Anda di halaman 1dari 6

A.

       Kinetika Enzim


Enzim adalah molekul protein yang biasanya memanipulasi molekul lain - substrat
enzim. Ini target molekul mengikat ke sisi aktif enzim dan diubah menjadi produk melalui
serangkaian langkah yang dikenal sebagai mekanisme enzimatik. Mekanisme ini dapat dibagi
ke dalam mekanisme tunggal-substrat dan multiple-substrat. Studi kinetik pada enzim yang
hanya mengikat satu substrat, seperti isomerase triosephosphate, bertujuan untuk mengukur
afinitas dengan enzim yang mengikat ini substrat dan tingkat turnover.
Kinetika  enzim adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada kinetika
enzim, laju reaksi diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi. Kinetika enzim
merupakan bidang biokimia yang terkait dengan pengukuran kuantitatif dari kecepatan reaksi
yang dikatalisis enzim dan pemeriksaan sistematik faktor-faktor yangg mempengaruhi
kecepatan tersebut. Analisis kinetik memungkinkan para ahli merekonstruksi jumlah dan
urutan tahap-tahap individual yang merupakan perubahan substrat oleh enzim menjadi
produk.
Aktivitas seperangkat enzim yg seimbang dan lengkap merupakan dasar penting untuk
mempertahankan homeostasis. Pemahaman tentang kinetik enzim penting untuk memahami
bagaimana stress fisiologis seperti anoksia, asidosis atau alkalosis metabolik, toksin dan
senyawa farmakologik mempengaruhi keseimbangan tersebut. Persamaan kesetimbangan di
bawah menjelaskan reaksi satu molekul dari masing-masing substrat A dan B untuk
membentuk satu molekul dari masing-masing produk P dan Q.
A + B « P + Q ............................................................................................................. (i)
Tanda panah ganda menunjukkan reversible (terbalikan). Jika A dan B dapat membentuk P
dan Q, maka P dan Q juga dapat membentuk A dan B. Dengan demikian penentuan suatu
reaktan sebagai “substrat” atau “produk” sedikit banyak bersifat arbitrer karena produk
suatu reaksi yang dituliskan dalam satu arah adalah substrat bagi reaksi yang berlawanan.
Namun, istilah “produk” sering digunakan untuk menandai reaktan yang pembentukannya
menguntungkan secara termodinamis.
A + B ® P + Q ................................................................................................................ (ii)
Tanda panah satu arah menunjukkan irreversible (tidak terbalikan). Digunakan untuk
menjelaskan reaksi di dalam sel hidup tempat produk reaksi diatas segera dikonsumsi oleh
reaksi selanjutnya yang dikatalisis oleh enzim. Oleh karena itu, pengeluaran segera produk P
atau Q secara efektif meniadakan kemungkinan terjadinya reaksi kebalikan sehingga
persamaan (ii) secara fungsional menjadi irreversibel pada kondisi fisiologis. Contohnya
adalah ketika kita bernapas.

B.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan kinetika  Enzim


1.      Suhu
Oleh karena reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang
menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia
berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat.
Disamping itu, karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian
aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi
berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya
proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.
Peningkatan suhu meningkatkan reaksi enzim yang terkatalisis dan yang tidak
terkatalisis dengan cara meningkatkan energi kinetik dan frekuensi tubrukan dari besarnya
molekul. Bagaimanapun energi panas dapat meningkatkan energy kinetic dari enzim ke titik
yang mana kelebihan energy pelindung untuk dapat mengganggu interaksi non-kovalen yang
berfungsi mengatur struktur tiga dimensi dari enzim. Cincin polipeptida kemudian mulai
terbuka atau terdenaturasi, yang disertai dengan pengurangan kecepatan dari aktivitas
katalisis. Pada temperatur tertentu sebuah enzim berada dalam keadaan stabil, konformasi.
Enzim pada umumnya stabil pada temperatur 45-55°C. Sebaliknya, enzim pada
mikroorganisme termofilik yang berada pada sumber mata air panas gunung berapi, atau pada
lubang hidrotermal bawah laut dapat stabil pada suhu kurang lebih 100°C.
Enzim tersusun oleh protein, sehingga sangat peka terhadap suhu. Peningkatan suhu
menyebabkan energi kinetik pada molekul substrat dan enzim meningkat, sehingga kecepatan
reaksi juga meningkat. Namun suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya enzim
yang disebut denaturasi, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja enzim.
Pada umumnya enzim akan bekerja baik pada suhu optimum, yaitu antara 30° – 40°C. Q10
atau koefisien suhu yaitu faktor yang meningkatkan proses biologis bila suhu naik 10 0 C.
Umumnya enzim yang stabil pada peningkatan suhu maka Q10 = 2.

