. IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah, ditemukan
bersama IgM pada permukaan sel B.

2.10.3 Reaksi Antigen-Antibodi


Suatu antibodi berkombinasi secara spesifik dengan antigen atau hapten yang
sesuai, caranya mirip dengan pengikatan enzim dan substratnya dan melibatkan
reaksi hidrfobik dan ionik. Namun, pengikatan antara antibodi dengan antigen
melibatkan reaksi kimia yang berurutan dan kestabilannya tergantung pada bentuk
kompemen dari reaksi kimia yang berurutan dan kestabilannya tergantung pada
bentuk komplemen dari antigen dan situs pengikatan antibodi. Dalam teknik
analitik, hal ini sangat dibutuhkan untuk memanfaat antibodi yang mempuyai
afinitas tinggi terhadap antigen. Sifat tersebut biasanya dikenal sebagaia adivitas.
Hampir semua antigen memiliki ukuran yang besar dan dapat memiliki beberapa
karakteristik antigenik atau epitop (determinan).
Produksi Antibodi yaitu pengikatan antiserum yang spesifik melalui imunisasi
hewan, biasanya melibatkan ijeksi antigen murni dan sering kali dimasukkan
melalui intramuskular, walaupun injeksi intravena dapat disesuaikan terhadap
antigen tertentu. Ciri-ciri respons primer dan sekunder terhadap antigen
menunjukkan bahwa serangkaian injeksi yang melibatkan sejumlah kecil antigen,
tampaknya lebih efektif dari injeksi tunggal yang besar. Urutan yang tepat dan
waktu dapat secara nyata mempengaruhi kualitas dari antiserum. Injeksi awal yang
diberikan secara normal interval 2-4 minggu.
Hewan-hewan yang sering digunakan untuk produksi antibodi melawan
antigen manusia adalah marmot dan kelinci, tetapi untuk produksi dalam jumlah
yang besar maka digunakan domba atau kuda.
Kemampuan antigen untuk menginisiasi respons imun sangat beragam, antigen
biasanya digabungkan dengan adjuvan dalam sempel sebelum diinjeksikan.

39
Adjuvan merupakan campuran dari subtansi yang menstimulasi respons inflamasi
dan mencegah agar antigen tidak cepat hilang dari jaringan, melalui mekanisme
draine normal. Adjuvan freund terdiri dari emulsi mikrobakteri yang telah mati
dalam minyak mineral, tetapi alternatif yang lebih sederhana seperti alumunium
fosfat atau hiroksida mempunyai pengaruh yang sama.

2.10.4 Produksi Antibodi Monoklonal


Teknik untuk produksi antibodi monoklonal diekmbangkan oleh Kohler dan
Milstein pada tahun 1970-an, yang kemudian memperluas potensi antibodi sebagai
senyawa analitik dan terapeutik. Antibodi ini dihasilkan oleh klon sel-sel yang
semuanya dihasilkan dari satu jenis limfosit, setiap limfosit ini menghasilkan
imunoglobulin tunggal. Karenanya antibodi yang dihasilkan oleh klon sel identik
sangat dibatasi pada antigen yang berikatan dan membuat pereaksi tersebut sangat
spesifik.
Prinsip dasar pada produksi antibodi ini adalah diawali dengan imunisasi hewan
(biasanya tikus) secara konvesional. Sistem imun pada tikus ini menghasilkan
antibodi, limfosit dipisahkan dari lipa tikus dan dilakukan fusi secara in vitro
dengan sel-sel kanker mieloma yang tidak mempunyai enzin HGPRT (hipoksatin
guanin fosforibosil transferase) dalam medium HAT (hipoksantin aminopterin
timidin). Fusi ini dilakukan dengan menggunakan fusogen, biasanya polietilen
glikol dan hasil fusi dikenal sebagai hibidoma. Suspensi sel diencerkan dan
didistribusikan diantara sejumlah besar sub kultur supaya tercapai distribusi yang
non-spesifik, bila difusikan dengan limfosit yang telah distimulasi dengan antigen
yang diinjeksikan , maka akan menghasilkan imunoglobulin yang dibuat
berdasarkan informasi genetik dari limfosit. Manfaat spesifitas antibodi ini
memberikan keuntungan nyata yangmelebihi antiserum poliklonal yang merupakan
penyedia antibodi yang tidak spesifik dan relatif kurang murni.

2.10.5 Pengaruh pembentukan kompleks antigen-antibodi


Kombinasi dengan antibodi biasanya menyebabkan pembentukan struktur
bertipe kisi-kisi. Struktur ini akan mengendap jika cukup besar dan dapat
ditunjukkan dalam beberapa cara. Bila antigen adalah larutan,proses ini dikenal
sebagai presipitasi, tetapi bila antigen adalah sel atau partikel maka proses ini
disebut aglutinasi.
Studi mengenai pengaruh konsentrasi pereaksi menunjukkan bahwa
perbandingan antibodi terhadap antigen sering kali bersifat kritis supaya
menghasilkan pengaruh yang dapat dideteksi.

40
Gambar 25. Reaksi Antigen-antibodi

Pada gambar reaksi antigen-antibodi ini memperlihatkan pengaruh


antigen dengan jumlah bervariasi terhadap presipitasi akibat adanya sejumlah
antiserum tertentu. Pengaruh dalam peningkatan jumlah antigen juga meningkatkan
jumlah endapan secara proporsional, sehingga tercipta nilai maksimum. Namum
bila jumlah antigen terus ditingkatkan sebagai pengganti percobaan pengaruh
massal, maka jumlah endapan yang terbentuk sering kali berkurang. Artinya, dalam
metode analisis kimia, sering kali penting untuk bekerja dengan perbandingan yang
optimum atau setara antara jumlah antibodi dan antigen, supaya menghasilkan
pengaruh yang maksimum.

2.10.6 Teknik Imunopresipitasi


Merupakan salah satu cara yang banyak dipakai untuk menetapkan kadar
antigen atau antibodi. Antigen pada reaksi ini merupakan antigen yang larut dan
reaksi presipitasi yang berlangsung dalam media cair atau media semisolid (gel)
Imunopresipitasi merupakan suatu teknik yang dapat sangat bernilai karena
memungkinkan kuantifikasi protein spesifik yang berada bersama beberapa protein
lain yang mirip.
2.10.6.1 Imunopresipitasi dalam Larutan
Jumlah dan ukuran kompleks imun yang dibentuk oleh reaksi antigen
dengan antibodi tergantung pada konsentrasi relatif dari reaktan. Pembentukan
kompleks antigen-antibodi dalam larutan ini dapat diamati dengan mengukur
jumlah cahaya yang dipancarkan oleh kompleks tersebut. Pengukuran cahaya
yang diabsorbsi dikenal dengan turbidimetri, dan pengukuran cahaya yang
dipancarkan dikenal sebagai nefelometri.
Reaksi tersebut terjadi dalam antibodi berlebih, dan kurva kalibrasi disiapkan
dengan mengukur turbiditas serangkaian larutan antigen standar. Keuntungan

41
utama dari teknik ini telah dikembangkan dengan menggunakan instrumen
analisis secara otomatis dengan cepat.

2.10.6.2 Imunopresipitasi dalam Gel


Gel digunakan dalam teknik imunopresipitasi untuk menstabilkan
endapan yang memungkinkan posisi dan area endapan dapat diukur.
Memungkinkan pembentukan gradien konsentrasi stabil dari salah satu
ataupun kedua reaktan. Presipitasi maksimum terbentuk saat antigen sebanding
dengan antibodi. Bila konsentrasi antigen berlebih maka presipitasi yang
terbentuk akan melarut kembali , keadaan ini disebut efek potszone, sedangkan
kelebihan antibodi menyebabkan kompleks antigen-antibodi tetap larut dalam
larutan yang dikenal efek prozon.
Prinsip ini merupakan dasar dari imunodifusi lingkar tunggal (single
radial immunodiffusion, SRID) yang dikembangkan oleh Macini (1965). Pada
metode SRID , antigen tertentu dimasukkan kedalam lubang pada gel agar
yang mengandung antibodi. Gel tersebut kemudian diletakkan dalam wadah
yang lembab dengan suhu ruangan selama 18 jam agar terjadi difusi. Cincin
endapan kemudian akan terbentuk disekeliling lubang sesuai dengan gradien
konsntrasi antigen yang terdapat dalam gel tersebut. Bila konsentrasi antigen
tersebut dalam zona ekuivalen, maka antigen akan mengendap. Endapan akan
menjadi maksimum pada keliling atau batas luar dan berkurang pada area
menuju lubang atau ke sumur. Dilakukan 2 kali pengukuran diameter pada
suhu 90◦

2.10.7 Teknik-Teknik Immunoassay-Analitik


Teknik analitik ini diperkenalkan oleh Rosalyn Yalow dan Solomon Berson
pada tahun 1960. Menggunakan antibodi anti-insulin untuk mengukur kadar
hormon dalam plasma. Prinsip dasar immonassay terdiri atas dua pendekatan, yang
pertama berdasarkan pada kompetisi antara antigen berlabel dengan molekul yang
dapat diamati dengan cepat (contonya radioisotop) dan antigen tidak berlabel untuk
sejumlah situs pengikatan antibodi yang terbatas. Kedua, antibodi tersedia dalam
jumlah yang berlebih dan tidak ada kompetisi untuk situs pengikatan.