2.      PH
Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif
enzim, sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya. Setiap enzim dapat
bekerja baik pada pH optimum, masing-masing enzim memiliki pH optimum yang berbeda.
Sebagai contoh : enzim amilase bekerja baik pada pH 7,5 (agak basa), sedangkan pepsin
bekerja baik pada pH 2 (asam kuat/sangat asam). (e-dukasi.2010)
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH
lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda.
Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian
aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap
struktur ion pada enzim, pH rendah, atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya
proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktifitas enzim. Terdapat suatu
nilai pH tertentu atau daerah pH yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi. pH
tersebut dinamakan pH optimum.
Enzim intrasel bekerja optimum antara pH 5-9. Hilangnya atau tambahnya muatan
akan merugikan atau membuat enzim tidak aktif. (Gambar 8-2. Efek pH pada aktivitas
enzim. Sebagai contoh, suatu enzim bermuatan negatif (EH -) berikatan dengan substrat
bermuatan positif (SH+). Dalam gambar, proporsi (%) SH+ [\\\] dan EH- [///] diperlihatkan
sebagai fungsi pH. Hanya di daerah berarsir silang baik enzim maupun substrat memiliki
muatan yang sesuai.).

3) Persamaan Michaelis-Menten dan Hill (Model Pengaruh Kadar Substrat)


Pada pembahasan berikut, reaksi enzim dianggap seolah-olah hanya memiiki satu
substrat dan satu produk. Sementara kebanyakan enzim memiliki lebih dari satu substrat,
prinsip-prinsip yang dibahas di bawah juga berlaku bagi enzim dengan banyak substrat. Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan
konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi.
Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara enzim
dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian
aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung sedikit
substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan
dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian, konsentrasi kompleks enzim
substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Namun
dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi susbstrat tidak menyebabkan bertambah
besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak
bertambah besar.
Peningkatan konsentransi substrat dapat meningkatkan kecepatan reaksi bila jumlah
enzim tetap. Namun pada saat sisi aktif semua enzim berikatan dengan substrat, penambahan
substrat tidak dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzim selanjutnya. Enzim mempunyai
spesifitas yang tinggi. Apabila substrat cocok dengan enzim naka kinerja enzim juga akan
optimal
Untuk suatu enzim tipikal, peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan v1
hingga tercapai nilai maksimal Vmax (Gambar 8-3). Jika peningkatan lebih lanjut konsentrasi
substrat tidak meningkatkan v1, enzim dikatakan “jenuh” oleh substrat. Perhatikan bahwa
bentuk kurva yang menghubungkan aktivitas dengan konsentrasi substrat (Gambar 8-3)
tampak hiperbolik. Pada setiap saat, hanya molekul substrat yang berkaitan dengan enzim
dalam bentuk kompleks
v1 = Vmax[S] / Km + S
Keterangan:
v1            à kecepatan reaksi.
Vmax       à kecepatan maksimum.
S          à substrat
Km       à kadar substrat yang memberikan kecepatan reaksi separuh kecepatan reaksi
maksimal pada kadar enzim tertentu.
Tergantung pada kecepatan reaksi inisial kadar S dan Km dapat digambarkan dengan
mengevaluasi persamaan tersebut dibawah 3 keadaan:
1.                   Jika  kadar S < kadar Km. v sesuai kadar S
Maka untuk menentukan aktivasi enzim digunakan substrat yang di bawah
2.                   Jika kadar S > kadar Km. v = V
“Maka harus pada kondisi optimal”
3.                   Bagaimana kalau kadar S = Km. v = ½ V. Maka:

ES yang dapat diubah menjadi produk. Kedua, konstanta kesetimbangan untuk pembentukan
kompleks enzim-substrat tidaklah besar tanpa batas. Jika terdapat kelebihan substrat (titik A
dan B di Gambar 8-4), hanya sebagian enzim yang mungkin berada dalam bentuk kompleks
ES. Dengan demikian di titik A atau B, peningkatan atau penurunan [S] akan meningkatkan
atau menurunkan jumlah kompleks ES disertai perubahan yang sesuai di v1. Di titik C
(Gambar 8-4), pada hakikatnya semua enzim terdapat dalam bentuk kompleks ES. Karena
tidak ada enzim bebas yang tersedia untuk membentuk ES, peningkatan lebih lanjut [S] tidak
dapat meningkatkan laju reaksi. Dalam kondisi ini, v1 semata-mata bergantung pada—dan
karenanya dibatasi oleh—kecepatan disosiasi (penguraian) produk enzim tersebut sehingga
enzim ini dapat mengikat lebih banyak substrat.

(Gambar 8-4. Representasi suatu enzim pada konsentrasi substrat yang rendah (A), tinggi
(C), dan setara dengan Km (B). Titik A, B, dan C berkorespondensi dengan titik-titik di
Gambar 8-3.)
4.)  Konsentrasi enzim

Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, makin besar konsentrasi enzim
makin tinggi pula kecepatan reaksi, dengan kata lain konsentrasi enzim berbanding lurus
dengan kecepatan reaksi.

5.) Aktifator dan inhibitor

Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan


substratnya, misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase. Inhibitor merupakan
suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan substratnya. Inhibitor akan berikatan
dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor. Ada 2 jenis inhibitor, yaitu :

Ø  Inhibitor kompetitif

Molekul penghambat yang strukturnya mirip substrat, sehingga molekul tersebut


berkompetisi dengan substrat untuk bergabung pada sisi aktif enzim. Contoh : sianida
bersaing dengan oksigen untuk mendapatkan Hemoglobin pada rantai akhir respirasi.
Inhibitor kompetititf dapat diatasi dengan penambahan konsentrasi substrat. Menghambat
kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk
berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti
semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat. Inhibitor kompetitif
misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan
enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat.

Inhibitor kompetitif dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat


Struktur inhibitor kompetitif klasik cenderung mirip dengan struktur substrat.
Inhibitor kompetitif bekerja dengan menurunkan jumlah molekul enzim bebas yang
tersedia untuk mengikat substrat, yi, untuk membentuk ES dan akhirnya
menghasilkan produk.

(Gambar 8-9. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif. Perhatikan hilangnya inhibisi
secara total pada [S] yang tinggi (yi. 1/[S] yang rendah.)
Ø Inhibitor nonkompetitif

Molekul penghambat yang bekerja dengan cara melekatkan diri pada bagian bukan sisi aktif
enzim. Inhibitor ini menyebabkan sisi aktif berubah sehingga tidak dapat berikatan dengan
substrat. Inhibitor nonkompetitif tidak dapat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat. Inhibitor
ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi
selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif
enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja
enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak dapat
dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat.

Pengikatan inhibitor tidak mempengaruhi pengikatan substrat


Inhibitor nonkompetetif sederhana menurunkan Vmax, tetapi tidak mempengaruhi Km.
Inhibitor nonkompetitif yang lebih kompleks terjadi jika pengikatan inhibitor memang
mempengaruhi afinitas (yang tampak) enzim terhadap substrat.
(Gambar 8-10. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi non-kompetitif sederhana.
C.      Kegunaan inhibitor
Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan
sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin
menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan
peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun,
banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida yang
merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak
aktif enzim sitokrom c oksidase dan memblok pernapasan sel.

Anda mungkin juga menyukai