2.10.7.1 Immunoassay Pengikatan Kompetitif


Dasar pada teknik ini terletak pada kompetisi antara antigen dengan suatu
antigen berlabel untuk situs pengikatan yang sesuai pada jumlah antibodi yang
terbatas. Situs pengikatan secara konvensional digabungkan dengan antibodi,
dimana setiap pengikatan reversibel yang spesifik dapat digunakan untuk
reaksi uji dalam format ini. Contohnya protei-protein transpor yang spesifik
seperti globulin pengikat trosin dan reseptor selular tertentu,resptor opiat dan
benzodiazepin.
2.10.7.2 Immunossay-Non Kompetitif dan Imunometri
Imunoassay ini dikarakterisasi oleh kenyataan bahwa antibodi yang ada
berlebih,dan umunya juga berlabel. Maka tidak dibutuhkan menentukan
kesetimbangannya, sebab semua antigen ini dapat diabaikan oleh kelebihan

42
antibodi. Teknik yang membutuhkan pemisahan fraksi bebas dan fraksi terikat
sebagai sistem uji heterogen.
2.11 Metode-metode Imunologi
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem kekebalan tubuh,
sedangkan antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh manusia dan hewan sebagai
respons imun akibat masuknya senyawa asing dalam jaringan. Senyawa asing ini
disebut dengan antigenatauimunogen, dan antibodi yang dihasilkan mengikat antigen
dan bereaksi dengan cara yang sesuai. Beberapa senyawa tidak dapat menimbulkan
respons imun bila berdiri sendiri. Senyawa-senyawa yang berikatan dengan suatu
protein dapat menyebabkan pembentukan antibodi (respons imun) disebut hapten.
Lisin adalah antibodi yang menyebabkan kerusakan pada membran, opsonin membuat
antigen rentan terhadap fagositosis, sedangkan aglutinin dan presipitin menyebabkan
flokulasi antigen selular dan antigen terlarut.
2.11.1 Enzyme-Linked Immunosorbet Assay (ELISA)
Enzym ini digabungkan dengan antibodi fase padat dalam teknik yang
dikenal dengan enzym-linked immunosorbet essay (ELISA). Variasi pada
teknik ini melibatkan sistem kompetitif dan non-kompetitif, tetapi teknik ini
paling baik digunakan bila dikobimbinasikan dengan dua antibodi
monoklonal dalam format disebut dua situs.

Gambar 26. Assay dua situs menggunakan dua antibodi monoklonal secara
langsung.

Pada gambar Assay dua situs menggunakan dua antibodi


monoklonal secara langsung. Pada bentuk gambar ini , kelebihan
antibodi akan berikatan ke dinding tabung, antigen uji ditambahkan dan
berikatan sempurna dengan antibodi. Setelah pencucian untuk
menghilangkan materi biologi yang tersisa, antibodi monoklonal kedua

43
(berlabel enzim) ditambahkan yang akan mengenalib epitop berbeda
pada antigen (situs kedua) , dan membentuk sandwich antigen antara
antibodi berlabel enzim dan antibodi fase padat. Enzim berlebih dicuci
kembali sebelum penambahan substrat yang sesuai, dan pembentukan
sinyal berwarna dapat diukur sebagai label maupun sebagai titik akhir
reaksi.
Enzim yang digunakan sebagai label meliputi alkali fostase,
horseradish peroksidase dan β-galaktosidase. Enzim yang digunakan
seharusnya mampu berikatan kovalen ke antigen atau antibodi, tanpa
menghilangkan aktivitas katalitik dan imunoreaktivitasnya.
Glutaraldehid dapat digunakan sebagai senyawa pengikat,sedangkan
enzim glikoprotein seperti peroksidase dapat dihubungkan melalui
gugus karbihodrat dengan menggunakan asam periodat untuk
membenytuk gugus aldehid yang reaktif.

2.11.2 Radioimmunoassay (RIA)


Teknik ini berdasarkan kompetisi antara antigen yang tidak berlabel
dengan sejumlah tertentu antigen sejenis yang telah dilabel , untuk
direaksikan dengan reseptor antibodi tertentu yang mengandung
sejumlah antibodi dengan tempat ikatan untuk antigen yang terbatas.
Jika keadaan kesetimbangan dengan antigen yang berlebih, akan
terdapat antigen yang bebas dan antigen yang terikat pada antibodi. Pada
kondisi standart jumlah antigen berlabel yang berikatan pada antibodi
akan menurun, sedangkan antigen yang tidak berlabel akan meningkat.
Kurva pada kalibrasi dapat digunakan untuk menentukan jumlah antigen
dalam sampel dengan perlakuan yang sama.
Keuntungan utama RIA :
a. Dapat digunakan untuk menguji senyawan yang bersifat imunogenik,
dapat dalam bentuk murni maupun dilabel
b. Memiliki kepekaan tinggi dan beberapa senyawa mungkin dapat
dideteksi pada tingkat pg cm-3
c. Memiliki tingkat spesifitas yang tinggi
d. Memiliki ketepatan yang sebanding dengan teknik fisiokimia dan uji
bioassay.
e. Mengurangi kerja manual dan pengolahan data untuk sampel dalam
jumlah besar
Kerugian utama RIA :
a. Peralatan dan peraksi relatif mahal
b. Waktu paruh dari 125[dan131] adalah 60 dan 8 hari , sehingga lebih sering
dilakukan pembelan antisera.
c. Bahaya radiasi dari radioiodin , terutama selama pembelan antisera yang
harus diulang secara teratur. Pengguna RIA harus secara teratur
diperiksa kelenjar tiroidnya dan harus diistirahatkan bila tingkat
aktivitas radioaktifnya meningkat secara signifikan.

44
2.12 Uji Homogen
Uji homogen ini tidak membutuhkan tahap pemisahan, tetapi uji ini dilakukan
untuk mengamati rasio antara antigen berlabel dan tak berlabel dengan antibodi.
Beberapa tekniknya telah dikembangkan terutama bermanfaat untuk pengukuran
obat-obatan.
Sistem yang paling umum digunakan adalah enzyme multiplied immunoassay
technique (EMIT). Teknik ini tidak melibatkan pemisahan fraksi terikat dari fraksi
bebas, namun merupakan uji kompetitif. Antigen dilabel dengan enzim dengan
sedemikian rupa sehingga aktivitas katalik enzim dipertahankan. Saat antigen
berikatan dengan antibodi,enzim menjadi terhambat mungkin melalui perubahan
konfirmasi yang terinduksi ataupun melalui halangan pada situs aktif enzim.
2.12.1 Aplikasi Analitik Teknik Radioisotop
2.12.1.1 Studi Ikatan Ezim dan Substrat
Beberapa enzimatik dapat diuji dengan metode
pelacak,sehingga memungkinkan radioaktif dari bahan yang diteliti
dapat ditelusuri. Menggunakan enzim yang lebih mahal ketika
pelacak radioaktif ini digunakan, tetapi memiliki tingkat kepekaan
yang sangat tinggi. Radioisotop juga digunakan untuk mempelajari
mekanisme kerja enzim dan studi ikatan enzim substrat seperti yang
diuraikan pada metode ELISA.
2.13 Analisis Pengenceran Isotop
Analisis ini dapat mengatasi masalah dengan cara konvensional, karena
kandungannya yang sangat kecil dan bercampur dengan senyawa yang
mirip dengan senyawa yang diuji,sehingga pada analisis ini dapat
mendiadakan isolasi kuantitatif.
Teknik ini secara luas digunakan untuk menelusuri unsur-unsur dengan
berat molekul yang kecil.
2.14 Radioimmunoassay (RIA)
RIA merupakan salah satu teknik yang paling penting dalam bidang
klinik dan biokimia untuk analisis kuantitatif dari hormon, steroid, dan
obat-obatan. Teknik ini menggabungkan keistimewaan reaksi kekebalan
dengan kepekaan teknik radioisotop. Analisis saturasi adalah nama lain
yang sering digunakan untuk RIA.

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Enzim adalah senyawa organik yang berperan dalam katalis yaitu untuk
mempercepat proses dan reaksi kimia yang sedang berlangsung.Enzim hanya akan
bekerja dalam kondisi yang sesuai, seperti pH, suhu, konsentrasi, kofaktor, dan
sebagainya. Fungsi utama enzim adalah sebagai katalisator yang mempercepat terjadinya
laju sebuah reaksi.

45
3.2 Saran

Dengan makalah ini diharapkan kita mengetahui biokimia dari enzim, mulai dari aktivitas
enzim,konsentrasi enzim, suhu dan PH, elektroforesis, kromatografi, imunologi dan dapat
menerapkan dalam kehidupan kita terutama fungsi dan peranannya, serta biosintesis dalam
kegunaannya di bidang farmasi.

DAFTAR PUSTAKA

Winarno, FG. 1999. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Poedjiadi, A. 2006.Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Nur, MA., Adijuwana, H., KOsasih. 1992. Teknik Laboraturium. Bogor: Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.

46
47

Anda mungkin juga menyukai